Arbuskula dipertimbangkan menjadi struktur primer termasuk secara langsung dalam transfer unsur hara antara fungi simbion dengan tanaman inang. Walaupun
secara umum hal tersebut berlaku pada FMA endofit, namun Gigaspora spp. hanya ditemukan arbuskula Bown dan King, 1991.
Mengamati bahwa struktur yang dibentuk pada akar-akar muda adalah arbuskul. Bertambahnya umur menyebabkan arbuskul berubah menjadi suatu
struktur yang menggumpal dan cabang-cabang pada arbuskul lama kelamaan tidak dapat dibedakan lagi. Pada akar yang telah dikolonisasi oleh FMA dapat dilihat
berbagi arbuskul dewasa yang dibentuk berdasarkan umur dan letaknya. Arbuskul dewasa terletak dekat pada sumber unit kolonisasi tersebut.Mikoriza memiliki
pola penyebaran yang berbeda antar tipe mikoriza berdasarkan bioma, tipe tanah, dan keterbatasan sumber daya.
5. Penyebaran mikoriza
Fungi mikoriza arbuskula mulai ditemukan pada profil tanah sekitar kedalaman 20 cm. Tetapi masih terdapat pada kedalaman 70-100 cm. FMA
tersebar secara aktif tumbuh dengan mycelium dalam tanah dan tersebar secara pasif dimana FMA tersebar dengan angin, air atau mikroorganisme dalam tanah.
Faktor biotik dan abiotik yang menentukan perkembangan FMA. Faktor-faktor tersebut antar lain suhu,curah hujan, tanah, kadar air tanah, pH, bahan organik
tanah, dan ketersediaan hara, serta logam berat dan fungisida. Mikoriza arbuskula ini mempunyai penyebaran yang luas, meliputi hutan
hujan rapat, padang pasir, semi gurun dan jarang ditemukan dalam hutan temperate areal yang amat basah didominasi oleh ektomikoriza. Perbedaan
lokasi, ekosistem, dan rizosfer ternyata menunjukan keanekaragaman spesies dan populasi fungi mikoriza, misalnya yang didominasi oleh fraksi lempung berdebu
merupakan tanah yang baik bagi perkembangan Glomus. Begitu juga dengan tanah mangrove yang bercirikan tanah berlumpur dan cenderung liat hanya
Glomus sp. yang dapat hidup, sedangkan tanah yang berpasir genus Acaulospora dan Gigaspora ditemukan dalam jumlah yang tinggi Setiadi,1989.
Sebaran dan ekologi mikoriza arbuskula terdapat pada hampir pada semua jenis tanaman. Mikoriza berasosiasi pada akar tanaman angiosperma,
pterydophyta, bryophyta dan beberapa Gymnospermae. Hanya terdapat beberapa saja tumbuhan yang tidak bermikoriza terutama tumbuhan yang hanya
membentuk Ektomikoriza misalnya Pinnaceae Imas et al, 1989.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan mikoriza
Keberadaan dan kolonisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Cahaya dan Fotoperiodesitas
Intensitas cahaya dan lama penyinaran akan memperbaiki kolonisasi dan produksi spora pada Pueraria javanica, jagung dan lain-lain. Meningkatnya
kolonisasi FMA adalah akibat meningkatnya proses fotosintesis yang berakibat pada meningkatnya konsentrasi karbohidrat di dalam akar atau meningkatnya
senyawa-senyawa eksudat. Untuk memaksimumkan produksi inokulum FMA perlu memaksimumkan fotosintesis inang dan cahaya.
2. Suhu Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora,
penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar, selain itu suhu
juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Suhu terbaik
untuk perkembangan arbuskula yakni pada suhu 30
o
C tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada suhu 28–34
o
C, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 35
o
C. 3. Kandungan air tanah
Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan fungi mikoriza. Pengaruh secara
langsung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan
dan infeksi fungi mikoriza karena kondisi yang anaerob. 4. Potential of hydrogen Tanah
Fungi mikoriza pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian adaptasi masing-masing spesies fungi mikoriza terhadap pH
tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman
Maas dan Nieman, 1978. Potential of hydrogen optimum untuk perkembangan fungi mikoriza
berbeda-beda tergantung pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. Potential of hydrogen dapat berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang
berperan dalam perkecambahan spora fungi mikoriza. 5. Bahan organik
Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan kandungan
bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 sedangkan pada tanah-tanah berbahan
organik kurang dari 0,5 kandungan spora sangat rendah Pujiyanto, 2001.
6. Logam berat dan unsur lain Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi
perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskular diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng Zn, tetapi sebagian besar spesies
mikoriza peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula strain-strain fungi mikoriza tertentu toleran terhadap kandungan
Mn, Al, dan Na yang tinggi. 7. P tersedia
Keberadaan kadar P pada tanah mempengaruhi pertumbuhan mikoriza pada tanah. kadar P yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya perkecambahan
mikoriza pada tanaman inang Mosse, 1997. Pengaruh menguntungkan dari fungi mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan tanaman sering dihubungkan dengan
peningkatan serapan hara yang tidak tersedia terutama fosfor P
Rosliani et al, 2006.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2014. Pengambilan contoh tanah dan akar tanaman dilakukan di lahan alang-alang tanah
non produktif dan lahan yang ditanami jagung tanah produktif di daerah Tanjung Anom, Kecamatan Pancur Batu. Ekstrasi spora, identifikasi dan penghitungan
persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian. Kegiatan
pemerangkapan dilaksanakan pada rumah kaca, dan dokumentasi sampel dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hutan, Program Studi Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah dari lahan produktif dan lahan non produktif di Tanjung Anom, Kecamatan Pancur Batu,
Deli Serdang. Pasir sungai sebagai campuran media tanam, terrabuster guna merangsang pembentukan spora, hyponex merah sebagai sumber hara tanaman,
dan jagung Zea mays sebagai inang pada perlakuan pemerangkapan. Untuk ekstraksi dan identifikasi spora mikoriza digunakan bahan berupa larutan glukosa
60, dan larutan Melzer’s sebagai bahan pewarna spora. Larutan trypan blue untuk bahan proses pewarnaan akar staining. Larutan KOH 10 untuk
mengeluarkan cairan sitoplasma dalam akar, sehingga akar pucat dan sebagai
pengawet. Larutan HCl 2 untuk mempermudah masuknya trypan blue pada saat pewarnaan.
Alat yang di gunakan dalam penelitian ini untuk pengambilan contoh tanah dan akar tanaman adalah kompas, tali plastik, cangkul, kantong plastik, dan
spidol serta kertas label. Alat untuk pengamatan di laboratorium adalah saringan 710 μm, 425 μm, dan 53 μm, tabung sentrifuse, cawan petri, pinset spora,
mikroskop binokuler, mikroskop cahaya, kaca preparat, dan kaca penutup. Alat yang digunakan untuk pemerangkapan di rumah kaca berupa pot aqua cup, dan
sprayer.
Metode Penelitian 1.
Pembuatan Petak
Adapun ukuran petak pengamatan yang digunakan adalah 20 m × 20 m. Penetapan petak pengamatan dilakukan secara acak dengan jumlah petak yang
dibuat sebanyak tiga petak pada lahan produktif dan tiga petak pada lahan non produktif, tiap petak diantaranya terdiri dari lima titik pengambilan sampel tanah.
Total pengambilan sampel tanah menjadi sebanyak 30 titik pengambilan sampel tanah.
Gambar 1. Ilustrasi petak contoh pengambilan sampel tanah Keterangan :
: tempat pengambilan sampel tanah.
2. Pengambilan Sampel Tanah