41.33 Pengujian toleransi kekeringan terhadap padi gogo (Oryza sativa L.) pada fase perkecambahan

19 1. Daya Berkecambah DB Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal yang berproduksi normal dalam keadaan yang optimum Sadjad, 1993. Pengamatan dilakukan pada hari 14 HST Hari Setelah Tanam. 2. Potensi Tumbuh Maksimum PTM Potensi tumbuh maksimum adalah kemampuan benih untuk menjadi kecambah secara normal dan abnormal. Pengamatan dilakukan pada umur 14 HST. 3. Indeks Vigor IV Indeks vigor merupakan nilai dari perkecambahan benih yang dihitung berdasarkan jumlah benih yang berkecambah normal pada hitungan pertama yaitu 7 HST. IV = 4. Kecepatan Tumbuh K ct Kecepatan tumbuh mengindikasikan kekuatan vigor karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang optimum. Kecepatan tumbuh diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari. Satuan kecepatan tumbuh adalah per etmal. 1 etmal = 24 jam. K ct per etmal = N = persentase kecambah normal setiap waku pengamatan t = waktu pengamatan tn = waktu akhir pengamatan

0, 41.33

Pengujian pada kondisi suboptimum adalah pengujian yang dilakukan setelah bibit padi mendapat perlakuan stres kekeringan penyiraman dihentikan sampai cek peka mati. Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan genotipe7genotipe yang toleran terhadap cekaman kekeringan. 1. Persentase tanaman mati Persentase tanaman yang mati pada akhir pengamatan. 2. Persentase daun mati Persentase daun seluruh tanaman yang mati pada akhir pengamatan. 20 3. Jumlah daun Jumlah daun yang tumbuh pada akhir pengamatan. 4. Bobot kering bibit Bobot kering bibit ditimbang setelah dikeringkan dengan oven 60 o C selama 3 x 24 jam. Satuan yang digunakan adalah gram. Pengukuran bobot dilakukan pada akhir pengamatan. +24 0 4+.+3 1 Panjang akar Panjang akar diukur dari ujung akar sampai pangkal akar. Pengamatan panjang akar dilakukan pada akhir pengamatan dengan satuan centimeter. 2 Panjang plumula Panjang plumula diukur mulai dari pangkal plumula sampai ujung plumula. Pengukuran dilakukan setelah plumula muncul dan diukur setiap hari sampai akhir pengamatan. Satuan yang digunakan adalah centimeter. 3 Panjang kecambah normal Panjang kecambah normal diukur mulai dari pangkal kecambah sampai ujung kecambah yang normal. Pengukuran dilakukan pada umur 14 HST. Satuan yang digunakan adalah centimeter. 4 Bobot kering akar Bobot kering akar ditimbang setelah dikeringkan dengan oven 60 o C selama 3 x 24 jam. Penentuan bobot kering akar dilakukan pada akhir pengamatan. Satuan yang digunakan adalah gram. 5 Bobot kering Kecambah Normal BKKN Bobot kecambah normal ditimbang setelah dikeringkan dengan oven 60 o C selama 3 x 24 jam. Satuan yang digunakan adalah gram. 6 Bobot kering tajuk Bobot kering tajuk ditimbang setelah dikeringkan dengan oven 60 o C selama 3 x 24 jam. Satuan yang digunakan adalah gram. 7 Daya berkecambah Persentase kecambah yang tumbuh secara normal pada 14 HST. 21 8 Potensi Tumbuh Maksimum Persentase benih tumbuh secara normal dan abnormal pada 14 HST. 9 Persentase kecambah mati Persentase kecambah yang mati pada akhir pengamatan. 10 Persentase daun mati Persentase daun seluruh tanaman yang mati pada akhir pengamatan. 11 Persentase daun menggulung. Persentase daun yang menggulung pada akhir pengamatan. 12 Suhu dan RH Pengukuran dilakukan untuk melihat hubungan antara pertumbuhan kecambah dengan suhu dan RH. Pengamatan dilakukan setiap hari. 22 : .1 0 3 2 ,4 .0+ Pengujian genotipe padi gogo pada rumah kaca dalam pot permanen merupakan metode standar dalam menyeleksi padi gogo yang toleran kekeringan dengan peka kekeringan. Penentuan tingkat toleransi di rumah kaca berdasarkan IRRI dengan menggunakan peubah persentase daun mati. Pengelompokan genotipe padi berdasarkan skor IRRI adalah sangat toleran 1 dengan gejala kekeringan ≤ 10, toleran 3 dengan gejala kekeringan 10 x ≤ 25, sedang 5 dengan gejala kekeringan 25 x ≤ 50, peka 7 dengan gejala kekeringan 50 x ≤ 75, sangat peka 9 dengan gejala kekeringan 75 IRRI Satria, 2009. Peubah persentase daun mati di rumah kaca menunjukkan bahwa 48 genotipe yang diuji pada pot permanen berada di tingkat toleransi peka sebanyak 27 genotipe dan sangat peka sebanyak 21 genotipe Tabel 1. Genotipe yang memiliki nilai toleransi yang paling tinggi diantara genotipe peka dan sangat peka adalah TB155J7TB7MR7373, B11629F7TB727375, B11913C7MR71727171, B11584E7MR7574737172747272, B11576F7MR7871727271. Tabel 1. Rata7Rata dan Kisaran Nilai Bibit Padi pada Berbagai Peubah di Rumah Kaca Berdasarkan Tingkat Toleransi Persentase Daun Mati. TT Jumlah Genotipe Rata7rata PDM PTM PDG BKB JD Peka 27 63.85 26.67 39.90 1.72 4 51.11773.89 0.00753.33 26.11774.23 1.1072.83 374 Sangat Peka 21 83.31 57.78 50.34 1.62 4 75.00796.11 33.33786.67 7.22787.23 0.8772.37 374 Keterangan : TT = tingkat toleransi, PDM = persentase daun mati, PTM = persentase tanaman mati, PDG = persentase daun menggulung, BKB = berat kering bibit, JD = jumlah daun, angka yang berada dalam tanda kurung merupakan nilai selang terkecil sampaiterbesar di rumah kaca. Kadar air pada pot permanen selama pengujian dari keadaan optimum sampai suboptimum mengalami penurunan Tabel 2. Kadar air tanah diperoleh 23 dengan mengambil sampel tanah pada kedalaman 10 cm. Menurut Sulistyono . 