Perbandingan Kapasitas Balok Beton Bertulang Antara Yang Menggunakan Semen Portland Pozzolan Dengan Semen Portland Tipe I (Kajian Eksperimental)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA
YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN
SEMEN PORTLAND TIPE I
( Kajian Eksperimental)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
MIZANUDDIN SITOMPUL
050404051
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan teknologi dan untuk mengatasi permasalahan
lingkungan, dewasa ini telah diproduksi semen portland pozzolan (PPC). Semen
portland pozzolan mempunyai ketahanan terhadap serangan asam dan sulfat jauh
lebih besar dari semen portland tipe I. Harga dari kedua jenis semen ini pun tidak
jauh berbeda. Dengan seringnya terjadi hujan asam dan semakin tidak terelakkannya
struktur berhubungan dengan asam pemakaian semen portland pozzolan perlu
dipertimbangkan.
Dalam penelitian ini, akan diteliti seberapa besar pengaruh semen yang
berbeda terhadap kapasitas balok beton bertulang. Dalam hal ini, semen yang akan
diteliti adalah semen portland pozzolan yang akan dibandingkan dengan semen
portland tipe I. Metode penelitian yang digunakan dengan melakukan pemeriksaan
material, pengujian nilai slump, kuat tekan beton dan pengujian kapasitas beton
bertulang dengan dua variasi yaitu beton dengan menggunakan semen portland
pozzolan dan beton yang menggunakan semen portland tipe I. Benda uji yang
digunakan berbentuk silinder diameter 15 cm tinggi 30 cm dan balok dengan lebar 15
cm, tinggi 25 cm dan panjang 300 cm.
Dari hasil penelitian diperoleh nilai properti yang berbeda di antara kedua
semen tersebut. Dimana nilai slump beton dengan semen portland pozzolan adalah
sebesar 7,5 cm, sedangkan nilai slump beton dengan semen portland tipe I adalah 6
cm. Dari hasil pengujian kuat tekan diketahui bahwa beton yang menggunakan
semen portland pozzolan (PPC) pada awalnya menghasilkan kuat tekan lebih rendah
dibandingkan dengan yang menggunakan semen portland tipe I (PCI), namun setelah
±20 hari beton yang menggunakan PPC mampu memberikan kinerja yang relatif
lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan PCI. Dan dari hasil pengujian
balok diperoleh hasil bahwa pada umur beton 3 hari balok beton bertulang yang
menggunakan semen portland pozzolan lebih dahulu hancur daripada balok beton
bertulang yang menggunakan semen portland tipe I.
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir yang berjudul “Perbandingan Kapasitas Balok Beton Bertulang antara
Beton yang Menggunakan Semen Portland Pozzolan dengan Beton yang
Menggunakan Semen Portland Tipe I ”.
Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
dalam menyelesaikan program sarjana (S1) di Fakultas Teknik, Departemen Teknik
Sipil Universitas Sumatera Utara (USU).
Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari
bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan tidak terhingga
dalamnya kepada :
1.
Allah SWT Tuhan Semesta Alam, Yang Maha Pengasih dan Penyayang
yang memberikan ide-ide, pokok pikiran, dan kesehatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2.
Buat kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Nasyaruddin Sitompul, Ibunda
Ernawati Harahap dan kelima adikku serta saudari Yuni Sartika Dewi D
yang begitu sabar dan ikhlas terus memberikan semangat, do’a, kritikan,
dan dukungan moril maupun materil.
3.
Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc, sebagai dosen pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan
bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
4.
Bapak Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik
Sipil Universitas Sumatera Utara.
5.
Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
6.
Bapak / ibu staf pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera
Utara.
(4)
7.
Seluruh staf pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dalam
penyelesaian administrasi.
8.
Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
9.
Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2005 dan 2008 Departemen Teknik
Sipil, Universitas Sumatera Utara yang tidak mungkin disebutkan satu per
satu namanya, yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi
hingga selesainya tugas akhir ini.
Penulis menyadari manusia tidak luput dari salah dan kekurangan, demikian
juga dengan tugas akhir ini yang masih memiliki banyak kekurangan walaupun
penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, dengan tangan terbuka
dan hati yang tulus penulis akan menerima segala saran dan kritik demi perbaikan
tugas akhir ini. Harapan penulis, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Juni 2010
Mizanuddin Sitompul
05 0404 051
(5)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR NOTASI... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1
Latar Belakang... 1
I.2
Permasalahan ... 2
I.3
Tujuan ... 3
I.4
Pembatasan Masalah ... 4
I.5
Metodologi Penelitian ... 6
I.6
Sistematika Penulisan ... 7
BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 8
II.1 Beton ... 8
II.2 Baja Tulangan ... 10
II.3 Workabilitas ... 12
II.4 Bahan Penyusun Beton ... 14
(6)
II.4.2
Agregat Kasar ... 16
II.5 Semen
II.5.1
Uraian umum ... 18
II.5.2
Portland Cement ... 30
II.5.2.1 Hidrasi semen ... 30
II.5.2.2 Setting (Pengikatan) dan Hardening (Pengerasan) ... 32
II.5.2.2.1 Mekanisme Terjadinya Setting Dan Hardening32
II.5.2.2.2 Setting (Pengikatan)... 35
II.5.3 Portland Pozzolan Cement ... 37
II.6 Pengaruh Kualitas Semen Terhadap Kekuatan Tekan Beton... 40
II.6.1 Kehalusan Semen ... 40
II.6.2 Komposisi Kimia ... 40
II.7 Panas Hidrasi ... 41
II.8 Ketahanan Beton ... 42
II.8.1 Beton Pada Pengaruh Asam Dari Sekitarnya ... 42
II.8.2 Beton Pada Pengaruh Sulfat Dari Sekitarnya ... 43
II.8.2.1 Mekanisme Serangan Sulfat Terhadap Beton ... 43
II.8.2.2 Intensitas Serangan Sulfat ... 44
II.8.2.3 Sifat Semen yang Mempengaruhi Ketahanannya Terhadap
Serangan Sulfat ... 45
(7)
II.9 Air ... 45
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
III.1 Pelaksanaan Penelitian ... 47
III.1.1 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton ... 47
III.1.1.1 Agergat Halus ... 47
Analisa Ayakan Pasir ... 47
Pemeriksaan Kadar Lumpur Pasir ... 53
Pemeriksaan kandungan Organik ... 56
Pemeriksaan Clay Lump pada Pasir ... 60
Pemeriksaan Berat Isi Pasir... 62
Pemeriksaan BJ & Absorbsi Pasir ... 70
III.1.1.2 Agregat Kasar ... 75
Analisa Ayakan Agregat Kasar ... 75
Pemeriksaan Keausan dengan Mesin Los Angeles ... 80
Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Kasar ... 83
Pemeriksaan Berat Isi Agregat Kasar ... 86
Pemeriksaan BJ & Absorbsi Agregat Kasar ... 92
III.2 Perencanaan Balok Over Reinforced ... 97
III.3 Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... 100
(8)
III.5 Pengujian Sampel ... 102
III.5.1 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 102
III.5.2 Pengujian Balok ... 103
BAB IV PEMBAHASAN ... 104
IV.1
Nilai Slump ... 104
IV.2
Kokoh Tekan Silinder Beton (f’c) ... 106
IV.3
Kapasitas Balok Beton Bertulang ... 111
IV.3.1 Pengujian Balok ... 111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
V.1 Kesimpulan... 113
V.2 Saran ... 114
DAFTAR PUSTAKA ... 115
LAMPIRAN
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Benda Uji ... 5
Tabel 2.1 : Jenis dan Kelas Baja Tulangan Sesuai SII 0136-80 ... 12
Tabel 2.2 : Jumlah Semen Minimum dan Nilai Faktor Air Semen Maksimum .... 13
Tabel 2.3: . Nilai-Nilai Slump Untuk Berbagai Pekerjaan Beton ... 14
Tabel 2.4 : . Persentase Lolos Agregat Halus... 16
Tabel 2.5 : Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ... 18
Tabel 2.6 : Kandungan Utama Portland Cement ... 31
Tabel 2.7 : Syarat Kimia Jenis IP-U, IP-K, P-U, P-K ... 39
Tabel 2.8 : Syarat Fisik IP-U, IP-K, P-U, P-K ... 39
Tabel 2.9 : Panas Hidrasi Dari Komponen-Komponen Semen Dalam J/G ... 41
Tabel 3.1 : Batas Persen Lolos Gradasi Agregat Halus ... 49
Tabel 3.2 : Persentase Lolos Agregat Halus ... 50
Tabel 3.3 : Hasil Percobaan Analisa Ayakan Pasir ... 51
Tabel 3.4 : Hasil Perhitungan ... 52
Tabel 3.5 : Hasil Percobaan Pemeriksaan Kadar Lumpur Pasir ... 55
Tabel 3.6 : Hasil Percobaan Colorimetric Test ... 59
Tabel 3.7 : Hasil Percobaan Clay Lump ... 61
(10)
Tabel 3.9 : Hasil Percobaan BJ & Absorbsi Pasir ... 72
