GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI DEMAM OLEH IBU DI DESA POJOK KIDUL KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

(1)

i KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI DEMAM OLEH IBU DI DESA POJOK KIDUL KECAMATAN NGUTER

KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

NURUL AIDA FAUZIAH

20120350097

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI DEMAM OLEH IBU DI DESA POJOK KIDUL KECAMATAN NGUTER

KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

NURUL AIDA FAUZIAH

20120350097

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii HALAMAN PENGESAHAN

GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI DEMAM OLEH IBU DI DESA POJOK KIDUL KECAMATAN NGUTER KABUPATEN

SUKOHARJO JAWA TENGAH

Disusun Oleh: NURUL AIDA FAUZIAH

20120350097

Telah disetujui dan diseminarkan pada 28 Desember 2016 Dosen Pembimbing

Dra. Sri Kadarinah., Apt NIK: 201202

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2

Sri Tasminatun, M. Si., Apt Indra Putra Taufani, M, Sc., Apt NIK: 1971 1106 1999904173036 NIK: 1983012220104173238

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt NIK: 1973 0223 201310 173127


(4)

iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Nurul Aida Fauziah NIM : 20120350097 Program studi : Farmasi

Fakulta s : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dibuktikan KTI ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, Desember 2016

Nurul Aida Fauziah NIM 20120350097


(5)

iv MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”

(Al-Baqarah: 153)

“Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya untuk memotong, ia akan memotongmu (menggilasmu)

(H.R. Muslim)

“Allah mencintai orang yang bekerja apabila bekerja maka ia selalu memperbaiki prestasi kerja”

(H.R. Tabrani)

“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik”

(Evelyn Underhill)

“Maka nikmat Rabb-mu yang manakah, yang kau dustakan “


(6)

v HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya Tulis ini saya persembahkan kepada:

Orang tua saya yang tercinta Bapak Marsudi F. N dan Ibu Yuliyanti S yang tak henti hentinya memberikan doa, semangat dan dukungan yang luar biasa kepada saya. Mengajarkan arti kehidupan, kesabaran dalam segala hal sehingga saya dapat

menjadi seperti ini karena beliau. Saya sangat bersyukur memiliki kedua orang tua seperti beliau.

Kakak ku tersayang Dien Fitria Amaanina, terima kasih telah menjadi kakak yang selalu mendukung kapanpun. Semoga kita dapat menjadi anak yang selalu


(7)

vi KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

“Gambaran Pengetahuan Swamedikasi Demam Oleh Ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah”. Meskipun banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, tapi penulis berhasil menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

2. Sabtanti Harimurti, S.Si., M. Sc., Ph. D., Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi FKIK UMY.

3. Dra. Sri Kadarinah, Apt selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas bantuan, bimbingan dan ide yang diberikan selama penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Sri Tasminatun, M. Si., Apt selaku dosen penguji 1 yang telah memberi bimbingan dan arahan.

5. Indra Putra Taufani, M. Sc., Apt selaku dosen penguji 2 yang telah memberi bimbingan dan arahan.

6. Dosen pembimbing akademik bu Dian (Dian Purwitasari, M.Biotech., Apt) dan bu Rima (Rima Erviana, M.Sc., Apt) terima kasih telah sabar, selalu meluangkan waktu, memberi arahan, pengetahuan dan bimbingan.


(8)

vii 7. Seluruh dosen Farmasi FKIK UMY yang telah memberikan banyak ilmu

kepada penulis serta dukungan selama menempuh pendidikan.

8. Teman-teman satu bimbingan yang selalu kompak Avisa, Sucianna, Anis, Ella terima kasih atas kekompakan ini, berbagi pengalaman, suka duka, sukses buat kita semua untuk ke depannya. Amin

9. Teman-teman yang selalu membantu Mbak Yani, Abang Agus, Mbak Zelmi, Mas Satria, Aditya P, Aditya R, Anggi, Anisa R, Anisa Rizky, Adis, Fanda, Asep, Avisa, Ayutya, Baiq, Berry, Chakra, Chyntia, Senja, Desy, Dian, Dila, Dini, Dwi, Eka, Ella, Endah, Farida, Lia, Mbak Gege, Hengki, Ida, Iffani, Iis, Ika, Imas, Indah, Irna, Jihan, Leni, Linda, Lisa, Tamam, Firza, Kiki, Mustika, Nadira, Nanda, Nazila, Neng, Nopril, Nur, Mitha, Nurul, Putri, Norma, Ratih, Ratna, Resita, Lupita, Rifa, Rima B, Rima F, Hida, Ciki, Tina, Ryan, Sari, Seftina, Wulan, Iko, Anna, Tri, Niswah, Wanti, Lita, Yayan, teman teman KKN 30 Pungki, Anggar, Biko, Dita, Abang Galang, Hana, Riri, Riza, Rizki A, Vina, Windu, Yudi, Rezky, Erdhita, Kiki dan semuanya yang secara langsung maupun tidak langsung ikut berkontribusi membantu dan menyemangati. Semoga kita selalu menjadi teman baik dan saling mendukung satu sama lain.

10.Keluarga besar Farmasi UMY terima kasih atas persahabatan kita selama ini dan saya bangga menjadi salah satu bagian dari keluarga ini.

11.Seluruh dosen dan staf Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan staf perpustakaan FKIK UMY


(9)

viii 12.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Yogyakarta, Desember 2016

Penulis


(10)

ix DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Telaah Pustaka ... 6

1. Pengetahuan ... 6

2. Swamedikasi ... 9

3. Demam ... 14

B. Kerangka Konsep ... 21

C. Keterangan Empirik ... 21

BAB III METODE PENELITIAN... 22

A. Desain Penelitian ... 22


(11)

x

C. Populasi dan Sampel ... 22

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 25

1. Kriteria inklusi ... 25

2. Kriteria eksklusi ... 25

E. Variabel dan Definisi Operasional ... 25

F. Instrumen Penelitian... 26

G. Cara Kerja ... 27

H. Skema Langkah Kerja ... 27

I. Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 29

1. Gambaran Karakteristik Responden ... 29

2. Gambaran Pengetahuan Swamedikasi Demam Oleh Ibu ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(12)

xi DAFTAR TABEL


(13)

xii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanda Peringatan pada Kemasan ... 13

Gambar 2. Kerangka Konsep ... 21

Gambar 3. Skema Langkah Kerja ... 27

Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 30

Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan... 31

Gambar 6. Usia Pasien yang Mendapatkan Swamedikasi Demam ... 33

Gambar 7. Cara Mengukur Suhu Tubuh ... 34

Gambar 8. Gejala yang Banyak Dirasakan ... 36

Gambar 9. Hal yang Dilakukan Ketika Mengalami Demam ... 36

Gambar 10. Cara Penggunaan Kompres yang Benar Ketika Demam... 37

Gambar 11. Pemilihan Obat Untuk Mengobati Demam ... 39

Gambar 12. Tempat Pembelian Obat ... 41

Gambar 13. Pemilihan Bentuk Sediaan Obat ... 43

Gambar 14. Sendok Takar yang Digunakan Untuk Obat Sirup ... 44

Gambar 15. Aturan Pakai Obat Untuk Mengobati Demam ... 45

Gambar 16. Cara Meminum Obat Bentuk Sediaan Tablet ... 46


(14)

xiii INTISARI

Swamedikasi adalah tindakan pemilihan dan penggunaan obat-obatan, baik obat tradisional maupun obat modern oleh seseorang untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan ibu di Desa Pojok Kidul dalam swamedikasi demam.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional. Data didapat dari kuesioner dan wawancara kepada 128 responden dengan pendekatan cross sectional. Metode pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Analisis data dilakukan secara desktiptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia yang banyak mendapatkan swamedikasi terbanyak adalah 26-35 tahun (27%). Diagnosis demam dilakukan pasien dengan meletakkan tangan pada kening (indera peraba) sebanyak 69% dan 31% menggunakan termometer. Lima puluh tiga persen responden cenderung memilih obat yang mengandung kombinasi beberapa obat dan 55% responden memperoleh obat di warung. Bentuk sediaan obat yang paling banyak dipilih yaitu tablet sebesar 92% dan 8% dalam bentuk sirup. Enam puluh persen responden yang menggunakan sirup mengkonsumsi obat memakai sendok makan. Responden yang memilih sediaan tablet mengkonsumsi obat dengan aturan minum tiga hingga empat kali sehari sebesar 87% dan 82% dari responden tersebut meminum obat dengan cara ditelan. Responden yang merasa masih mengalami demam selama tiga hari memilih berhenti minum obat dan memeriksakan diri ke dokter. Responden yang menyimpan obat dalam kemasan aslinya sebesar 97% dan 3% menyimpan obat bentuk sediaan sirup di dalam kulkas.