2005 kelembaban tanah optimum untuk padi gogo adalah antara kapasitas lapang sampai 32 . Kadar air tanah di bawah 32 akan membuat padi gogo berada dalam fase kekeringan. Kadar air tanah yang terlalu rendah akan menyebabkan tanaman akan cepat mengalami kematian. Tabel 2. Kadar Air Tanah pada Pot Permanen di Rumah Kaca. Kondisi Pot 1 Pot 2 D T B D T B Optimum 52.85 48.15 50.47 51.66 53.08 47.72 Suboptimum 2 minggu 18.52 25.32 27.14 31.19 20.81 28.03 Suboptimum 3 minggu 20.68 15.06 25.48 22.56 15.93 26.26 Suboptimum 4 minggu 21.91 20.96 7 20.47 23.1 26.23 Keterangan : D =bagian depan pot, T = bagian tengah pot, B = bagian belakang pot, optimum = penyiraman dilakukan setiap hari selama 2 minggu, suboptimum = setelah penyiraman dihentikan, pot 1 = pot untuk menanam genotipe padi gogo dengan no genotipe 1734, pot 2 = pot untuk menanam genotipe dengan no genotype 35748. Kadar air di bagian tengah pot permanen pada suboptimum 4 minggu terlihat naik dari suboptimum 3 minggu. Hal ini dikarenakan penyiraman saat kondisi optimum tidak merata pada seluruh bagian pot permanen dan titik sampel tanah yang diuji letaknya berbeda dari suboptimum 3 minggu. Kenaikan kadar air pada suboptimum 4 minggu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar air tanah pada pot permanen. Peubah lain yang diamati di rumah kaca dikorelasikan dengan persentase daun mati. Uji korelasi ini dilakukan untuk melihat peubah lain yang dapat menggambarkan keadaan dengan persentase daun mati. Berdasarkan hasil korelasi, persentase tanaman mati berkorelasi nyata dengan persentase daun mati dan memiliki nilai koefisien korelasi terbesar Tabel 3. Hal ini menunjukkan bahwa persentase tanaman mati dapat menggambarkan persentase daun mati di rumah kaca. Korelasi antara persentase daun mati dengan jumlah daun dan bobot kering bibit bersifat negatif. Korelasi negatif berarti apabila persentase daun mati meningkat, jumlah daun dan bobot kering bibit akan menurun. 24 Tabel 3. Nilai Koefisien Korelasi antara Peubah di Rumah Kaca Korelasi Koefisien korelasi PDM vs JD 70.279 tn PDM vs PDG 0.154 tn PDM vs PTM 0.918 PDM vs BKB 70.140 tn Keterangan : PDM = persentase daun mati, JD = jumlah daun, PDG = persentase daun menggulung, PTM = persentase tanaman mati, BKB = berat kering bibit, tn = tidak nyata pada taraf 5 , = nyata pada taraf 1 . Peubah yang mempunyai tidak berkorelasi nyata dengan persentase daun mati memiliki selang yang saling . Kisaran nilai pada persentase tanaman mati juga terlihat Tabel 1. Hal ini diakibatkan pengelompokan kelas yang terlalu sedikit, hanya dua kelompok yaitu peka dan sangat peka. Nilai koefisien korelasi juga mempengaruhi kisaran nilai pada persentase tanaman mati. Selang yang tidak akan tercapai jika nilai koefisien korelasinya 1 atau mencapai korelasi sempurna. Nilai koefisien korelasi persentase tanaman mati dikatakan sangat kuat untuk menggambarkan kondisi persentase daun mati di rumah kaca. Menurut Sarwono 2006, korelasi dengan nilai koefisien korelasi 0.7570.99 dapat dikatakan mempunyai korelasi yang sangat kuat. 0 .- 01.- 4+1 .0 +1., 03 +, -+ 10 0 Uji pendahuluan untuk mendapatkan beberapa metode yang berpotensi dalam pengujian toleransi kekeringan pada padi gogo dilakukan menggunakan 92 metode pengujian. Berdasarkan pengujian pendahuluan didapatkan tiga metode berpotensi media padat dan dua jenis media kertas. Metode berpotensi media padat yaitu: 1 Media arang sekam MP1. Metode ini menggunakan box plastik ditutup dengan berat arang sekam sebesar 195 g dan volume air 200 ml, sehingga kadar air media arang sekam adalah 61.61 . 2 Media arang sekam dicampur dengan kompos MP2. Metode ini menggunakan plastik PP dengan berat arang sekam yang digunakan 25 sebesar 296 g dan berat kompos sebesar 680 g. Arang sekam dan kompos dicampur menjadi satu dan diberi air sebanyak 180 ml, sehingga kadar air pada media arang sekam dicampur kompos sebesar 64.57 . 3 Media pasir dan kaliandra MP3. Media pasir dan kalindra tidak dicampur, tetapi dibatasi dengan kain kasa. Kaliandra berada di bagian bawah dalam wadah, sedangkan pasir berada di atas kaliandra. Wadah yang digunakan adalah plastik PP dengan berat pasir 1419 g dan humus kaliandra sebesar 200 g. Pasir diberi air sebanyak 130 ml dan humus kaliandra diberi air sebanyak 70 ml. Kadar air media pasir adalah 14.68 , sedangkan kadar air humus kaliandra adalah 70.45 . Pemberian air pada metode media padat diberikan hanya pada awal penanaman saja, kemudian dibiarkan mengering sampai hari pengamatan terakhir. Suhu dan kelembaban ruangan yang selama penelitian rata7rata 28 o C dan 90 . Jenis media kertas yang berpotensi dalam pengujian toleransi kekeringan pada padi gogo, yaitu : 1 Kertas stensil daur ulang. 2 Kertas stensil. Kertas stensil daur ulang dan kertas stensil diuji dengan menggunakan UKD dan diletakkan dengan posisi berdiri pada wadah yang berisikan air setinggi 3 cm yang dijaga konstan selama 14 HST. Kondisi tiga metode media padat dan dua jenis kertas yang berpotensi pada hari terakhir pengamatan dapat terlihat pada Gambar 1. Varietas toleran pada media arang sekam MP1 terlihat beberapa daunnya tidak menggulung pada saat 14 HST, sedangkan semua daun pada genotipe peka terlihat menggulung. Daun menggulung merupakan salah satu tolak ukur dalam mengidentifikasi padi yang toleran kekeringan dan peka kekeringan. Menurut Gupta dan O’Toole 1986 ketika tanaman menunjukan stres kekeringan akan menunjukkan gejala dari daun menggulung sampai daun mengering dan akhirnya mati. Media arang sekam dicampur kompos MP2 dapat memperlihatkan perbedaan antara padi toleran