Tabel 3.10 : Gradasi butiran kerikil berdasarkan A.S.T.M ... 77
Tabel 3.11 : Hasil Percobaan Analisa Ayakan Kerikil ... 78
Tabel 3.12 : Hasil Perhitungan ... 79
Tabel 3.13 : Hasil Percobaan Los Angeles ... 82
Tabel 3.14 : Hasil Percobaan Pemeriksaan Kadar Lumpur Kerikil... 84
Tabel 3.15 : Hasil Percobaan Pemeriksaan Berat Isi Kerikil ... 89
Tabel 3.16 : Hasil Percobaan Pemeriksaan BJ & Absorbsi Kerikil ... 95
Tabel 4.1 : Nilai Slump Beton ... 105
Tabel 4.2 : Perbandingan Kekuatan Tekan Beton pada Berbagai Benda Uji.... 107
Tabel 4.3 : Perbandingan Kekuatan Tekan Beton pada Berbagai Umur ... 107
Tabel 4.4 : Pengujian Kuat Tekan Silinder Beton ... 108
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 : Penampang dan Skema Pembebanan ... 5
Gambar 2.1 : Reaksi Hidrasi Portland Cement ... 32
Gambar 2.2 : Mekanisme Proses Pengikatan dan Pengerasan ... 34
Gambar 3.1 : Keadaan Seimbang Regangan ... 98
Gambar 3.2 : Skema Regangan, Tegangan, dan Kopel Momen Dalam ... 99
Gambar 4.1 : Kuat Tekan Beton Yang Menggunakan PPC atau PCI pada
Berbagai Umur ... 108
(12)
DAFTAR NOTASI
a
= Tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen
A
= Luas permukaan benda uji, cm
2Ab = Luas penampang satu batang tulangan, mm
2Asb = Luas tulangan tarik dalam keadaan seimbang, mm
2As
= Luas tulangan tarik non prategangan, mm
2b
= Lebar penampang balok, mm
Cb
= Jarak dari serat tekan terluar ke garis netral, mm
d
= Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik, mm
Ec
= Modulus elastisitas beton, Mpa
Es
= Modulus elastisitas baja tulangan, Mpa
fc’
= Kuat tekan beton, Mpa
fs
= Tegangan dalam tulangan pada beban kerja, Mpa
fy
= Tegangan luluh baja tulanganyang disyaratkan, MPa
h
= Tebal atau tinggi total komponen struktur, mm
l
= Panjang bentang, mm
M
maks= momen terfaktor maksimum pada penempangakibat beban luar, kNm
Mn = Kuat momen nominal suatu penampang, kNm
(13)
N
Tb= Gaya dalam, N
n
= Jumlah benda uji
P
= Beban aksial, kg
1
= Faktor reduksi tinggi blok tegangan tekan ekivalen beton
c= Regangan beton
y
= Regangan baja tulangan
ρ
= Rasio penulangan tarik non prategang
ρ
b= Rasio penulangan pada keadaan seimbang regangan
σ
b= Kekuatan tekan beton yang didapat dari tiap-tiap benda uji, kg/cm
2σ
bm= Kekuatan tekan beton rata-rata, kg/cm
2σ
bk= Kekuatan beton karakteristik, kg/cm
2= Faktor reduksi kekuatan
(14)
ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan teknologi dan untuk mengatasi permasalahan
lingkungan, dewasa ini telah diproduksi semen portland pozzolan (PPC). Semen
portland pozzolan mempunyai ketahanan terhadap serangan asam dan sulfat jauh
lebih besar dari semen portland tipe I. Harga dari kedua jenis semen ini pun tidak
jauh berbeda. Dengan seringnya terjadi hujan asam dan semakin tidak terelakkannya
struktur berhubungan dengan asam pemakaian semen portland pozzolan perlu
dipertimbangkan.
Dalam penelitian ini, akan diteliti seberapa besar pengaruh semen yang
berbeda terhadap kapasitas balok beton bertulang. Dalam hal ini, semen yang akan
diteliti adalah semen portland pozzolan yang akan dibandingkan dengan semen
portland tipe I. Metode penelitian yang digunakan dengan melakukan pemeriksaan
material, pengujian nilai slump, kuat tekan beton dan pengujian kapasitas beton
bertulang dengan dua variasi yaitu beton dengan menggunakan semen portland
pozzolan dan beton yang menggunakan semen portland tipe I. Benda uji yang
digunakan berbentuk silinder diameter 15 cm tinggi 30 cm dan balok dengan lebar 15
cm, tinggi 25 cm dan panjang 300 cm.
Dari hasil penelitian diperoleh nilai properti yang berbeda di antara kedua
semen tersebut. Dimana nilai slump beton dengan semen portland pozzolan adalah
sebesar 7,5 cm, sedangkan nilai slump beton dengan semen portland tipe I adalah 6
cm. Dari hasil pengujian kuat tekan diketahui bahwa beton yang menggunakan
semen portland pozzolan (PPC) pada awalnya menghasilkan kuat tekan lebih rendah
dibandingkan dengan yang menggunakan semen portland tipe I (PCI), namun setelah
±20 hari beton yang menggunakan PPC mampu memberikan kinerja yang relatif
lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan PCI. Dan dari hasil pengujian
balok diperoleh hasil bahwa pada umur beton 3 hari balok beton bertulang yang
menggunakan semen portland pozzolan lebih dahulu hancur daripada balok beton
bertulang yang menggunakan semen portland tipe I.
(15)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada masa sekarang ini dapat dirasakan lajunya perkembangan di segala
bidang terutama bidang industri seperti perusahaan, perkantoran, konstruksi dan lain
sebagainya. Dalam bidang konstruksi, penggunaan beton merupakan pilihan utama
karena beton merupakan bahan dasar yang mudah dibentuk dengan harga yang relatif
murah dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya. Beton merupakan bahan
bangunan yang sangat populer digunakan dalam dunia jasa konstruksi. Banyak
penelitian tentang beton yang sudah dilaksanakan dan akan terus berlanjut sebagai
upaya untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman dan kondisi lingkungan.
Salah satu faktor yang menentukan kemampuan suatu struktur dalam memikul
beban, statis maupun dinamis, adalah kualitas dari bahan pembentuknya. Dengan
demikian pemahaman terhadap properti dan karakter dari bahan yang dipilih dalam
merespons beban- beban yang bekerja pada struktur selayaknya dikuasai dengan baik
oleh para rekayasawan. Hal ini dimaksudkan agar struktur yang direncanakan dapat
memberikan kinerja yang optimal.
Diketahui bahwa kekuatan beton banyak dipengaruhi oleh bahan
pembentuknya (air, semen dan agregat) sehingga kontrol kualitas dari bahan- bahan
tersebut harus diperhatikan dengan seksama agar diperoleh beton sesuai dengan yang
diinginkan.
Seperti kita ketahui semen sangat mempengaruhi kekuatan tekan beton. Semen
adalah hydraulic bender ( perekat hidraulis) yang berarti bahwa senyawa- senyawa
(16)
yang terkandung dalam semen tersebut dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat
baru yang bersifat sebagai perekat batuan.
Oleh karena sifat hydraulic tersebut, maka semen bersifat :
Dapat mengeras bila dicampur dengan air
Tidak larut dalam air
Semen yang sering digunakan dalam pembuatan beton adalah semen portland
tipe I (PCI). Semen jenis ini digunakan untuk bangunan- bangunan yang tidak
memerlukan persyaratan khusus. Seiring dengan perkembangan teknologi dan untuk
menghemat biaya dan energi produksi serta mengatasi permasalahan lingkungan,
dewasa ini telah diproduksi semen portland pozzolan (PPC). Semen portland
pozzolan ini merupakan campuran dari klinker semen Portland dengan bahan yang
mempunyai sifat pozzolan. Semen PPC ini memiliki karakter dan properti yang
berbeda dengan semen PCI. Pada penelitian ini akan ditinjau kekuatan tekan dan
kapasitas balok beton bertulang dari beton yang menggunakan PPC dan yang
menggunakan PCI.
I.2. Permasalahan
Semen Portland merupakan komponen utama dalam teknologi beton yang
berfungsi sebagai perekat hidrolik untuk mengikat dan menyatukan agregat menjadi
massa padat. Berbagai jenis semen Portland, melalui pengaturan rancangan bahan
dasar, telah dikembangkan sesuai dengan jenis bangunan dan persyaratan lingkungan
dimana beton akan digunakan.
Yang umum digunakan untuk membuat beton adalah semen Portland tipe I
(PCI). Semen jenis ini dipakai untuk bangunan- bangunan yang tidak memerlukan
(17)
persyaratan khusus, seperti panas dan atau waktu hidrasi serta kondisi lingkungan
agresif.
Dengan perkembangan teknologi dan juga usaha yang dilakukan untuk
menghemat biaya dan energi produksi serta mengatasi masalah lingkungan, dewasa
ini telah diproduksi semen Portland pozzolan (PPC). Masalah lingkungan tersebut
antara lain seringnya terjadi hujan asam dan semakin tidak terelakkannya struktur
berhubungan dengan asam. Semen Portland pozzolan (PPC) merupakan campuran
dari klinker semen portland dengan bahan yang mempunyai sifat pozzolan. Pozzolan
yang digunakan dapat bersumber dari alam seperti batu apung maupun berasal dari
limbah industri seperti abu terbang (residu dari pembakaran batu bara pada
pembangkit listrik). PPC ini diketahui memiliki karakter dan properti yang berbeda
dibandingkan dengan semen portland umum.