(15)

xiv ABSTRACT

Self medication is an action to choosing and using medicines such as traditional or modren medicine by someone to treath the disease or symtomp that can known alone. The aim of this research is to describe the knowledge of mother in Pojok Kidul village about self medication of fever.

This research was observasional descriptive. Data taken through questionnaire and did an interview to 128 respondents through a cross sectional approach. Sample in this research was taken by purposive sampling. Data analyzed with descriptive analysis.

The result showed that age of respondents who get more self medication is about 26-35 years old (27%). Diagnosis of fever such as use sense of touch about 69% and 31% use thermometer. About 53% respondents chose the combination that contains various drugs and 55% respondents got them in small shop. Tablet was dosage forms that most chosen about 92% and 8% was syrup. About 60% respondents who use syrup, consume it with tablespoon. Respondents who choose tablet, consume it three until four times daily about 87% and 82% consume it with swallowed. Respondents who still fever more than three days, they stop to consuming the drugs and checking up to the doctor. Respondents who store the drugs in original package about 97% and 3% respondents who use syrup store it in refrigerator.


(16)

(17)

xiii INTISARI

Swamedikasi adalah tindakan pemilihan dan penggunaan obat-obatan, baik obat tradisional maupun obat modern oleh seseorang untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan ibu di Desa Pojok Kidul dalam swamedikasi demam.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional. Data didapat dari kuesioner dan wawancara kepada 128 responden dengan pendekatan cross sectional. Metode pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Analisis data dilakukan secara desktiptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia yang banyak mendapatkan swamedikasi terbanyak adalah 26-35 tahun (27%). Diagnosis demam dilakukan pasien dengan meletakkan tangan pada kening (indera peraba) sebanyak 69% dan 31% menggunakan termometer. Lima puluh tiga persen responden cenderung memilih obat yang mengandung kombinasi beberapa obat dan 55% responden memperoleh obat di warung. Bentuk sediaan obat yang paling banyak dipilih yaitu tablet sebesar 92% dan 8% dalam bentuk sirup. Enam puluh persen responden yang menggunakan sirup mengkonsumsi obat memakai sendok makan. Responden yang memilih sediaan tablet mengkonsumsi obat dengan aturan minum tiga hingga empat kali sehari sebesar 87% dan 82% dari responden tersebut meminum obat dengan cara ditelan. Responden yang merasa masih mengalami demam selama tiga hari memilih berhenti minum obat dan memeriksakan diri ke dokter. Responden yang menyimpan obat dalam kemasan aslinya sebesar 97% dan 3% menyimpan obat bentuk sediaan sirup di dalam kulkas.


(18)

xiv ABSTRACT

Self medication is an action to choosing and using medicines such as traditional or modren medicine by someone to treath the disease or symtomp that can known alone. The aim of this research is to describe the knowledge of mother in Pojok Kidul village about self medication of fever.

This research was observasional descriptive. Data taken through questionnaire and did an interview to 128 respondents through a cross sectional approach. Sample in this research was taken by purposive sampling. Data analyzed with descriptive analysis.

The result showed that age of respondents who get more self medication is about 26-35 years old (27%). Diagnosis of fever such as use sense of touch about 69% and 31% use thermometer. About 53% respondents chose the combination that contains various drugs and 55% respondents got them in small shop. Tablet was dosage forms that most chosen about 92% and 8% was syrup. About 60% respondents who use syrup, consume it with tablespoon. Respondents who choose tablet, consume it three until four times daily about 87% and 82% consume it with swallowed. Respondents who still fever more than three days, they stop to consuming the drugs and checking up to the doctor. Respondents who store the drugs in original package about 97% and 3% respondents who use syrup store it in refrigerator.


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) yaitu usaha yang dilakukan untuk mencari atau melakukan pengobatan dengan mengobati penyakitnya sendiri atau memanfaatkan fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya) maupun fasilitas pengobatan tradisional (dukun,shinshe, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2007). Di dalam hadist telah dijelaskan bahwa Islam memerintahkan untuk melakukan upaya pengobatan saat sakit:

ي ْمل َلج َزع ََ َنإف اْ ادت مر ْلا دحا ءاد رْيغ ًءا د هل عض ََإ ًءاد ْعض

“Berobatlah, karena tiada suatu penyakit yang diturunkan Allah, kecuali diturunkan pula obat penangkalnya, selain dari satu penyakit yaitu ketuaan” (Hadist riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari sahabat Nabi Usamah bin Syuraik).

Upaya pengobatan secara mandiri yang dilakukan masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah self medication atau swamedikasi (Departemen Kesehatan RI, 2006). Berdasarkan data yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional(Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 66% penduduk Indonesia memilih pengobatan mandiri sebagai upaya untuk mengobati dirinya sendiri dan sisanya memanfaatkan fasilitas kesehatan. Pengobatan mandiri dibatasi hanya untuk penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek.


(20)

Ibu memiliki peranan penting sebagai penentu kesehatan dan kualitas sumber daya anggota keluarga. Hal ini dikarenakan perempuan lebih peka dan memegang peran penting dalam pengambilan keputusan mengenai kesehatan dalam keluarga termasuk dalam memilih obat yang akan digunakan ketika salah satu keluarga mengalami gangguan kesehatan (Zoraida, 2012).

Banyaknya informasi mengenai iklan obat bebas dan obat bebas terbatas berpengaruh besar terhadap banyaknya masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri (Maulana, 2009). Banyaknya obat yang dijual dipasaran memudahkan masyarakat untuk melakukan swamedikasi, tetapi pada pelaksanaan swamedikasi dapat terjadinya kesalahan pengobatan (Medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang obat dan penggunaannya. Masyarakat hanya cenderung melihat merk obat tanpa mengetahui kandungannya.

Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, batuk, flu, nyeri, diare dan gastritis (Supardi dan Raharni, 2006). Penelitian ini dilakukan di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo yang terdiri dari 187 KK dari dua RW dan empat RT. Demam merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada masyarakat. Desa Pojok Kidul lokasinya berada dipinggir desa yang sudah banyak terdapat warung-warung kecil tetapi masih jauh dari fasilitas kesehatan, sehingga dapat mendorong masyarakat memilih melakukan pengobatan sendiri.


(21)

Banyaknya obat yang dijual di pasaran memudahkan masyarakat untuk melakukan pengobatan mandiri, biaya yang murah, relatif lebih cepat dan praktis menjadi alasan memilih pengobatan secara mandiri. Jarak tempuh antara tempat tinggal masyarakat dengan Puskesmas atau Rumah Sakit cukup jauh sehingga masyarakat lebih memilih untuk melakukan swamedikasi.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mendapatkan gambaran swamedikasi demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

B. Perumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran pengetahuan swamedikasi demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah?

C. Keaslian Penelitian

1. Hidayati, 2012 meneliti “Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Swamedikasi Diare pada Pelajar SMA Negeri 1 Karanganom Kabupaten Klaten”. Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan alat bantu kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara stratified random. Analisis tingkat pengetahuan dan tindakan swamedikasi diare dikukan secara deskriftif. Hasil penelitian terhadap 111 responden diperoleh nilai rata – rata tingkat pengetahuan sebesar 7,53 ± 1, 04 yang termasuk kategori tingkat pengetahuan baik. Sedangkan untuk tindakan swamedikasi diperoleh nilai rata – rata sebesar 7,76 ± 0, 99 yang termasuk tindakan swamedikasi baik.


(22)

2. Defriyanti, 2013 meneliti ”Gambaran Swamedikasi dengan Menggunakan Obat Analgetika-Antipiretika Oleh Masyarakat Di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat Tahun 2013”. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan sampel dengan teknik bertingkat yaitu teknik Proportional Random Sampling dilanjutkan dengan teknik Purposive Sampling menggunakan bantuan kuisioner. Hasil penelitian bahwa pengetahuan masyarakat di Desa Daenaa tentang tindakan swamedikasi sudah baik.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada waktu, tempat, responden dan teknik pengambilan sampel.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan swamedikasi demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti terutama tentang pengetahuan swamedikasi oleh ibu.


