Pembinaan Yuniorat Bruder MSC

19 Pengikraran kaul kekal sering disebut sebagai akhir masa pembinaan. Ia sudah menamatkan masa-masa pembinaannya. Ia dianggap sudah dewasa dan mampu mengolah hidup rohaninya. Dalam arti tertentu bisa juga dibenarkan tetapi sebernarnya pengikraran kaul kekal adalah suatu lembaran baru sebagai seorang religius. Ia masih memerlukan pembentukan. Hal ini makin disadari dengan berbagai masalah dunia. Ia harus berhadapan dengan suasana baru di tengah- tengah masyarakat dengan pelbagai tantangan-tantangan. J. Darminta 1983:80 mengatakan bahwa, seseorang yang akan mengucapkan kaul kekal dapat dipastikan memang sudah menerima bahwa ketiga nasihat injil itu sungguh merupakan nilai yang tak dapat ditawar lagi bagi hidupnya..dia mampu secara realistis menghayatinya menurut kondisi manusiawinya. Dengan demikian menjadi jelas bahwa dengan penghayatan ketiga nasihat Injil ini tantangan ke depan semakin banyak, sehingga masih dibutuhkan pembinaan yang berkelanjutan.

C. Pembinaan Yuniorat Bruder MSC

Pembinaan yuniorat bruder adalah masa kelanjutan pembinaan setelah novisiat. Dalam pembinaan lanjutan ini para bruder dipersiapkan dirinya untuk persiapan kaul kekal dengan meneruskan, memperdalam dan mengembangkan penghargaan dan pertumbuhan dalam pembinaan kemanusiaan, rohani, intelektual, hidup bersama, apostolat dan hidup MSC demi tugas perutusan. Untuk pembinaan lebih efektif maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 20

1. Hidup Kemanusiaan

Menurut J. Darminta 2008 : 33-34 kematangan atau kedewasaan manusiawi berarti orang tahu melaksanakan tanggungjawabnya dengan kompetensi, kebijaksanaan dan keteguhan. Seorang dewasa mampu menilai manusia yang lain, peristiwanya tanpa keraguan dan banyak prasangka serta mampu mengambil keputusan bijaksana. Tanda kebijaksanaan orang mampu mengambil keputusan dengan tidak emosional tanpa memikirkan kesukaran- kesukaran yang mungkin muncul belakangan. Dengan demikian orang dewasa mampu memutuskan sendiri permasalahan yang dihadapi dan mampu melaksanakan keputusan itu. Belajar dari pengalaman tentang kehidupan adalah modal orang untuk mampu bertahan akan tantangan yang dihadapi. Maka kedewasaan diharapkan memiliki pendidikan yang integral sehingga pencapaiannya harus melalui proses tahap demi tahap. Kedewasaan seseorang tidak langsung jadi tapi harus melalui perjalanan umurnya, perkembangan dan pengalaman hidup. Kedewasaan akan membuat orang untuk berani menghadapi dan mengambil segala tanggungjawab atas tindakan dan perbuatan. Jadi dia bertindak bukan hanya ikut arus saja tetapi karena ada sesuatu yang diperjuangkan dalam hidup. Orang yang memiliki kedewasaan batin akan membuahkan kemerdekaan batin yang merupakan tujuan dari seluruh perjalanan hidup. Dia mengambil keputusan karena diterangi oleh akal dan iman. Dia mampu menggunakan kemerdekaan untuk hal-hal baik terutama untuk mengabdi sesama. 21