Yang menjadi permasalahan adalah perbedaaan karakter maupun properti dari
PPC dibandingkan dengan PCI. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini
akan dibandingkan kuat tekan antara beton yang menggunakan semen PPC dengan
beton yang menggunakan semen PCI pada umur 3, 7 dan 21 hari. Dan pada
penelitian ini juga akan dibandingkan kapasitas balok beton bertulang antara beton
yang menggunakan semen PPC dengan beton yang menggunakan semen PCI pada
umur 3 hari.
(18)
I.3. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan
nilai kuat tekan dan kapasitas balok beton bertulang yang dihasilkan oleh beton yang
menggunakan semen portland pozzolan (PPC) dengan beton yang menggunakan
semen portland tipe I (PCI), dengan mix design yang sama sehingga dapat diambil
kesimpulan seberapa besar kuat tekan dan kapasitas yang dihasilkan oleh beton yang
menggunakan PPC dengan beton yang menggunakan PCI.
I.4. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini akan dibatasi :
1.
Pengujian kuat tekan pada umur 3, 7 dan 21 hari dan kapasitas balok beton
bertulang pada umur 3 hari.
2.
Faktor air semen tetap.
3.
Mutu beton yang digunakan adalah K-200 ( f `c= 200 kg/cm
2).
4.
Baja tulangan yang digunakan adalah baja polos BjTP 240 (fy= 240 kg/cm
2).
Dan dalam penelitian ini digunakan tulangan baja 20 mm.
5.
Distribusi butiran agregat halus (pasir) dan agregat kasar (campuran antara
batu pecah dan kerikil) dirancang dengan ketentuan memenuhi gradasi zona 2
untuk agregat halus dan gradasi dengan diameter maksimum 40 mm untuk
agregat kasar. Agregat kasar dan agregat halus berasal dari quarry selayang,
Binjai.
6.
Semen yang digunakan adalah semen portland pozzolan (PPC) dan semen
portland tipe I (PCI) produksi P.T Semen Padang Indonesia.
(19)
Silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Balok beton bertulang dengan dimensi penampang 15 x 25 cm dan
panjang 3 m.
Tabel 1.1 Benda Uji
Benda Uji Silinder
Benda Uji Balok
Umur
Umur
Jenis Semen
3 hari 7 hari 21 hari 3 hari
Portland Pozzolan 2
2
2
1
Portland Tipe I
2
2
2
1
Jumlah
4
4
4
2
Jumlah benda uji 12 unit silinder beton 2 unit balok beton
8.
Pengujian dilakukan pada balok beton over reinforced yang dibebani dengan
beban P terpusat dengan pembebanan maksimum seperti terlihat pada gambar
di bawah ini.
P
h=25 cm d=20 cm
b = 15 cm
1,5 m
1,5 m
(20)
9.
Balok yang diuji bertulangan tunggal ( hanya mempunyai tulangan tarik saja
sedangkan tulangan tekannya tidak ada), hal ini supaya gaya tekan yang
bekerja pada balok dipikul sepenuhnya oleh beton.
10. Perhitungan tulangan berdasarkan SK SNI T-15-1991-03.
I.5. Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental
laboratorium, yang meliputi :
1.
Penyediaan bahan
2.
Pemeriksaan bahan
Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar
Berat jenis dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar
Kandungan organik pada agregat halus
Pencucian pasir melalui ayakan no. 200
Kandungan bubuk dan liat pada agregat halus
Berat isi untuk agregat halus dan agregat kasar
3.
Mix design
4.
Pembuatan benda uji
Benda uji yang digunakan adalah
Benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Benda uji balok beton bertulang dengan dimensi penampang 15 x 25
cm dan panjang 3 m.
5.
Pengujian slump ( slump test )
6.
Pengujian kuat tekan beton
(21)
(22)
I.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang penelitian, permasalahan yang akan
diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan masalah dan metodologi penelitian
yang dilaksanakan oleh penulis.
BAB II : LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan keterangan umum dan khusus mengenai semen
portland tipe 1 ( PCI ) dan semen Portland pozzolan ( PPC) serta teori ringkas
mengenai beton dan material penyusun beton yang akan diteliti berdasarkan
referensi-referensi yang diperoleh oleh penulis.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan langkah – langkah dan prosedur penelitian dan penyediaan
bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu : agregat halus, agregat kasar, semen
dan air.
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab ini berisikan data dan analisa hasil pengujian beton di laboratorium.
BAB V : PENUTUP
Pada bagian akhir laporan tugas akhir ini terdapat kesimpulan yang diperoleh
dari hasil penelitian dan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya.
(23)
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Beton
Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu
pasir, kerikil, batu pecah, atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan
secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan
reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat
halus dan kasar, disebut sebagai bahan susun kasar campuran, merupakan komponen
utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan ( durability) beton merupakan fungsi
dari banyak faktor, di antaranya adalah nilai banding campuran dan mutu bahan
susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur, dan
kondisi perawatan pengerasannya.
Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibandingakn dengan kuat tariknya,
dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% -
15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural
bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan
yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada
bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun pembagian tugas,
dimana batang tulangan bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan
beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan. Komponen struktur beton
dengan kerjasama seperti itu disebut sebagai beton bertulangan baja atau lazim
disebut beton bertulang saja. Dalam perkembangannnya, didasarkan pada tujuan
(24)
peningkatan kemampuan kekuatan komponen, sering juga dijumpai beton dan
tulangan baja bersama-sama ditempatkan pada bagian struktur dimana keduanya
menahan gaya tekan.
Dengan sendirinya untuk mengatur kerjasama antara dua bahan yang berbeda
sifat dan perilakunya dalam rangka membentuk satu kesatuan perilaku struktural
untuk mendukung beban, diperlukan cara hitungan berbeda dngan apabila hanya
digunakan satu macam bahan saja seperti halnya pada struktur baja, kayu,
aluminium, dan sebagainya.
Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud
dengan didasarkan pada keadaan-keaadaan:
1.
Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang
membungkusnya sehingga tidak terjdi penggelinciran di antara keduanya
2.
Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga
mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja
3.
Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap kenaikan suhu
satu derajat celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangkan
baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat
diabaikan
Sebagai konsekuensi dari lekatan yang sempurna antara kedua bahan, di
daerah tarik suatu komponen struktur akan terjadi retak-retak beton di dekat baja
tulangan. Retak halus yang demikian dapat diabaikan sejauh tidak mempengaruhi
penamapilan struktural komponen yang bersangkutan.
(25)
II.2 Baja Tulangan
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa
mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu
sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang
terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul di dalam
sistem. Untuk keperluan penulangan tersebut digunakan bahan baja yang memiliki
sifat teknis menguntungkan, dan baja tulangan yang digunakan dapat berupa batang
baja lonjoran ataupun kawat rangkai las (wire mesh) yang berupa batang kawat baja
yang dirangkai (dianyam) dengan teknik pengelasan. Yang terakhir tersebut,
terutama dipakai untuk plat dan cangkang tipis atau struktur lain yang tidak
mempunyai tempat cukup bebas untuk pemasangan tulangan, jarak spasi, dan selimut
beton sesuai dengan persyaratan pada umumnya. Bahan batang baja rangkai dengan
pengelasan yang dimaksud, didapat dari hasil penarikan baja pada suhu dingin dan
dibentuk dengan pola ortogonal, bujur sangkar, atau persegi empat, dengan di las
pada semua titik pertemuannya.
Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain
batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian
(BJTD), yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus,
diberi sirip teratur dengan pola tertentu, atau batang tulangan yang dupilin pada
proses produksinya.
Pola permukaan yang dikasarkan atau pola sirip sangat beragam tergantung
pada mesin giling atau cetak yang dimilki oleh produsen, asal masih dalam
batas-batas spesifikasi teknik yang diperkenankan oleh standar. Baja tulangan polos
(26)
(BJTP) hanya digunakan untuk tulangan pengikat sengkang atau spiral, umumnya
diberi kait pada ujungnya.
Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam
perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan luluh (fy) dan modulus
elastisitas (E
s). Tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui prosedur
pengujian standar sesuai SII 0136-80 dengan ketentuan bahwa tegangan luluh adalah
tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan
peningkatan regangannya. Di dalam perencanaan atau analisis beton bertulang
umumnya nilai tegangan luluh baja tulangan diketahui atau ditentukan pada awal
perhitungan.
Di samping usaha standarisasi yang telah dilakukan oleh masing-masing
negara produsen baja, kebanyakan produksi baja tulangan beton pada dewasa ini
masih berorientasi pada spesikasi teknis yang ditetapkan ASTM. Di Indonesia
produksi baja tulangan dan baja-struktur telah diatur sesuai dengan Standar Industri
Indonesia, anatara lain dengan SII 0136-80 dan SII 318-80.
Modulus elastisitas baja tulanngan ditentukan berdasarkan kemiringan awal
kurva tegangan-regangan di daerah elastik dimana antara mutu baja yang satu dengan
lainnya tidak banyak bervariasi. Ketentuan SK SNI T-15-1991-03 menetapkan
bahwa nilai modulus elastisitas baja adalah 200.00 MPa.