kekeringan dan peka kekeringan pada saat padi berumur 21 HST. Perbedaan ini terlihat dari tinggi tanaman dan jumlah daun yang mati. Pada padi yang peka kekeringan tinggi tanamannya lebih pendek dan 26 jumlah daun yang mati lebih banyak dibandingkan dengan padi yang toleran kekeringan. Perbedaan ini semakin terlihat pada saat padi berumur 27 HST. Daun pada padi peka kekeringan hampir semuanya mati dan yang toleran kekeringan daunnya masih terlihat hijau. Keterangan : 1 Media arang sekam MP1, 2 Media arang sekam dicampur kompos MP2, 3 Media pasir dan kaliandra MP3 , 4 Kertas stensil daur ulang, 5 kertas stensil, P = genotipe peka, T = varietas toleran. Gambar 1. Hasil Pengujian Pendahuluan pada Berbagai Jenis Media Tanam, Wadah, dan Volume Air. Media pasir dan kaliandra MP3 dapat memperlihatkan perbedaan padi yang toleran kekeringan dengan peka kekeringan pada umur 21 HST. Tinggi tanaman padi yang peka kekeringan lebih pendek, daunnya juga banyak yang menggulung dan jumlah daun yang mati lebih banyak dibandingkan dengan padi P T P P T P P T P P T P T 1 2 3 4 5 27 yang toleran kekeringan. Pemisahan antara media pasir dan humus kaliandra didasarkan pada sifat pasir yang mudah kering dan humus kaliandra yang mampu menahan air cukup lama. Hal ini dilakukan agar genotipe peka sudah berada di kondisi stres kekeringan sebelum akarnya mampu mencapai bagian humus kaliandra, sehingga gejala kekeringan sudah terlihat lebih dahulu dibandingkan varietas toleran. Warna daun pada padi yang menggunakan media arang sekam terlihat hijau kekuning7kuningan, walaupun media tersebut sudah dicampur dengan kompos. Hal ini dikarenakan arang sekam banyak mengandung karbon. Sekam padi mempunyai rasio CN sebesar 119.4 Parvaresh ., 2004. Ini menunjukkan bahwa kandungan karbon lebih banyak dibandingkan dengan nitrogen. Hanafiah 2005 menyatakan kandungan karbon yang lebih banyak daripada nitrogen akan menyebabkan immobilisasi nitrogen. Tanaman yang kekurangan N akan mengakibatkan daun menguning. Hal ini berbeda dengan padi yang menggunakan pasir dan kaliandra tanpa dicampur, warna daunnya terlihat lebih hijau. Kertas stensil dan kertas stensil daur ulang yang direndam dapat memperlihatkan perbedaan karena tinggi tanaman varietas yang toleran lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe yang peka. Pada Gambar 1 bagian kertas tempat tumbuhnya varietas toleran terlihat kering, sedangkan bagian kertas tempat tumbuhnya genotipe peka terlihat basah. Bagian atas kertas yang kering disebabkan oleh suhu, kelembaban, sinar matahari, dan penyerapan air oleh tanaman. Menurut Salisbury dan Ross 1995 suhu membuat udara mampu membawa lebih banyak kelembaban, sehingga transpirasi meningkat dan bukaan stomata terpengaruh. Cahaya matahari dapat menaikkan suhu daun sehingga air menguap lebih cepat. Harjadi 1993 menyatakan kekeringan dapat terjadi karena kehilangan air pada kegiatan transpirasi lebih banyak dibandingkan dengan absorpsi air. Evaporasi yang terjadi pada media kertas juga mempengaruhi kehilangan air pada media. 28 3 .0 +4- +, -+ 0.+ 4+1 .0 +1., 0 -+., Perlakuan yang diberikan pada media kertas bertujuan untuk mencari satu posisi ketinggian tanam yang dapat membedakan antara genotipe peka kekeringan dengan varietas toleran kekeringan. Ketinggian tanam yang dapat memperlihatkan perbedaan didapatkan dari hasil uji dengan membandingkan antara genotipe peka dengan varietas toleran pada setiap perlakuan. Hasil uji Lampiran 5 menunjukan terdapat beberapa posisi ketinggian pada setiap perlakuan yang dapat membedakan antara padi yang toleran kekeringan dengan yang peka kekeringan. Perlakuan yang memiliki posisi ketinggian tanam yang dapat membedakan antara genotipe peka dengan varietas toleran lebih dari satu, diseleksi kembali dengan cara melihat selisih antara varietas toleran kekeringan dengan peka kekeringan Lampiran 6. Posisi ketinggian tanam yang mempunyai selisih paling besar pada setiap perlakuan dijadikan metode berpotensi media kertas. Berdasarkan hasil selisih paling besar antara varietas toleran kekeringan dengan peka kekeringan setelah uji didapatkan satu metode pada setiap perlakuan, yaitu: 1 Metode kertas stensil daur ulang dengan posisi ketinggian tanam 21 cm MK1 dari perlakuan P1. 2 Metode kertas stensil daur ulang dengan posisi ketinggian tanam 30 cm MK2 dari perlakuan P2. 3 Metode kertas stensil daur ulang dengan posisi ketinggian tanam 25.5 cm MK3 dari perlakuan P3. 4 Metode kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 21 cm MK4 dari perlakuan P4. 5 Metode kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 11 cm MK5 dari perlakuan P5. 6 Metode kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 30 cm MK6 dari perlakuan P6. Metode berpotensi media kertas yang telah didapatkan, diuji dengan uji F dan hasil analisis ragam Lampiran 7 menunjukkan bahwa metode pada media 29 kertas berpengaruh nyata pada panjang tanaman dan panjang akar, sedangkan pada panjang plumula tidak berpengaruh nyata. Genotipe berpengaruh sangat nyata pada semua peubah. Interaksi antara metode dan genotipe tidak berpengaruh nyata pada semua peubah Tabel 4. Interaksi yang tidak berpengaruh nyata menunjukkan bahwa metode yang digunakan memberikan pengaruh yang sama terhadap genotipe dan varietas yang diuji. Hal ini menjelaskan bahwa semua metode berpotensi pada media kertas dapat menjadi dua metode terbaik. Tabel 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Genotipe Padi dan Metode Berpotensi Media Kertas terhadap Masing7Masing Peubah. Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah KT PT PP PA U 9 0.86 0.50 0.37 0.44 tn 0.67 tn 0.29 tn M 5 4.62 1.15 3.55 2.36 1.55 tn 2.83 G 2 25.35 11.94 14.19 12.69 16.06 11.31 MxG 10 1.21 0.52 0.76 0.63 tn 0.70 tn 0.60 tn Galat 153 1.96 0.74 1.26 Keterangan : U = ulangan, M = metode, G =genotipe, MxG = interaksi antara metode dan genotipe, PT = panjang tanaman, PP = panjang plumula, PA = panjang akar, angka yang berada di dalam tanda kurung adalah nilai F hitung, tn = tidak nyata, = nyata pada taraf 5 , = nyata pada taraf 1 . Nilai genotipe peka lebih kecil dibandingkan dengan varietas toleran pada semua peubah di enam metode media kertas berpotensi. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa metode MK3 berbeda nyata dengan MK1 dan MK4, tetapi tidak berbeda nyata dengan MK2, MK5, dan MK6 pada peubah panjang tanaman Tabel 5. Metode MK3 memiliki panjang tanaman dan panjang akar lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain, tetapi nilai selisih antara varietas toleran dengan genotipe peka pada MK3 terbilang rendah dibandingkan dengan metode lain. 30 Tabel 5. Pengaruh Metode Berpotensi Media Kertas terhadap Semua Peubah pada Masing7Masing Genotipe dan Varietas. Metode P T1 T2 Rataan T T Rataan M Selisih T 7 P Panjang Tanaman cm MK1 18.66 25.64 28.73 27.18 24.34b 8.52 MK2 25.41 33.18 31.41 32.29 30.00ab 6.88 MK3 28.78 31.52 34.34 32.93 31.55a 4.15 MK4 17.85 25.67 26.41 26.04 23.31b 8.56 MK5 24.97 32.57 30.64 31.60 29.39ab 6.64 MK6 21.08 30.61 27.92 29.27 26.54ab 8.19 Rataan G 22.79b 29.87 a 29.91a Panjang Plumula cm MK1 8.38 9.28 11.54 10.41 9.73 2.03 MK2 9.81 12.58 14.70 13.64 12.36 3.83 MK3 11.26 11.51 14.36 12.94 12.38 1.68 MK4 8.46 9.08 12.69 10.88 10.08 2.42 MK5 8.79 10.74 13.37 12.06 10.97 3.27 MK6 8.74 11.49 12.07 11.78 10.77 3.04 Rataan G 9.24c 10.78b 13.12a Panjang Akar cm MK1 10.28 16.24 17.19 16.71 14.57bc 6.44 MK2 15.58 20.60 16.71 18.66 17.63abc 3.08 MK3 17.52 20.01 19.98 19.99 19.17a 2.47 MK4 8.34 16.59 14.52 15.55 13.15c 7.21 MK5 16.18 21.82 17.27 19.55 18.42ab 3.37 MK6 12.34 18.72 15.86 17.29 15.63bc 4.95 Rataan G 13.37b 18.99a 16.92a Keterangan : MK1 = kertas stensil daur ulang dengan posisi ketinggian tanam 21 cm, MK2 = kertas stensil daur ulang dengan posisi ketinggian tanm 30 cm, MK3 = kertas stensil daur ulang dengan posisi ketinggian tanam 25.5 cm, MK4 = kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 21 cm, MK5 = kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 11 cm, MK6 = kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 30 cm, rataan G = rata7 rata setiap varietas pada semua metode, P = genotipe peka, T1 = Varietas toleran Inpago 5, T2 = varietas toleran Salumpikit, rataan M = rata7rata dari semua varietas pada setiap metode, data yang digunakan untuk menganalisis adalah data hasil transformasi tetapi angka yang ditampilkan adalah data asli, angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada setiap rataan tidak berbeda nyata pada taraf 5 berdasarkan uji DMRT. Penentuan dua metode terbaik selanjutnya ditentukan dengan menggunakan selisih antara varietas toleran dengan genotipe peka. Selisih yang paling besar pada peubah panjang tanaman dan panjang akar adalah MK4, sedangkan pada panjang plumula adalah MK2. Kertas stensil daur ulang 31 mempunyai kemampuan menyerap air lebih banyak dan mempertahankan air lebih lama dibandingkan dengan kertas stensil, sehingga untuk pengujian toleransi kekeringan kertas stensil lebih cocok untuk digunakan. Selisih terbesar kedua pada kertas stensil adalah MK6. Metode berpotensi pada media kertas yang berpeluang menjadi dua metode terbaik pada media kertas adalah kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 21 cm MK4 dan kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 30 cm MK6. Pada beberapa metode berpotensi media kertas terdapat metode yang memiliki ketinggian tanam yang sama. Metode MK1 dan MK4 memiliki posisi ketinggian tanam yang sama yaitu 21 cm. MK2 dan MK6 memiliki posisi ketinggian tanam yang sama pada ketinggian 30 cm. MK1 dan MK4 berasal dari perlakuan jarak ketinggian tanam antar benih 1.5 cm, sedangkan MK2 dan MK6 berasal dari perlakuan jarak ketinggian tanam antar benih yang berbeda. Metode yang berasal dari perlakuan jarak ketinggian tanam antar benih yang sama memiliki panjang tanaman, panjang plumula dan panjang akar yang hampir sama pada genotipe peka dan varietas toleran. Metode yang mempunyai tinggi yang sama tetapi berasal dari perlakuan jarak ketinggian tanam antar benih yang berbeda terlihat ada perbedaan pada panjang akar. Pada panjang plumula MK2 dan MK6 panjangnya hampir sama. Berbedanya panjang akar pada MK2 dan MK6 disebabkan oleh jarak ketinggian tanam antar benih yang berbeda dan jenis kertas yang digunakan. MK6 berasal dari perlakuan jarak ketinggian tanam antar benih 4.5 cm, sedangkan MK2 mempunyai jarak ketinggian tanam antar benih 3 cm. Jarak ketinggian antar benih yang semakin besar akan memberikan peluang bagi akar untuk tumbuh ke bawah karena tanaman yang menghalangi pertumbuhannya semakin sedikit. Perbedaan pada panjang akar dengan panjang plumula yang sama, akan menyebabkan perbedaan pada panjang tanaman. Jenis kertas yang digunakan juga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman karena setiap jenis kertas memiliki karakteristik yang berbeda. Kertas stensil memiliki tekstur yang halus dan serat yang lebih sedikit dibandingkan dengan kertas stensil daur ulang Lampiran 8. Kertas stensil daur ulang mampu menyerap air lebih cepat dan mampu mempertahankan air lebih 32 lama dibandingkan dengan kertas stensil. Menurut Hapsari 2004 kertas merang mempunyai kemampuan mengabsorbsi air lebih banyak yaitu 31.00 gsubstrat dibandingkan dengan kertas stensil hanya 26.42 gsubstrat dan kertas buram sebesar 24.56 gsubstrat. Hal ini membuktikan kertas yang mempunyai serat lebih banyak mampu mengabsorbsi air lebih banyak. Hapsari 2004 juga menyatakan kertas stensil mampu mempertahankan air setelah tujuh hari dalam germinator IPB 7271 dengan persentase kehilangan air sebesar 0 , sedangkan pada kertas merang persentase kehilangan air sebesar 7.4 dan kertas buram sebesar 5.4 . 