Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bergulingnya kekuasaan rezim Orde Baru membawa banyak kebijakan baru yang mereformasi hampir seluruh aspek kehidupan di Indonesia tidak terkecuali pengelolaan keuangan negara, terutama yang berhubungan dengan pola hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Reformasi dalam tubuh pemerintahan daerah dimulai sejak digantinya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Keuangan Negara dan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejak saat itu dimulailah sebuah paradigma desentralisasi kekuasaan, desentralisasi wewenang, dan desentralisasi fiskal dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah atau yang dikenal dengan istilah otonomi Daerah. Pelaksanaan sistem desentralisasi yang lebih mengedepankan prinsip otonomi daerah menutut semua pihak untuk melakukan perubahan reform dan pemahaman tentang tugas dan kewenangan pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya secara tertib dan transparan good governance, terutama dalam memenuhi pelayanan publik. Universitas Sumatera Utara Dilakukan Amandemen IV Pasal 18 UUD 1945 tentang pembentukan daerah otonom merupakan awal sebuah tuntutan untuk segera menyelenggarakan otonomi daerah, sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, karena Undang-Undang yang sebelumnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan tata negara. Kedua Undang- Undang tersebut juga diikuti dengan adanya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang mengatur kewenangan daerah dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah semakin menguatkan peran Pemerintah Daerah dalam menjalankan segala kegiatan yang berlangsung di daerah. Ini yang menjadi tonggak awal pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang bertujuan menciptakan efisiensi dan efekvititas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, yang mulai dijalankan secara efektif pada 1 Januari 2001. Konsekuensi dari otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ini adalah bahwa Pemerintah Pusat akan menyerahkan wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar dalam hal pembiayaan, personalia dan perlengkapan kepada Pemerintah Daerah. Pemda harus dapat mengurus rumah tangganya sendiri terutama dalam mengelola keuangan daerah sesuai dengan tujuan otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu mencapai kemandirian keuangan daerah yang menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat daerah. Universitas Sumatera Utara Sebuah daerah dinyatakan mampu untuk menjalankan otonomi daerah dilihat dari kemampuan untuk menggali sumber-sumber penerimaan lokal yang kemudian disebut dengan Pendapatan Asli Daerah PAD dan mengelolanya untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Faktor ekonomi ini juga menjadi satu indikator sebuah daerah dapat menjalankan otonomi dan menjadi sebuah tolak ukur kemandirian daerah otonom. Daerah otonom harus berusaha meningkatkan PAD untuk mengurangi ketergantungan terhadap bantuan Pemerintah Pusat. Jika dicermati lebih lanjut, keuangan daerah juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro. Ketika terjadi inflasi atau adanya perubahan asumsi keuangan yang digunakan dalam APBN maka Pemerintah Pusat akan menyusun APBN-P. Dalam keadaan ekonomi sulit, kemungkinan besar Pemerintah Pusat akan memangkas anggaran untuk pos bantuan pada daerah. Pada kondisi seperti ini, daerah tidak dapat menggantungkan penerimaan dari pusat dan harus bertumpu pada PAD. Dengan adanya PAD, bukan berarti Pemerintah Pusat langsung melepaskan tanggung jawabnya terhadap daerah. Pemerintah Pusat juga tetap berkewajiban untuk menjamin sumber keuangan bagi masing-masing daerah otonom melalui Dana Perimbangan yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, namun idealnya Pemda harus lebih menitikberatkan penerimaan berasal dari PAD bukan bergantung pada Dana Perimbangan Pemerintah Pusat baik dalam bentuk DAU atau DAK. Universitas Sumatera Utara Dari uraian diatas diketahui bahwa PAD berperan penting dalam kelangsungan kehidupan daerah otonom yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan daerah sehingga dapat meminimalkan ketergantungan daerah terhadap penerimaan dari Pemerintah Pusat yang sewaktu-waktu jumlahnya dapat berubah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pendapatan dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba dari Perusahaan Milik Daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dalam struktur APBD akan terlihat bahwa kontribusi terbesar dalam PAD adalah dari pendapatan pajak daerah yang digunakan sebagai satu sumber pembiayaan dan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan meratakan kesejahteraan rakyat. Pajak daerah merupakan suatu sistem perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan ini dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak memiliki dua fungsi yaitu pajak yang berfungsi untuk meningkatkan kas negara dan pajak yang Universitas Sumatera Utara memiliki fungsi untuk meningkatkan kas daerah. Berdasarkan Undang-Undang nomor 34 tahun 2000 disebutkan bahwa jenis pajak daerah yaitu : a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Parkir f. Pajak Penerangan Jalan Pajak daerah dikelompokkan dalam PAD sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan kemudian pada tahun 2000 regulasi dalam pengutipan pajak daerah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi daerah, sekaligus menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan prosedur umum perpajakan dan retribusi daerah. Pajak daerah dikenakan kepada badan dan atau orang pribadi yang menyelenggarakan kegiatan di suatu daerah dan mendapatkan manfaat ekonomis berupa laba atas usaha tersebut. Pajak daerah ini pemungutannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Daerah tertentu. Berdasarkan wewenang pemungutannya itu pajak daerah dikelompokkan menjadi pajak Provinsi dan pajak KabupatenKota. Beberapa komponen pajak daerah yang pemungutannya dilakukan Universitas Sumatera Utara oleh Pemerintah KabupatenKota adalah pajak hotel dan pajak restoran. Hotel dan restoran merupakan prasarana bisnis dan hiburan yang terdapat di semua daerah di Indonesia dalam jumlah yang besar. Terdapat ratusan hotel dan ribuan restoran yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Dengan jumlah yang sangat besar itu, diharapkan penerimaan dari pajak hotel dan pajak restoran dapat memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD. Pada kenyataannya hampir sebagian besar daerah otonom masih memiliki PAD dalam jumlah yang kecil dan masih bergantung pada Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat. Sebaliknya, jika peningkatan PAD justru berdampak terhadap perekonomian daerah yang tidak berkembang atau semakin buruk, maka belum dapat diaktakan bahwa peningkatan PAD merupakan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Sebab peran pemda dalam perekonomian daerah cenderung akan semakin menurun, karena perubahan fungsi pemerintahan ke arah fasilitator. Artinya, inisiatif memang harus datang dari masyarakat lokal yang sesuai dengan aturan dan ketentuan hukum yang berlaku dan kebijakan pemda. Kota Pematang Siantar banyak potensi yang dapat digali untuk dapat dijadikan sumber pendatan terutama dari sektor pajak. Hal ini terlihat dengan semakin gencarnya pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi, bisnis, dan hiburan diantaranya adalah hotel dan restoran yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa pada saat ini kegiatan bisnis hotel dan restoran ini dikenakan pajak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan yang tata cara pelaksanaannya ditetapkan oleh beberapa Peraturan Daerah. Pajak hotel dan pajak Universitas Sumatera Utara restoran ini merupakan pungutan dengan jumlah cukup besar yang dikutip langsung oleh Pemerintah Kota Pematang Siantar. Pembiayaan pemerintah kota Pematang Siantar dalam melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan daerahnya senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan dan dalam kenyataannya pajak daerah dinilai memberikan kontribusi terbesar dibandingkan retribusi daerah, laba BUMD dan sumber lain-lain PAD yang sah di Kota Pematang Siantar. Berdasarkan uraian diatas, maka Penulis tertarik untuk membuat penelitian yang membahas masalah tersebut dengan judul : “Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Daerah Asli Kota Pematang Siantar Sesudah Otonomi Daerah”.

B. Perumusan Masalah