Menurut SII 0136-80, dilakukan pengelompokan baja tulangan untuk beton
bertulang seperti tertera pada tabel sebagai berikut:
(27)
Tabel 2.1. Jenis dan Kelas Baja Tulangan Sesuai SII 0136-80
JENIS
KELAS SIMBOL BATAS ULUR
MINIMUM
N/mm
2( kgf/mm
2)
KUAT TARIK
MINIMUM
N/mm
2( kgf/mm
2)
polos
1
2
BJTP24
BJTP30
235(24)
294(30)
382(39)
480(49)
deformasian 1
2
3
4
5
BJTD24
BJTD30
BJTD35
BJTD40
BJTD50
235(24)
294(30)
343(35)
392(40)
490(50)
382(39)
480(49)
490950)
559(57)
610(63)
II.3 Workabilitas
Kekentalan (konsisitensi) adukan beton harus disesuaikan dengan cara
transport, cara pemadatan, jenis konstruksi yang bersangkutan, dan kerapatan dari
tulangan. Kekentalan tersebut bergantung pada beberapa hal antara lain:
1.
Jumlah dan jenis semen
2.
Nilai faktor air semen
3.
Jenis dan susunan butir dari agregat
4.
Penggunaan bahan-bahan pembantu
(28)
Tabel 2.2. Jumlah Semen Minimum dan Nilai Faktor Air Semen Maksimum
Jumlah semen
minimum per m
3beton (kg)
Nilai faktor
Air
maksimum
Beton di dalam ruang bangunan:
a.
Keadaan keliling non-korosif
b.
Keadaan keliling korosif disebabkan oleh
kondensasi atau uap-uap korosif
Beton di luar ruang bangunan:
a.
Tidak terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung
b.
Terlindung dari hujan dan terik matahari
langsung
Beton yang masuk ke dalam tanah:
a.
Mengalami keadaan basah dan kering
berganti-ganti
b.
Mendapat pengaruh sulfat alkali dari tanah
atau air tanah
Beton yang kontinu berhubungan dengan air:
a.
Air tawar
b.
Air laut
275
325
325
275
325
375
275
375
0,60
0,52
0,60
0,60
0,55
0,52
0,57
0,52
Kekentalan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump. Adukan
beton untuk keperluan pengujian slump ini harus diambil langsung dari mesin
(29)
pengaduk dengan menggunakan ember atau alat lain yang tidak menyerap air. Bila
dianggap perlu, adukan beton diaduk lagi sebelum diadakan pengujian tersebut.
Untuk mencegah penggunaan adukan beton yang terlalu kental atau terlalau
encer, dianjurkan untuk menggunakan nilai-nilai slump yang terletak dalam
batas-batas yang ditunjukkan dalam tabel 2.3.
Table 2.3. Nilai-Nilai Slump Untuk Berbagai Pekerjaan Beton
uraian
Slump
maksimum
Slump
minimum
Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak
bertulanng
Pondasi telapak tidak bertulang, kaison, dan
konstruksi di bawah tanah
Pelat, balok, kolom, dan dinding
Pengerasan jalan
Pembetonan masal
12,5
9,0
15,0
7,5
7,5
5,0
2,5
7,5
5,0
2,5
II.4 Bahan Penyusun Beton
II.4.1 Agregat Halus
Pasir adalah salah satu dari bahan campuran beton yang diklasifikasikan
sebagai agregat halus. Yang dimaksud dengan agregat halus adalah agregat yang
lolos saringan no.8 dan tertahan pada saringan no.200. Pasir merupakan bahan
tambahan yang tidak bekerja aktif dalam proses pengerasan, walaupun demikian
kualitas pasir sangat berpengaruh pada beton.
(30)
Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1.
Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-
butir harus bersifat kekal, dan tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca
seperti hujan atau terik matahari.
2.
Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih besar dari 5 %
(ditentukan terhadap berat kering). Yang dimaksud dengan lumpur adalah
bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar
lumpur melampaui 5 %, maka agregat harus dicuci terlebih dahulu.
3.
Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu
banyak dan harus dibuktikan dengan percobaan warna dari
Abrams-Harder (dengan larutan NaOH). Agregat halus yang tidak memenuhi
percobaan ini dapat juga dipakai, asal kekuatan tekan adukan agregat
tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari tidak kurang dari 95 % dari kekuatan
adukan agregat yang sama tetapi dicuci dalam 3 % NaOH yang kemudian
dicuci hingga bersih dengan air pada umur yang sama.
4.
Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya
dan apabila diayak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
sisa di atas ayakan 4 mm harus minimum 2 % berat
sisa di atas ayakan 1 mm harus minimum 10 % berat
sisa ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80 % dan 95 % berat
5.
Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu
beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan
bahan-bahan yang diakui.
(31)
6.
Butiran agregat halus berdiameter 0.075 mm hingga 4 mm.
Derajat kehalusan suatu agregat ditentukan oleh modulus kehalusan
(Fineness Modulus) dengan batasan-batasan sebagai berikut:
Pasir Halus
: 2,20 < FM < 2,60
Pasir Sedang : 2,60
≤
FM < 2,90
Pasir Kasar
: 2,90
≤
FM
≤
3,20
Adapun agregat halus yang dikategorikan baik berdasarkan persen lolosnya
adalah berdasarkan tabel 2.4. di bawah ini.
Table 2.4. Persentase Lolos Agregat Halus
Diameter ayakan
(mm)
% lolos
9,52
4,76
2,38
1,19
0,60
0,30
0,15
100
95-100
85-100
50-85
25-60
10-30
2-10
II.4.2 Agregat Kasar
Agreagat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil
disintergrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dair alat
pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan
di ayakan 4,76 mm. Pada umumnya yang dimaksudkan dengan agregat kasar adalah
agregat dengan besar butir lebih dari 5 mm.
(32)
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1.
Agregat kasar adalah agregat dengan besar butiran lebih dari 5 mm. Sesuai
dengan syarat-syarat pengawasan mutu agregat untuk berbagai mutu beton
maka agregat kasar harus memenuhi syarat.
2.
Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.
Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai apabila
jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melampaui 20 % dari berat agregat
seluruhnya. Butir-butir kasar harus bersifat kekal yang berarti tidak pecah
atau hancur akibat pengaruh cuaca seperti hujan dan terik matahari.
3.
Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 % (ditentukan
terhadap berat kering).Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian
yang dapat melalui/lolos ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui
1 %, maka agregat kasar harus dicuci.
4.
Agregat kasar tidak boleh mengandung bahan-bahan yang dapat merusak
beton, seperti zat-zat yang aktif terhadap alkali.
5.
Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan mesin pengaus Los
Angeles dimana tidak boleh terjadi kehilangan berat melebihi 5 %.
6.
Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam dan apabila
diayak, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Sisa di atas ayakan 31,5 mm harus 0 % berat.
Sisa di atas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90 % dan 98 %.
Selisih antara sisa-sisa kumulatif ayakan yang berurutan adalah
maksimum 60 % dan minimum 10 % dari berat.
(33)
7.
Berat butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara
bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal plat atau 3/4 dari jarak
bersih minimum di antara batang-batang atau berkas tulangan. Penyimpangan
dari batasan ini diijinkan apabila menurut pengawas ahli, cara pengecoran
beton adalah sedemikian rupa sehingga menjamin tidak terjadinya
sarang-sarang kerikil.
Batasan Modulus kehalusan kerikil : 5,5
≤
FM
≤
7,5.
Table 2.5 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar
Ukuran
lubang
ayakan (mm)
Persentasse loloa
kumulatif (%)
38,10
19,10
9,52
4,75
95-100
35-70
10-30
0-5
II.5 Semen
II.5.1 Uraian Umum
Semen berasal dari kata cement dalam bahasa asing/inggris yang berarti
pengikat/perekat. Perkataan cement itu sendiri diambil dari kata latin cementum yaitu
nama yang diberikan kepada batu kapur yang serbuknya telah dipergunakan sebagai
bahan adukan (mortar) lebih dari 2.000 tahun yang lalu di negara Italia.
Dalam perkembangannya, arti perkataan cement mengalami sedikit
perubahan, misalnya pada abad pertengahan diartikan sebagai segaala macam bahan
pengikat perekat seperti rubber cement, termasuk pula portland cement.
(34)
Semen adalah hydraulic binder (perekat hidraulis) yang berarti bahwa
senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi dengan
air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan.
Oleh karena sifat hidraulis tersebut, maka semen bersifat:
Dapat mengeras jika dicampur dengan air
Tidak larut dalam air
Hydraulic binder misalnya: portland cement, blended cement, high alumunia
cement dan sebagainya. Di samping hidraulic binder, juga dikenal non-hidraulic
binder misalnya lime.
Sejak berabad-abad kandungan lime merupakan perekat klasik dalam
bangunan yang dibuat dengan memanaskan limestone pada suhu 850
℃
. Kandungan
CaCO
3dari limestone akan melepaskan CO
2dan menghasilkan burnt lime atau quick
lime (CaO). Produk ini bereaksi dengan cepat dengan air menghasilkan Ca(OH)
2dalam butir yang halus dan selanjutnya Ca(OH)
2ini akan bereaksi dengan CO
2dari
udara dan mengeras menjadi CaCO
3kembali dan juga bereaksi dengan
senyawa-senyawa silikat yang menghasilkan senyawa-senyawa calcium silicate hydrate yang bersifat
sebagai perekat batuan.
Adapun bahan baku pembuatan semen adalah :
Batu Kapur
• Batu kapur merupakan komponen yang banyak mengandung CaCO3
dengan sedikit tanah liat, Magnesium Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa
oksida lainnya.