(23)

2. Bagi Masyarakat

Dapat dijadikan dokumentasi dan menambah informasi tentang swamedikasi demam dengan benar di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi dan masukan bagi tenaga kesehatan sebagai penentu dalam pelayanan kesehatan masyarakat terutama dalam memilih obat bebas yang menekan tentang pentingnya membaca informasi tentang obat yang terdapat dalam kemasan obat dalam rangka swamedikasi yang sesuai aturan.

4. Bagi Pemerintah

Sebagai pendorong bagi pemerintah dalam pemberian informasi dan peningkatan mutu pelayanan, khususnya dalam pelayanan obat swamedikasi.


(24)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Sunaryo, 2004).

Menurut Notoatmodjo 2007, pengetahuan seseorang mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi menjadi enam tingkatan pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (know).

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, oleh sebab itu tahu adalah tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Mengukur bahwa seseorang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui tersebut, tidak hanya dapat menyebutkan atau sekedar tahu.


(25)

c. Aplikasi (appliccation)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan atau mengaplikasikan yang telah diketahui dan dipahami pada situasi atau kondisi nyata dan sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. Seseorang yang telah masuk pada tingkat analisis apabila orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat bagan terhadap pengetahuan objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat merangkum atau menggabungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menilai suatu objek. Penilaian didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau norma yang berlaku.

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang (Mubarak, 2007) yaitu:


(26)

a. Pendidikan

Pendidikan diartikan sebagai bimbingan yang diberikan agar seseorang lebih memahami sesuatu hal. Tingkat pendidikan mempengaruhi pemahaman terhadap penerima, informasi, dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Pekerjaan dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Umur

Bertambahnya umur seseorang aspek fisik dan psikologis (mental). Aspek psikologis atau mental seseorang akan lebih matang dan dewasa dalam hal berpikir.

d. Minat

Minat yang besar terhadap sesuatu akan membuat seseorang lebih cenderung mencoba menekuni dan akhirnya akan memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

e. Pengalaman

Pengalaman diartikan sebagai suatu kejadian yang sebelumnya dialami oleh seseorang saat berinteraksi dengan lingkungan dan akhirnya akan menghasilkan kesan baik baik maupun buruk.

f. Kebudayaan lingkungan sekitar

Lingkungan berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang (Saiddin A, 2002).


(27)

g. Informasi

Informasi yang semakin mudah untuk didapat membantu mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.

2. Swamedikasi

Swamedikasi adalah tindakan pemilihan dan penggunaan obat-obatan, baik obat tradisional maupun obat modern oleh seseorang untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri, bahkan untuk penyakit kronis tertentu yang telah didiagnosis tegak sebelumnya oleh dokter (WHO, 1998). Menurut APhA (American Pharmacist Association) klasifikasi swamedikasi:

a. Perilaku gaya hidup sehat diartikan sebagai usaha untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit.

b. Perilaku swamedikasi medis berhubungan dengan gejala dan pengobatan.

c. Perilaku yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sehari-hari individu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan swamedikasi (Djunarkodan Hendrawati, 2011), yaitu:

a. Kondisi ekonomi mahalnya biaya kesehatan, seperti rumah sakit dan berobat ke dokter, membuat masyarakat mencari pengobatan yang lebih murah untuk penyakit yang masih ringan.

b. Berkembangnya kesadaran pentingnya kesehatan bagi masyarakat karena meningkatnya sistem informasi, pendidikan, dan kehidupan


(28)

sosial ekonomi, sehingga meningkatkan pengetahuan untuk melakukan swamedikasi.

c. Promosi obat bebas dan obat bebas terbatas melalui media cetak maupun elektronik yang semakin banyak.

d. Semakin meluasnya distribusi obat melalui Puskesmas dan warung di desa yang berperan dalam peningkatan pengenalan dan penggunaan obat, terutama OTR (Obat Tanpa Resep) dalam swamedikasi.

e. Semakin banyak obat yang awalnya termasuk obat keras dan harus menggunakan resep dokter, dalam perkembangan ilmu kefarmasian yang ditinjau dari khasiat dan keamanan obat diubah menjadi OTR (OWA, obat bebas terbatas, dan obat bebas), sehingga pilihan obat untuk masyarakat semakin banyak.

f. Kampanye swamedikasi yang rasional di masyarakat mendukung perkembangan farmasi komunitas.

Apabila swamedikasi dilakukan secara benar maka seseorang yang melakukan swamedikasi tersebut akan mendapatkan beberapa keuntungan. Beberapa keuntungan dalam penerapannya menurut Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), yaitu:

a. Biaya yang diperlukan relatif lebih murah karena tidak harus ke rumah sakit atau melakukan pemeriksaan tenaga kesehatan.


(29)

c. Kualitas pengobatan terjamin karena dilakukan sendiri, sehingga secara tidak sadar pasien akan mengupayakan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

d. Aman karena obat yang dipakai telah melewati pengujian dan tertera aturan (dosis) pemakaian obat.

Swamedikasi dapat berjalan dengan baik dan meningkat apabila dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan benar. Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan tersebut (Widayati, 2006) yaitu: a. Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit ringan dan berbagai

gejala serta cara pengobatannya.

b. Motivasi masyarakat untuk mencegah dan mengobati penyakit ringan yang mampu dikenali sendiri.

c. Ketersediaan dan kemudahan mendapatkan obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter atau OTR secara luas dan terjangkau untuk mengatasi penyakit ringan atau gejala yang muncul.

d. Diterimanya pengobatan tradisional sebagai bagian dari sistem kesehatan.

Selain memiliki keuntungan swamedikasi memiliki beberapa kekurangan apabila dalam pelaksaanannya dilakukan secara tidak benar. Kekurangan dari swamedikasi adalah obat dapat membahayakan kesehatan apabila salah dalam penggunaan obat, timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan, misalnya sensitivitas, efek samping atau resisten. Kesalahan dalam penggunaan obat dapat


(30)

dikarenakan kurangnya informasi dari iklan obat, tidak efektif akibat salah diagnosis dan pemilihan obat serta sulitnya bertindak secara obyektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan lingkungan sosial (Supardi dan Notosiswoyo, 2005).

Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (1996) swamedikasi harus mencakup empat kriteria yaitu:

a. Tepat golongan, yaitu menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas (termasuk obat bebas terbatas).

b. Tepat obat, yaitu menggunakan obat yang termasuk dalam kelas terapi yang sesuai dengan keluhan atau gejala.

c. Tepat dosis, yaitu menggunakan obat dengan dosis yang tepat. d. Lama pengobatan terbatas, yaitu apabila sakit berlanjut hubungi

dokter.

Pada akhirnya, pelaku swamedikasi akan dihadapkan dalam pilihan seperti, perlu atau tidak pemeriksaan tenaga kesehatan, perlu obat atau tidak, obat apa yang akan digunakan untuk mengatasi gejala dan sebagainya. Sehingga pelaku swamedikasi harus memahami dengan baik masalah kesehatan yang sedang dihadapinya.

Dalam swamedikasi penggunaan obat modern dibatasi hanya untuk penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek. Menurut Depkes, 2008 obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek yaitu:


(31)

a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa menggunakan resep dokter, tanda pada kemasan warna hijau dengan garis tepi hitam. Contoh obat bebas yang yaitu parasetamol (penurun demam dan pereda sakit kepala), vitamin, mineral.

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat keras yang diberi pada setiap takaran yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas juga tergolong obat yang masih dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda pada kemasan berwarna lingkaran biru dengan garis tepi hitam. Pada obat bebas terbatas memiliki beberapa tanda peringatan pada kemasan dapat dilihat pada Gambar 1. Contoh obat bebas terbatas yang digunakan pada kehidupan sehari-hari seperti: obat flu, obat batuk yang mengandung antihistamin.


(32)

c. Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep dokter. Obat keras mempunyai tanda pada kemasan berupa lingkaran bulat merah dengan garis tepi warna hitam. Tujuan dari obat wajib apotek untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan yang masih ringan dan meningkatkan pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) oleh apoteker. Peraturan mengenai daftar obat wajib apotek menurut Pusat Informasi Obat Nasional (PIO Nas) tercantum dalam:

1) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/ MenKes/SK/VII/1990 tentang obat wajib apotek berisi daftar obat wajib apotek nomor satu.

2) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/ Menkes / Per / X / 1993 tentang daftar obat wajib apotek nomor dua.

3) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang daftar obat wajib apotek nomor tiga.

3. Demam

a. Definisi Demam

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1997) demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya atau diatas 37˚C. Pada suhu diatas 37˚C limfosit dan makrofag menjadi lebih aktif. Bila suhu melampaui 40-41˚C


(33)

barulah terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh (Tjay & Rahardja, 2002).

