Permasalahan Discharge and Sedimentation Prediction by MWSWAT Model In Upper Citarum Sub Watershed, West Java Province

Kegiatan manusia dalam alih fungsi lahan pada suatu kawasan DAS akan memengaruhi karakteristik siklus hidrologi di dalamnya. Karakteristik tersebut berupa perubahan perilaku dan fungsi air. Sehubungan dengan itu dalam proses pengelolaan kawasan DAS diperlukan kajian yang berhubungan dengan dampak penggunaan lahan terhadap respon hidrologi melalui evaluasi pengukuran langsung di lapangan atau dengan simulasi menggunakan model. Pemilihan model hidrologi umumnya terkait dengan batasan waktu dan biaya. Model hidrologi yang dipilih hendaknya memiliki kemampuan dalam mengintegrasikan berbagai data input sumber daya lahan dan iklim serta mampu memprediksi pengaruhnya terhadap respon hidrologi. Perkembangan pengetahuan dalam ranah model hidrologi telah berhasil menyediakan beberapa model yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi proses erosi pada skala DAS, diantaranya adalah SWRRB, SWAT dan SWIM Arnold et al., 1990. Model SWAT dan SWIM adalah model yang mengombinasikan beberapa hubungan deskripsi proses matematik dan empiris untuk simulasi pertumbuhan tanaman dan proses pengangkutan sedimen. SWAT Soil and Water Assesment Tool merupakan suatu model hidrologi yang dibangun oleh Dr. Jeff Arnold untuk USDA Agricultural Research Services ARS. SWAT dikembangkan untuk memprediksi dampak praktik-praktik manajemen lahan terhadap hasil air, sedimen maupun residu kimia pertanian pada suatu DAS yang kompleks dengan berbagai variasi jenis tanah, penggunaan lahan dan manajemen lahan pada suatu periode waktu tertentu. Penerapan model SWAT di Indonesia belum banyak dilakukan dan tergolong masih baru. Model ini dapat digunakan dalam mengidentifikasi, menilai dan mengevaluasi permasalahan pada skala DAS serta sebagai alat untuk memilih tindakan yang tepat guna menyelesaikan permasalahan di DAS tersebut.

1.2 Permasalahan

Dalam rangka upaya tindakan penyelamatan sumber daya alam, salah satu langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia adalah mengeluarkan surat keputusan bersama tiga menteri; Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum. Surat keputusan dengan Nomor 19 Tahun 1984; Nomor 059Kpts-II1984 dan Nomor 124Kpts1984 tanggal 4 April 1984 tersebut berisi tentang penanganan DAS Prioritas yang mencakup wilayah kerja, kriteria dasar penetapan DAS Prioritas serta maksud dan tujuannya. Pada tahun 1984 di Pulau Jawa terdapat 12 DAS yang termasuk kategori DAS Prioritas dan pada tahun 2000 jumlah DAS kritis tersebut bertambah menjadi 15 DAS Suripin, 2002. DAS Citarum yang berada di Provinsi Jawa Barat termasuk dalam daftar DAS Prioritas tersebut. Perhatian dan pengelolaan yang diberikan dalam rangka rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam hutan, tanah dan tata air di DAS Citarum ditujukan untuk memperbaiki dan mengurangi jumlah DAS kritis terutama di Pulau Jawa yang padat penduduknya sehingga kondisi dan fungsinya membaik serta daya dukung DAS meningkat. Sub-DAS bagian hulu dari suatu penampang DAS merupakan bagian yang memiliki peran sangat penting bagi terjaminnya keberlanjutan siklus hidrologi. Ditinjau dari kondisi topografi, bagian hulu Sungai Citarum terletak di dataran tinggi dan deretan pegunungan sehingga memiliki potensi besar bagi kegiatan pertanian, pariwisata dan indutri air minum. Selain itu daerah hulu juga merupakan kawasan Hutan Lindung Konservasi dan kawasan resapan bagi banyak sumber air. Sementara itu masyarakat di wilayah hulu mengubah formasi penggunaan lahan dengan melakukan eksploitasi serta pembukaan hutan dan lahan yang tertutup vegetasi menjadi lahan bercocok tanam, tempat wisata maupun untuk pemukiman. Semakin luasnya lahan terbuka yang dipicu oleh tekanan penduduk dan ekonomi akan memperbesar laju erosi dan pembentukan sedimen di bagian tengah dan hilir sungai. Sehubungan dengan itu maka perlu dilakukan kajian atas laju sedimen yang terjadi akibat perubahan pola penggunaan lahan serta respon hidrologi debit sungai, water yield, runoff dan sediment yield di bagian hulu Sungai Citarum. Dengan mengetahui tingkat sedimen yang terjadi maka dapat dilakukan skenario pola penggunaan lahan yang sesuai untuk sub-DAS Citarum Hulu.

1.3 Tujuan