(35)
• Senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur berwarna abu-abu
hingga kuning
Tanah Liat
• Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat
Hidrat
• Klasifikasi senyawa alumina silikat berdasarkan kelompok mineral yang
dikandungnya :
– Kelompok Montmorilonite
• Meliputi : Monmorilosite, beidelite, saponite, dan nitronite
– Kelompok Kaolin
• Meliput i : kaolinite, dicnite, nacrite, dan halaysite
– Kelompok tanah liat beralkali
• Meliputi : tanah liat mika (ilite)
Pasir Besi dan Pasir Silikat
• Bahan ini merupakan bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw
Mix)
• Digunakan sebagai pelengkap komponen kimia esensial yang diperlukan
untuk pembuatan semen
• Pasir silika digunakan untuk menaikkan kandungan SiO2
• Pasir Besi digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw
Mix
(36)
Gypsum ( CaSO4. 2 H2O )
• Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari
semen
• Hilangnya kristal air pada gipsum menyebabkan hilangnya atau
berkurangnya sifat gipsum sebagai retarder.
Kandungan kimia yang ada dalam semen antara lain:
* Trikalsium Silikat
* Dikalsium Silikat
* Trikalsium Aluminat
* Tetrakalsium Aluminofe
* Gipsum
Langkah utama proses produksi semen adalah:
1.
Penggalian/Quarrying
Terdapat dua jenis material yang penting bagi produksi semen: yang pertama
adalah yang kaya akan kapur atau material yang mengandung kapur (calcareous
materials) seperti batu gamping, kapur, dll., dan yang kedua adalah yang kaya
akan silika atau material mengandung tanah liat (argillaceous materials) seperti
tanah liat. Batu gamping dan tanah liat dikeruk atau diledakkan dari penggalian
dan kemudian diangkut ke alat penghancur.
2.
Penghancuran
Penghancur bertanggung jawab terhadap pengecilan ukuran primer bagi material
yang digali.
(37)
3.
Pencampuran Awal
Material yang dihancurkan melewati alat analisis on-line untuk menentukan
komposisi tumpukan bahan.
4.
Penghalusan dan Pencampuran Bahan Baku
Belt conveyor mengangkut tumpukan yang sudah dicampur pada tahap awal ke
penampung, dimana perbandingan berat umpan disesuaikan dengan jenis klinker
yang diproduksi. Material kemudian digiling sampai kehalusan yang diinginkan.
5.
Pembakaran dan Pendinginan Klinker
Campuran bahan baku yang sudah tercampur rata diumpankan ke pre-heater,
yang merupakan alat penukar panas yang terdiri dari serangkaian siklon dimana
terjadi perpindahan panas antara umpan campuran bahan baku dengan gas panas
dari kiln yang berlawanan arah. Kalsinasi parsial terjadi pada pre
‐
heater ini dan
berlanjut dalam kiln, dimana bahan baku berubah menjadi agak cair dengan sifat
seperti semen. Pada kiln yang bersuhu 1350-1400°C, bahan berubah menjadi
bongkahan padat berukuran kecil yang dikenal dengan sebutan klinker, kemudian
dialirkan ke pendingin klinker, dimana udara pendingin akan menurunkan suhu
klinker hingga mencapai 100 °C.
6.
Penghalusan Akhir
Dari silo klinker, klinker dipindahkan ke penampung klinker dengan dilewatkan
timbangan pengumpan, yang akan mengatur perbandingan aliran bahan terhadap
bahan-bahan aditif. Pada tahap ini, ditambahkan gipsum ke klinker dan
diumpankan ke mesin penggiling akhir. Campuran klinker dan gipsum untuk
semen jenis 1 dan campuran klinker, gipsum dan pozzolan untuk semen jenis P
(38)
dihancurkan dalam sistem tertutup dalam penggiling akhir untuk mendapatkan
kehalusan yang dikehendaki. Semen kemudian dialirkan dengan pipa menuju silo
semen.
Jenis-jenis semen antara lain:
Semen Portland (Portland Cement)
Semen portland ini merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dengan jalan
menghaluskan terak yang mengandung senyawa-senyawa kalsium silikat dan
biasanya juga mengandung satu atau lebih senyawa-senyawa calsium sulphat yang
ditambahkan pada penggilingan akhir. Semen portland adalah semen yang
diperoleh dengan menghaluskan terak yang terutama terdiri dari silikat-silikat,
calsium yang bersifat hidrolis bersama bahan tambahan biasanya gypsum.
Tipe-tipe semen portland yaitu:
1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Indonesian Standard : SNI 15-2049-2004
American Standard : ASTM C 150-04a
European Standard : EN 197-1:2000
Semen Portland tipe ini digunakan untuk segala macam konstruksi apabila tidak
diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya tahan terhadap sulfat, panas hidrasi, dan
sebagainya. Semen ini mengandung 5 % MgO dan 2,5 -3% SO3.
2. Tipe II (Moderate Heat Portland Cement)
Indonesian Standard : SNI 15-7064-2004
American Standard : ASTM C 150-04a
(39)
Semen ini digunakan untuk bahan konstruksi yang memerlukan sifat khusus tahan
terhadap sulfat dan panas hiderasi yang sedang, biasanya digunakan untuk daerah
pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Semen ini mengandung 20% SiO2, 6 %
Al2O3, 6% Fe2O3, 6% MgO, dan 8% C3A.
3. Tipe III (High Early Strength Portland Cement)
Semen ini merupakan semen yang digunakan biasanya dalam keadaan-keadaan
darurat dan musim dingin. Digunakan juga pada pembuatan beton tekan. Semen
ini memiliki kandungan C3S yang lebih tinggi dibandingkan semen portland tipe I
dan tipe II sehingga proses pengerasan terjadi lebih cepat dan cepat mengeluarkan
kalor. Semen ini tersusun dari 3,5-4% Al2O3, 6% Fe2O3, 35% C3S, 6% MgO,
40% C2S dan 15% C3A.
4. Tipe IV (Low Heat Portland Cement)
Semen tipe ini digunakan pada bangunan dengan tingkat panas hiderasi yang
rendah misalnya pada bangunan beton yang besar dan tebal, baik sekali untuk
mencegah keretakan. Low Heat Portland Cement ini memiliki kandungan C3S
dan C3A lebih rendah sehingga kalor yang dilepas lebih rendah. Semen ini
tersusun dari 6,5 % MgO, 2,3 % SO3, dan 7 % C3A.
5. Tipe V (Super Sulphated Cement)
Indonesian Standard : SNI 15-2049-2004
American Standard : ASTM C 150-04a
Semen yang sangat tahan terhadap pengaruh sulphat misalnya pada tempat
pengeboran lepas pantai, pelabuhan, dan terowongan. Komposisi komponen
(40)
utamanya adalah slag tanur tinggi dengan kandungan aluminanya yang tinggi, 5%
terak portland cement , 6 % MgO, 2,3 % SO3, dan 5 % C3A.
Semen portland pozolan
Adalah suatu semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara
semen portland dengan pozolan halus, yang di produksi dengan menggiling
klinker semen portland dan pozolan bersama-sama, atau mencampur secara
merata bubuk semen portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara
menggiling dan mencampur, dimana kadar pozolan 6 % sampai dengan 40 %
massa semen portland pozolan. Semen ini mengandung senyawa silika dan
alumina dimana bahan pozzolona sendiri tidak memiliki sifat seperti semen, akan
tetapi bentuk halusnya dan dengan adanya air, senyawa-senyawa tersebut
membentuk kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidraulis. Bahan pozzolan
tersusun atas 45-72 % SiO2, 10-18 % Al2O3, 1-6 % Fe2O3, 0,5-3 % MgO,
0,3-1,6 % SO3.
Semen portland komposit
Indonesian Standard : SNI 15-7064-2004
European Standard : EN 197-1:2000 (42.5 N & 42.5 R)
PCC (Portland Composite Cement) digunakan untuk bangunan-bangunan pada
umumnya, sama dengan penggunaan Semen Portland Jenis I dengan kuat tekan
yang sama. PCC mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah selama proses
pendinginan dibandingkan dengan Semen Portland Jenis I, sehingga
pengerjaannya akan lebih mudah dan menghasilkan permukaan beton/plester yang
lebih rapat dan lebih halus.
(41)
Semen portland komposit adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan
bersama-sama terak semen portland dan gips dengan satu atau lebih bahan
anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk
bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi
(blast furnace slag), pozolan, senyawa silikat, batu kapur, dengan kadar total
bahan anorganik 6% - 35 % dari massa semen portland komposit.
Semen portland komposit dapat digunakan untuk konstruksi umum seperti:
pekerjaan beton, pasangan bata, selokan, jalan, pagar dinding dan pembuatan
elemen bangunan khusus seperti beton pracetak, beton pratekan, panel beton, bata
beton (paving block) dan sebagainya.
Semen Trass
Semen Trass adalah Semen yang dihasilkan dengan menggiling campuran antara
60 % – 80 % trass atau tanah yang berasal dari debu gunung berapi yang serupa
dengan pozzolon dengan menambah CaSO4.
Semen Alumina (Alumina Cement)
Pembuatan semen alumina kadar alumina 50-60% pemakaiannya lebih luas
dibanding semen fondu atau semen alumina putih, karena suhu aplikasinya
moderat (1400-1600 0C) dan pembakarannya tidak sampai melebur sempurna.
Komposisi campuran bauksit dan batu kapur dihitung berdasarkan perbandingan
antara kadar Al2O3 dan CaO dalam campuran (harga sekitar 1-3,54),
perbandingan itu mempengaruhi sifat thermal dalam proses pembakaran kalsium
oksida.
