Tabel 2.4 Nilai arah suatu segmen garis Arah
Nilai Bentuk
Vertikal 2
Diagonal kanan 3
Horizontal 4
Diagonal kiri 5
2.5.1.2
Transition Feature TF
Transition Feature
TF merupakan teknik untuk menghitung nilai posisi dan jumlah transisi pada arah horizontal dan vertikal. Transisi merupakan posisi dimana
terjadi perubahan dari piksel
background
menjadi
foreground
namun tidak sebaliknya. Nilai TF didapat dari hasil pembagian antara posisi suatu transisi dengan panjang
ataupun lebar suatu citra. Nilai TF dihitung untuk semua 4 arah transisi, yaitu kiri ke kanan, kanan ke kiri, atas ke bawah, dan bawah ke atas. Nilai TF berkisar antara 0-1
dan semakin menurun dari posisi transisi awal hingga posisi akhir transisinya.
2.5.1.3 Menentukan nilai
Modified Direction Feature
Nilai MDF merupakan vektor ciri yang didapat setelah menghitung nilai DF dan TF, serta menentukan jumlah transisi yang dipakai. Perbedaan utamanya adalah
cara bagaimana vektor cirinya dibuat. Untuk MDF, vektor ciri dibuat berdasarkan perhitungan jumlah transisi dari piksel
background
ke
foreground
dari arah vertikal dan horizontal. Pada MDF, selain menghitung nilai Transisi Lokasinya atau
Location Transition
LT, nilai Transisi Arah atau
Direction Transition
DT juga disimpan. Oleh karena itu, untuk tiap transisinya, pasangan nilai [LT, DT] disimpan
Bluemenstein, 2014.
1. Menentukan nilai LT
Untuk menghitung nilai LT, baca data dari tiap baris pada piksel gambar dari kiri ke kanan dan kanan ke kiri. Demkian juga, tiap kolom pada piksel gambar juga
dibaca, mulai dari atas ke bawah dan bawah ke atas. Nilai LT dalam tiap arahnya, dihitung sebagai hasil pembagian dari jarak yang dilalui pada suatu gambar. Sebagai
contoh, jika suatu transisi dihitung dari kiri ke kanan, maka nilai transisi yang ditemukan terletak semakin ke kiri, maka nilainya lebih besar dibanding dengan nilai
transisi yang ditemukan pada bagian kanannya.
2. Menentukan nilai DT
Ketika sebuah transisi pada arah tertentu ditemukan, bersamaan dengan nilai LT, nilai arah DT pada posisi tersebut juga disimpan. Nilai DT dihitung dengan
membagi nilai arahnya dengan nilai yang telah ditentukan sebelumnya misalnya pada gambar 2.5, nilai tersebut = 10. Nilai 10 ini dipilih untuk menyederhanakan
perhitungan nilai
floating-point
-nya sehingga nilainya antara 0 dan 1. Setelah langkah diatas dilakukan, maka didapat 4 vektor dari tiap set cirinya
8 vektor totalnya, untuk LT dan DT. Untuk masing-masing nilai LT dan DT, 2 buah vektor akan memiliki dimensi MAX x NC dimana NC adalah
Number of Columns
Gambar 2.17 Contoh hasil perhitungan DT dan LT Bluemenstein,2007
lebar dari karakternya dan 2 vektor sisanya akan menjadi MAX x NR dimana NR adalah
Number of Rows
tinggi dari karakternya. Lebih lanjut lagi, untuk vektor- vektor diatas dibutuhkan sebuah
re-sampling
untuk memastikan bahwa ukuran dimensi NCNR sudah dinormalisasi. Ukuran target dalam
re-scaling
ditetapkan = 5. Untuk nilai vektor tertentu LT atau DT, dimensi
window
yang sesuai dihitung dengan menentukan pembagi yang sesuai dari NCNR, dan rata-rata dari nilai LTDT yang ada
pada tiap
window
disimpan dalam matriks hasil
re-sampled
dengan ukuran 5 x 3 seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5, untuk vektor yang didapat dari arah
traversal kiri ke kanan. Bagian
re-sampling
ini dilakukan untuk tiap nilai vektor transisi yang tersisa, sehingga akan didapat vektor ciri sebanyak 120 atau 160 elemen
vektor yang bisa dibentuk, tergantung dengan jumlah transisi yang ditentukan. Jumlah vektor ciri ini ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Total ciri MDF =
Feature Pair
x Jumlah transisi x Jumlah arah x Ukuran
re-sampled
matriks 2.2
Dengan keterangan
Feature Pair
[LT, DT] = 2, Jumlah Transisi = 3 atau 4, Jumlah Arah = 4 dan ukuran
re-sampled
matriks = 5. Algoritma lengkapnya untuk penghitungan
location transition
dan
direction transition
ditunjukan pada pseudo-code berikut :
1. Baca semua titik pada suatu citra.
2. Untuk i = 0 sampai jumlah garisnya, dimana i merupakan indeks dari titik pada
garis 3.
Untuk j = 0 sampai jumlah transisinya, dimana j merupakan nilai transisi yang digunakan.
4. Untuk tiap titik piksel pada citra, dilakukan pengecekan pada tiap
ketetanggaannya dengan menggunakan 8-
connectivity
. 5.
Ubah nilai piksel sesuai dengan piksel disebelahnya sesuai dengan ketentuan pada tabel 2.4.
6. Setelah ditemukan nilai arahnya, lakukan untuk tiap arahnya:
6.1 Jika arahnya dari kiri ke kanan, maka
LT = −
2.3 6.2
Jika arahnya dari atas ke bawah, maka �� = −
2.4 6.3
Jika arahnya dari kanan ke kiri, maka �� =
2.5 6.4
Jjika arahnya dari bawah ke atas, maka �� =
2.6 7.
Untuk nilai DT
v
= d
v
10 dimana v merupakan indeks titik pada matriks citranya dan d
v
merupakan nilai arah pada suatu indeks v. 8.
Simpan nilai [LT, DT
v
] sebagai pasangan nilai ciri dalam vektor cirinya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, ciri awal yang didapat lebih lanjutnya
dilakukan
local averaging
untuk masing-masing arahnya. Lebih jelasnya lagi, algoritmanya seperti yang dijelaskan di bawah ini :
1. Untuk setiap dimensi matriks cirinya
2. Jika pada dimensi kolomnya, maka
L = jumlah kolom 3.
Jika lainnya, maka L = jumlah baris
4. Inisialisasi variabel G sebagai
=
� −
�
2.7 5.
Untuk i = 0 sampai L, dimana i merupakan jumlah suatu kolom atau baris, dan untuk j = 0 sampai jumlah transisinya
5.1 Buat m = i
5.2 Buat n = i + G
5.3 Hitung rata-rata LT
�� = �� + ��
+
+ ⋯ + ��
−
2.8
�� = �� + ��
+
+ ⋯ + ��
−
2.9 5.4
Simpan [aveLT, aveDT] sebagai pasangan ciri ke dalam
re-sampled
matriksnya.
Re-sampled
matriks yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5. G merupakan representasi dari jumlah elemen interval yang dibutuhkan untuk
melakukan
local averaging
. Variabel m dan n merepresentasikan posisi awal dan akhir untuk melakukan
local averaging.
Hasil akhir yang didapatkan,
aveLT
dan
aveDT,
merupakan nilai rata-rata dari nilai DT dan LT. Berikut salah satu contoh perhitungan MDF dengan menggunakan arah kiri-ke-kanan dan jumlah transisi = 3.
2.8 Normalisasi