Tingginya suhu tubuh juga tidak dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa penyakit yang diderita parah. Sebab pada saat itu tubuh sedang berusaha melakukan perlawanan terhadap penyakit akibat infeksi, dengan demikian demam dapat reda dengan sendirinya dalam 1-2 hari dan tidak selalu butuh pengobatan. Pirogen adalah suatu zat yang dapat menyebabkan demam. Terdapat 2 jenis pirogen, yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan merangsang IL-1, sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh, dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam dengan mempengaruhi pusat pengatur suhu di hipotalamus, sedangkan pirogen endogen adalah IL-1, faktor nekrosis tumor (TNF) dan interferon (INF) (Suriadi & Yuliani, 2010).

b. Etiologi Demam

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1997), timbulnya demam dapat disebabkan oleh infeksi atau non infeksi. Penyebab Demam oleh infeksi antara lain disebabkan oleh kuman, virus, parasit atau mikroorganisme lain. Penyebab demam non infeksi diantaranya adalah karena dehidrasi, trauma, alergi, dan penyakit kanker. Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non


(34)

infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera Hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009 dalam Sudoyo, dkk).

c. Patofisiologi Demam

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen


(35)

dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello and Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).

d. Penatalaksanaan Demam

Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu: non-farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan demam secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur 3-12 bulan dengan suhu >39°C, penderita dengan suhu >40,5°C, dan demam dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam (Kaneshiro & Zieve, 2010 didalam Syeima, 2009).


(36)

1) Terapi Non Farmakologi Demam

Adapun yang termasuk dalam terapi non farmakologi dari penatalaksanaan demam:

a) Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan beristirahat yang cukup.

b) Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.

c) Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali suhu inti. (Kaneshiro & Zieve, 2010 dalam Syeima, 2009).

2) Terapi Farmakologi Demam

Penatalaksanaan demam dapat dilakukan dengan obat analgesik/antipiretik. Antipiretik bekerja menghambat enzim COX (Cyclo-Oxygenase) sehingga pembentukan prostaglandin terganggu dan selanjutnya menyebabkan terganggunya peningkatan suhu tubuh. Terdapat berbagai macam obat antipiretik yang beredar di Indonesia, misalnya parasetamol, ibuprofen, aspirin, acetosal, metamizole, turunan


(37)

pirazolon. Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007 tentang penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas obat yang dapat digunakan untuk mengatasi demam sebagai berikut:

a) Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol merupakan derivat para amino fenol. Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa. Efek anti inflamasi dan reaksi alergi parasetamol hampir tidak ada.

Dosis terapeutik antara 10-15 mg/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90 mg/kgBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi dengan baik. Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar.

b) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek samping yang


(38)

timbul berupa mual, perut kembung, dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek lainnya seperti eritema kulit, sakit kepala, dan trombositopenia jarang terjadi. Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut, terutama bila dikombinasikan dengan asetaminofen. Dosis terapeutik yaitu 5-10 mg/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam.

c) Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat sering digunakan sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Aspirin tidak direkomendasikan pada anak <16 tahun karena terbukti meningkatkan risiko Sindroma Reye. Aspirin juga tidak dianjurkan untuk demam ringan karena memiliki efek samping merangsang lambung dan perdarahan usus. Efek samping lain, seperti rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg.


(39)

B. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

C. Keterangan Empirik

Penilaian dari responden diharapkan dapat menggambarkan pengetahuan swamedikasi demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Gambaran pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi demam

Ketepatan penyimpanan obat Faktor – faktor yang

mempengaruhi: 1. Jenis kelamin 2. Umur

3. Pekerjaan 4. Pendidikan

Ketepatan dosis

Lama pengobatan terbatas Ketepatan cara pemberian Pemilihan bentuk sediaan

obat

Tempat pembelian obat Ketepatan pemilihan obat


(40)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif observasional menggunakan pendekatan cross sectional dengan melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan

sekaligus pada waktu yang sama.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter kabupaten Sukoharjo dan pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober 2016.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter.

2. Sampel

Penentuan sampel untuk tiap-tiap RT yang terpilih digunakan teknik purposive sampling.

a) Ukuran Sampel:

Desa Pojok Kidul memiliki jumlah penduduk sebesar 187 KK. Jumlah sampel (n) diambil berdasarkan rumus sebagai berikut (Zainuddin, 2002):


(41)

dimana:

n : jumlah sampel

: nilai Z pada derajat kepercayaan 1- = 1,96

p : proporsi populasi = 0,5

d : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan N : jumlah populasi = 187 KK

Berdasarkan rumus di atas maka jumlah responden yang digunakan sebagai sampel sebesar :

= 125,9960

Jadi, besar sampel minimal dari populasi adalah 126 KK dari 4 RT. b) Teknik Sampling

Teknik sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek atas pertimbangan tertentu. Teknik pengambilan sampel ini berdasarkan masing RT, dikarenakan agar semua sampel dari masing-masing RT dapat mewakili seluruh jumlah populasi diDesa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.


(42)

Rumus:

Keterangan:

y : Jumlah pengambilan sampel per RT K : Jumlah penduduk per RT

RW 01/RT 01 sebanyak 57 KK RW 01/RT 02 sebanyak 45 KK RW 02/RT 01 sebanyak 46 KK RW 02/RT 02 sebanyak 39 KK Nk : Jumlah total populasi dari 4 RT

: Jumlah sampel penelitian 126 KK Perhitungan jumlah sampel masing-masing RT RW 01/RT 01 sebanyak 57 KK

Jadi jumlah sampel yang diambil di RW 01/RT 01 sebanyak 38 KK RW 01/RT 02 sebanyak 45 KK

Jadi jumlah sampel yang diambil di RW 01/RT 02 sebanyak 30 KK RW 02/RT 01 sebanyak 46 KK


(43)

Jadi jumlah sampel yang diambil di RW 02/RT 01 sebanyak 31 KK RW 02/RT 02 sebanyak 39 KK

Jadi jumlah sampel yang diambil di RW 02/RT 02 sebanyak 27 KK

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria inklusi

Ibu - ibu yang bertempat tinggal di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo, yang pernah melakukan swamedikasi demam untuk keluarganya

2. Kriteria eksklusi

a. Responden yang tidak menjawab kuesioner dengan lengkap. b. Responden menolak bekerjasama dengan peneliti.

E. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal, yaitu gambaran pengetahuan swamedikasi demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah.


(44)

2. Definisi Operasional

a. Responden adalah ibu-ibu yang pernah melakukan swamedikasi demam untuk keluarganya yang di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kupaten Sukoharjo yang telah mewakili masing-masing KK. b. Swamedikasi (pengobatan sendiri) suatu tindakan atau usaha

masyarakat yang dilakukan sendiri untuk mengatasi demam keluarganya tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

c. Demam adalah kondisi dimana suhu tubuh di atas batas normal (>37,5˚C).

d. Desa Pojok Kidul terletak di wilayah Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo dengan luas wilayah 405.000 m2.

F. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner pengetahuan responden tentang swamedikasi demam, untuk mengetahui pengetahuan masyarakat kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang berisi 17 pertanyaan dapat dilihat pada lampiran 2. Kuesioner yang dibuat menggunakan dasar dari Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (1996) tentang swamedikasi dan Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional (2008) dalam peningkatan pengetahuan dan ketrampilan memilih obat bagi kader. Bentuk pertanyaan adalah pertanyaan terbuka.


(45)

G. Cara Kerja

1. Tahap pertama adalah tahap persiapan penelitian yaitu studi pustaka yang berkaitan degan penelitian serta pembuatan proposal serta alat ukur dalam penelitian yakni kuisioner berdasarkan studi pustaka. 2. Tahap kedua adalah tahap perizinan melakukan penelitian.

3. Tahap ketiga adalah melakukan pendataan masyarakat Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

4. Tahap keempat pembagian kuesioner dan wawancara untuk penelitian sesuai dengan sampel yang telah ditetapkan sebelumnya.

5. Hasil data responden diinput ke komputer untuk pengolahan dan analisis frekuensi.

H. Skema Langkah Kerja

Gambar 3. Skema Langkah Kerja

Wawancara dan pengisian kuisioner oleh responden

Input data ke komputer

Analisis deskriptif dan frekuensi

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


(46)

I. Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis univariate tidak melakukan uji bivariate karena penelitian bersifat deskriptif. Analisis univariate bertujuan

untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariate bertujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi karakteristik sosiodemografi dan pengetahuan swamedikasi demam oleh ibu.


