19
Berdasarkan SNI 2847:2013, modulus elastisitas pada material beton berdasarkan berat volume Wc dan kuat tekan beton
dapat dicari dengan Persamaan 2.14:
√ 2.14
untuk beton dengan berat volume antara 1440 dan 2560 kgm
3
. Pada material dinding dapat diketahui nilai modulus elastisitasnya
berdasarkan pendekatan dari FEMA-356 dengan Persamaan 2.15: 2.15
dimana Nmm
2
adalah kuat tekan dinding.
2.6. Penelitian Terkait
2.6.1 Eksperimen yang Dilakukan oleh Imran dan Aryanto 2009
Eksperimen ini difokuskan untuk mendapatkan kinerja dan perilaku dari rangka struktur beton bertulang dengan dinding pengisi in-filled RC frame bata
ringan AAC, yang dikenakan beban lateral in-plane untuk mensimulasikan gaya gempa. Sebagai perbandingan, perilaku dari in-filled RC frame bata konvensional
juga diteliti pada eksperimen tersebut. Konfigurasi model eksperimen ditunjukkan pada Gambar 2.9, dimana model 1 menggunakan material dinding pengisi bata
ringan AAC dan model 2 menggunakan material dinding pengisi bata konvensional.
20
Gambar 2.9 Spesimen rangka beton bertulang dengan dinding pengisi
sumber: Imran dan Aryanto 2009
Prototipe yang dipilih dari in-filled RC frame didesain untuk memenuhi persyaratan SRPMM sesuai SNI beton. Karena terbatasnya ketersediaan fasilitas
penelitian, faktor skala setengah dipakai untuk mendapatkan model eksperimen. Model eksperimen merupakan sistem satu tingkat dan satu bentang. Semua
material dinding pengisi yang digunakan dalam rangka mempunyai rasio kelangsingan ht heightthickness yang sama yaitu 15 dan rasio hl heightbay
length 1,0. Model eksperimen dikonstruksikan pada balok beton bertulang kaku dan
dibaut pada lantai kuat laboratorium. Untuk mengeliminasi pergerakan out-plane, spesimen diperkuat secara lateral oleh rangka baja. Beban lateral siklik diterapkan
oleh servo-controlled hydraulic actuator yang mempunyai kapasitas beban 1000 kN dan maksimum stroke± 100 mm. Linear variable displacement transducers
LVDTs ditempatkan pada banyak lokasi dalam spesimen untuk mengukur perpindahan di lokasi berbeda. Distorsi geser dalam spesimen selama eksperimen
diukur menggunakan 2 LVDTs yang ditempatkan diagonal Gambar 2.10. Total terdapat 24 pengukur tegangan yang dipasang pada beberapa batang tulangan baja
dalam setiap spesimen Gambar 2.12, untuk mengukur nilai tegangan yang diperlukan dalam perhitungan momen, gaya geser, dan gaya aksial dalam elemen
rangka. Semua peralatan dimonitor sepanjang eksperimen menggunakan Data Acquisition System.
21
Dalam eksperimen ini, beban lateral diterapkan menjadi beban balok di atas dinding menggunakan displacement control dengan history yang ditunjukkan
dalam Gambar 2.12. Riwayat beban yang digunakan diadopsi dari rekomendasi ACI untuk eksperimen beban siklik dari elemen struktur beton bertulang.Sebagai
tambahan untuk eksperimen struktur, pengujian material dilakukan dalam eksperimen ini. Hasil dari pengujian material direkapitulasi dalam Tabel 2.1.