4 0 0. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 9 pada tiga metode media padat menunjukkan bahwa metode berpengaruh sangat nyata pada semua peubah, sedangkan genotipe berpengaruh nyata pada panjang tanaman, berpengaruh sangat nyata pada panjang plumula dan tidak berpengaruh nyata pada panjang akar Tabel 6. Tabel 6. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Genotipe Padi dan Metode Berpotensi Media Padat terhadap Masing7Masing Peubah. Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah KT PT PP PA U 3 8.55 1.90 1.92 1.13 tn 0.73 tn 0.66 tn M 2 109.94 42.89 24.16 14.53 16.36 8.32 G 2 37.97 23.53 2.65 5.02 8.98 0.91 tn MxG 4 5.90 4.33 0.65 0.78 tn 1.65 tn 0.22 tn Galat 24 7.56 2.62 2.91 Keterangan : U = ulangan, M = metode, G =genotipe, MxG = interaksi antara metode dan genotipe, PT = panjang tanaman, PP = panjang plumula, PA = panjang akar, angka yang berada di dalam tanda kurung adalah nilai F hitung, tn = tidak nyata, = nyata pada taraf 5 , = nyata pada taraf 1 . Interaksi antara faktor metode dan genotipe tidak berpengaruh nyata pada semua peubah. Hal ini menunjukkan bahwa tiga metode pada media padat memberikan pengaruh yang sama terhadap genotipe yang digunakan. 33 Semua metode media padat menunjukkan hasil genotipe peka pada semua peubah lebih kecil dibandingkan dengan varietas toleran. Berdasarkan hasil rata7 rata semua peubah, MP3 memiliki nilai yang paling besar dan selisih yang paling besar antara genotipe peka dengan varietas toleran Tabel 7. Selisih antara genotipe peka kekeringan dengan varietas toleran kekeringan pada MP3 disebabkan oleh sifat pasir dan kaliandra sebagai media. Pasir bersifat poros dan semakin poros suatu tanah akan makin mudah akar untuk berpenetrasi, serta makin mudah air dan udara bersirkulasi, tetapi makin mudah pula air hilang dari tanah Hanafiah, 2005. Kaliandra mampu menahan air lebih lama dan karena letaknya di bawah, kaliandra juga tidak mudah menguap. Hal ini terlihat pada kadar air pasir dan kaliandra pada akhir pengamatan yaitu sebesar 1.89 untuk pasir dan 53.24 untuk kaliandra. Saat pasir mulai mengering, genotipe peka akan mengalami stres lebih cepat dibandingkan dengan padi yang toleran kekeringan. Padi yang stres terhadap kekeringan akan memanjangkan akarnya untuk mendapatkan air yang terletak di dalam media kaliandra, sedangkan varietas toleran masih dapat tumbuh secara normal. Menurut Mansfield dan Atkinson 1990, tanaman mengubah distribusi asimilat baru untuk mendukung pertumbuhan akar dengan mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi. Hal ini dibuktikan dengan panjang akar genotipe peka kekeringan pada metode MP3 tidak berbeda jauh dengan varietas toleran, sedangkan panjang plumula genotipe peka kekeringan berbeda jauh dengan varietas toleran. Panjang akar pada genotipe peka kekeringan sebesar 9.90 cm, varietas toleran sebesar 11.43 cm dan 10.55 cm. Panjang plumula dan panjang akar antara genotipe peka dan varietas toleran pada metode MP1 dan MP2 tidak berbeda jauh. Pada MP1 dipengaruhi oleh ketinggian wadah yang digunakan. Tinggi wadah sebesar 4 cm mengakibatkan air yang tersimpan dalam arang sekam mengalami penguapan yang sangat cepat dan tanaman padi tidak bisa memanjangkan akarnya kerena tinggi wadah yang terbatas, sehingga genotipe peka dan varietas toleran akan mengalami stres kekeringan pada waktu yang bersamaan. Pada metode MP2 dipengaruhi oleh media yang digunakan yaitu campuran arang sekam dan 34 kompos. Arang sekam kompos mempunyai sifat untuk menahan air. Kadar air arang sekam dicampur kompos pada akhir pengamatan adalah 52.01 . Kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah yang kering, mengandung unsur hara dan memiliki kapasitas pertukaran kation yang lebih tinggi Setyorini ., 2006. Hal ini menyebabkan tanaman membutuhkan waktu yang lama untuk mengalami stres kekeringan baik pada genotipe peka maupun varietas toleran. Tabel 7. Pengaruh Metode Berpotensi Media Padat terhadap Semua Peubah pada Masing7Masing Genotipe dan Varietas. Metode P T1 T2 Rataan T T Rataan M Selisih T 7 P Panjang Tanaman cm MP1 19.34 19.63 22.22 20.92 20.39c 1.58 MP2 21.88 23.46 24.61 24.04 23.32b 2.15 MP3 23.17 28.08 28.10 28.09 26.45a 4.92 Rataan G 21.46b 23.72ab 24.97a Panjang Plumula cm MP1 11.35 11.42 14.09 12.75 12.29b 1.40 MP2 14.39 15.71 15.76 15.73 15.29a 1.34 MP3 13.26 16.54 17.55 17.04 15.78a 3.78 Rataan G 13.00b 14.55a 15.79a Panjang Akar cm MP1 7.80 8.33 8.01 8.17 8.05b 0.37 MP2 7.72 8.38 8.85 8.61 8.31b 0.90 MP3 9.90 11.43 10.55 10.99 10.63a 1.10 Rataan G 8.47 9.38 9.14 Keterangan : MP1 = metode padat arang sekam, MP2 = metode padat