2. Hidup Afektif

Menurut J. Darminta 2008 : 28-29 hidup afektif adalah suasana hati beserta kecenderungan untuk menanggapi diri, hidup keadaan dan peristiwa- peristiwa hidup. Landasan dinamika hidup afektif ialah kerinduan manusia. Tetapi landasan hidup manusia ini dapat dibelokan oleh kuasa jahat dan kodrat manusia karena dosa. Hidup afektif akan menimbulkan perasaan-perasaan manusia yaitu menerima atau menolak terhadap apa yang dihadapi. Manusia akan menerima jika membawa keuntungan bagi dirinya dan menolak jika merugikan dirinya. Ini merupakan sifat alamiah manusia. Perasaaan afektif akan memunculkan berbagai keutamaan seperti rasa kagum, syukur, simpati, belaskasih ataupun rasa marah, takut, tak pantas, gentar. Namun semua perasaan itu akan membawa manusia pada pengalaman hidup dan memperkembangan kepribadian dan merupakan sumber kekuatan. Hidup afektif merupakan tempat orang membangun hubungan dengan Allah dan sesama. Hidup afektif yang matang ialah hidup yang selalu terarah kepada kebaikan ilahi . Dalam hidup afektif orang akan teruji kelekatan dan keterpautan kepada Allah demi Allah dan sesama. Dalam hal hidup afektif orang perlu mengatur dan mengolah hidup afektifnya, baik dalam relasi dengan sesama dalam persahabatan maupun dalam permusuhan. Kematangan afektif akan nampak dalam kemampuan untuk mencintai yang harus dicintai dengan benar atau bagaimana mencintai menurut keadaan atau kebutuhan. 22

3. Hidup Religius

Hidup religius pada pokoknya ialah hidup yang mengikatkan diri secara ekskusif kepada Allah. Dimensi ini secara konkrit dihayati dengan cara praksis berdoa. Doa sendiri sebagai sarana pemupukan batin ET no.45. Lebih dalam lagi berdoa merupakan ungkapan kerinduan cinta untuk bertemu dengan Allah . Praksis berdoa didasarkan oleh kerinduan cinta untuk bertemu dengan Allah ET no.42. Berdoa merupakan kegiatan orang Allah yang merasakan betapa dirinya sendiri miskin dan tak mampu dari dirinya sendiri berhadapan dengan Allah ET. No. 43. Berdoa merupakan keberanian untuk percaya dan beriman. Doa berarti mau membangun hidup beriman, hidup menyerahkan diri dengan penuh kepercayaan karena merasakan dan menemukan bahwa Allah kuasa dan sedemikian mencintai sehingga menjadikan kita baik dan utuh Mrk 7 :37. Maka berdoa merupakan praksis penghayatan hidup religius yang selalu mau terbuka kepada kehendak Allah . Maka dari itu praksis berdoa seperti perayaan Ekaristi, doa harian, doa pribadi maupun doa bersama yang sudah menjadi praksis berdoa dalam hidup religius perlu diperhatikan. Hanya ada satu keselamatan hanya ada satu doa. Selamat berarti semakin bebas dari rasa takut karena semakin mampu hidup dalam kepercayaan .

4. Hidup Komunitas

Pada zaman sekarang sangat terasa kebutuhan diantara kaum religius suatu komunitas persaudaraan yang sungguh-sungguh, terlebih dengan dibentuknya komunitas-komunitas kecil ET.no. 37. Hidup bersama ini dipusatkan pada 23 Kristus. Pembinaan itu sebagian besar tergantung pada mutu komunitas. Komunitas didirikan dan bertahan bukan karena para anggotanya menemukan bahwa mereka berbahagia bersama-sama berkat persamaan pikiran, watak atau sikap, melaikan karena Tuhan telah menghimpun dan mempersatukan mereka oleh pembaktian bersama dan demi tugas perutusan bersama di dalam Gereja.” PPLR 26. Pada masa sekarang komunitas semakin berusaha untuk meningkatkan cara hidupnya sehingga bisa menjadi komunitas yang semakin cinta akan persaudaraan. Komunitas yang dibangun dalam relasi persaudaraan yang erat akan membuat komunitas itu menjadi hidup dan memiliki semangat kerendahan hati. Dalam komunitas orang belajar saling menerima apa adanya dengan sifat positif dan negatif, perbedaan-perbedaan dan keterbatasan-keterbatasan masing-masing. Tiap anggota ditantang untuk memberikan yang terbaik yang ada padanya bdk. 1 Kor 12 : 7. Proses pertumbuhan dan perkembangan hidup beriman anggota komunitas tergantung juga pada mutu hidup komunitas. Mutu hidup komunitas pada umumnya merupakan buah dari iklim dan gaya hidup anggotanya. Hal ini bisa dilihat dari semangat persaudaraan, saling menerima, saling pengertian, saling mendukung dan juga dilihat dari cara menghayati hidup kaulnya.

