PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DALAM MENINGKATKAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH KOTA TEGAL TAHUN 2016 (Action Research)

(1)

KARDINAH KOTA TEGAL

TAHUN 2016

(Action Research)

TESIS

ANITA PERMATASARI 20111030023

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

TAHUN 2016

(Action Research)

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2

Program Studi Manajemen Rumah Sakit

ANITA PERMATASARI 20111030023

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT

DALAM MENINGKATKAN KEPUASAN PASIEN

DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM

KARDINAH KOTA TEGAL

TAHUN 2016

(Action Research)

TESIS

ANITA PERMATASARI 20111030023

Pembimbing I,

Dr. Elsye Maria Rosa, SKM, M Kep Tanggal …………...

Pembimbing II,

Sri Handari Wahyuningsih, S.E, M.Si Tanggal ……….


(4)

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT

DALAM MENINGKATKAN KEPUASAN PASIEN

DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM

KARDINAH KOTA TEGAL

TAHUN 2016

(Action Research)

TESIS

ANITA PERMATASARI 20111030023

Pembimbing I,

Dr. Elsye Maria Rosa, SKM, M Kep Tanggal …………...

Pembimbing II,

Sri Handari Wahyuningsih, S.E, M.Si Tanggal ……….


(5)

Nama : Anita Permatasari

NIM : 20111030023

Jurusan : Magister Manajemen Rumah Sakit Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Judul Tesis :Penerapan Komunikasi Terapeutik Dalam Meningkatkan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Kardinah Kota Tegal Tahun 2016 (Action Research) Dengan ini menyatakan bahwa hasil tesis yang saya ajukan asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun perguruan tinggi lainnya). Dalam tesis ini tidak terdapat karya-karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain atau penulis sendiri kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan/referensi dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang atau dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggungjawab dan saya bersedia menerima sanksi apabila di kemudian hari diketahui tidak benar.

Tegal, 27 Desember 2016

Anita Permatasari iv


(6)

yang berjudul “Penerapan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Meningkatkan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal Tahun 2016 (Action Research) tepat pada waktunya.

Penulisan proposal tesis ini adalah dalam rangka memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjanan Strata 2 pada Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program Pascasarjana UMY. Di sisi lain, penelitian ini dilaksanakan mengingat pentingya aspek kepuasan pelanggan RS dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan RS yang pada akhirnya diharapkan bermanfaat bagi RS Kardinah pada khususnya dan pelayanan kesehatan pada umumnya. Tidak bisa dipungkiri, bahwa fokus pelayanan kesehatan kini adalah pasien di mana sekaligus menjadi sumber revenue bagi RS, oleh karenanya segala upaya yang bersifat positif dalam rangka meningkatkan kepuasan hingga loyalitasnya adalah aspek yang penting untuk dikembangkan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan komunikasi terapeutik dan

Penghargaan setinggi-tinginya dan ucapan terimakasih, jazakumullohu khoiron katsiron kami sampaikan kepada:

1. dr. Erwin Santosa, Sp.A., M.Kes. selaku Kaprodi MMR UMY.

2. Dr. Elsye Maria Rosa, SKM, M. Kep dan Sri Handari Wahyuningsih, SE, M.Si selaku dosen pembimbing tesis, serta Dr. Dr. Nur Hidayah, M.M selaku dosen penguji.

3. Seluruh dosen Prodi MMR UMY atas seluruh ilmu yang dicurahkan kepada kami.

4. Dr. Abdal Hakim Tohari,Sp RM, MMR dan segenap karyawan RSU Kardinah Kota Tegal yang telah memberikan dukungan kesempatan yang sangat luas dalam penelitian ini.

5. Orang tua dan segenap keluarga besar atas doa dan dukungannya.

6. Rekan-rekan seperjuangan Prodi MMR atas semangat dan kebersamaannya. v


(7)

penyusunan proposal tesis ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun kami harapkan demi kemajuan bersama.

Yogyakarta, 15 Desember 2016

Penulis


(8)

maka Allah memberikan jalan keluar kepadanya dan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah,

maka Allah jadikan urusannya menjadi mudah.

(Q.S Ath-Thalaq : 2 dan 3)

Kudedikasikan karyaku untuk : Ayah, Ibu, dan Suamiku Tercinta Almamaterku


(9)

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi terapeutik ... 10

B. Kepuasan ... 23

C. Penelitian terdahulu ... 29

D. Kerangka Teori... 31

E. Kerangka Konsep ... 32

F. Landasan Teori ... 33

G. Pertanyaan Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 37

B. Subjek dan Obyek Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 37

D. Variabel Penelitian ... 38

E. Definisi Operasional ... 38

F. Instrumen Penelitian... 40

G. Vliditas Data... 40

H. Perencanaan Kegiatan ... 42

I. Etika Penelitian ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49

B. Pembahasan ... 52


(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN


(11)

Gambar 2.1. Kerangka teori ... 31 Gambar 2.2. Kerangka konsep ... 32


(12)

Tabel 3.1. Definisi operasional ... 38

Tabel 3.2 Perencanaan Kegiatan ... 42

Tabel 4.1 Hasil Kegiatan Action Research per Siklus ... 48

Tabel 4.2 Karakteristik Responden (pasien) ... 49

Tabel 4.3 Perbandingan Kepuasan Pasien Antara Sebelum dan Sesudah Treatment ... 50

Tabel 4.4 Karakteristik Responden (perawat) ... 50

Table 4.5 Ditribusi Frekuensi Berdasarkan Komunikasi Terapeutik ... 51

Table 4.6 Rata-Rata Nilai Kepuasan Sebelum dan Sesudah Treatment Berdasarkan Dimensi Kepuasan ... 51

Table 4.7 Perbandingan Komunikasi Sebelum dan Sesudah Treatment... 51


(13)

Lampiran 2. Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 3. Kuesioner


(14)

(Action Research)

APPLICATION OF THERAPEUTIC COMMUNICATION FOR IMPROVING PATIENT’S SATISFACTION IN THE INPATIENT PUBLIC HOSPITAL OF

KARDINAH TEGAL IN 2016

Anita Permatasari

Program Studi Manajemen Rumah sakit Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Rumah Sakit Kardinah adalah rumah sakit pemerintah yang diklasifikasikan sebagai pelayanan kesehatan rujukan yang bermutu. Banyaknya pasien yang mencapai kisaran 25.318 pasien setiap tahunnya menjadikan perlunya suatu monitoring dalam meningkatkan mutu sebuah pelayanan melalui peningkatan komunikasi yang efektif dari setiap unit pelayanan. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan efektivitas komunikasi terapeutik yang mendorong kepuasan pasien ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2016.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif menggunakan metode action research. Action research merupakan suatu metode penelitian pada bidang ilmu pendidikan yang ditujukan untuk memecahkan masalah melalui penerapan langsung di kelas atau tempat kerja. Dalam penelitian alat yang digunakan adalah kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan sebelum treatment didapatkan hasil bahwa kepuasan pasien dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 3 responden (60%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 2 responden (40%). Sesudah Treatment didapatkan hasil bahwa kepuasan pasien dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 1 responden (20%). Observasi Perawat didapatkan hasil bahwa perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan baik yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi perawat dengan komunikasi terapeutik kurang baik sebanyak 1 responden (20%).

Kata Kunci : Komunikasi terapeutik, kepuasan pasien, action research


(15)

supervision for improving quality of services through effective communication from each unit. The general objective of this research is to improve the effective communication which encourage patient satisfaction in Inpatient General Hospital Kardinah Tegal 2016.

This research is qualitative with action research as a method. Action Research is a method of research in the field of science education to aim at solving the problem through direct application in the classroom or workplace. This research used questionner as the instrument.

The result before treatment, showed that the majority of patient satisfaction in the category satisfying as many as 3 respondents (60%), while for respondents with satisfaction in the category was satisfactory as much as 2 respondents (40%). After treatment showed that the majority of patient satisfaction in the category satisfying as many as 4 respondents (80%), while for respondents with satisfaction in the category was satisfactory as 1 respondent (20%). Nurses Observation showed that the majority of nurses in communication with good therapeutic communication as many as 4 respondents (80%), whereas for nurses who perform therapeutic communication less well as 2 respondents (20%).