(42)
Komposisi bahan baku bauksit (57,5-62,5%) dan kapur padam (37,7-42,5%)
setelah dibakar pada suhu 1400 0C, menghasilkan semen alumina dengan
komponen dominan mineral calsium aluminate (CA), sifat utamanya kecepatan
hidrasi cukup baik yaitu waktu ikat awal kurang dari 6 jam dan waktu ikat akhir
kurang dari 2 jam, kekuatan ikatan dengan air masih kurang tinggi, kadar alumina
dalam semen 47,64-55,30% dengan temperatur lunak 1400-1490 0C.
Perbaikan sifat-sifat semen alumina hasil penelitian diperkirakan masih dapat
ditingkatkan dengan menaikkan suhu sintering antara 1400-1450 0C, dan
memperlambat waktu pendinginan agar pertumbuhan kristal mineral CA dalam
semen dapat dipercepat.
Komponen lain yang terbentuk dapat mempengaruhi sifat semen ketika bercampur
dengan air, yaitu Cl2A7 (mudah terhidrasi dan pengikatan terhadap air sangat
cepat), CA2 (semen menjadi sangat lambat terhidrasi pada suhu kamar dan
menjadi cepat bila terdapat slurry kapur/larutan yang pHnya tinggi), C2S
(menghambat kecepatan pengikatan air bila kadar SiO2 dalam massa campuran
bauksit-kapur >5%), C4AF atau C6AF (memperlambat kecepatan hidrasi, terjadi
bila kadar SiO2 dalam campuran bauksit-kapur <5%).
Semen Slag (Slag Cement)
Semen slag ini dikenal 2 macam tipe, yaitu
1. Eisen portland cement
Yaitu semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran 60% terak portland dan
40 % butir-butir slag tanur tinggi.
(43)
Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran yang mengandung 15 – 19 %
terak portland cement dan 41 – 85 % butir –butir slag dengan penambahan
CaSO4.
Semen Alami (Natural Cement)
Semen alam ini dihasilkan dari kerang batu kapur yang mengandung tanah liat
seperti komposisi semen di alam. Material ini dibakar sampai suhu pelelehannya
hingga menghasilkan terak. Kemudian terak tersebut digiling menjadi semen yang
halus. Dalam pemakaiannya dicampur dengan semen portland.
Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)
American Standard : API Spec 10A Class G-HSR
Oil Well Cement (OWC) digunakan untuk penyekat pada pengeboran sumur
minyak. Oleh karenanya semen jenis ini juga disebut semen sumur minyak.
Sumur-sumur minyak atau gas dibuat dengan mengebor lubang ke dalam tanah /
bumi dengan kedalaman ratusan sampai dengan 20.000 kaki (sekitar 7.000 meter).
Pipa besi yang disebut casing ditempatkan pada lubang sumur dan semen
dipompa ke bawah melalui pipa tsb.
Sewaktu semen terpompa keluar melalui dasar casing tsb. dan kembali ke
permukaan melalui bagian luar casing, ia akan membentuk ikatan kritis antara
bagian luar casing dengan dinding sumur yang telah dibor. Ikatan ini akan
melindungi minyak, gas dan air bawah tanah sehingga tidak bercampur di dalam
sumur tsb.
Kekokohan semen tergantung pada serangan sulfat dengan kadar, suhu dan
tekanan yang tinggi selama proses pemompaan berlangsung. Dikarenakan
(44)
keharusan waktu pemekatan yang ketat, maka OWC diproduksi dengan standar
mutu yang ketat sesuai dengan standar API (American Petroleum Institute).
Semen ini digunakan pada temperatur dan tekanan tinggi, sering dijumpai pada
penggunaan pengeboran minyak atau digunakan untuk pengeboran air tanah
artesis. Semen ini merupakan semen portland yang dicampur dengan retarder
untuk memperlambat pengerasan semen seperti lignin, asam borat, casein, dan
gula.
Semen Masonry
Semen Masonry dibuat dengan menggiling campuran terak semen portland
dengan batu kapur, batu pasir, atau slag dengan perbandingan 1 : 1. Semen ini
digunakan untuk plesteran, pemasangan bata, dan keramik.
Semen Portland Putih
Indonesian Standard : SNI 15-0129-2004
American Standard : ASTM C 150-04a
White Portland Cement (WPC) / Semen Portland Putih merupakan jenis semen
bermutu tinggi. Semen Portland Putih terutama digunakan untuk keperluan
pekerjaan-pekerjaan arsitektur, precast dan beton yang diperkuat dengan fiber,
panel, permukaan teraso, stucco, cat semen, nat ubin / keramik serta struktur yang
bersifat dekoratif.
Semen Portland Putih dibuat dari bahan-bahan baku pilihan yang rendah
kandungan besi dan magnesium oksidanya (bahan-bahan tsb. menyebabkan semen
berwarna abu-abu). Derajat keputihannya diukur menurut standar yang
berbeda-beda, namun mutu Semen Portland Putih ITP mencapai angka sekitar 85 dengan
(45)
menggunakan metode Kett C-1. Semen Portland Putih dapat juga digunakan
untuk proses konstruksi pada umumnya dan saat ini merupakan satu-satunya
Semen Portland Putih produksi dalam negeri.
Portland cement yang memiliki warna keabu-abuan, warna ini disebabkan oleh
kandungan oksida silika pada portland cement tersebut. Jika kandungan oksida
silika tersebut dikurangi 0,4 %, maka warna semen portland berubah menjadi
warna putih.
II.5.2 Portland Cement
Portland cement adalah perekat hidraulis yang dihasilkan dari penggilangan
klinker yang kandungan utamannya calcium silicate dan satu atau dua buah bentuk
calcium sulfat sebagai bahan tambahan.
II.5.2.1 Hidrasi Semen
Kandungan utama dari portland cement adalah
Tabel 2.6 Kandungan Utama Portland Cement
Rumus Kimia
Nama
Simbol
3CaO.SiO
2Tricalcium silicate = alite
C
3S
2CaO.SiO
2Dicalcium silicate = belite
C
2S
3CaO.Al
2O
3Tricalcium aluminate = inter stitial phase
C
3A
4CaO.Al
2O
3.Fe
2O
3Tetra calcium alumino ferrite = phase stitial C
4AF
CaSO.2H
2O
gypsum
Apabila air ditambahkan ke dalam portland cement, maka terjadilah reaksi
antara komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan hidrasi. Reaksi
hidrasi tersebut menghasilkan senyawa-senyawa hidrat.
(46)
Senyawa hidrat terdiri dari:
1.
Calcium silicate hydrate + Ca(OH)
22.
Calcium aluminate hydrate (3Cao.Al
2O
3.3H
2O)
3.
Calcium sulfuric aluminate hydrate (3Cao.Al
2O
3.3CaSO
4.3H
2O)
4Yang semuanya dalam bentuk cement gel.
Gambar 2.1 Reaksi Hidrasi Portland Cement
Portland Cement Portland Cement Hydrates
3CaO.SiO
2) + H
2O
3CaO.2SiO
2.3H
2O + Ca(OH)
22CaO.SiO
2)
calcium silicate hydrate
calcium hydrate
3CaO.Al
2O
33CaO.Al
2O
3.6H
2O
CaSO
4.2H
2O
3CaO.Al
2O
3.3CaSO
4.31H
2O
ettringite
(47)
II.5.2.2 Setting (Pengikatan) dan Hardening (Pengerasan)
II.5.2.2.1 Mekanisme Terjadinya Setting Dan Hardening
Pada pencampuran dengan air, maka senyawa-senyawa klinker segera
terhidrasi, seperti ditunjukkan pada gambar 1.
C3A akan bereaksi paling cepat menghasilkan 3CaO.2SiO
2.3H
2O senyawa
ini membentuk gel yang bersifat cepat set (kaku) sehingga ia akan mengontrol sifat
setting time. Tetapi 3CaO.2SiO
2.3H
2O akan bereaksi dengan gypsum yang segera
membentuk etteringite yang akan membungkus permukaan 3CaO.2SiO
2.3H
2O dan
3CaO.Al
2O
3, sehingga reaksi hidrasi dari 3CaO.Al
2O
3akan dihalangi dan proses
setting akan dicegah. Namum demikian lapisan etteringite pembungkus tersebut
karena suatu fenomena osmosis, ia pecah, dan reaksi hidrasi C
3A akan terjadi lagi.
Tetapi segera pula akan terbentuk etteringite baru yang akan membungkus
3CaO.Al
2O
3kembali. Proses ini akhirnya menghasilkan setting time. Makin banyak
etteringite yang terbentuk, maka setting time akan makin panjang. Oleh karena itulah
gypsum dikenal sebagai retarder. Dengan adanya gypsum, proses hidrasi di samping
menghasilkan cement gel juga terbentuk etteringite. Mekanisme proses setting
(pengikatan) dan hardening (pengerasan) ditunjukkan pada gambar 2.
Pada awal mula reaksi hidrasi tersebut akan menghasilkan pengendapan
Ca(OH)
2, etteringite dan C-S-H akan membentuk coating pada partikel sermen serta
etteringite akan membentuk coating pada 3CaO.Al
2O
3. hal ini akan mengakibatkan
reaksi hidrasi akan tertahan, periode ini disebut induction periode atau resting
periode atau dormant periode. Ini terjadi pada 1-2 jam dan selama itu pasata masih
(48)
tersebut dan segera reaksi hidrasi terjadi kembali dan initial set segera tercapai.