arang sekam dicampur kompos, MP3 = metode padat pasir dan kaliandra tanpa dicampur, rataan G = rata7 rata setiap varietas pada semua metode, P = genotipe peka, T1 = Varietas Inpago 5, T2 = varietas Salumpikit, rataan M = rata7rata dari semua varietas pada setiap metode, angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap rataan tidak berbeda nyata pada taraf 5 pada uji DMRT. Hasil uji lanjut DMRT juga menunjukkan metode MP3 mempunyai nilai yang paling tinggi. Metode MP3 berbeda nyata dengan metode MP1 dan MP2 pada peubah panjang tanaman dan panjang akar. Pada panjang plumula metode MP3 tidak berbeda nyata dengan metode MP2. Metode berpotensi pada media padat yang berpeluang menjadi dua metode terbaik jika dilihat dari selisih antara varietas toleran dengan genotipe peka adalah media arang sekam dicampur kompos MP2 dan media pasir dan 35 kaliandra tanpa dicampur MP3. Metode MP3 mempunyai selisih paling besar pada semua peubah yang diamati. Selisih kedua yang paling besar pada peubah panjang tanaman dan panjang akar adalah MP2. Metode berpotensi yang berpeluang menjadi dua metode terbaik dari enam metode media kertas dan tiga metode media padat berpotensi adalah MK4, MK6, MP2 dan MP3. Pada pengujian ini hanya akan ada dua metode terbaik yang akan dilanjutkan pada pengujian selanjutnya. Metode berpotensi yang berpeluang menjadi dua metode terbaik diseleksi kembali dengan melihat hasil selisih pada masing7masing metode. Jika hasil selisih tidak berbeda jauh antara satu sama lain, kemudahan dalam pengaplikasian akan menjadi faktor selanjutnya dalam menentukan dua metode terbaik. Hasil selisih antara varietas toleran dengan genotipe peka pada dua metode terbaik media kertas dan media padat menunjukkan bahwa pada peubah panjang tanaman dan panjang akar MK4 dan MK6 memiliki selisih yang paling besar dibandingkan dengan MP2 dan MP3 Tabel 8. Tabel 8. Rekapitulasi Selisih antara Varietas Toleran dengan Genotipe Peka pada Dua Metode Terbaik Media Kertas dan Media Padat. Metode Panjang Tanaman cm Panjang Plumula cm Panjang Akar cm ……….………Media Kertas……………… MK4 8.56 2.42 7.12 MK6 8.19 3.04 4.95 ………………..Media Padat………………. MP2 2.15 1.34 0.90 MP3 4.92 3.78 1.10 Keterangan : MK4 = kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 21 cm, MK6 = kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 30 cm, MP2 = metode padat arang sekam dicampur kompos, MP3 = metode padat pasir dan kaliandra tanpa dicampur. Pada peubah panjang plumula terlihat nilai selisih MK6 dan MP3 tidak berbeda jauh. Metode MP3 dapat memperlihatkan perbedaan antara padi toleran kekeringan dengan peka kekeringan pada 21 HST, sedangkan MK4 dan MK6 media kertas dapat menunjukkan perbedaan pada 14 HST. Pengaplikasian menggunakan metode kertas stensil juga lebih murah. Oleh karena itu, dua metode terbaik yang terpilih dari enam metode media kertas dan tiga metode media padat berpotensi adalah MK4 dan MK6. 36 3 . .0 +1 +, -+ Pengujian dua metode terbaik bertujuan menguji dua metode terbaik yang telah didapatkan dari pengujian enam metode media kertas dan tiga metode media padat untuk dijadikan satu metode terpilih. Pengujian ini dilakukan agar satu metode terpilih merupakan metode yang dapat membedakan antara padi yang toleran kekeringan dengan peka kekeringan. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 10 menunjukkan metode berpengaruh sangat nyata pada peubah panjang tanaman, panjang akar, bobot kering akar, dan persentase daun menggulung Tabel 9. Tabel 9. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Genotipe Padi terhadap Berbagai Peubah pada Pengujian Dua Metode Terbaik. Peubah Perlakuan M G MxG Panjang tanaman 8.39 3.87 tn 5.59 Panjang plumula 0.09 tn 36.73 11.93 Panjang akar 15.73 3.00 tn 0.66 tn Bobot kering kecambah normal 0.01 tn 2.74 tn 8.04 Bobot kering plumula 1.11 tn 0.99 tn 11.21 Bobot kering akar 7.86 2.01 tn 0.02 tn Jumlah daun 1.61 tn 21.64 1.61 tn Persentase daun mati a 2.30 tn 4.59 1.79 tn Persentase daun menggulung a 29.35 16.31 10.91 Persentase kecambah mati a 3.41 tn 0.21 tn 1.23 tn Daya berkecambah 7.22 tn 7.22 tn 2.23 tn Keterangan : M = metode, G =genotipe, MxG = interaksi antara metode dan genotipe, angka di dalam tanda kurung adalah F hitung, = nyata pada taraf 1 , = nyata pada taraf 5 , tn = tidak nyata, a = data hasil transformasi Perlakuan genotipe berpengaruh nyata pada peubah persentase daun mati dan berpengaruh sangat nyata pada peubah panjang plumula, jumlah daun serta persentase daun menggulung. Interaksi antara metode dengan genotipe berpengaruh nyata pada panjang tanaman dan berpengaruh sangat nyata pada panjang plumula, bobot kecambah kering normal, bobot kering plumula serta persentase daun menggulung. Metode kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 21 cm MK4 pertumbuhannya kurang bagus dibandingkan dengan MK6. Hal ini disebabkan pertumbuhan pada MK4 terhambat oleh MK6 yang terletak 9 cm di atasnya. 