(47)

29 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo secara administratif terdiri dari 2 RW dan 4 RT terdiri dari 187 KK. Desa Pojok Kidul memiliki potensi dalam sektor pertanian sehingga mayoritas masyarakat yang berdomisili di Desa Pojok Kidul bekerja sebagai petani.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Responden dalam penelitian ini berjumlah 128 responden yang berdomisili di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. dan dalam penelitian ini tidak ada responden yang dieksklusi. Data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner dan wawancara kemudian ditabulasi dan dianalisis secara frekuensi dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil penelitian akan diperoleh data mengenai gambaran pengetahuan swamedikasi demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

1. Gambaran Karakteristik Responden

a.Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan karena semakin tingi tingkat pendidikan maka akan semakin cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa


(48)

(Herawati, 2001). Keterbatasan pendidikan juga dapat mempengaruhi pola hidup sehat seseorang (Saputri, 2015).

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4. Distribusi responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Berdasarkan Gambar 4, diketahui bahwa dari 128 responden yang diteliti, tingkat pendidikan responden yang paling banyak berpendidikan SMA yaitu (46%) dan responden yang pendidikan paling sedikit yaitu SD (12%). Dari data diatas dapat dilihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan masyarakat adalah SMA karena wilayah ini masih dikatakan desa. Hal ini juga dikarenakan masyarakat merasa bahwa biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi mahal dan masyarakat beranggapan bahwa lulusan SMA sederajat sudah dirasa cukup untuk mencari pekerjaan. b. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan dapat mempengaruhi pengetahuan karena pekerjaan yang sering berinteraksi dengan orang lain lebih banyak pengetahuannya apabila dibandingkan dengan orang tanpa ada interaksi dengan orang lain.

12%

26%

46% 16%

SD SMP SMA


(49)

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak secara tidak langsung (Mubarak, 2007).

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan gambar 5, diketahui bahwa dari 128 responden yang diteliti, pekerjaan responden yang paling banyak bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu (39%) dan pekerjaan responden paling sedikit sebagai guru (4%). Dari data diatas dapat dilihat bahwa mayoritas pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga. Hal ini dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan yang dekat dengan rumah dan minimnya ketrampilan yang dimiliki sehingga setelah menikah responden memilih untuk menjadi ibu rumah tangga mengurus keluarga mereka.

2. Gambaran Pengetahuan Swamedikasi Demam Oleh Ibu

Gambaran pengetahuan swamedikasi demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo di ukur dengan 17 pertanyaan

5% 5%

32%

15% 39%

4% Pegawai Negeri

Pegawai Swasta

Pedagang

Buruh

IRT


(50)

yang diberikan. Kuesioner yang dibuat menggunakan dasar dari Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (1996) tentang swamedikasi dan Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional (2008) dalam peningkatan pengetahuan dan ketrampilan memilih obat bagi kader.Bentuk pertanyaan adalah pertanyaan terbuka. Rincian topik pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Topik Pertannyaan pada Kuesioner

a. Usia Pasien yang Mendapat Swamedikasi Demam

Usia yang mendapat swamedikasi demam disajikan dalam Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6, usia yang paling banyak mendapat swamedikasi adalah usia 26-35 tahun yaitu (27%) dan usia yang paling sedikit mendapat swamedikasi demam adalah usia 0-5 tahun (4%) .

Indikator No. Item Pertanyaan Informasi tambahan 1, 2

Ketepatan diagnosis 3, 6, 4, 5,7,8 Ketepatan pemilihan obat 9 Tempat pembelian obat 10 Pemilihan bentuk sediaan obat 11 Ketepatan dosis 12, 14

Ketepatan cara pemberian 13, 15 Lama pengobatan terbatas 16


(51)

Gambar 6. Usia Pasien yang Mendapatkan Swamedikasi Demam Data diatas dapat dilihat bahwa mayoritas yang mendapat swamedikasi demam adalah masa dewasa awal dan yang paling sedikit melakukan swamedikasi demam adalah masa balita. Hal ini dikarenakan rentan usia 26-35 tahun termasuk ke dalam kategori usia prima (Indriyanti, Lisna, Ayuni, Tusiant & Risyanto,2007) sehingga swamedikasi dipilih untuk mengatasi penyakit ringan yang dialami di sela-sela aktivitasnya karena obat bebas mudah untuk diperoleh (Hermawati, 2012).

b. Ketepatan Diagnosis

Menurut Kemenkes RI, 2011 dalam Penggunaan Obat Rasional pada aspek ketepatan diagnosa disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat dapat mengalami kekeliruan. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

Pertanyaan yang diberikan untuk mengetahui ketepatan diagnosis responden seperti: gejala yang biasa dirasakan, cara

4%

23%

11% 23%

27%

12% 0-5 tahun

6-11 tahun

12-16 tahun

17-25 tahun

26-35 tahun


(52)

mengukur suhu tubuh dan alat bantu yang digunakan dan hal apa yang dilakukan ketika sedang mengalami demam.

Pada pertanyaan bagaimana responden mengetahui apabila sedang mengalami demam, (100%) responden menjawab jika suhu tubuh naik. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997 demam merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya atau diatas 37˚C. Timbulnya demam dapat disebabkan oleh infeksi atau non-infeksi. Penyebab demam infeksi, antara lain disebabkan oleh kuman, virus, parasit, atau mikroorganisme lain. Penyebab demam non-infeksi, diantaranya adalah karena dehidrasi, trauma, alergi, dan penyakit keganasan atau kanker (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997). Cara yang dilakukan responden untuk mengukur suhu tubuh responden menggunakan alat bantu termometer atau hanya meletakkan tangan pada kening (indera peraba) persentasenya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Cara Mengukur Suhu Tubuh 31%

69%

0% 0%

menggunakan termometer

meletakkan tangan pada kening


(53)

Sebanyak 69% responden mengukur suhu tubuh hanya meletakkan tangan pada kening dan 31% menggunakan termometer. Menurut Davie A & Amoore J, 2010 penggunaan termometer lebih disarankan untuk pembacaan suhu tubuh karena akan lebih tepat dan memberikan informasi yang akurat tentang suhu tubuh daripada hanya menggunakan indera peraba yang bersifat subjektif.

Responden yang memilih menggunakan termometer sebagai alat bantu untuk mengukur suhu tubuh 100% memilih bagian ketiak untuk mengukur suhu tubuh. Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007 petunjuk penggunaan termometer sebagai berikut:

1) Kocok termometer sebelum mengukur sampai air raksa turun di bawah tanda 35˚C.

2) Termometer diletakkan di bawah lidah selama satu menit atau di bawah lipatan lengan (ketiak) selama 4 menit pada orang dewasa dan anak-anak. Suhu normal dibawah lipatan lengan (ketiak) adalah 36,5˚C. Untuk mendapatkan suhu yang setara dengan suhu mulut, tambahkan 0,5˚C pada suhu yang terbaca. 3) Cuci termometer sebelum dan sesudah dipakai.


(54)

Gambar 8. Gejala yang Banyak Dirasakan

Berdasarkan Gambar 8 gejala yang paling banyak dirasakan bahwa mayoritas merasakan pusing yaitu sebesar 41% ketika sedang mengalami demam. Apabila mengalami gejala seperti demam, menggigil, batuk, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, malaise parah (rasa tidak enak badan), sakit tenggorokan, dan hidung berair gejala tersebut merupakan gejala dari flu (WHO, 2009).

Untuk menangani demam dan gejala yang dirasakan responden dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu memeriksakan diri ke dokter, memilih menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi persentasenya dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hal yang Dilakukan Ketika Mengalami Demam 41%

5% 28%

13% 13%

pusing

pilek

pusing,pilek

pilek,batuk

pusing,pilek,batuk

65% 26%

9% 0%

minum Obat

Kompres, Minum Obat

Periksa Dokter, Minum Obat


(55)

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa mayoritas memilih langsung meminum obat yaitu sebesar (65%) dan melakukan pendampingan dengan terapi non farmakologi sebesar (26%). Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007 hal yang dapat dilakukan ketika mengalami demam yaitu:

1) Istirahat yang cukup. 2) Minum air yang banyak.

3) Usahakan makan seperti biasa, meskipun nafsu makan berkurang.

4) Periksa suhu dengan termometer. 5) Kompres dengan air hangat.

6) Minum obat penurun panas jika perlu.

7) Hubungi dokter bila suhu sangat tinggi (diatas 38˚C), terutama pada anak-anak.