Keywords : therapeutic communication, patient satisfaction, action research


(16)

(17)

TAHUN 2016 (Action Research)

APPLICATION OF THERAPEUTIC COMMUNICATION FOR IMPROVING PATIENT’S SATISFACTION IN THE INPATIENT PUBLIC HOSPITAL OF

KARDINAH TEGAL IN 2016

Anita Permatasari

Program Studi Manajemen Rumah sakit Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Rumah Sakit Kardinah adalah rumah sakit pemerintah yang diklasifikasikan sebagai pelayanan kesehatan rujukan yang bermutu. Banyaknya pasien yang mencapai kisaran 25.318 pasien setiap tahunnya menjadikan perlunya suatu monitoring dalam meningkatkan mutu sebuah pelayanan melalui peningkatan komunikasi yang efektif dari setiap unit pelayanan. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan efektivitas komunikasi terapeutik yang mendorong kepuasan pasien ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2016.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif menggunakan metode action research. Action research merupakan suatu metode penelitian pada bidang ilmu pendidikan yang ditujukan untuk memecahkan masalah melalui penerapan langsung di kelas atau tempat kerja. Dalam penelitian alat yang digunakan adalah kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan sebelum treatment didapatkan hasil bahwa kepuasan pasien dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 3 responden (60%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 2 responden (40%). Sesudah Treatment didapatkan hasil bahwa kepuasan pasien dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 1 responden (20%). Observasi Perawat didapatkan hasil bahwa perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan baik yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi perawat dengan komunikasi terapeutik kurang baik sebanyak 1 responden (20%).

Kata Kunci : Komunikasi terapeutik, kepuasan pasien, action research i


(18)

with good quality. Many patient which achieve 25.318 every year, it caused need supervision for improving quality of services through effective communication from each unit. The general objective of this research is to improve the effective communication which encourage patient satisfaction in Inpatient General Hospital Kardinah Tegal 2016.

This research is qualitative with action research as a method. Action Research is a method of research in the field of science education to aim at solving the problem through direct application in the classroom or workplace. This research used questionner as the instrument.

The result before treatment, showed that the majority of patient satisfaction in the category satisfying as many as 3 respondents (60%), while for respondents with satisfaction in the category was satisfactory as much as 2 respondents (40%). After treatment showed that the majority of patient satisfaction in the category satisfying as many as 4 respondents (80%), while for respondents with satisfaction in the category was satisfactory as 1 respondent (20%). Nurses Observation showed that the majority of nurses in communication with good therapeutic communication as many as 4 respondents (80%), whereas for nurses who perform therapeutic communication less well as 2 respondents (20%).

Keywords : therapeutic communication, patient satisfaction, action research


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakah kebutuhan paling mendasar yang harus dimiliki oleh manusia. Kesadaran akan arti pentingnya kesehatan merupakan salah satu alasan dimana kebutuhan akan mutu pelayanan juga semakin meningkat. Selain itu masyarakat akan semakin pandai memilih mana yang terbaik sesuai dengan apa yang mereka inginkan dan butuhkan (Mudayana dan Cahyadi, 2014). Keberhasilan yang diperoleh suatu layanan kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanannya sangat berhubungan erat dengan kepuasan pasien (Sudian, 2012). Oleh karena itu, diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial bagi masyarakat. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Hafid (2014), setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan kesehatannya dan Negara bertanggungjawab mengatur agar derajat hak hidup sehat bagi penduduknya dapat terpenuhi.


(20)

Mudayana dan Cahyadi (2014) mengemukakan:

“Dalam mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi mayarakat, diselenggarakan upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.”

Berbagai fakta menunjukkan adanya masalah serius dalam mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Sudian (2012), pelayanan kesehatan yang belum sesuai dengan harapan pasien maka diharapkan menjadi masukan bagi organisasi pelayanan kesehatan agar berupaya memenuhinya. Oleh sebab itu, kualitas pelayanan merupakan hal penting untuk diperhatikan. Penilaian konsumen pada kualitas pelayanan rumah sakit merupakan hal penting sebagai acuan dalam pembenahan pelayanan sehingga terciptanya suatu kepuasan pelanggan dan menciptakan suatu loyalitas dari konsumen. (Puti, 2012).

Dharminto, Shaluhiyah, dan Suryawati (2006) mengatakan: “Dalam pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang paling sering dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas RS, antara lain: keterlambatan pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit ditemui, dokter yang kurang komunikatif dan informative, lamanya proses


(21)

masuk rawat, aspek pelayanan “hotel” di RS, serta ketertiban dan kebersihan lingkungan RS”.

Menurut Mubarak (2012), komunikasi menjadi alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia menjadikan komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus. Oleh sebab itu, komunikasi menjadi komponen penting dalam praktik keperawatan. Dalam jurnalnya, Hafid (2014) berpendapat bahwa perawat sebagai profesi yang berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan sehingga tidak jarang pelayanan keperawatan menjadi sasaran dari ketidakpuasan pasien. Pada sebuah organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit sering terjadi permasalahan yang berhubungan dengan komunikasi. Sikap petugas yang tidak ramah terhadap pasien dan empati yang kurang efektif mengakibatkan pasien kurang puas. Hal tersebut jelas sangat mempengaruhi mutu pelayanan di Rumah Sakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maharani, Mukaddas, dan Indriani (2016) menunjukkan bahwa tangible, reliability, responsivenesess, assurance, dan empati berpengaruh seginifikan terhadap kepuasan pasien. Hasil yang dilakukan Sudian (2012) juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara


(22)

komunikasi dengan kepuasan pasien di salah satu Rumah Sakit di Kabupaten Aceh Utara.

Komunikasi adalah komponen penting dalam praktik keperawatan. Komunikasi menjadi salah satu upaya individu dalam menjaga dan mempertahankan proses interaksi dengan orang lain. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus (Mubarak. 2012).

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi dengan klien. Oleh karena itu, perawat diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis bagi pasiennya. Menurut Simamora (2011), kesan lahiriah perawat dan keramah tamahan perawat mulai dari senyum yang penuh ketulusan, kerapian berbusana, sikap familiar, serta sikap bertemperamen bijak dibutuhkan untuk menjadi obat pertama bagi pasien.

Oleh karena itu, perawat memerlukan keterampilan khusus yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal yang tercermin


(23)

dalam perilaku berkomunikasi secara terapeutik dengan orang lain (Sheldon, 2013). Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak akan hanya mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, tetapi juga mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, dan meningkatkan citra profesi serta citra Rumah Sakit (Mubarak, 2012).

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan klien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat (Nunung, 2011). Perawat dituntut untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam melakukan tindakan keperawatan agar pasien atau keluarganya tahu tindakan apa yang akan dilakukan pada pasien (Hermawan, 2009).

Menurut Pratiwi (2015), komunikasi terapeutik termasuk dalam komunikasi antar pribadi dimana komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi inti yang dilakukan oleh perawat. Komunikasi antar pribadi dilakukan secara interpersonal dimana perawat bertatap muka secara pribadi ke pasien. Oleh karena itu,


(24)

komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus-menerus. Hubungan antara perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antar keduanya (Damaiyanti, M, 2014).

Purwanto (2012), ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya komunikasi terapeutik perawat pada klien diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik, sikap perawat, tingkat pendidikan, pengalaman, lingkungan, jumlah tenaga yang kurang dan lain- lain. Rendahnya komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat berdampak terhadap ketidakpuasan pasien.

Seorang klien yang tidak puas, akan menghasilkan sikap atau perilaku tidak patuh pada seluruh prosedur keperawatan dan prosedur medis misalnya menolak pemasangan infus, menolak meminum obat, menolak untuk dikompres panas atau dingin, dan lain-lain. Akhirnya klien akan meninggalkan Rumah Sakit dan


(25)

mencari jasa pelayanan yang bermutu di tempat yang lain. Oleh sebab itu sudah saatnya kepuasaan klien menjadi bagian integral dalam misi dan tujuan profesi keperawatan karena semakin meningkatnya intensitas kompetensi global dan domestik, serta berubahnya preferensi dan perilaku dari klien untuk mencari pelayanan jasa keperawatan yang bermutu (Haryanti, 2012).