37 Daun pada MK4 juga menggulung dan berwarna kuning pada genotipe peka dan varietas toleran. Menggulungnya daun dikarenakan daun MK4 berkembang di dalam gulungan kertas, sehingga tidak dapat cahaya matahari Gambar 2. Keterangan : 1 gulungan pengujian dua metode terbaik yaitu metode kertas stensil dengan jarak ketinggian tanam 21 cm dan ketinggian tanam 31 cm, 2 = metode kertas stensil dengan jarak ketinggian tanam 21 cm MK4, 3 = metode kertas stensil dengan jarak ketinggian tanam 31 cm MK6, P = genotipe peka, T = varietas toleran. Gambar 2. Hasil Pengujian Dua Metode Terbaik. Perbedaan genotipe peka dengan varietas toleran pada metode kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 30 cm MK6 lebih terlihat dibandingkan dengan metode kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 21 cm MK4. Hal ini terlihat pada Gambar 3, genotipe peka pada MK6 panjang plumulanya lebih pendek dibandingkan dengan varietas toleran. Menurut Muhsanti 1992 periode kekeringan pada stadia pertumbuhan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman karena kadar air media yang rendah akan menekan pertumbuhan yang ditunjukkan oleh tinggi tanaman. Daun varietas toleran pada MK6 tidak terlihat menggulung, sedangkan pada genotipe peka daunnya menggulung. Hasil selisih antara varietas toleran dengan genotipe peka menunjukkan bahwa metode MK6 mempunyai nilai selisih lebih besar dibandingkan dengan metode MK4 hampir pada semua peubah kecuali peubah persentase daun mati dan persentase tanaman mati Tabel 10. Hal ini dikarenakan saat 14 HST, varietas toleran dan genotipe peka pada metode MK6 mengalami stres kekeringan yang P T P T P T 2 3 1 2 3 38 lebih tinggi dibandingkan dengan MK4. Hasil uji t juga menunjukan bahwa varietas toleran dengan genotipe peka metode MK6 berbeda nyata pada peubah panjang tanaman, panjang plumula, bobot kecambah kering normal dan persentase daun menggulung. Varietas toleran dan genotipe peka metode MK4 hanya berbeda nyata pada peubah persentase daun mati. Tabel 10. Pengaruh Metode terhadap Genotipe Padi pada Berbagai Peubah pada Pengujian Dua Metode Terbaik. Peubah MK4 MK6 Selisih Peka Toleran Peka Toleran MK4 MK6 DB 98.00 98.00 91.00 100.00 0.00 9.00 PT cm 32.36 32.07 28.49b 31.68a 70.29 3.19 PP cm 11.80 12.8 10.36b 14.01a 1.00 3.65 PA cm 20.56 19.27 18.13 17.66 71.29 70.47 BKKN g 0.098 0.094 0.089b 0.103a 70.004 0.014 BKP g 0.067 0.060 0.056 0.066 70.006 0.010 BKA g 0.033 0.034 0.036 0.038 0.002 0.002 JD lb 1.40 1.00 1.70 1.00 70.40 70.70 PDG 100.00 100.00 78.99a 35.11b 0.00 744.9 PDM 5.61a 0.00b 6.08 6.00 75.61 70.08 PKM 1.10 0.00 2.40 4.01 71.10 1.61 Keterangan : MK4 = metode kertas stensil dengan ketinggian tanam 21 cm, MK6 = kertas stensil dengan ketinggian tanam 30 cm, PT = panjang tanaman, PP = panjang plumula, PA = panjang akar, BKKN = bobot kering kecambah normal, BKP = bobot kering plumula, BKA = bobot kering akar, JD = jumlah daun, PDG = persentase daun menggulung, PDM = persentase daun mati, PKM = persentase kecambah mati, DB = daya berkecambah, angka7angka pada baris yang sama pada setiap metode pengujian diikuti oleh huruf a dan b berbeda nyata pada uji t dengan taraf 5 . Peubah panjang akar dan jumlah daun tidak dijadikan parameter dalam menentukan satu metode terpilih karena mempunyai nilai selisih negatif. Selisih antara varietas toleran dengan peka pada peubah daya berkecambah, panjang tanaman, panjang plumula, panjang akar, bobot kering kecambah normal, bobot kering plumula, bobot kering akar dan jumlah daun harus menunjukkan hasil yang positif. Selisih pada persentase daun menggulung, persentase daun mati, dan persentase kecambah mati harus menunjukkan hasil yang negatif. Pada peubah panjang tanaman dan panjang plumula, varietas toleran dan genotipe peka MK4 mempunyai nilai rata7rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan MK6. Panjang tanaman dan panjang plumula pada metode MK4 lebih 39 tinggi karena terjadi etiolasi. Metode MK4 terletak di tengah7tengah gulungan dan tidak ada cahaya yang masuk ke dalam gulungan, sedangkan MK6 terletak 3 cm di bawah batas permukaan atas gulungan. Letak metode MK6 mengakibatkan pertumbuhan plumulanya keluar dari gulungan dan mendapatkan cahaya matahari. Hasil selisih dan uji t antara varietas toleran dengan genotipe peka menunjukkan bahwa metode kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 30 cm MK6 merupakan satu metode terpilih. Peubah yang dapat digunakan untuk parameter pengujian toleransi kekeringan adalah persentase daun menggulung. : .1 0 10 . 3.0 +1 0 4+.+3 Pengujian 48 genotipe di laboratorium menggunakan satu metode terpilih yaitu kertas stensil dengan posisi ketinggian tanam 30 cm. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam Lampiran 11, genotipe berpengaruh sangat nyata pada hampir semua peubah kecuali bobot kering plumula. Genotipe berpengaruh nyata pada bobot kering plumula. Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan diantara genotipe yang diuji pada satu metode terpilih di laboratorium Tabel 11. Tabel 11. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Peubah yang Diamati pada Satu Metode Terpilih di Laboratorium. Peubah Genotipe Panjang Tanaman Pajang Plumula Panjang Akar Bobot Kering Kecambah Normal Bobot Kering Plumula a Bobot Kering Akar Jumlah Daun Persentase Daun Mati a Persentase Daun Menggulung a Persentase Kecambah Mati a Daya Berkecambah Keterangan : = nyata pada taraf 1 , = nyata pada taraf 5 , tn = tidak nyata, a = data hasil transformasi Genotipe yang digunakan pada pengujian ini mempunyai daya berkecambah di atas 80 . Hal ini menunjukkan bahwa benih yang digunakan memiliki vigor genetik yang tinggi, karena 48 genotipe ini yang mempunyai daya 40 berkecambah yang tinggi setelah mengalami masa penyimpanan selama tiga bulan pada suhu ruang dan enam bulan pada suhu AC. Pada awal pengujian menggunakan 82 genotipe, tetapi sebagian besar genotipe pada saat pengujian kekeringan banyak