5. Hidup Membiara

Dalam hidup membiara penghayatan kaul merupakan inti dari hidup membiara, meskipun tidak seluruhnya. Dasar penghayatan kaul adalah cinta ET. 24 No. 13. Pengalaman mendalam bahwa Allah sedemikian besar cintaNya, sampai memberikan Putera Tunggal-Nya mendorong orang untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, meninggalkan segala-galanya dan taat kepada sabda dan kehendak-Nya. Penghayatan kaul merupakan penghayatan kerohanian ekaristis yaitu hidup syukur atas segala kebaikan dan cinta Tuhan, sehingga orang rela mengorbankan nyawanya untuk Tuhan. Praksis hidup ekaristis dalam hidup sehari-hari adalah penghayatan misteri salib dan kebangkitan Kristus. Kaul kemurnian dimengerti sebagi persembahan diri seutuhnya kepada Tuhan ET. No. 15, maka penghayatan kaul kemurnian harus didasarkan pada dua segi hidup religius yaitu kontemplatif dan apostolis. Segi kontemplatif hidup kemurnian dalam mengikuti Kristus ialah memusatkan diri pada kedatangan Kristus dan penyadaran terus menerus akan akhir jaman, karena pada saat itu kepenuhan cinta terlaksana. Kemurnian apostolis merupakan hidup yang memusatkan diri kepada penantian akan hari Tuhan, hari pemenuhan cinta. Dalam VC 88, dikatakan bahwa : “ Tanggapan Hidup Bakti terutama terletak pada penghayatan kemurnian sempurna penuh kegembiraan sebagai kesaksian tentang kekuatan cinta kasih Allah yang nampak pada kelemahan kondisi manusiawi. Kesaksian itu disajikan kepada tiap orang untuk menunjukan bahwa kekuatan cinta kasih Allah dapat melaksanakan hal-hal besar justru dalam konteks cintakasih manusiawi”. Kaul kemiskinan merupakan kesanggupan untuk melayani dengan kemerdekaan cinta. Kemerdekaan dalam cinta ini sering disebut miskin dalam Roh Mat 5 : 3. Karena itu dia sungguh-sungguh hidup miskin, artinya tidak melekat pada sarana-sarana hidup dan tidak menjadikan sarana ini sebagai tujuan hidup di dunia. Sarana ini hanya sebagai alat untuk pelayanan kepada sesama. Ini 25 menunjukan suatu semangat pelayanan yang sungguh-sungguh hanya ditujukan untuk kemuliaan Kristus dan karya keselamatan Kristus. Oleh karena itu penghayatan kaul kemiskinan berarti harus solider kepada mereka yang miskin dan menderita ketidakadilan. Tantangan lain pada zaman sekarang yakni materialisme yang haus akan harta milik tanpa mengindahkan keperluan- keperluan dan penderitaan-penderitaan rakyat yang paling lemah dan tanpa kepedulian manapun terhadap keseimbangan sumber-sumber daya alam. Tanggapan hidup bakti terdapat dalam pengikraran kemiskinan injili yang dapat dihayati dengan pelbagai cara dan sering dicetuskan dalam keterlibatan aktif dalam usaha mengingatkan solidaritas dan cintakasih VC. 89. Kaul ketaatan merupakan kesanggupan dan kesediaan untuk melaksanakan tuntutan cinta. Ketaatan mempunyai dasar pada Yesus Bdk Flp 2 :1 -11. Ketaatan pada Kristus adalah jalan menuju kepada Bapa. Ketaatan Yesus kepada Bapa ditunjukan lewat penderitaan-Nya. Derita kepada sesama merupakan ungkapan cinta kepada Allah dan kehendak-Nya. Ketaatan yang menderita membuat orang untuk dekat dengan sesama yang menderita dan teraniaya. Ketaatan ini harus dilandasi dengan semangat cinta artinya mau melakukan apa saja demi orang yang dicintainya. Dalam VC. no. 91 dikatakan bahwa : “Tantangan ketiga bersumber pada faham-faham kebebasan yang menceraikan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar itu dari hubungannya yang hakiki dengan kebenaran dan norma-norma moral..tanggapan yang efektif terhadap situasi itu ialah ketaatan yang merupakan ciri hidup bakti. Dengan cara yang kuat sekali ketaatan itu menampilkan ulang ketaatan Kristus terhadap Bapa dan bertolak dari misteri itu memberi kesaksian, bahwa tidak ada pertentangan antara ketaatan dan kebebasan.” 26

D. Tantangan-tantangan dalam Pembinaan