Selama periode beberapa jam, reaksi hidrasi dari 3CaO.SiO
2terjadi dan
menghasilkan C-H-S dengan volume lebih dari dua kali volume semen. C-H-S ini
akan megisi rongga dan membentuk titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Pada
tahap berikutnya terjadi konsentrasi dari C-H-S dan konsentrasi dari titik-titik kontak
yang akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen yang akhirnya pasta
menjadi kaku dan final setting dicapai dan proses pengerasan pun mulai terjadi
secara steady. Mekanisme terjadinya proses pengikatan (setting) dan pengerasan
(hardening) dapat disimpulkan, seperti pada gambar 2.
(49)
Gambar 2.2. Mekanisme Proses Pengikatan dan Pengerasan
Penambahan air
Proses Pasta plastis &
d h dib k
Final setting Initial setting
Hardening
Initial setting
Setting
Padat dan kaku & Final setting Pasta kaku & Dormant periode
(50)
II.5.2.2.2 Setting (Pengikatan)
Sifat set (pengikatan) pada adonan semen dengan air adalah dimaksudkan
sebagai gejala terjadinya kekakuan pada adonan tersebut.
Dalam prakteknya, sifat set ini ditunjukkan dengan waktu pengikatan (setting
time) yaitu waktu mulai dari adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan.
Dikenal ada dua macam setting time, yaitu:
Initial setting time (waktu pengikatan awal) ialah waktu mulai adonan
terjadi sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana adonan sudah
mulai tidak workable.
Final setting time (waktu pengikatan akhir) ialah waktu mulai adonan
terjadi sampai terjadi kekakuan penuh.
Pada umumnya setting time dipengaruhi beberapa hal berikut:
Kandungan C
3A
Makin besar kandungan C
3A cenderung akan menghasilkan setting
time yang makin pendek.
Kandungan gypsum (CaSO
4.2H
2O)
Makin besar kandungan CaSO
4.2H
2O di dalam semen, menghasilkan
setting time yang makin panjang.
Kehalusan
Makin halus partikel-partikel semen akan cenderung menghasilkan
setting time yang makin pendek.
(51)
Dalam praktek kadang-kadang dijumpai suatu kelainan dari sifat set, yaitu
terjadi kekakuan yang sangat cepat dari adonan semen, mortar, atau beton. Gejala ini
dikenal dengan early stiffining.
Ada dua macam gejala early stiffining, yaitu:
1.
False set (pengikatan semu)
Yaitu gejala terjadinya pengembangan sifat kekakuan dari adonan semen,
mortar, beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyak. Gejala tersebut
akan hilang dan sifat plastis akan dicapai kembali bila dilakukan pengadukan
lebih lanjut tanpa penambahan air.
False set terjadi karenna pada operasi penggilingan klinker dan gypsum
silaksanakan pada suhu operasi yang terlalu tinggi gehingga terjadi dehidrasi
(pelepasan air kristal) dari CaSO
4.2H
2O menjadi
CaSO
4.1,5H
2O.CaSO
4.0,5H
2O. Inilah yang menyebabkan terjadinya false set.
2.
Quick set atau flash set
Adalah gejala terjadinya pengembangan kekakuan yang terlalu cepat dari
adonan semen, mortar, atau beton dengan disretai pelepasan panas yang
cukup besar, dimana kekakuan ini tidak dapt dihilangkan dengan pengadukan
lebih lanjut tanpa penambahn air.
Quick set dapat disebabkan karena terlalu tingginya kadar C
3A dalam semen
relatif terhadap kadar CaSO
4.2H
2O. gejala ini dapat juga disebabkan oleh
terlalu halusnya partikel semen dan tingginya kadar C
3S.
(52)
II.5.3 Portland Pozzolan Cement
Portland pozzolan cement adalah suatu semen hidrolis yang terdiri dari
campuran yang homogen antara semen portland dengan pozolan halus, yang di
produksi dengan menggiling klinker semen portland dan pozolan bersama-sama, atau
mencampur secara merata bubuk semen portland dengan bubuk pozolan, atau
gabungan antara menggiling dan mencampur, dimana kadar pozolan 6 % sampai
dengan 40 % massa semen portland pozolan.
Sedangkan pozzolan adalah bahan yang mengandung silika atau senyawanya
dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen, akan tetapi dalam
bentuknya yang halus dan dengan adanya air, senyawa tersebut akan bereaksi secara
kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk senyawa yang
mempunyai sifat seperti semen.
Bahan pozzolan tersusun atas :
•
45 - 72 % SiO2
•
10 - 18 % Al2O3
•
1 - 6 % Fe2O3
•
0,5 - 3 % MgO
•
0,3 - 1,6 % SO3
Semen Portland Pozzolan terutama digunakan untuk jenis pekerjaan beton di
lingkungan agresif atau bangunan maritim, karena sifat kekedapannya yang baik dan
mempunyai ketahanan terhadap serangan sulfat. Yang termasuk ke dalam kategori
ini adalah :
(53)
Konstruksi beton massa yang membutuhkan panas hidrasi rendah,
seperti bendungan.
Bangunan yang memerlukan kekedapan air yang tinggi, seperti
bangunan sanitasi dan bangunan penampung air..
Bangunan-bangunan yang berhubungan langsung dengan zat asam
dan sulfat seperti saluran air, cerobong asap, pabrik-pabrik pembuatan
zat kimia, dan lain-lain.
Adapun sifat-sifat beton dengan adanya pozzolan ini adalah
1.
Mengurangi jumlah air yang digunakan
2.
Panas hidrasi rendah
3.
Mempunyai pori-pori yang kecil, sehingga beton lebih kedap
4.
Penyusutan yang relatif kecil, sehingga dapat menghindari retak rambut
Jenis dan penggunaan antara lain sebagai berikut:
1.
Jenis IP-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
semua tujuan pembuatan adukan beton
2.
Jenis IP-K yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
semua tujuan pembuatan adukan beton, semen untuk tahan sulfat sedang dan
panas hidrasi sedang
3.
Jenis P-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi
(54)
4.
Jenis P-K yaitu semen porland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi, serta
untuk tahan sulfat sedang dan panas hidrasi rendah
Tabel di bawah ini memberikan syarat kimia dan fisik dari jenis IP-U, IP-K,
P-U, P-K.
Tabel 2.7. Syarat Kimia Jenis IP-U, IP-K, P-U, P-K
No Jenis uji
Satuan IP-U
IP-K
P-U
P-K
1
MgO
%
Maks 6,00 Maks 6,00 Maks 6,00 Maks 6,00
2
SO
3%
Maks 4,00 Maks 4,00 Maks 4,00 Maks 4,00
3
Hilang pijar %
Maks 5,00 Maks 5,00 Maks 5,00 Maks 5,00
Tabel 2.8 Syarat Fisik IP-U, IP-K, P-U, P-K
No Jenis uji
Satuan
IP-U
IP-K
P-U
P-K
1
Kehalusan dengan alat
blaine
m
2/kg
Min
280
Min
280
Min
280
Min
280
2
Kekekalan dengan
autoclave
•
Pemuaian
•
penyusutan
%
%
Maks
0,80
Maks
0,20
Maks
0,80
Maks
0,20
Maks
0,80
Maks
0,20
Maks
0,80
Maks
0,20
4
Panas hidrasi
•
umur 7 hari
•
umur 28 hari
Kal/g
Kal/g
-
-
Maks
70
Maks
80
-
-
Maks
60
Maks
70
5
Kandungan udara dari
mortar
%
volume
Maks
12
Maks
12
Maks
12
Maks
12
6
Kuat tekan
•
umur 3 hari
•
umur 7 hari
•
umur 28 hari
Kg/cm
2Kg/cm
2Kg/cm
2Min
125
Min
200
Min
250
Min
110
Min
165
Min
205
-
Min
115
Min
215
-
Min 90
Min
175
(55)
Dalam penelitian ini digunakan portland pozzolan cement produksi PT.
Semen Padang, dimana jenis semen ini telah memenuhi SNI 15-2049-94 tipe IP-U
dan IP-K dan ASTM C 595 M-95a tipe IP & IP (MS).
Portland pozzolan cement ini digunakan untuk semua jenis tujuan pembuatan
adukan beton, untuk ketahanan terhadap serangan sulfat dan panas hidrasi sedang
seperti pembuatan bendungan dam, bangunan tepi pantai.
II.6 Pengaruh Kualitas Semen terhadap Kekuatan Tekan Beton
II.6.1 Kehalusan Semen
Makin halus semen/partikel-partikel semen, akan menghasilkan kekuatan
tekan yang tinggi. Hal ini karena makin luasnya permukaan yang bereaksi dengan air
dan kontak dengan agregat
II.6.2 Komposisi Kimia
1.
C
3S dan C
2S
C
3S memberikan konstribusi yang besar pada perkembangan kekuatan awal,
sedangakan C
2S memberikan konstribusi kekuatan pada umur yang lebih
panjang.
2.
C
3A
C
3A mempengaruhi kekuatan tekan sampai pada tingkat tertentu pada umur
28 hari dan pengaruh ini makin kecil sampai pada nol umur setelah satu atau
dua tahun.
(56)
3.
C
4AF
C
4AF tidak mempengaruhi kekuatan tekan terlalu banyak.
4.