Kepuasan klien adalah hal utama yang perlu diprioritaskan oleh rumah sakit agar dapat bertahan, bersaing dan mempertahankan pasar yang sudah ada karena rumah sakit merupakan badan usaha yang bergerak dibidang jasa pelayanan kesehatan (Irawan, 2011). Menurut laporan data Sensus Nasional (2001) pelayanan kesehatan untuk rawat inap yang banyak dimanfaatkan adalah rumah sakit pemerintah adalah (37,1%) dan rumah sakit swasta (34,3%) sisanya adalah rumah sakit bersalin dan puskesmas, sedangkan untuk pelayanan komunikasi terapeutik disimpulkan bahwa ketidakpuasan dari pelayanan komunikasi terapeutik rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta untuk rawat jalan dan rawat inap semakin meningkat. Kepuasan pelayanan komunikasi terapeutik di rumah sakit


(26)

pemerintah secara umum lebih rendah dibandingkan dengan rumah sakit swasta.

Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah (RSUD Kardinah) Kota Tegal bermula dari balai pengobatan yang didirikan pada tahun 1927 oleh Raden Ajeng Kardinah. Raden Ajeng Kardinah adalah istri Bupati Tegal pada masa itu, merupakan sosok yang sangat peduli dengan nasib rakyat, khususnya dalam hal pengobatan yang masih sangat tradisional pada masa tersebut.

Dengan modal awal 16.000 golden hasil penjualan buku karangan beliau berjudul ”Cara Membatik” ditambah bantuan dari Residen Pekalongan, maka didirikanlah Balai Pengobatan yang bertujuan untuk memberikan bantuan pengobatan kepada rakyat yang kurang mampu.

Pada tahun 1971 setelah Raden Ajeng Kardinah wafat, Balai Pengobatan yang sudah mengalami berbagai peningkatan sarana dan prasarana diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Tegal dan kemudian berubah menjadi rumah sakit yang kemudian diberi nama Rumah Sakit Umum Kardinah Tegal.


(27)

Pada tahun 1983, dengan Surat Keputusan Walikota Madya Dati II Tegal Nomor 61/1/1004/1983, Rumah Sakit Umum Kardinah ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum tipe C, selanjutnya pada tahun 1995 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 92/ Menkes/SK/I/1995 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Daerah tipe B non Pendidikan.

Pada tahun 1998 Rumah Sakit Umum Kardinah dinyatakan lulus akreditasi dengan sertifikat akreditasi rumah sakit untuk 5 (lima) Pelayanan Dasar, dan pada tahun 2002 Rumah Sakit Umum Kardinah dinyatakan lulus akreditasi dengan sertifikat akreditasi rumah sakit untuk 12 (duabelas) Pelayanan.

Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka berdasarkan Keputusan Walikota Tegal Nomor 445 /244 /2008 Tanggal 31 Desember 2008, ditetapkanlah status pengelolaan keuangan RSUD Kardinah sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai hak pengelolaan keuangan dalam bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan status penuh. Kemudian pada tanggal 16 Desember 2011, RSUD Kardinah berhasil memperoleh sertifikat mutu ISO 9001 :


(28)

2008 Certificate of Registration No : D0023.1.1023.12.11 dan berhasil mempertahankan sampai dengan sekarang.

Rumah Sakit Kardinah adalah rumah sakit pemerintah yang diklasifikasikan sebagai pelayanan kesehatan rujukan yang bermutu. Banyaknya pasien yang mencapai kisaran 25.318 pasien setiap tahunnya menjadikan perlunya suatu monitoring dalam meningkatkan mutu sebuah pelayanan melalui peningkatan komunikasi yang efektif dari setiap unit pelayanan. Survey awal dilakukan penulis dengan mewawancarai pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Kardinah Kota Tegal. Hasil wawancara survey awal menunjukkan bahwa penyebab ketidakpuasan pasien akan pelayanan asuhan keperawatan antara lain : perawat jarang menyediakan waktu untuk mendengarkankan keluhan pasien tentang sakit yang dirasakannya, perawat kurang memberikan penjelasan tentang tindakan keperawatan yang dilakukan, perawat tidak bisa memberikan keyakinan bahwa tindakan keperawatan yang diberikan untuk kesembuhan, serta perawat terkesan membiarkan


(29)

pasien tanpa ada perhatian dan akan datang ke ruang perawatan pasien apabila keluarga pasien menyampaikan keluhan.

Berdasarkan hasil wawancara survey awal pada 15 orang pasien rawat inap yang ada di Rumah Sakit Kardinah Kota Tegal didapatkan hasil bahwa 10 orang mengatakan komunikasi perawat kepada pasien sudah baik dan 5 orang mengatakan kurang baik dalam penyampaian.

Hasil analisa kajian pendahuluan dan jurnal yang ada maka penelitian ini mempunyai kesempatan yang sangat besar dimana alokasi tempat, waktu dan jumlah populasi yang berbeda dengan metode yang berbeda pula. Dalam penelitian ini digunakan metode action research dimana metode ini masih jarang digunakan dalam penelitian dengan judul-judul yang serupa.

Berdasarkan studi di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Penerapan komunikasi terapeutik perawat dalam meningkatkan kepuasan pasien di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2016” untuk dikaji lebih lanjut melalui penelitian.


(30)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil uraian kajian pendahuluan diatas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana penerapan komunikasi terapeutik perawat dalam meningkatkan kepuasan pasien di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2016?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan efektivitas komunikasi terapeutik yang mendorong kepuasan pasien ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji komunikasi terapeutik perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2016 b. Mengkajikepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit


(31)

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Bagi Manajemen Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu manajemen Rumah Sakit.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan komunikasi terapeutik perawat dengan menggunakan metode yang berbeda.

2. Praktis

a. Bagi RSU Kardinah Kota Tegal

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang positif untuk membangun motivasi dalam penyampaian suatu informasi yang memang sudah menjadi hak pasien dan keluarga.


(32)

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan motivasi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan baik rawat inap maupun rawat jalan.


(33)

(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian komunikasi terapeutik

Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat.

Komunikasi mengandung makna bersama – sama (common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran.Kata sifatnya communis, yang bernakna umum atau bersama – sama (Devi, 2012)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang terapis dapat


(35)

membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Damaiyanti, 2014).

Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama yang terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk hubungan antara terapis dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan (Mubarak, 2012). Oleh karena itu, komunikasi terapeutik merupakan hal penting dalam kelancaran pelayanan kesehatan yang dilakukan terapis untuk mengetahui apa yang dirasakan dan diinginkan pasien.

2. Tujuan komunikasi terapeutik

Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya, demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah dimiliki perawat (Simamora, 2013). Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan,


(36)

memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi (Damaiyanti, 2012).

Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994 seperti dikutip dalam Damaiyanti, 2012) adalah:

a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.

b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

c. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

3. Manfaat komunikasi terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik (Anas, 2014) adalah:

a. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien melalui hubungan perawat-pasien.


(37)

b. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

4. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik

Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik:

a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.

c. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.

d. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.

e. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah – masalah yang dihadapi.


(38)

f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan, amupun frustasi.

g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.

h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.

i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.

j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup. k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap

mengganggu.

l. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.


(39)

m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.

n. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

5. Sikap komunikasi terapeutik

Menurut Devi (2012) terdapat 5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, yaitu:

a. Berhadapan; arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda. b. Mempertahankan kontak mata; kontak mata pada level

yang sama berarti menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

c. Membungkuk kearah pasien; posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu. d. Memperlihatkan sikap terbuka; tidak melipat kaki atau

tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu.


(40)

e. Tetap rileks; tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

6. Teknik-teknik komunikasi terapeutik

Beberapa teknik komunikasi terapeutik menurut Aisah (2015) antara lain:

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Perawat diharapkan dapat mengerti klien dengan cara Mendengarkan apa yang disampaikan klien. Ciri dari pendengar yang baik antara lain: pandangan saat berbicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari tindakan yang tidak perlu, anggukan kepala jika klien membicarakan hal hal yang penting atau memerlukan umpan balik, condongkan tubuh kearah lawan bicara.

b. Menunjukkan penerimaan

Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti


(41)

mengerutkan kening atau menggeleng yang menyatakan tidak percaya.

c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien dengan menggunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks sosial budaya klien.

d. Pertanyaan terbuka (Open-Ended Question)

Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban ”ya” dan ”mungkin”, tetapi memerlukan jawaban yang luas. Dengan begitu klien dapat mengemukakan masalahnya dengan kata-katanya sendiri atau memberikan informasi yang diperlukan.

e. Mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Dengan pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa ia mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.


(42)

Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha menjelaskan dalam kata-kata, ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuannya adalah untuk menyamakan pengertian. g. Memfokuskan

Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan mengerti, usahakan tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah yang penting

h. Menyatakan hasil observasi

Dengan perawat memberikan umpan balik berupa isyarat non verbal, klien dapat mengetahui apakah pesannya diterima dengan benar atau tidak. Teknik ini seringkali membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa perawat harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasi pesan. i. Menawarkan informasi

Memberikan tambahan informasi seperti tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Penahanan informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien menjadi tidak percaya.