Responden yang memilih melakukan pendampingan terapi non farmakologi yaitu melakukan pengompresan saat demam persentasenya dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Cara Penggunaan Kompres yang Benar Ketika Demam

52% 48%

0% 0%

Mengompres menggunakan air es

Mengompres menggunakan air hangat


(56)

Berdasarkan Gambar 10 responden yang melakukan pendampingan terapi non farmakologi yaitu dengan melakukan pengompresan mayoritas memilih menggunakan air es untuk mengompres yaitu sebesar 52%. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2014) tentang penangan demam, pengompresan saat demam lebih dianjurkan menggunakan air daripada menggunakan alkohol. Air yang disarankan untuk digunakan saat pengompresan adalah air hangat dibandingkan dengan air dingin karena dapat meningkatkan pusat pengaturan suhu hipotalamus yang mengakibatkan badan menggigil sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Kompres dingin juga mengakibatkan pembuluh darah mengecil yang dapat meningkatkan suhu tubuh.

Kompres diperlukan ketika suhu tubuh meningkat lebih dari 40˚C ketika tidak dapat merespon obat penurun panas. Obat penurun panas terlebih dahulu diberikan untuk menurunkan kenaikan suhu pada pusat pengatur suhu di susunan saraf otak bagian hipotalamus kemudian dilanjutkan dengan kompres air hangat.

c. Ketepatan Pemilihan Obat

Menurut Kemenkes RI, 2011 dalam Buku Panduan tentang Penggunaan Obat Rasional ketepatan pemilihan obat adalah keputusan untuk melakukan upaya terapi yang diambil setelah dilakukannya diagnosa dengan benar. Obat yang dipilih harus


(57)

memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit. Pemilihan Obat yang digunakan untuk meredakan demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul persentasenya dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Pemilihan Obat Untuk Mengobati Demam Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa 53% responden memilih obat yang mengandung kombinasi dengan contoh obat Bodrex®, Sanaflu®, Ultraflu®, Procold®, Intunal f®, Paramex® dan Inza®. Obat yang dipilih mayoritas dalam bentuk kandungan kombinasi karena gejala yang dialami tidak hanya demam saja gejala yang juga dirasakan seperti pilek dan batuk sehingga obat dengan isi kombinasi lebih dipilih. Obat yang banyak digunakan untuk mengatasi demam adalah obat bebas. Menurut Depkes, 2008 obat yang boleh digunakan untuk swamedikasi adalah obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek.

Obat yang digunakan oleh pasien adalah sebagai berikut:

1) Parasetamol dan sanmol® hanya mengandung bahan aktif parasetamol saja. Indikasinya untuk mengurangi rasa sakit

19% 20% 8% 7% 10% 10% 5% 9%

10% 2% parasetamol

bodrexin sanmol bodrex sanaflu ultraflu procold intunal f paramex Inza


(58)

kepala, sakit gigi dan menurunkan panas. Cara mengkonsumsi obat ini adalah dengan diminum tiga hingga empat kali sehari setelah makan.

2) Bodrexin® mengandung asetosal 80mg, indikasinya untuk menurunkan demam dan meringankan rasa nyeri pada anak-anak. Cara mengkonsumsi obat ini adalah dengan diminum tiga hingga empat kali sehari setelah makan.

3) Bodrex® mengandung parasetamol dan kafein, indikasinya untuk meringankan sakit kepala, pusing, pening berat, sakit gigi dan menurunkan demam. Cara mengkonsumsi obat ini adalah dengan diminum tiga hingga empat kali sehari setelah makan.

4) Sanaflu® mengandung parasetamol dan fenilpropanolamin, indikasinya untuk meringankan gejala flu. Cara mengkonsumsi obat ini adalah dengan diminum tiga hingga empat kali sehari setelah makan.

5) Ultraflu®, procold® dan Inza® mengandung parasetamol, fenilpropanolamin HCl dan Chlorpheniramine maleat, indikasinya untuk meringankan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat dan bersin-bersin. Cara mengkonsumsi obat ini adalah dengan diminum tiga hingga empat kali sehari setelah makan.


(59)

6) Intunal F® mengandung parasetamol, fenilefrin HCL, deksklorofeniramin maleat, dekstrometrofan, gliserin guaikolat. Indikasinya untuk demam flu dan sakit kepala. Cara mengkonsumsi obat ini adalah dengan diminum tiga hingga empat kali sehari setelah makan.

d. Tempat Pembelian Obat

Tempat memperoleh obat demam yang dilakukan oleh responden di sajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Tempat Pembelian Obat

Berdasarkan Gambar 12 responden paling banyak memperoleh obat untuk melakukan swamedikasi adalah di warung yaitu (55%). Dari data di atas diketahui bahwa masyarakat lebih memilih membeli obat di warung karena warung lebih mudah dijangkau dari rumah dan harga obat yang yang dijual di warung dianggap lebih murah daripada di apotek. Di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter masih jarang terdapat apotek dan harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan apotek. Menurut data Dinas Kabupaten Sukoharjo (2016) apotek yang terdapat di wilayah Kecamatan

55% 27%

12% 6%

Warung

Apotek

Sisa Obat Sebelumnya


(60)

Nguter ada 7 apotek dapat dilihat pada lampiran 4 dan jarak yang harus ditempuh dari Desa Pojok Kidul ke apotek yang terdekat kurang lebih 7 kilometer.

Jarak dapat mempengaruhi frekuensi kunjungan ke tempat pengobatan, makin dekat tempat tinggal dari tempat pengobatan makin besar jumlah kunjungan ke tempat pengobatan tersebut, begitu pula sebaliknya, makin jauh jarak rumah dari tempat pengobatan maka makin kecil pula jumlah kunjungan ke tempat pengobatan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena semakin jauh tempat tinggal dari tempat pengobatan maka akan semakin mahal (Mariyonodkk, 2005).

Menurut Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008 masyarakat lebih disarankan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan obat dari rumah sakit, puskesmas atau membeli obat sendiri di apotek atau toko obat yang berizin. Sehingga pada waktu menerima obat masyarakat mendapatakan informasi mengenai jenis dan jumlah obat, kemasan obat, kadaluarsa obat dan kesesuaian etiket meliputi nama, tanggal dan aturan pakai dari petugas kesehatan.

e. Pemilihan Bentuk Sediaan Obat

Swamedikasi demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo menggunakan bentuk sedian tablet dan sirup disajikan pada Gambar 13.


(61)

Gambar 13. Pemilihan Bentuk Sediaan Obat

Berdasarkan Gambar 13 bentuk sediaan obat yang paling banyak dipilih adalah bentuk tablet yaitu sebesar 92%. Menurut Murini, 2013 bentuk sediaan obat diperlukan agar penggunaan senyawa obat/zat berkhasiat dalam farmakoterapi dapat digunakan secara aman, efisien dan memberikan efek yang optimal. Dalam pemilihan bentuk sediaan obat yang perlu diperhatikan adalah sifat bahan obat, sifat sediaan obat, kondisi penderita, kondisi penyakit dan harga.

f. Ketepatan Dosis

Menurut Kemenkes RI, 2011 dalam Buku Panduan tentang Penggunaan Obat Rasional dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan akan beresiko menimbulkan efek samping. Sebaliknya apabila dosis yang diberikan terlalu kecil efek terapi yang diinginkan tidak tercapai.

92% 8% 0% 0%

tablet


(62)

Ibu menggunakan takaran untuk obat sirup dengan sendok dalam kemasan obat sirup dan sendok makan rumah tangga persetasenya dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Sendok Takar yang Digunakan Untuk Obat Sirup Berdasarkan pada gambar 14 responden yang menggunakan bentuk sediaan obat sirup sebanyak 60% responden menggunakan sendok makan untuk minum obat. Pada dosis untuk obat sirup pengetahuan responden masih kurang karena lebih banyaknya responden yang memilih menggunakan sendok makan untuk meminum obat dalam bentuk sediaan sirup. Menurut Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008 jika minum obat dalam bentuk larutan atau cairan sebaiknya tidak menggunakan sendok rumah tangga, karena ukuran sendok rumah tangga tidak sesuai dengan ukuran dosis.

Dosis untuk obat tablet Ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter menggunakan sediaan obat tablet prosetasenya dapat dilihat pada Gambar 15.

40%

60%

sendok dalam kemasan obat sirup


(63)

Gambar 15. Aturan Pakai Obat Untuk Mengobati Demam Pada gambar 15 responden yang memilih bentuk sediaan tablet 87% responden memilih tiga hingga empat kali sehari 1 tablet untuk aturan pakai minum obat dalam meredakan demam dan gejala yang dirasakan.