MgO
MgO tidak memberikan konstribusi yang berarti pada perkembangan
kekuatan tekan. Bahkan akan mengakibatkan ekspansi yang halus, berupa
retak-retak rambut, apabila kandungan MgO dalam semen cukup tinggi.
II.7 Panas Hidrasi
Reaksi hidrasi komponen-kmoponen semen dengan air adalah eksotermis dan
panas yang dilepaskan per satun berat disebut panas hidrasi. Tabel 2.9 menunjukkan
besarnya panas hidrasi dari komponen-komponen semen.
Tabel 2.9. Panas Hidrasi Dari Komponen-Komponen Semen Dalam J/G
Komponen 3 hari 7 hari 28 hari 90 hari 1 thn 6,5 thn
C
3S
244
222
377
436
490
490
C
2S
40
42
105
176
226
222
C
3A
888
1559
1378
1303
1169 1374
C
4AF
289
494
494
410
377
465
Dari tabel terlihat bahwa semen yang lebih banyak mengandung C
3S dan C
3A
akan bersifat mempunyai panas hidrasi yang lebih tinggi dan sebaliknya. Panas
hidrasi dari portland cement bervariasi dari 420 j/g sampai 500 j/g.
(57)
II.8 Ketahanan Beton
Ketahanan beton terhadap pengaruh yang merusak oleh kondisi sekitarnya
hingga beton tidak mengalami kerusakan ( menimbulkan penurunan kekuatan tekan)
adalah dimaksudkan sebagai durability of concrete. Umumnya kerusakan pada beton
di daerah-daerah tropis disebabkan oleh pengaruh asam, pengaruh sulfat dan abrasi.
II.8.1 Beton pada Pengaruh Asam dari Sekitarnya
Beton dari portland cement dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh asam
dari sekitarnya. Umumnya serangan oleh asam pada beton adalah dengan merubah
konstituen-konstituen semen yang tidak larut dalam air mrnjadi senyawa-senyawa
yang larut dalam air. Misalnya asam chlorida (HCl) merubah calcium silicate
hydrate, calcium aluminate hydrate, calcium alumina ferryte hydrate dan Ca(OH)
2menjadi CaCl
2, AlCl
3, dan FeCl
3.
Dalam hal ini, tingkat keasaman menentukan tingkat agresifitas dari serangan
tersebut. Tingkat keasaman yang dapat merusak tersebut diperkirakan adalah pada
pH di bawah 6. Akan tetapi bila keasaman air disebabkan oleh pelarutan CO
2maka
dengan pH di atas 6,5 juga dapat terjadi perusakan pada beton.
Bahkan juga dijumpai dalam air yang netral (pH = 7) juga terjadi perusakan
beton. Dalam hal ini pH tidak dapat dipakai sebagai parameter yang dapat
menerangkan tingkat agresifitas dari serangan asam tersebut, karena apabila tingkat
hardness (kesadahan) cukup tinggi maka pada pH sampai dengan 7,5 tingkat agresif
dari serangan asam tersebut sudah cukup besar.
Serangan asam tersebut terjadi karena carbondioxida bereaksi dengan
(58)
yang tidak larut dalam air. Pembentukan calcium carbonat ini sebenarnya tidak
menimbulkan perusakan, akan tetapi proses berikutnya adalah larutan carbondioxida
dalam air akan bereaksi dengan calcium carbonat akan membentuk calcium
bicarbonat yang bersifat larut dalam air.
Ca(OH)
2+ CO
2CaCO
3Calcium hydroxida calcium oxida calcium carbonat
CaCO
3+ CO
2+ H
2O
Ca(HCO
3)
2Calcium bicarbonat
Disarankan untuk kondisi pada pH sampai dengan 6, maka beton harus
diberikan suatu proteksi khusus atau dipakai high alumina cement atau super sulfated
cement. Serangan asam pada pH di atas 6 dapat diatasi dengan memperapat beton
yaitu dengan memeperkecil W/C ratio sampai 0,45-0,50.
II.8.2 Beton pada Pengaruh Sulfat dari Sekitarnya
II.8.2.1 Mekanisme Serangan Sulfat terhadap Beton
Bermacam-macam senyawa sulfat umumnya dapat menyerang beton dengan
hebatnya kecuali barium sulfat (barytes) yang bersifat tidak larut dalam air oleh
karena tidak agresif. Bahkan barytes dapat dipakai sebagai agregat untuk
pembetonan pada konstruksi-konstruksi berat untuk reaktor-reaktor atom dan
konstruksi-konstruksi yang sejenis karena barytes dapat memperbaiki sifat-sifat
kekedapan yang dapat mencegah radiasi.
Sulfat bereaksi dengan calcium hydroxida dan juga dengan calcium
(59)
dan menyebabkan terjadi ekspansi. Pada pengaruh sulfat yang kontinue ekspansi
tersebut akan menimbulkan keretakan yang dapat mengakibatkan kehancuran dari
beton.
Alkali sulfat bereaksi dengan free calcium hydroxida membentuk gypsum.
Ca(OH)
2+ Na
2SO
4+ 2H
2O CaSO
4.2H
2O + 2NaOH
Dan gypsum akan bereaksi dengan calcium aluminate hydrate membentuk ettringite
yang memiliki volume yang lebih besar.
3CaSO
4.2H
2O + 4CaO.Al
2O
3.19H
2O + 7H
2O
3CaO.Al
2O
3.CaSO
4.31H
2O + Ca(OH)
2Ettringite
II.8.2.2 Intensitas Serangan Sulfat
Intensitas serangan sulfat tidak hanya ditentukan olek kadar sulfatnya saja,
tetapi juga oleh faktor-faktor berikut:
1.
Macam senyawa sulfat
Misalnya magnesium sulfat lebih agresif daripada calcium sulfat.
2.
Adanya ion-ion lain
Misalnya:
Sodium hydroxida dapat mengurangi sulfat ekspansion
(60)
Magnesium chlorida dapat mencegah terbentuk ettringite secara
sempurna
3.
Cara kontak antara sulfat dan beton
Misalnya intensitas serangan sulfat lebih besar pada beton yang terendam
secara kontinue (basah dan kering bergantian) lebih besar daripada beton
yang terendam secara terus menerus dalam sulfat ( pada marine structure,
serangan pada permukaan laut lebih besar daripada dasarnya)
II.8.2.3 Sifat Semen yang Mempengaruhi Ketahanannya terhadap Serangan
Sulfat
Ketahanan dari portland cement terhadap serangan sulfat adalah ditentukan
dari besarnya calcium aluminate hydrate yang ada yang dapat bereaksi dengan
gypsum membentuk ettringite. Oleh karenanya ketahanan sulfat tersebut akan lebih
baik bila kandungan C
3A dalam semen makin kecil. Kandungan C
3A adalah
merupakan faktor yang mendasari diproduksinya sulfate resistance cement
II.9 Air
Air berguna untuk melarutkan semen sehingga akan menghasilkan senyawa
hidrat arang yang dapat mengeras. Dalam konstruksi beton, air adalah bahan
campuran yang turut menentukan mutu dari suatu beton. Oleh sebab itu pemakaian
air dalam campuran beton harus diteliti terlebih dahulu agar jangan mengurangi mutu
beton yang dihasilkan.Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat
ditentukan dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan dengan tepat.
(61)
Air yang digunakan untuk campuran beton harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1.
Air yang dipergunakan untuk pembuatan dan perawatan beton adalah air
yang tidak mengandung minyak, asam, garam-garam, alkali, bahan-bahan
organik atau bahan-bahan yang dapat merusak mutu beton atau baja dan juga
mempunyai pH yang tidak boleh > 6. Dalam hal ini dianjurkan bahwa air
yang digunakan sebaiknya air bersih yang dapat diminum.
2.
Apabila terdapat keragu-raguan mengenai air maka dianjurkan untuk
mengirim contoh air yang akan dipakai ke lembaga pemeriksaan bahan-bahan
yang diakui untuk diselidiki sampai berapa jauh air tersebut mengandung
zat-zat yang dapat merusak beton atau tulangan baja.
3.
Apabila pemeriksaan tersebut tidak dapat dilakukan maka diadakan
percobaan perbandingan antara kekuatan tekan mortar semen + pasir dengan
memakai air itu dan dengan memakai air suling. Air tersebut dapat dianggap
memenuhi syarat dan dapat dipakai apabila kekuatan tekan mortar dengan
memakai air itu pada umur 7 dan 28 hari paling sedikit adalah 90 % dari
kekuatan tekan mortar dengan menggunakan air suling pada umur yang sama.
4.
Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat ditentukan
dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
(62)
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian ini adalah :
III.1.1. Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton
Pemeriksaan karakteristik bahan penyusun beton adalah :
III.1.1.1. Agregat Halus
Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari
quarry selayang, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus
meliputi :
Analisa ayakan pasir
Pemeriksaan kadar lumpur pasir
Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test)
Pemeriksaan kadar liat (clay lump)
Pemeriksaan berat isi pasir
Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pasir.
Analisa Ayakan Pasir
I. Nama Percobaan
: Analisa Ayakan Pasir
(1)
Pengukuran Nilai Slump
(2)
Balok yang Telah Di Cor
(3)
Pemasangan Dial dan Jack Hidraulic
(4)
Proses Pemberian Beban (Jacking)
(5)
Keruntuhan dan pola retakan pada balok dengan semen portland pozzolan
(6)
Pola Retakan yang Terjadi pada Balok dengan Semen Portland Tipe I