(43)

j. Diam (memelihara ketenangan)

Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi, terutama pada saat klien harus mengambil keputusan. Diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas.

k. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pembicaraan berikutnya.

l. Memberi penghargaan

Berilah penghargaan pada klien dan jangan sampai menjadi beban. Dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya.


(44)

Perawat menyediakan diri tanpa respons bersyarat atau respon yang diharapkan.

n. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Untuk klien yang merasa ragu-ragu, perawat dapat menstimulusnya untuk membuka pembicaraan.

o. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan. Teknik ini juga mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.

p. Menempatkan kejadian secara berurutan

Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif, sehingga dapat menemukan pola kesukaran interpersonal.


(45)

q. Memberikan kesempatan pada pasien untuk menguraikan persepsinya

Jika perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien.

r. Refleksi

Refleksi ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Dengan demikian klien dapat mengemukakan pendapatnya, membuat keputusan, dan memikirkan dirinya sendiri.

s. Assertive

Assertive adalah kemampuan dalam meyakinkan, mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain. Kemampuan asertif antara lain: berbicara jelas, mampu menghadapi manipulasi pihak lain tanpa menyakiti hatinya, melindungi diri dari kritik.

t. Humor

Humor merupakan hal yang penting dalam komunikasi verbal karena tertawa mengurangi ketegangan dan rasa


(46)

sakit akibat stres, serta meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.

7. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship

Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya,. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan, hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien (Suryani 2015).


(47)

Menurut Suryani (2015), ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:

a. Kejujuran

Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.

b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresi

Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien. Komunikasi nonverbal harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.


(48)

Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya

d. Empati bukan simpati

Dengan empati, perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.

e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien, melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk dapat melakukan hal ini perawat harus memahami dan mendengarkan dengan aktif, serta penuh perhatian.


(49)

f. Menerima klien apa adanya

Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal.

g. Sensitif terhadap perasaan klien

Dengan bersikap sensitif terhadap perasaan klien, perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.

h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri

Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

8. Tahap-tahap hubungan terapeutik

Dalam mmembina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat mempunyai 4 tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Damaiyanti, 2014).


(50)

Pra interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan pasien. Anda perlu mengevaluasi diri tentang kemampuan yang anda miliki. Jika merasakan ketidakpastian maka anda perlu membaca kembali, diskusi dengan teman sekelompok atau diskusi dengan tutor. Adapun hal yang perlu dilakukan pada fase ini adalah :

1) Mengumpulkan data tentang pasien

2) Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri 3) Membuat rencana pertemuan dengan pasien (kegiatan,

waktu, tempat)

b. Fase orientasi/ perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu dengan pasien. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah :

1) Memberi salam

2) Memperkenalkan diri perawat 3) Menanyakan nama pasien


(51)

5) Menghadapi kontrak 6) Memulai percakapan awal 7) Menyepakati masalah pasien 8) Mengakhiri perkenalan

Orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan fase orientasi adalah memvalidasi kekurangan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama pasien. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan adalah :

1) Memberikan salam dan tersenyum ke arah pasien 2) Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif) 3) Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan

4) Menjelaskan tujuan

5) Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan

6) Menjelaskan kerahasiaan c. Fase kerja


(52)

Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan pasien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Tujuan tindakan keperawatan adalah : 1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan pasien akan

dirinya, perilakunya, perasaannya, pikirannya. Tujuan ini sering disebut tujuan kognitif.

2) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan pasien secara mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tujuan ini sering disebut tujuan afektif atau psikomotor.

3) Melaksanakan terapi/ teknikal keperawatan 4) Melaksanakan pendidikan kesehatan 5) Melaksanakan kolaborasi

6) Melaksanakan observasi dan monitoring d. Fase terminasi

Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan pasien. Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.


(53)

a) Terminasi sementara

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan pasien. Pada terminasi sementara, perawat akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah ditentukan, misalnya satu atau dua jam pada hari berikutnya.

b) Terminasi akhir

Terminasi akhir terjadi jika pasien akan pulang dari rumah sakit atau perawat selesai praktik di rumah sakit. Adapun komponen dari fase terminasi adalah :

a) Menyimpulkan hasil kegiatan; evaluasi proses dan hasil b) Memberikan reinforcement positif

c) Merencanakan tindak lanjut dengan pasien

d) Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, topik)

e) Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.

B. Kepuasan Pasien


(54)

Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang disebut di atas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya.

2. Tingkat kepuasan pasien

Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif dan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Berbagai pengalaman pengukuran tingkat kepuasan pasien menunjukkan bahwa upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah. Karena upaya untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang


(55)

enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah. Seperti yang kita ketahui saat ini, sebagian besar fasilitas layanan kesehatan yang digunakan masyarakat dari golongan strata bawah adalah fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah (Praptiwi, 2011). Tingkat kepuasan pasien yang akurat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Oleh karena itu, pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala, teratur, akurat, dan berkesinambungan.

Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena berikut ini:

a. Bagian dari mutu pelayanan

b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit

1) Pasien yang puas akan memberi tahu pada teman, keluarga dan tetangga

2) Pasien yang puas akan datang lagi kontrol atau membutuhkan pelayanan yang lain

3) Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.


(56)

c. Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana yang terbatas, peningkatan pelayanan harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.

d. Analisis kuantitatif

Dengan bukti hasil survey berarti tanggapan tersebut dapat diperhitungkan dengan angka kuantitatif tidak perkiraan atau perasaan belaka, yang dapat memberikan kesempatan pada berbagai pihak untuk diskusi.

e. Aspek kepuasan pasien

Aspek kepuasan pasien adalah: 1) Kenyamanan

2) Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit 3) Kompetensi teknis petugas

4) Biaya

f. Kaitan komunikasi perawat dengan tingkat kepuasan pasien Dalam praktik keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting untuk membina hubungan terapeutik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan. Komunikasi sangat penting karena dapat mempengaruhi


(57)

tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Oleh karena itu, pengukuran kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat akan bermanfaat dalam memonitor dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.

Dalam pelayanan keperawatan ada parameter tingkat kepuasan pasien seperti dikutip oleh Purwanto (2015), sebagai berikut: perawat memperkenalkan diri, bersikap sopan dan ramah, menjelaskan peraturan di RS, menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS, menjelaskan penyakit atau masalah yang dialami, menjelaskan perawat yang bertanggung jawab setiap pergantian dinas, memperhatikan keluhan pasien, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien (tujuan dan manfaat, prosedur, akibat/resiko, alternatif tindakan), menjaga kebersihan lingkungan (ruangan, wc), menjaga kebersihan peralatan perawatan, mengobservasi keadaan pasien secara teratur (sesuai kebutuhan pasien), dan melaksanakan tindakan sesuai standar dan etika keperawatan. Banyak faktor penyebab ketidakpuasan pasien di rumah sakit, salah satunya adalah faktor komunikasi antara


(58)

dokter dan perawat. Tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada bagaimana faktor tersebut di atas dapat memenuhi harapan. Seorang pasien yang tidak puas pada gilirannya akan menghasilkan sikap/perilaku tidak patuh terhadap seluruh prosedur keperawatan dan prosedur medis. Oleh sebab itu, sudah saatnya kepuasan pasien menjadi bagian integral dalam misi dan tujuan profesi keperawatan.

Untuk mengukur tingkat kepuasan tentang suatu pelayanan dapat dilakukan berdasarkan beberapa dimensi yaitu : REHABILITY ( Kehandalan ), RESPONSIVENESS ( Ketanggapan ), CONFIDENCE ( Jaminan ), EMPATHY dan TANGIBLE ( Tampilan ).

a. Rehability (Kehandalan)

Dimensi Rehability (Kehandalan) merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi pelanggan atau pasien dalam melilih suatu rumah sakit. Kehandalan disini adalah kemampuan untuk menghasilkan jasa yang dapat dijangkau dengan tepat dan terpercaya. Artinya pelayanan yang diberikan sebuah instansi


(59)

pelayanan kesehatan dapat terjangkau dalam hal biaya oleh pasien atau pelanggan dengan tetap memberikan pemenuhan keinginan pasien atau pelanggan sesuai kebutuhannya.

b. Responsiveness (Ketanggapan)

Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) adalah kemampuan petugas di rumah sakit untuk membantu pasien dan memberikan jasa dengan cepat dan tanggap. Perawat segera melakukan tindakan atau memberi respon terhadap semua masalah pasien selama berada di rumah sakit, seperti memberikan penanganan dengan tingkat kemampuannya.