Dosis pemakaian obat penurun panas untuk dewasa umumnya adalah tiga hingga empat kali sehari (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Sebaiknya obat penurun panas tidak diminum bersamaan dengan obat flu karena umumnya obat flu sudah mengandung obat tersebut (Hermawati, 2012).

Pemberian informasi dan edukasi mengenai informasi dosis tetap harus diperhatikan karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai dosis masih rendah (Sharma, Verma & kapoor, 2005; Supardi & Notosiswoyo, 2006).

g. Ketepatan Cara Pemberian

Menurut Kemenkes, 2011 dalam penggunaan obat rasional penentuan cara dan waktu pemberian obat yang tepat bertujuan untuk

87% 13%

3-4x sehari 1 tablet


(64)

mendapatkan efek yang optimal, efesk samping minimal dan tidak mengganggu kebiasaan penderita.

Cara minum obat tablet yang dilakukan oleh Ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter dengan ditelan dan dihisap prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Cara Meminum Obat Bentuk Sediaan Tablet Berdasarkan Gambar 16 responden yang menggunakan obat dalam bentuk sediaan tablet 82% responden meminum dengan cara ditelan. Waktu meminum obat untuk mengobati demam 100% meminumnya setelah makan. Menurut Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008 informasi mengenai cara minum obat dan waktu minum obat dapat dilihat pada informasi yang tertera pada etiket atau brosur obat maka responden diharapkan membaca etiket atau brosur obat terlebih dahulu.

h. Lama Pengobatan Terbatas

Pada pertanyaan hal apa yang dilakukan apabila dalam waktu lebih dari tiga hari demam belum sembuh 100% responden menjawab berhenti minum obat dan memeriksakan diri ke dokter apabila dalam

82% 18%

ditelan


(65)

waktu lebih dari tiga hari setelah minum obat ternyata demam masih belum sembuh. Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007 tentang pedoman penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas kapan harus ke dokter:

1) Bila seorang bayi menderita panas.

2) Bila demam lebih dari 39˚C (pada anak-anak 38,5˚) dan tidak turun dengan parasetamol atau kompres.

3) Bila demam tidak kurang setelah dua hari. 4) Bila demam disertai dengan kaku leher.

5) Bila demam disertai gejala lain yang berkaitan dengan demam seperti: ruam kulit, sakit tenggorokan berat, batuk dengan dahak warna hijau, sakit telinga, sakit perut, diare, sakit bila buang air kecil, bintik-bintik merah pada kulit, kejang dan pingsan.

6) Bila terjadi demam setelah melahirkan atau keguguran.

i. Ketepatan Penyimpanan Obat

Penyimpanan obat yang dilakukan oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter ibu memilih menyimpan obat dalam dalam kemasan aslinya dan ada beberapa yang juga menyimpan dalam kulkas persentasenya dapat dilihat pada Gambar 17.


(66)

Gambar 17. Cara Menyimpan Obat Di Rumah

Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat 97% responden menyimpan obat dalam kemasan aslinya dan 3% responden juga menyimpan dalam kulkas. Obat yang juga disimpan dalam kulkas adalah obat sirup. Beberapa obat terkadang perlu disimpan dalam suhu yang lebih dingin, misal ditempatkan di dalam kulkas/lemari es, untuk itu tanyakan apoteker tentang cara penyimpanan obat tersebut dan ada baiknya responden memiliki tempat khusus untuk penyimpanan obat yang memenuhi persyaratan tempat penyimpanan obat rumah tangga yang baik dan benar. Menurut Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008 cara penyimpanan obat pada rumah tangga sebagai berikut:

1) Jauhkan dari jangkauan anak-anak.

2) Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.

3) Simpan obat ditempat yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti aturan yang tertera pada kemasan.

97% 3%

menyimpan dalam kemasan aslinya

menyimpan dalam kemasan aslinya, kulkas


(67)

4) Jangan simpan obat dalam freezer karena suhu yang terlampau dingin akan merusak stabilitas obat sehingga obat tidak dapat digunakan lagi.

5) Jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena suhu yang tidak stabil dalam mobil dapat merusak sediaan obat.


(68)

50 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Gambaran pengetahuan swamedikasi demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah tergolong kurang baik (aspek ketepatan diagnosis, ketepatan dosis, tempat pembelian obat dan ketepatan penyimpanan obat).

B. Saran

1. Bagi pasien, saran yang diberikan yaitu

a. Pasien dianjurkan untuk mengukur suhu tubuh dengan menggunakan alat bantu termometer.

b. Pengompresan dilakukan dengan menggunakan air hangat.

c. Pasien dianjurkan untuk memperoleh obat di apotek dan fasilitas kesehatan lain agar pasien memperoleh edukasi mengenai obat yang diterima.

d. Pasien dianjurkan untuk tidak menyimpan obat di dalam kulkas dan disimpan di suhu ruang biasa serta terhindar dari cahaya. e. Pasien dianjurkan untuk menggunakan sendok takar obat yang

terdapat pada kemasan obat sirup. 2. Bagi peneliti lain

Disarankan untuk lebih memperluas subjek penelitian dan melakukan intervensi dalam penelitian.


(69)

3. Bagi instansi yang bergerak dibidang kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit ataupun dinas kesehatan

a. Memberikan sosialisasi mengenai swamedikasi kepada masyarakat

b. Memperbanyak apotek agar semakin mudah dijangkau oleh masyarakat


(70)

52

DAFTAR PUSTAKA

Davie, A., Amoore, J. 2010. Best Practice in the Measurement of Body Temperature. Nursing Standart. 24 (42): 42-49.

Defriyanti, P. 2013. Gambaran Swamedikasi Menggunakan Obat Analgetika-Antipiretika Oleh masyarakat di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat Tahun 2013. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Negeri Gorontalo.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1997. Kompedia Obat Bebas.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan. Dinarello, C. A., Gelfand, J. A. 2005. Fever and Hyperthermia. In. Kasper, D. L.,

et al., ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Singapore: The McGraw-Hill Company, 104-108.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. 2016. Data Apotek Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasin dan Alat Kesehatan. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2007. Pedoman Penggunaan

Obat Bebas dan Bebas Terbatas.

Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional. 2008. Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan Memilih Obat Bagi Kader.

Direktorat Jendral Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2014. Mencerdaskan Masyarakat Dalam Penggunaan Obat Melalui Metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA). Diakses 22 Mei 2015 dari

Http://binfar.kemkes.go.id/2014/09/mencerdaskan-masyarakat-dalam-penggunaan-obat-melalui-metode-cara-belajar-insan-aktif-cbia/.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM). 1996. Pedoman Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB).

Djunarko, I., Hendrawati, Y. 2011. Swamedikasi yang Baik dan Benar. Klaten: Intan Sejati.


(71)

Hermawati, D. 2012. Pengaruh Edukasi Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Rasionalitas Penggunaan Obat Swamedikasi di Dua Apotek Kecamatan Cimanggis Depok. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Hidayati, H. D. 2012. Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Swamedikasi Diare pada Pelajar SMA Negeri 1 Karanganom Kabupaten Klaten. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ikatan Apoteker Indonesia Kalimantan Barat. Peran Apoteker Dalam Swamedikasi. Diakses 25 Mei 2015 dari

Http://www.iaikalbar.net/21032011/peran-apoteker-dalam-swamedikasi.html.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Penangan Demam Pada Anak. Diakses 22 Desember 2016 dari http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/penanganan-demam-pada-anak.

Indrayanti, S., Lisna, V., Ayuni, S., Tusianti, E., Risyanto. 2007. Analisis Perkembangan Statistika Ketenagakerjaan (Laporan Sosial 2007). Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional.

Mariyono, J., Kuntariningsih, A., Suswati., E. 2005. Ketimpangan Gender Dalam akses Pelayanan Kesehatan Rumah Tangga petani Pedesaan: Kasus Dua Desa Di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Maulana, H. D. J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC. Mubarak. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Murini, T. 2013. Bentuk Sediaan Obat (BSO) Dalam Preskripsi. Yogyakarta: UGM-Press.

Nelwan. 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadribata, M., Setiati, S. Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit. Jakarta: Interna Publishing.

Notoadmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.


(1)

20

Berdasarkan Gambar 4.11diatas, responden yang menggunakan bentuk sediaan obat sirup sebanyak 60% responden menggunakan sendok makan untuk minum obat. Pada dosis untuk obat sirup pengetahuan responden masih kurang karena lebih banyaknya responden yang memilih menggunakan sendok makan untuk meminum obat dalam bentuk sediaan sirup.

