Latar Belakang Discharge and Sedimentation Prediction by MWSWAT Model In Upper Citarum Sub Watershed, West Java Province

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara ke-5 dalam jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah negara China, India, Amerika Serikat dan Jepang. Seperti yang telah diungkapkan oleh Suripin 2002, berdasarkan jumlah lahan yang tersedia dan pertumbuhan penduduk dunia, telah terjadi penurunan luas kepemilikan lahan dari 1.04 hakapita menjadi 0.91 hakapita. Kepemilikan lahan ini diprediksi akan menurun menjadi 0.45 hakapita pada tahun 2050 yang akan datang. Kebutuhan manusia terhadap lahan yang terus meningkat seiring pertambahan penduduk akan menyebabkan berkurangnya sumber daya lahan yang tersedia. Berkurangnya sumber daya lahan yang diikuti oleh penurunan tingkat produktivitas lahan akibat degradasi akan menimbulkan masalah yang serius bagi umat manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Degradasi lahan dipicu oleh kegiatan manusia dalam mengelola lahan untuk peningkatan produksi, tetapi tanpa mengindahkan kaidah konservasi, sehingga menimbulkan erosi. Akibat negatif yang ditimbulkan erosi pun beragam, seperti di daerah hulu adalah terjadinya pengikisan lapisan tanah dan bahan organik, berkurangnya kedalaman perakaran dan ketersediaan air akibat menurunnya laju infiltrasi air ke dalam tanah. Di bagian hilir DAS erosi menimbulkan permasalahan sedimentasi dan masalah lingkungan lainnya seperti pendangkalan sungai, merusak bangunan- bangunan hidrolika dan menurunnya debit air untuk kebutuhan air irigasi serta pembangkit listrik tenaga air. Di dalam suatu siklus hidrologi, permasalahan degradasi sumber daya lahan berkaitan erat dengan kondisi sumber daya air. Alih fungsi lahan yang tidak memerhatikan kaidah-kaidah konservasi menyebabkan terganggunya siklus hidrologi di suatu kawasan DAS. Terjadinya banjir, menurunnya debit dan kualitas air serta timpangnya distribusi air secara temporal pada musim hujan dan kemarau merupakan indikasi dari rusaknya suatu kawasan DAS. Oleh karena itu dibutuhkan usaha pengelolaan DAS yang dapat menjamin keberlangsungan potensi sumber daya tanah dan air serta ketersediaan air sepanjang tahun. Kegiatan manusia dalam alih fungsi lahan pada suatu kawasan DAS akan memengaruhi karakteristik siklus hidrologi di dalamnya. Karakteristik tersebut berupa perubahan perilaku dan fungsi air. Sehubungan dengan itu dalam proses pengelolaan kawasan DAS diperlukan kajian yang berhubungan dengan dampak penggunaan lahan terhadap respon hidrologi melalui evaluasi pengukuran langsung di lapangan atau dengan simulasi menggunakan model. Pemilihan model hidrologi umumnya terkait dengan batasan waktu dan biaya. Model hidrologi yang dipilih hendaknya memiliki kemampuan dalam mengintegrasikan berbagai data input sumber daya lahan dan iklim serta mampu memprediksi pengaruhnya terhadap respon hidrologi. Perkembangan pengetahuan dalam ranah model hidrologi telah berhasil menyediakan beberapa model yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi proses erosi pada skala DAS, diantaranya adalah SWRRB, SWAT dan SWIM Arnold et al., 1990. Model SWAT dan SWIM adalah model yang mengombinasikan beberapa hubungan deskripsi proses matematik dan empiris untuk simulasi pertumbuhan tanaman dan proses pengangkutan sedimen. SWAT Soil and Water Assesment Tool merupakan suatu model hidrologi yang dibangun oleh Dr. Jeff Arnold untuk USDA Agricultural Research Services ARS. SWAT dikembangkan untuk memprediksi dampak praktik-praktik manajemen lahan terhadap hasil air, sedimen maupun residu kimia pertanian pada suatu DAS yang kompleks dengan berbagai variasi jenis tanah, penggunaan lahan dan manajemen lahan pada suatu periode waktu tertentu. Penerapan model SWAT di Indonesia belum banyak dilakukan dan tergolong masih baru. Model ini dapat digunakan dalam mengidentifikasi, menilai dan mengevaluasi permasalahan pada skala DAS serta sebagai alat untuk memilih tindakan yang tepat guna menyelesaikan permasalahan di DAS tersebut.

1.2 Permasalahan