Pemberian bantuan pasien atau pelanggan harus mempertimbangkan : urutan timbulnya masalah, masalah yang lebih mudah untuk diatasi dan mendahulukan masalah yang kritis sebelum masalah yang lainnya.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut diharapkan tidak akan ditemukan kesan bahwa seolah-olah petugas tidak tanggap terhadap masalah yang dihadapi pasien dan penilaian negatif tentang petugas yang kurang tanggap dapat dihindari.


(60)

Dimensi Confidence (Jaminan) adalah pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau “Assurance“. Suatu program jaminan dalam suatu organisasi harus memiliki komponen sebagai berikut :

1. Adanya pernyataan tertulis jelas dan tepat tentang tujuan dan filosofi secara objektif

2. Standar atau indikator untuk mengukur kualitas 3. Adanya kebijakan tentang struktur organisasi 4. Adanya analisa dan pelaporan data tentang masalah 5. Menggunakan hasil untuk mengutamakan masalah

6. Memantau kinerja klinis, manajerial dan meminta umpan balik atas masalah yang terpecahkan

7. Evaluasi tentang sistem jaminan kualitas

Rumah sakit harus mampu memberikan jaminan kepada pasien atau pelanggan melalui pengetahuan petugas yang cukup, keterampilan yang memadai, keramahan/tingkat kesopanan yang sesuai, dan keamanan pada saat berada di dalam ruangan perawatan. Kemampuan petugas untuk bisa memberikan


(61)

keyakinan kepada pasien atau pelanggan dari berbagai aspek tadi diharapkan akan memberi tingkat kepercayaan yang lebih pada saat pasien membutuhkan palayanan kesehatan.

d. Empathy (Sikap empati)

Dimensi Empathy (Sikap empati) adalah sikap untuk peduli dan memberi perhatian yang tulus kepada semua pasien.

Sikap empati merupakan sikap dimana seseorang mempunyai kemampuan untuk merasakan dunia pasien seolah-olah dunia kita sendiri, tetapi tidak kehilangan untuk melihat perbedaannya.

e. Tangible (Tampilan)

Dimensi Tangible (Tampilan) meliputi tampilan fisik alat dan personal. Tampilan fisik alat dan personal rumah sakit akan mmberikan penilaian awal pasien terhadap kemungkinan baik atau buruknya pelayanan yang akan di terimanya. Tingkat kebersihan lingkungan di luar atau di dalam ruangan, peralatan yang memadai dan selalu tersedia pada saat pasien membutuhkan akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih kepada pasien. Disamping tingkat kebersihan ruangan perawatan ketersediaan


(62)

alat, penampilan petugas saat memberikan pelayanan, bahasa yang disampaikan, bentuk dandanan/seragam akan memberikan penilaian tersendiri bagi pasien. Hal ini akan memberikan perasaan nyaman dan aman selama mendapatkan pelayanan kesehatan.

C. Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Tahun Perbedaan

1 Rhona Sandra Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang instalasi rawat inap non bedah (penyakit dalam pria dan wanita) rsup dr. M. Djamil padang tahun 2013

2013 Desain penelitian menggunakan deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.

2 Irawan Hubungan antara komunikasi perawat dengan kepuasan pasien Terhadap pelayanan keperawatan di irna rumah sakit Muhammadiyah palembang 2015

2015 Lokasi penelitian dan banyaknya responden.

3 Anis Rosiatul Husna

Hubungan komunikasi terapeutik perawat Dengan kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan Di rumah sakit siti khodijah sepanjang

2009 Metode penelitian yang digunakan adalah korelasi.

4. Nora Jessica Simamora

Intensitas Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Anak (Studi Kasus tentang Komunikasi Terapeutik Perawat dalam

2013 Penelitian ini menggunakan

paradigma konstruktivis dengan


(63)

Kaitannya dengan Semangat Pasien Anak untuk Sembuh di RSUP H. Adam

Malik Medan) pendekatan interpretif. Metode pengumpulan datanya adalah wawancara mendalam. 5. Andreas Hadi

Hermawan

Persepsi Pasien tentang Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Asuhan Keperawatan pada Pasien di Unit Gawat Darurat RS Mardi Rahayu Kudus November 2009

2009 Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif dan teknik snowball

sampling. Analisa

hasil penelitian menggunakan

teknik pemeriksaan. 6. A. Patrisia

Akbar,

Indahwaty Sidin, Syahrir A. Pasinringi

Gambaran Kepuasan Pasien Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Di Instalasi Instalasi Rawat Inap RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2013

2013 Penelitian ini menggunakan

metode Deskriptif dengan

pendekatan kuatitatif. 7. Budiman Hubungan Status Demografi

dengan Kepuasan Pelayanan Jamkesmas di Wilayah Puskesmas Tanjungsari Kabupaten Bogor tahun 2010

2010 Desain penelitian menggunakan deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional. 8. Tiyas M

Anggraeni,Afiana Rohmani

Hubungan Kepuasan Pasien dengan Minat Pasien Dalam Pemanfaatan Ulang

Pelayanan Kesehatan Pada Praktek Dokter Keluarga

2012 Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan kepuasan pasien dengan minat pasien dalam pemanfaatan ulang pelayanan kesehatan pada praktek dokter keluarga.


(64)

Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian (Aisah,2015) 1. Teknik-teknik komunikasi terapeutik

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian b. Menunjukkan penerimaan

c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan d. Pertanyaan terbuka (Open-Ended

Question)

e. Mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri

f. Mengklarifikasi g. Memfokuskan

h. Menyatakan hasil observasi i. Menawarkan informasi

j. Diam (memelihara ketenangan) k. Meringkas

l. Memberi penghargaan m. Menawarkan diri

n. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan

o. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

p. Menempatkan kejadian secara berurutan q. Memberikan kesempatan pada pasien

untuk menguraikan persepsinya r. Refleksi

s. Assertive t. Humor

Tingkat kepuasan


(65)

Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Sikap komunikasi terapeutik 1. Berhadapan; 2. Mempertahankan kontak 3. mata;

4. Membungkuk kearah pasien

5. Memperlihatkan sikap terbuka

6. Tetap rileks

Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik

a. Jujur

b. Bersikap positif

c. Tidak membingungkan dan cukup ekspresi

d. Empati bukan simpati

e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

f. Menerima klien apa adanya g. Sensitif terhadap perasaan klien. h. Tidak mudah terpengaruh oleh

masa lalu klien

Tahap-tahap hubungan terapeutik

a. Fase pra-interaksi

b. Fase orientasi/ perkenalan c. Fase kerja

d. Fase terminasi e. Terminasi akhir


(66)

D. Landasan Teori

Upaya kesehatan ditujukan untuk peningkatan kualitas pelayanan, pemerataan dan jangkauan pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan masyarakat perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak (Anggraeni, 2012). Komunikasi merupakan upaya individu dalam menjaga dan mempertahankan individu untuk tetap berinteraksi dengan orang lain dan komponen penting dalam praktik keperawatan. Komunikasi yang jelas dan tepat penting untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif, dan ini adalah tantangan yang unik dalam bidang perawatan kesehatan saat ini (Hermawan, 2009). Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus (Mubarak. 2012).

Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama yang terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk hubungan antara terapis dan pasien


(67)

dalam pemenuhan kebutuhan (Mubarak, 2012). Keterampilan komunikasi yang baik akan membedakan asuhan keperawatan rata-rata dengan asuhan keperawatan yang sangat baik (Roganda, 2016). Dalam hal ini tentu saja perawat memegang peranan yang besar. Salah satu indikator yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan adalah tenaga keperawatan. Hal ini dikarenakan perawat merupakan tenaga medis yang memberikan perawatan kepada pasien secara langsung (Dhaneswari, 2010).

Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994 seperti dikutip dalam Damaiyanti, 2012) adalah:

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.

2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.


(1)

keluhan pasien tentang sakit yang dirasakannya, perawat kurang memberikan penjelasan tentang tindakan keperawatan yang dilakukan, perawat tidak bisa memberikan keyakinan bahwa tindakan keperawatan yang diberikan untuk kesembuhan, serta perawat terkesan membiarkan pasien tanpa ada perhatian dan akan datang ke ruang perawatan pasien apabila keluarga pasien menyampaikan keluhan.

Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan efektivitas komunikasi terapeutik yang mendorong kepuasan pasien ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2016. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis antara lain memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu manajemen rumah sakit, sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya. Kemudian secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang positif untuk membangun motivasi dalam penyampaian suatu informasi yang memang sudah menjadi hak pasien dan keluarga. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan motivasi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan baik rawat inap maupun rawat jalan.

Komunikasi mengandung makna bersama – sama (common). Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang terapis dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Damaiyanti, 2014). Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama yang terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk hubungan antara terapis dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan (Mubarak, 2012). Kerangka teoritik sebagai berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Teori Penelitian

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan rancangan action research. Pendekatan kualitatif dilakukan sebagai suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Action research atau penelitian tindakan merupakan salah satu bentuk rancangan penelitia dimana peneliti mendeskripsikan, menginterpretasi dan menjelaskan suatu situasi sosial pada waktu yang bersamaan dengan melakukan perubahan atau intervensi dengan tujuan perbaikan atau partisipasi. Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal pada bulan Desember 2016. Sampel yang digunakan adalah perawat yang sedang memberikan komunikasi terapeutik pada saat penelitian dilakukan, yaitu dari tanggal 20-22 Desember 2016. Perawat yang dipilih adalah perawat baru (magang plus) sebagai responden atau partisipannya.

Variabel Independent dalam penelitian ini adalah penerapan komunikasi terapeutik perawat dalam meningkatkan kepuasan pasien. Sedangkan, variabel dependent dalam penelitian ini adalah kepuasan pasien rawat inap bangsal wijaya kusuma bawah RSU Kardinah Tegal.

Definisi operasional pada variable independent yakni Komunikasi Terapeutik adalah hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosi klien (Stuart GW,

1.Teknik-teknik komunikasi terapeutik

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian

b. Menunjukkan penerimaan

c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

d. Pertanyaan terbuka (Open-Ended Question)

e. Mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri f. Mengklarifikasi

g. Memfokuskan

h. Menyatakan hasil observasi i. Menawarkan informasi j. Diam (memelihara ketenangan) k. Meringkas

l. Memberi penghargaan m. Menawarkan diri

n. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan

o. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

p. Menempatkan kejadian secara berurutan

q. Memberikan kesempatan pada pasien untuk menguraikan persepsinya r. Refleksi

s. Assertive t. Humor

Tingkat kepuasan

pasien

2

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 3rd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN:


(2)

1998). Tahapan komunikasi terapeutik dikutip dari Damaiyanti (2014) antara lain: a) Fase pra-interaksi, b) Fase orientasi/ perkenalan, c) Fase kerja, d) Fase terminasi. Kuesioner terdiri dari 20 item, direplikasi dari Suryani (2015) dengan jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0.

Definisi operasional pada variable dependent yakni kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Imbalo, 2006). Penilaian kualitas pelayanan dikaitkan dengan kepuasan pasien dengan aspek fungsi dari proses pelayanan (Supranto, 2001) antara lain: a) Reliability (kepercayaan), b) Responsiveness (tanggungjawab), c) Assurance (jaminan), dan d) Empathy (empati). Kuesioner terdiri dari 13 item, dimodifikasi dari Servqual dan diambil bagian/ dimensi yang terkait dengan kepuasan dengan pilihan jawaban: a) memuaskan, b) cukup memuaskan, c) kurang memuaskan.

Dalam penelitian alat yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, dimana responden dalam interview tinggal memberikan tanda tertentu (Notoatmodjo, 2015). Bentuk pertanyaan dalam kuesioner pada penelitian ini adalah tertutup yang mencakup 2 jawaban/alternatif, dan harus dijawab atau diisi oleh responden dengan memilih salah satu diantaranya mengenai komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien. Dengan memilih salah satu jawaban dengan ketentuan untuk jawaban benar diberi nilai 1 (satu) dan jawaban yang salah diberi nilai 0 (nol) (Notoatmodjo, 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan action research, dimana peneliti mendeskripsikan, menginterpretasi, dan menjelaskan suatu situasi sosial pada waktu bersamaan dengan melakukan perubahan atau intervensi dengan tujuan perbaikan atau partisipasi. Action research juga merupakan proses yang mencakup siklus aksi, yang mendasarkan pada refleksi, umpan balik (feedback), bukti (evidence), dan evaluasi atas aksi sebelumnya dan situasi sekarang.

Tahapan pada penelitian ini dilakukan melalui 3 siklus yang membutuhkan waktu 3 hari dalam pelaksanaannya, yaitu tanggal 20-22 Desember 2016. Penelitian dilakukan di bangsal Wijaya Kusuma Bawah. Siklus pertama peneliti mengamati komunikasi terapeutik perawat sebelum diberikan treatment, kemudian dilakukan observasi kepada perawat-perawat yang menjadi responden dengan cara menilai kemampuan komunikasi terapeutik perawat lalu dinilai ya dan tidak. Dalam hal ini dipilih perawat baru (magang plus) sebagai responden atau partisipannya. Lalu peneliti membagikan kuesioner kepada pasien untuk dinilai kepuasannya sebelum dilakukan treatment. Pasien yang dijadikan responden adalah pasien bedah dengan diagnose BPH

dengan TURP, fraktur femur rencana ORIF, mastoiditis dengan trombositopenia, dan Ca Mammae rencana mastektomi. Pasien-pasien tersebut dipilih untuk menjadi reponden karena waktu rawat inap yang lebih dari 3 hari, sehingga dapat dinilai pre dan post diberi treatment.

Pada siklus kedua, yang dilakukan tanggal 21 Desember 2016, diadakan mini workshop yang dikoordinir oleh Kepala Ruangan Wijaya Kusuma Bawah. Bapak Sugiarto selaku Kepala Ruang memberikan arahan tentang bagaimana komunikasi terapeutik, apa yang harus dilakukan dari fase pra interaksi sampai dengan fase terminasi kepada perawat yang ditunjuk. Setelah diberi pengarahan (treatment), peneliti dan partisipan mengimplementasikan rencana tindakan dengan harapan adanya peningkatan. Peneliti kembali menilai kemampuan komunikasi perawat tersebut, lalu dinilai dengan ya dan tidak. Setelah perawat selesai mengimplementasikan, peneliti mengadakan wawancara tentang kendala atau kesulitan yang dihadapi ketika melakukan komunikasi terapeutik. Kebanyakan dari perawat mengalami kesulitan dalam fase orientasi, yaitu ketika memperkenalkan diri. Peneliti mencoba menggali lagi kesulitan yang dihadapi. Ternyata dua dari lima perawat sulit mempertahankan komunikasi saat sedang melakukan prosedur tindakan. Disini peneliti berusaha membantu menyelesaikan kesulitan yang dihadapi.

Pada siklus ketiga, tanggal 22 Desember 2016, dilakukan pemantapan komunikasi terapeutik perawat di depan pasien. Peneliti menemani perawat dalam melakukan prosedur tindakan, lalu menilai apakah ada peningkatan komunikasi terapeutik, lalu menilainya dengan ya dan tidak. Kemudian peneliti membagikan kuesioner kepuasan pasien. Dapat dilihat bahwa ada peningkatan di hasil kuesioner sebelum dan sesudah dilakukannya treatment.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden (Pasien) KARAKTERISTIK

RESPONDEN

∑ %

1.Umur (tahun)

• 20-30 2 40

• > 35 3 60 2.Jenis Kelamin

• Laki-laki 3 60

• Perempuan 2 40

Tabel 4.2 Perbandingan Kepuasan Pasien antara Sebelum dan Sesudah Treatment

KEPUASAN PASIEN SEBELUM SESUDAH

∑ % ∑ %

Memuaskan 3 60 4 80

Cukup memuaskan 2 40 1 20

Total 5 100 5 100

Berdasarkan tabel 4.2 responden berusia >35 tahun sebanyak 3 responden (60%), sedangkan bagi respoden yang berusia 20-35 tahun sebanyak 2 responden (40%) dengan responden berjenis kelamin laki – laki sebanyak 3 responden (60%), sedangkan bagi respoden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 responden (40%) didapatkan hasil bahwa sebelum

3

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 3rd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN:


(3)

perawat diberikan treatment, kepuasan pasien dalam kategori memuaskan sebanyak 3 responden (60%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 2 responden (40%). Kemudian dari sesudah dilakukannya treatment pada perawat, hasil menunjukkan sebagian besar kepuasan pasien dalam kategori memuaskan sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 1 responden (20%).