Dosis untuk obat tablet Ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter menggunakan sediaan obat tablet dapat dilihat pada Gambar 4.12 dibawah ini:

Gambar 4.12 Aturan Pakai Obat Untuk Mengobati Demam

Berdasarkan Gambar 4.12 diatas, responden yang memilih bentuk sediaan tablet 87% responden memilih tiga hingga empat kali sehari 1 tablet untuk aturan pakai minum obat dalam meredakan demam dan gejala yang dirasakan.

g. Ketepatan Cara Pemberian

Cara minum obat tablet yang dilakukan oleh Ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter dengan ditelan dan dihisap, tingkat prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 4.13 dibawah ini :

Gambar 4.13 Cara Meminum Obat Bentuk Sediaan Tablet 87%

13%

3-4x sehari 1 tablet 2x sehari 1 tablet

82% 18%

ditelan dihisap


(2)

21

Berdasarkan Gambar 4.13 responden yang menggunakan obat dalam bentuk sediaan tablet 82% responden meminum dengan cara ditelan. Waktu meminum obat untuk mengobati demam 100% meminumnya setelah makan.

h. Lama Pengobatan Terbatas

Pada pertanyaan ini, hal apa yang dilakukan responden apabila dalam waktu lebih dari tiga hari demam belum sembuh setelah minum obat. Semua atau 100% responden menjawab berhenti minum obat dan memeriksakan diri ke dokter.

i. Ketepatan Penyimpanan Obat

Penyimpanan obat yang dilakukan oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter ibu memilih menyimpan obat dalam dalam kemasan aslinya dan ada beberapa yang juga menyimpan dalam kulkas. Tingkat persentasenya dapat dilihat pada Gambar 4.14 dibawah ini :

Gambar 4.14 Cara Menyimpan Obat Di Rumah

Berdasarkan Gambar 4.14 diatas dapat dilihat 97% responden menyimpan obat dalam kemasan aslinya dan 3% responden juga menyimpan dalam kulkas. Obat yang juga disimpan dalam kulkas adalah obat sirup.

95% 5%

menyimpan dalam kemasan aslinya

menyimpan dalam kemasan aslinya, kulkas


(3)

22

H. Penutup

1. Kesimpulan

Gambaran pengetahuan swamedikasi demam oleh ibu di Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah tergolong kurang baik (aspek ketepatan diagnosis, ketepatan dosis, tempat pembelian obat dan ketepatan penyimpanan obat).

2. Saran

a. Bagi pasien, saran yang diberikan yaitu

1) Pasien dianjurkan untuk mengukur suhu tubuh dengan menggunakan alat bantu termometer dan pengompresan dilakukan dengan menggunakan air hangat.

2) Pasien dianjurkan untuk memperoleh obat di apotek dan fasilitas kesehatan lain. 3) Pasien dianjurkan untuk tidak menyimpan obat di dalam kulkas dan disimpan di

suhu ruang biasa serta terhindar dari cahaya.

4) Pasien dianjurkan untuk menggunakan sendok takar obat yang terdapat pada kemasan obat sirup.

b. Bagi peneliti lain

Disarankan untuk lebih memperluas subjek penelitian dan melakukan intervensi dalam penelitian.

c. Bagi instansi yang bergerak dibidang kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit ataupun dinas kesehatan, saran yang diberikan yaitu :

1) Memberikan sosialisasi mengenai swamedikasi kepada masyarakat 2) Memperbanyak apotek agar semakin mudah dijangkau oleh masyarakat 3) Melakukan program penyuluhan dengan metode CBIA.


(4)

23

DAFTAR PUSTAKA

Davie, A., Amoore, J. 2010. Best Practice in the Measurement of Body Temperature. Nursing Standart. 24 (42): 42-49.

Defriyanti, P. 2013. Gambaran Swamedikasi Menggunakan Obat Analgetika-Antipiretika Oleh masyarakat di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat Tahun 2013. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Negeri Gorontalo.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1997. Kompedia Obat Bebas.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan.

Dinarello, C. A., Gelfand, J. A. 2005. Fever and Hyperthermia. In. Kasper, D. L., et al., ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Singapore: The McGraw-Hill Company, 104-108.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. 2016. Data Apotek Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasin dan Alat Kesehatan. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2007. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas.

Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional. 2008. Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan Memilih Obat Bagi Kader.

Direktorat Jendral Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2014. Mencerdaskan Masyarakat Dalam Penggunaan Obat Melalui Metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA). Diakses 22 Mei 2015 dari Http://binfar.kemkes.go.id/2014/09/mencerdaskan-masyarakat-dalam-penggunaan-obat-melalui-metode-cara-belajar-insan-aktif-cbia/.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM). 1996. Pedoman Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB).

Djunarko, I., Hendrawati, Y. 2011. Swamedikasi yang Baik dan Benar. Klaten: Intan Sejati. Herawati. 2001. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hermawati, D. 2012. Pengaruh Edukasi Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Rasionalitas Penggunaan Obat Swamedikasi di Dua Apotek Kecamatan Cimanggis Depok. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.


(5)

24

Hidayati, H. D. 2012. Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Swamedikasi Diare pada Pelajar SMA Negeri 1 Karanganom Kabupaten Klaten. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ikatan Apoteker Indonesia Kalimantan Barat. Peran Apoteker Dalam Swamedikasi. Diakses 25 Mei 2015 dari Http://www.iaikalbar.net/21032011/peran-apoteker-dalam-swamedikasi.html.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Penangan Demam Pada Anak. Diakses 22 Desember 2016 dari http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/penanganan-demam-pada-anak. Indrayanti, S., Lisna, V., Ayuni, S., Tusianti, E., Risyanto. 2007. Analisis Perkembangan

Statistika Ketenagakerjaan (Laporan Sosial 2007). Jakarta: Badan Pusat Statistik. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional.

Mariyono, J., Kuntariningsih, A., Suswati., E. 2005. Ketimpangan Gender Dalam akses Pelayanan Kesehatan Rumah Tangga petani Pedesaan: Kasus Dua Desa Di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Maulana, H. D. J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC. Mubarak. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Murini, T. 2013. Bentuk Sediaan Obat (BSO) Dalam Preskripsi. Yogyakarta: UGM-Press. Nelwan. 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,

Simadribata, M., Setiati, S. Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit. Jakarta: Interna Publishing. Notoadmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoadmodjo, S. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Pusat Informasi Obat Nasional. Pedoman Umum. Diakses 23 Mei dari Http://pionas.pom.go.id/book/ioni/pedoman-umum.

Saputri, N. D. 2015. Gambaran dan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Tegal Rejo Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Sharma, R., Verma, U., Kapoor, B. 2005. Self Medication among Urban Population of Jammu City. Indian J Pharmacol. Vol 37 (1): 40-42.


(6)

25

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Supardi., Notosiswoyo, M. 2006. Pengaruh Penyuluhan Obat Menggunakan Leaflet Terhadap Perilaku Pengobatan Sendiri di Tiga Kelurahan Kota Bogor. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan: Vol 9 (4): 213-219.

Supardi., Notosiswoyo., M. 2005. Pengobatan Sendiri Sakit Kepala, Demam, Batuk dan Pilek pada Masyarakat di Desa Ciwalen Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.

Supardi., Raharni. 2006. Penggunaan Obat Yang Sesuai Dengan Aturan Dalam Pengobatan Sendiri Keluhan Demam, Sakit Kepala, Batuk dan Flu. Jurnal Kedokteran Yarsi 2006: 14 (1): 61-69.

Suriadi., Yuliani, R. 2010. Buku Pegangan Praktik Klinik: Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Syeima, C. N. 2009. Gambaran Pengetahuan dan Karakteristik Masyarakat RW 08 Kelurahan Pisangan Barat Ciputat Tentang Pengobatan Sendiri Terhadap Nyeri Menggunakan Obat Antinyeri. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Tjay, H. T., Rahardja, K. 2002. Obat – Obat Penting. Jakarta: Media Komputindo.

WHO. 1998. The Role of The Pharmacist in Self-Care and Self-Medication. The Hague: The Natherland.

WHO. 2009. Influenza (seasonal).

Zainnudin, M. 2002. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Zoraida, A. R. 2012. Peningkatan Ketrampilan Mencari Informasi Pada Kemasan dan Lembar Sisipan Obat bebas dan Bebas Terbatas dengan Metode Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.