Gambar 2.10 Gambaran dari susunan eksperimen
sumber: Imran dan Aryanto 2009
Gambar 2. 11 Set up pengujian
sumber: Imran dan Aryanto 2009
22
Gambar 2.12 Program pembebanan pada pengujian
sumber: Imran dan Aryanto 2009
Gambar 2.13 Detail penulangan
sumber: Imran dan Aryanto 2009
23
Tabel 2.1 Properti material rata-rata
sumber: Imran dan Aryanto 2009
Hasil dari eksperimen menunjukkan, pada RDP AAC model eksperimen 1, retak mulai terbentuk pada dinding, sepanjang diagonal dari dinding. Bentuk retak
ini terjadi pada beban lateral 15,63 kN atau perpindahan lateral 1,34 mm. Setelah itu, pada beban yang lebih besar, retak diagonal lain yang sejajar retak
pertama terjadi. Saat beban balik reverse load akibat beban siklik, sebuah retak diagonal yang tegak lurus pada retak sebelumnya ditemukan dan membentuk
retak berbentuk X X-crack. Tipe dari pola retak ini ditemukan dominan pada RDP AAC. Pada beban lateral 27,16 kN atau perpindahan 2,16 mm, retak lentur
pertama mulai terjadi pada kolom. Lalu, retak geser pertama muncul pada beban 72,83 kN atau perpindahan 4,28 mm. Pada beban yang lebih besar, pemisahan
antara dinding dan rangka sepanjang muka kolom terjadi dan terus melebar seiring dengan penambahan beban. Setelah itu, material dinding mulai terlihat
hancur. Kehancuran utama terlihat pada pojok kanan atas dan setengah tinggi dari dinding, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.14 Pola retak akhir pada model eksperimen 1
sumber: Imran dan Aryanto 2009
24
Untuk spesimen dinding pengisi bata model eksperimen 2, retak pertama ditemukan pada beban lateral 26 kN atau perpindahan lateral 1,25 mm. Retak
menyebar secara diagonal melewati join mortar dan juga secara horizontal sepanjang bed joint membentuk sliding shear. Retak horizontal utama terjadi pada
kira-kira 13 dan 23 dari tinggi dinding. Retak horizontal ini mencegah formasi retak X-crack pada bagian tengah atas dari dinding. Bentuk retak diagonal banyak
ditemukan pada bagian pojok atas dari dinding. Retak geser terjadi pada bagian bawah dan atas dari kolom pada beban 64,6 kN atau perpindahan 6,72 mm.
Retak geser pada bagian atas kolom terus membesar dan kehancuran dinding terjadi pada lokasi dimana retak horizontal sepanjang bed joint bertemu dengan
retak diagonal utama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.14.
Gambar 2.15 Pola retak akhir pada model eksperimen 2
sumber: Imran dan Aryanto 2009
Model eksperimen 2 memperlihatkan sebuah mode keruntuhan yang dapat digambarkan sebagai sliding shear SS. Kekuatan geser yang rendah dari bed
joint dinding pada model eksperimen ini mencegah pembentukan retak diagonal. Sedangkan spesimen AAC model eksperimen 1 memperlihatkan bentuk strut,
dimana retak menyebar secara diagonal dari bagian atas kolom menuju bagian dasar. Tipe dari keruntuhan ini mengindikasikan bahwa mortar tipis pada
spesimen AAC mempunyai karakteristik ikatan yang bagus. Rekapitulasi dari hasil eksperimen ditunjukkan pada Tabel 2.2.
25
Tabel 2.2 Rekapitulasi hasil eksperimen
sumber: Imran dan Aryanto 2009
Hasil eksperimen berupa kurva histeretis untuk setiap model eksperimen disajikan pada Gambar 2.16. Berdasarkan pada karakteristik beban-defleksi, pada
dasarnya kedua model memperlihatkan beban puncak yang mirip. Meskipun demikian, model eksperimen 1 menghasilkan perilaku histeretis yang lebih baik
dari model eksperimen 2. Penurunan yang lebih tajam untuk intensitas yang sama dari perpindahan lateral terlihat pada hasil eksperimen dari model 2 daripada hasil
eksperimen model 1. Penurunan kekuatan signifikan terlihat dengan jelas pada kurva histeretis dari model eksperimen 2, yang mulai terjadi saat perpindahan
lebih besar dari 20 mm atau pada tingkat drift lebih besar dari 1. Sebaliknya, model eksperimen 1 menunjukkan hanya sedikit penurunan kekuatan.
26
Gambar 2.16 Kurva beban-perpindahan histeretis untuk model 1 dan model 2
sumber: Imran dan Aryanto 2009
Hasil dari eksperimen yang lain adalah berupa rasio daktilitas perpindahan. Pada desain gempa, kinerja dari struktur setelah melewati batas
elastis biasanya ditunjukkan dengan rasio daktilitas. Rasio daktilitas perpindahan didefinisikan secara umum sebagai rasio antara perpindahan ultimit dimana daya
tahan lateral dari model eksperimen dikurangi hingga 80 dari daya tahan lateral maksimumnya dengan perpindahan saat leleh. Berdasarkan hasil eksperimen,
rasio daktilitas untuk tiap model eksperimen diperlihatkan pada Tabel 2.3. Model eksperimen 1 menunjukkan rasio daktilitas yang lebih besar dari model
eksperimen 2, meskipun perbedaannya hanya sedikit.
27
Tabel 2.3 Rekapitulasi dari rasio daktilitas spesimen
Description Model 1
Model 2
Forces at first yield of reinf kN
-93.9 -83.7
Displacement at first yield of reinf mm
-7.33 -10.16
Forces at 80 of maximum lateral load kN
-85.87 -84.72
Displacement at 80 of maximum lateral load mm
-47.6 -62
Ductility 6.5
6.1
sumber: Imran dan Aryanto 2009
2.6.2 Kakaletsis and Karayannis 2009