Tabel 4.3 Karakteristik Responden (Perawat)

JENIS KELAMIN %

Laki-laki 3 60

Perempuan 2 40

Total 5 100

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Komunikasi Terapeutik

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

%

Ya 4 80

Tidak 1 20

Total 5 100

Hasil observasi perawat dengan responden berjenis kelamin laki – laki yaitu sebanyak 3 responden (60%), sedangkan bagi respoden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 responden (40%) menunjukkan bahwa perawat yang melakukan komunikasi terapeutik dengan baik yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan perawat dengan komunikasi terapeutik kurang baik sebanyak 1 responden (20%).

Kemudian dibawah ini diterangkan rata-rata nilai kepuasan dan perbandingan komunikasi terapeutik sebelum dan sesudah treatment:

Tabel 4.5 Rata-rata Nilai Kepuasan Pasien Sebelum dan Sesudah Treatment

N o.

Dimensi Kepuasan

Rata-rata Nilai Kepuasan

Sebelum Treatment

Rata-rata Nilai Kepuasan

Setelah Treatment

1. Reability Memuaskan Memuaskan 2. Responsiveness Cukup

memuaskan

Memuaskan

3. Assurance Cukup memuaskan

Memuaskan

4. Empathy Memuaskan Memuaskan

Tabel 3.6 Rata-rata Nilai Kepuasan Pasien Sebelum Treatment

No. Dimensi Komunikasi Terapeutik

Sebelum Treatment

1. Fase pra-interaksi

Hampir semua perawat tidak menghadapi kesulitan

2. Fase orientasi (perkenalan)

Beberapa perawat sering lupa memperkenalkan diri, banyak menggunakan komunikasi nonverbal, dan sulit memper-tahankan komunikasi selama melakukan tindakan (prosedur) 3. Fase Kerja Pelaksanaan tindakan kepera- watan

dilakukan dengan baik 4. Fase

Terminasi

Perawat mengalami kesulitan saat pada terminasi akhir, yaitu ketika

merencanakan tindak lanjut dengan pasien. Perawat lebih sering bertemu dengan keluarga, sehingga evaluasi dan jadwal kontrol sering disampaikan kepada keluarga.

Tabel 4.6 Rata-rata Nilai Kepuasan Pasien Sesudah Treatment

No. Dimensi Komunikasi Terapeutik

Sesudah Treatment

1. Fase pra-interaksi

Perawat tidak mengalami kesulitan

2. Fase orientasi (perkenalan)

Adanya peningkatan berupa perawat mulai memper-kenalkan diri, bahasa yang digunakan verbal dan diimbangi dengan bahasa nonverbal sehingga pasien mudah mengerti, kemudian perawat mencoba untuk tetap mempertahankan komunikasi selama melaku-kan tindakan (prosedur)

3. Fase Kerja Pelaksanaan tindakan kepera-watan dilakukan dengan baik

4. Fase Terminasi

Perawat mencoba langsung datang ke pasien untuk menyampaikan keadaan selama di Rumah Sakit, menyimpulkan dan rencana tindak lanjut seperti jadwal kontrol dan pemberian obat.

PEMBAHASAN

1. Sebelum treatment

Dari hasil penelitian tentang kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan sebelum treatment didapatkan data bahwa kepuasan pasien dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 3 responden (60%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 2 responden (40%).Kepuasan pasien akan pelayanan keperawatan merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi oleh perawat sebab salah satu indikator jaminan mutu suatu rumah sakit adalah pernyataan puas dari penerima pelayanan ( pasien). Meskipun sebagian besar pasien menyatakan telah memuaskan dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat, tetapi masih terdapat 2 orang pasien (40%) yang menyatakan cukup puas. Ketidakpuasan ini dikarenakan kesan pertama pertemuan antara perawat dan pasien yang kurang menunjukan sikap saling terbuka terutama sikap penerimaan perawat terhadap kedatangan pasien di ruang perawatan. Hal ini dibuktikan dengan adanya pernyataan pasien yang menyatakan masih terdapatnya perawat yang tidak memperkenalkan diri pada saat kontak pertama dengan pasien baik pada saat pertama pasien masuk ruang perawatan ataupun setelah pasien berada dalam ruang perawatan. Selain itu, ketidakpuasan ini mungkin juga disebabkan oleh ketidakmampuan pasien ataupun menafsiran yang salah, terhadap pesan verbal ataupun non verbal, yang disampaikan oleh perawat, ataupun juga ketidaktepatan waktu yang digunakan oleh perawat, dalam memberikan tindakan keperawatan ataupun informasi kepada pasien, sehingga proses pertukaran informasi menjadi kurang efektif dan resiko terjadinya salah penafsiran semakin

4

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 3rd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN:


(4)

tinggi. Ini akan berdampak pada ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat. Hal yang harus dilakukan adalah perawat harus menggunakan pendekatan yang lebih persuasif dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi yang dialami oleh pasien serta latar belakang sosial budaya. Dari hasil penelitian ini telah menunjukan bahwa mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit telah cukup mampu memberikan kepuasan pada pasien.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Imbalo,2006). Pasienbaruakanmerasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang disebut di atas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Kepuasan pasien merupakan nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.Walaupun subjektif tetap ada dasar objektifnya (Menpen, 2014).

Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif maupun secara kualitatifdan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Berbagai pengalaman pengukuran tingkat kepuasan pasien menunjukkan bahwa upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah. Karena upaya untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah. Seperti yang kita ketahui saat ini, sebagian besar fasilitas layanan kesehatan yang digunakan masyarakat dari golongan strata bawah adalah fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah (Praptiwi, 2011).Tingkat kepuasan pasien yang akurat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan.Oleh karena itu, pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala, teratur, akurat, dan berkesinambungan.

2. Sesudah treatment

Berdasarkan hasil tabel 4.6 didapatkan hasil bahwa kepuasan pasien setelah treatment dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 1 responden (20%).

Berdasarkan hasil penelitian setelah perawat mendapatkan mini workshop yang dikordinir oleh Kepala Ruang Wijaya Kusuma Bawah tentang komunikasi terapeutik menunjukan hasil yang baik dimana ada peningkatan dalam kepuasan pasien yang mencapai 80%, hal ini menunjukan bahwa mutu pelayanan keperawatan

di rumah sakit telah cukup mampu memberikan kepuasan pada pasien. Ini berarti bahwa kinerja yang ditampilkan oleh perawat di rumah sakit Kardinah telah lebih tinggi dari harapan pasien. Kepuasan pasien akan pelayanan yang diberikan oleh pihak penyedia jasa (Rumah Sakit) akan meningkatkan kepercayaan pasien (masyarakat) terhadap kinerja dan kualitas rumah sakit tersebut. Ini akan mendorong penggunaan yang berulang fasilitas tersebut atau akan menjadi pilihan utama pasien untuk meminta bantuan medis.

Komunikasi merupakan upaya individu dalam menjaga dan mempertahankan individu untuk tetap berinteraksi dengan orang lain dan komponen penting dalam praktik keperawatan. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus (Mubarak. 2012).

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi dengan klien dan perawat diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis.Kehadiran dan interaksi yang dilakukan perawat hendaknya membawa kenyamanan dan kerinduan bagi klien (Mundakir, 2011). Perawat memerlukan keterampilan khusus yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal yang tercermin dalam perilaku berkomunikasi secara terapeutik dengan orang lain (Sheldon, 2013). Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak akan hanya mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, tetapi juga mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, dan meningkatkan citra profesi serta citra Rumah Sakit (Mubarak, 2012).

3. Observasi

Berdasarkan hasil observasi kepada 5 perawat didapatkan hasil bahwa perawat yang melakukan komunikasi terapeutik dengan baik yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi perawat yang melakukan komunikasi terapeutik kurang baik sebanyak 1 responden (20%).

Pada siklus ini, sebelumnya perawat dinilai tentang bagaimana melakukan komunikasi terapeutik ke pasien rawat inap.Kemudian peneliti menilai dengan kuesioner yang telah disediakan. Penilaian pertama sebelum perawat diberikan treatment memang masih terdapat kekurangan, antara lain : tidak memperkenalkan diri, tidak menyebut nama klien atau pasien, dan kurang bisa mempertahankan komunikasi selama menjalankan tindakan atau prosedur.