mengalami kemunduran, sehingga genotipe padi gogo yang digunakan sebanyak 48 genotipe. Berdasarkan hasil pengujian 48 genotipe padi gogo pada satu metode terpilih, genotipe berpengaruh sangat nyata pada persentase daun menggulung. Pada Tabel 12 dapat dilihat nilai rata7rata persentase daun menggulung dari pengujian 48 genotipe pada satu metode terpilih sebesar 17.60 dengan nilai kisaran yang cukup lebar dari 0 pada genotipe B11177G7TB7171 sampai 44.82 pada genotipe B11178G7TB729. Tabel 12. Rata7Rata dan Kisaran Nilai Peubah yang Diamati dalam Pengujian 48 Genotipe pada Satu Metode Terpilih Peubah Rata7rata Kisaran Nilai Panjang tanaman cm 36.76 27.03745.85 Panjang Plumula cm 13.01 10.09717.81 Panjang akar cm 23.75 17.54728.52 Bobot kering kecambah normal g 0.0925 0.061570.1174 Bobot kering plumula g 0.0594 0.027270.1014 Bobot kering akar g 0.0414 0.020570.0669 Jumlah daun lembar 1.80 172 Persentase daun mati 2.30 0.00722.22 Persentase daun menggulung 17.60 0.00744.82 Persentase kecambah mati 1.83 0.00722.22 Daya berkecambah 90.94 807100 Rendahnya nilai persentase daun menggulung pada percobaan ini sebagai contoh pada genotipe B12826E7MR71 sebesar 20.69 , dibandingkan dengan persentase daun menggulung genotipe B12826E7MR71 pada percobaan tahap tiga di laboratorium sebesar 78.99 dikarenakan gulungan yang diletakkan dalam bak berisi air dalam pengujian 48 genotipe pada satu metode terpilih ini jumlah jauh lebih banyak. Jumlah gulungan kertas dalam jumlah banyak mengakibatkan kertas saling berdempetan, sehingga kertas cukup lembab dan kurang kering. 41 +, .+ 4 0 3 2 0 4 0 4+.+3 Peubah di laboratorium dikelompokkan berdasarkan tingkat toleransi persentase daun mati di rumah kaca, yaitu peka dan sangat peka Lampiran 12. Berdasarkan hasil pengelompokan, kisaran nilai dari semua peubah di laboratorium antara peka dengan sangat peka saling bertumpuk Tabel 13. Kisaran nilai yang antara peka dan sangat peka menyebabkan kesulitan dalam pengelompokan tingkat toleransi jika hanya melihat dari peubah di laboratorium tanpa membandingkannya dengan peubah persentase daun mati di rumah kaca. Tabel 13. Rata7rata dan Kisaran Nilai Peubah di Laboratorium berdasarkan Tingkat Toleransi Persentase Daun Mati di Rumah Kaca Peubah Rata7Rata Peka Sangat Peka PT cm 37.46 35.85 31.61 7 45.85 27.63 7 44.45 PP cm 13.30 12.63 10.70 7 17.39 10.09 7 16.98 PA cm 24.16 23.22 20.28 7 28.52 17.54 7 28.22 BKKN g 0.0957 0.0884 0.0728 7 0.1153 0.0674 7 0.1174 BKP g 0.0588 0.0602 0.0328 7 0.0747 0.0428 7 0.1513 BKA g 0.0428 0.0397 0.0304 7 0.0519 0.0316 7 0.0466 PDM 2.09 2.57 0.00 – 12.15 0.00 – 22.22 PDG 18.30 16.71 5.00 – 33.75 0.00 – 44.82 PKM 1.74 1.94 0.00 – 12.15 0.00 7 .22.22 JD lembar 2 2 1 7 2 2 7 2 Keterangan : PT =panjang tanaman, PP = panjang plumula, PA =panjang akar, BKKN = bobot kering kecambah normal, BKP =bobot kering plumula, BKA = bobot kering akar, PDM = persentase daun mati, PKM = persentase kecambah mati, JD = jumlah daun, angka yang dapat dalam tanda kurung merupakan kisaran nilai dari terkecil sampai terbesar. 42 Kisaran nilai pada tingkat toleransi peka dan sangat peka yang saling karena korelasi antara persentase daun mati di rumah kaca dengan semua peubah di laboratorium tidak berkorelasi nyata Tabel 14. Korelasi antara persentase daun mati di rumah kaca dengan peubah yang diamati di laboratorium dilakukan untuk mengetahui peubah di laboratorium yang dapat menggambarkan persentase daun mati di rumah kaca. Korelasi tidak nyata menunjukkan bahwa peubah di laboratorium pada satu metode terpilih tidak dapat menggambarkan persentase daun mati di rumah kaca. Korelasi tidak nyata pada peubah di laboratorium dengan peubah persentase daun mati disebabkan 48 genotipe yang digunakan memiliki tingkat keragaman toleransi yang kecil yaitu genotipe berada pada tingkat toleransi peka dan sangat peka berdasarkan pengujian di rumah kaca. Tabel 14. Korelasi antara Peubah Pengujian di Rumah Kaca dengan Pengujian di Laboratorium. Lab Rumah kaca JD PDM PDG PTM BKB PT 0.119 tn 70.135 tn 0.128 tn 70.167 tn 0.456 PP 0.156 tn 70.178 tn 0.157 tn 70.247 tn 0.469 PA 0.069 tn 70.078 tn 0.082 tn 0.078 tn 0.349 tn BKKN 0.024 tn 70.168 tn 0.043 tn 0.209 tn 0.206 tn BKP 0.088 tn 0.146 tn 0.213 tn 0.155 tn 0.228 tn BKA 0.095 tn 70.235 tn 0.119 tn 70.209 tn 0.261 tn JD 70.022 tn 0.205 tn 0.095 tn 0.116 tn 70.041 tn PDM a 0.056 tn 0.049 tn 70.038 tn 70.038 tn 0.013 tn PDG a 70.182 tn 70.031 tn 70.102 tn 0.072 tn 70.174 tn PKM a 0.078 tn 0.038 tn 70.023 tn 70.039 tn 70.041 tn DB 0.099 tn 70.113 tn 0.037 tn 70.148 tn 0.281 tn Keterangan : PDM = persentase daun mati, PTM = persentase tanaman mati, BKB = bobot kering bibit, PT = panjang tanaman, PP = panjang plumula, PA = panjang akar, BKKN = berat kecambah kering normal, BKP = bobot kering plumula, BKA = bobot kering akar, JD = jumlah daun, PDG = persentase daun menggulung, PKM =persentase kecambah mati, DB = daya berkecambah, a = data hasil transformasi , = nyata pada taraf 5 , = nyata pada taraf 1 , tn = tidak nyata. Peubah persentase daun mati di rumah kaca mempunyai nilai koefisien korelasi terbesar dengan peubah bobot kering akar di laboratorium, walaupun berkorelasi tidak nyata. Hubungan korelasi antara peubah persentase daun mati di rumah kaca dengan peubah bobot kering akar di laboratorium bersifat negatif. 43 Bobot kering akar merupakan peubah di laboratoium yang digunakan dalam simulasi seleksi pada tahap awal. 3, -, 0 +