Setelah itu, peneliti memberikan kuesioner kepada pasien tentang kepuasan pasien.Hari berikutnya peneliti mengadakan mini workshop yang dikoordinir dan disampaikan sendiri oleh Kepala ruangan rawat inap.Mini workshop ini berisi tentang bagaimana komunikasi terapetik yang baik serta tahap-tahap yang dilalui pada komunikasi terapeutik. Setelah mendapat pengarahan, perawat yang telah dipilih tadi dinilai kembali bagaimana melakukan komunikasi terapeutik

5

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 3rd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN:


(5)

kepada pasien.Hasilnya ada peningkatan jika dibandingkan dengan sebelum diberikan treatment (mini workshop).

Setelah perawat dinilai untuk kedua kalinya, peneliti mengadakan wawancara kepada perawat-perawat tersebut.Peneliti menanyakan kendala atau kesulitan yang dihadapi perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik.Dari 4 tahapan komunikasi terapeutik, sebagian besar perawat mengeluhkan kesulitan di fase perkenalan (orientasi).4 dari 5 perawat mengatakan sering lupa dalam memperkenalkan diri.Terkadang masih menggunakan komunikasi verbal yang tidak diimbangi dengan komunikasi non verbal, kemudian sulitnya mempertahankan komunikasi selama tindakan atau prosedur. Dalam hal ini peneliti memberikan masukan-masukan tentang bagaimana komunikasi terapeutik akan menjadi lebih baik. Kemudian peneliti memberikan kuesioner lagi kepada pasien, diharapkan ada peningkatan dari komunikasi terapeutik perawat setelah dilakukannya mini workshop.Setelah kuesioner diisi dan dibandingkan dengan kuesioner sebelum treatment, ternyata ada peningkatan yaitu pasien merasa lebih puas.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan klien.Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat (Nunung, 2011). Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus-menerus. Hubungan antara perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antar keduanya (Damaiyanti, M, 2014).

Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya,.Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’.Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien.Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien (Suryani 2015).

Didalam pelayanan keperawatan ada parameter tingkat kepuasan pasien seperti dikutip oleh Purwanto (2015), sebagai berikut: perawat memperkenalkan diri, bersikap sopan dan ramah, menjelaskan peraturan di RS, menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS, menjelaskan penyakit atau masalah yang dialami, menjelaskan perawat yang bertanggung jawab setiap pergantian dinas, memperhatikan keluhan pasien, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien (tujuan dan manfaat, prosedur, akibat/resiko, alternatif tindakan),

menjaga kebersihan lingkungan (ruangan, wc), menjaga kebersihan alat tenun dan peralatan perawatan lainnya, mengobservasi keadaan pasien secara teratur (sesuai kebutuhan pasien), dan melaksanakan tindakan sesuai standar dan etika keperawatan. Banyak faktor penyebab ketidakpuasan pasien di rumah sakit, salah satunya adalah faktor komunikasi antara dokter dan perawat.Tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada bagaimana faktor tersebut di atas dapat memenuhi harapan-harapan.Sebagai contoh; faktor komunikasi verbal dan non-verbal perawat dalam komunikasi terapeutik apabila dilaksanakan tidak sesuai dengan spirit dalam komunikasi tersebut maka yang dihasilkan adalah respon ketidakpuasan dari pasien. Seorang pasien yang tidak puas pada gilirannya akan menghasilkan sikap/perilaku tidak patuh terhadap seluruh prosedur keperawatan dan prosedur medis. Oleh sebab itu, sudah saatnya kepuasan pasien menjadi bagian integral dalam misi dan tujuan profesi keperawatan.

KESIMPULAN

1. Siklus 1 yakni mengamati komunikasi terapeutik perawat sebelum diberikan treatment menunjukkan bahwa Kemampuan komunikasi terapeutik perawat sebelum treatment, dinilai masih kurang karena didapatkan hasil bahwa sebagian besar kepuasan pasien dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 3 responden (60%), sedangkan bagi respoden yang merasa kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 2 responden (40%)

2. Siklus 2 yakni mengadakan pelatihan komunikasi terapeutik pada perawat baru dengan mini workshop. Kemampuan komunikasi terapeutik perawat setelah treatment dinilai meningkat karena hasil menunjukkan bahwa perawat yang melakukan komunikasi terapeutik dengan baik yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan perawat dengan komunikasi terapeutik kurang baik sebanyak 1 responden (20%).

3. Siklus 3 yakni melakukan pemantapan komunikasi terapeutik perawat di depan pasien.

Peningkatan

komunikasi terapeutik perawat dinilai

menunjukan bahwa mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit telah cukup mampu memberikan kepuasan pada pasien. Hal ini ditunjukkan dari sebagian besar kepuasan pasien dalam kategori memuaskan sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 1 responden (20%).

DAFTAR PUSTAKA

Akbar A. Patrisia, Sidin I, Pasinringi S.A. 2013. Gambaran Kepuasan Pasien Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Di Instalasi Instalasi Rawat Inap RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2013.

6

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 3rd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN:


(6)

Aisah, S. (2015). Komunikasi Dengan Empati. Komunikasi Dengan Empati, Informasi Dan Edukasi .

Anas, T. (2014). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. Anggraeni M Tiyas, Rohmani A. 2012. ‘Hubungan Kepuasan Pasien

dengan Minat Pasien Dalam Pemanfaatan Ulang Pelayanan Kesehatan Pada Praktek Dokter Keluarga’.

Budiman. (2010). ‘Hubungan Status Demografi dengan Kepuasan Pelayanan Jamkesmas di Wilayah Puskesmas Tanjungsari Kabupaten Bogor tahun 2010’.

Damaiyanti, M. (2014). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Devi, C. (2012). Komunikasi Terapeutik, Perilaku, Perawat. Pengetahuan

Dhaneswari Anita, 2010, Komunikasi antara perawat terhadap pasien di IGD RSU Jati Husada Karanganyar’, vol 4, no 2, hh 425-436 Haryanti. (2012). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya. Hermawan Andreas H, 2009, ‘Persepsi pasien tentang pelaksanaan

komunikasi terapeutik perawat dalam Asuhan Keperawatan pada Pasien di unit Gawat Darurat RS Mardi Rahayu Kudus’, hh 1-11

Husna A. Rosiatul, Sumarliyah E, Tipo A, 2009, ‘Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien Dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang’, hh 41-47

Irawan. (2011). 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta : Elex Media. Mubarak, W, I & Chayatin, N (2012). Ilmu Keperawatan Komunitas

Pengantar dan Teori. Jakarta : Salemba Medika

Mundakir, (2011). Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan, Edisi 1

Nunung, N. (2011). Ilmu Komunikasi dalam Konteks Keperawatan untuk Mahasiswa Keperawatan/Ners, Edisi 1., Jakarta: Cv. Trans Info Media.

Praptiwi, A, (2011), Pengelolaan Kepuasan Pelanggan dalam Pelayanan Kesehatan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Pajajaran. Pratiwi A, 2015, ‘Komunikasi Terapeutik antara perawat dan pasien

penyakit kejiwaan akibat perilaku kekerasan pada Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar Palembang’

Purwanto. (2012). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Putra P Pratama. 2011. ‘Hubungan Perilaku Caring dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas III Bangsal Marwah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.’

Retasari Dewi, 2015, ’Komunikasi Terapeutik Konselor Laktasi Terhadap klien Relaktasi’

Roganda Davis, Salman, Prita S, 2016, ‘Pola Komunikasi Terapeutik Dokter Terhadap Pasien Anak’, vol 2, no 2, hh 183-193 Sandra Rhona, 2013, ‘Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat

dengan Kepuasan Pasien di Ruang Instalasi Rawat Inap Non Bedah (Penyakit Dalam Pria dan Wanita) RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013’, hh 1-5

Sheldon, K.L. (2013). Komunikasi untuk Keperawatan: Berbicara dengan Pasien, Edisi 2., Jakarta: Erlangga.

Simamora N Jessica, 2011, ‘Intensitas Komunikasi Terapeutik Perawat Dan Pasien Anak (Studi Kasus tentang Intensitas Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Kaitannya dengan Semangat Pasien Anak untuk Sembuh di RSUP H.Adam Malik Medan)’ Suryani, (2015). Komunikasi Terpeutik : teori dan praktik, Jakarta Widoyoko E. Putro, 2012, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian,

edk 5, Pustaka Belajar, Celeban Timur, Yogyakarta

7

Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 3rd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN: