Sifat Panas, Akustik Dan Elektrik Pada Kayu

(1)

KARYA TULIS

SIFAT PANAS, AKUSTIK DAN ELEKTRIK PADA KAYU

Disusun Oleh:

APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Sifat Panas, Akustik Dan

Elektrik Pada Kayu “.

Tulisan ini merupakan bagian terjemahan dari buku Science and Technology

of Wood. Structure, Properties, Utilization (G. Tsoumis, 1991) mengenai Thermal, Acoustical dan Electrical Properties. Makalah berisi tentang gambaran

umum secara singkat mengenai sifat-sifat lain dari kayu yang berkaitan dengan kemampuan kayu sebagai konduktor ataupum resistor terhadap panas, bunyi (akustik), dan listrik. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan tambahan informasi dibidang fisika kayu.

Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun dengan tujuan untuk menyempurnakan karya tulis ini.

Nopember, 2008

Penulis


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL...iii

SIFAT PANAS PADA KAYU...1

SIFAT AKUSTIK PADA KAYU ...6

SIFAT LISTRIK PADA KAYU...9


(4)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman


(5)

SIFAT PANAS PADA KAYU

1. Expansion and Contraction (ekspansi dan konstraksi).

Seperti bahan yang lain, kayu akan mengalami pengembangan dimensi jika dipanaskan dan mengalami pengurangan dimensi jika didinginkan. Fenomena ini dinamakan expansion and contraction. Sifat ini pada prakteknya kurang mendapat perhatian karena pengaruhnya yang sangat kecil jika dibandingkan dengan pengembangan dan penyusutan dimensi yang diakibatkan oleh perubahan kadar air, walaupun perubahan kadar air juga dipengaruhi oleh perubahan panas.

Expansion diukur dengan coeficient of thermal expansion (koefisien ekspansi

suhu), yang mengacu pada kondisi kayu kering tanur dan ukuran pemanjangan unit ukuran panjang suatu materi jika suhunya dinaikkan 1oC.

Koefisien ekspansi berbeda pada tiga bidang penampakan kayu. Sangat kecil pada bidang axial (longitudinal), dan arah radial lebih kecil daripada tangensial.

Besar koefisien ekspansi dari beberapa jenis kayu dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Ekspansi Suhu dari beberapa jenis kayu di Amerika Koefisien Ekspansi (x 10-6) Spesies

Axial Radial Tangensial

Fir 3.7 15.8 58.4

Pine, black 4.0 18.4 72.7

Pine, scots 4.2 15.0 29.0

Spruce 5.4 6.3 34.1

Beech 5.4 22.0 34.8

Sebagai perbandingan, koefisien ekspansi dari kaca adalah 9 x 10-6, baja 11 x 10-6 dan aluminium 24 x 10-6.

Hubungan antara ekspansi dan panas mendekati linear pada tiga arah penampakan kayu. Hubungan antara ekspansi dan kerapatan juga linear, tetapi pengaruh kerapatan sangat kecil pada bidang axial.


(6)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika kayu basah di panaskan dalam air, dikukus, atau dalam larutan pengawet, akan mengalami ekspansi pada bidang tangensial dan konstraksi pada bidang radial. Ini akan menimbulkan retak (sebagai contoh adalah saat perlakuan pendahuluan pemanasan log untuk pembuatan vinir). Pada suhu dibawah 0 oC, kayu akan cepat mengalami kontraksi, juga akan mengalami pecah ujung dan mengalami frost cracks (retak) pada kayu pohon hidup.

Ekspansi dari contoh kayu pada perubahan suhu dari T1 ke T2(oC, F), dapat dihitung dengan rumus :

l

l

l

d 1 1 2− =

dimana : d = ekspansi (cm/cm, in/in) l1 = panjang semula (cm, in) l2 = panjang akhir (cm, in)

Jika koefieien ekspansi diketahui, maka ekspansi dapat dihitung dengan rumus :

1 1d

al d =

dimana : d = ekspansi (cm/cm, in/in)

a = koefisien ekspansi (cm/cm/oC, in./in/oF) l1 = panjang awal (cm, in.)

d1 = perubahan temperatur.

2. Konduktivitas Panas

Sifat konduktifitas panas merupakan kebalikan dari sifat insulasi panas dari kayu atau bahan lainnya. Kayu memiliki sifat konduktor yang jelek karena bahannya yang berpori. Konduktifitas panas dinyatakan dalam koefisien konduktifitas panas (k). Ini adalah ukuran jumlah panas dalam kalori yang mengalir selama satu unit waktu melalui bahan setebal 1 cm dengan permukaan 1 cm2, jika perubahan suhu sebesar 1 oC dikenakan diantara dua permukaan. Satuan koefisien konduktifitas panas adalah cal.cm/s.cm2.oC.

Konduktifitas panas dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah struktur kayu, kerapatan, kelembaban, suhu, ekstraktif dan kerusakan kayu.


(7)

Konduktifitas panas arah axial 2 kali lebih besar daripada arah radial maupun tangensial. Koefisien dari konduktifitas panas pada beberapa kayu pada suhu 20 oC, adalah sebagai berikut :

• Axial 0.191 - 0.284 kcal.m./h.oC

• Radial 0.104 - 0.151 kcal.m./h.oC

• Tangensial 0.090 – 0.140 kcal.m./h.oC

Besarnya konduktifitas pada arah axial dipengaruhi oleh morfologi serat dan

susunan axial dari sel kayu. Antara arah radial dan tangensial tidak ada perbedaan

yang berarti. Pada arah radial, konduktifitas panas lebih besar (antara 5 s/d 10%), hal ini banyak dipengaruhi oleh jari-jari kayu. Bahkan pada beberapa penelitian, perbedaan konduktifitas juga dipengaruhi oleh perbedaan kerapatan kayu awal dan kayu akhir. Akhirnya perbedaan konduktifitas antara axial dan tranversal (radial dan tangensial) ditemukan banyak disebabkan karena perbedaan ultrastruktur dari kayu yaitu sudut mikrofibril. Semakin besar sudut mikrofibril menunjukkan semakin kecil perbedaan konduktifitas antara axial dan tranversal.

Konduktifitas panas semakin meningkat dengan meningkatnya kerapatan kayu, kadar air dan suhu. Jika kadar air kayu dinaikkan atau diturunkan diatas titik jenuh serat sebesar 1 %, maka konduktifitas panas bertambah atau berkurang sebesar 0.7 sampai 1.18 %. Pada umumnya, kayu yang memiliki kadar air diatas 40 % memiliki 1/3 kali dari ukuran konduktifitas panas kayu kering.

Konduktifitas panas juga dipengaruhi oleh ekstraktif. Kayu dengan kadar ekstraktif tinggi (biasanya memiliki warna kayu lebih gelap) memiliki konduktifitas panas yang lebih besar (contoh yang sama ditemukan pada kayu pine yang disebabkan karena oleoresin).

3. Kalor Jenis

Panas jenis dari suatu benda adalah banyaknya panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu bagian massa sebesar 1 oC. Karena panas spesifik dari air adalah 1 (dimana dibutuhkan 1 cal untuk menaikkan suhu dari 1 gram air dari 15oC ke 16oC), maka panas spesifik dari benda lain termasuk kayu adalah perbandingan antara banyaknya kalori yang dibutuhkan untuk menaikkan suhunya 1 oC terhadap


(8)

banyakkya kalori yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu bagian air sebesar 1 o

C.

Panas spesifik dari kayu lebih tinggi dari logam atau bahan yang lain, ini berarti dibutuhkan lebih banyak kalori untuk menaikkan suhu tiap bagian kayu dari pada logam atau bahan lainnya. Sifat ini sangat sejalan dengan sifat kayu yang sangat buruk dalam menghantarkan panas (sifat konduktifitas panas), sehinga kayu cocok sebagai bahan pegangan yang membutuhkan penghantar panas yang lama. Hal ini juga sangat penting dalam proses industri kayu seperti pengeringan, penambahan pengawet dan perekatan. Panas spesifik tidak dipengaruhi oleh jenis dan kerapatan kayu tetapi meningkat jika suhu dan kadar air meningkat.

4. Difusi Kalor

Merupakan ukuran tingkat perubahan suhu pada suatu material, ketika terjadi perubahan suhu lingkungan. Kayu memiliki difusi panas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan baja.

5. Pembakaran

Kayu dapat terbakar. Sifat ini sangat berguna bagi penggunaan yang berhubungan dengan panas dan energi, tetapi harus diperhatikan jika digunakan sebagai material konstruksi. Kayu terbakar pada temperatur yang sangat tinggi, menghasilkan dekomposisi kimia dan gas yang mudah terbakar. Secara umum, tahap-tahap perubahan kayu terhadap panas adalah sebagai berikut :

a. Penguapan air dalam kayu ( sampai 100 oC) b. Penguapan bahan volatil (95 – 150 oC)

c. Perubahan struktur karbon dan mengeluarkan gas yang mudah terbakar secara perlahan (150 – 200 oC)

d. Percepatan keluarnya gas yang mudah terbakar, diikuti dengan pengapian dan cahaya (200 – 300 oC).

e. Seluruh bagian kayu terbakar dan terjadinya proses pembentukan arang (370 – 500 oC).


(9)

Kecepatan terbakarnya kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah spesies, kelembaban, suhu, ukuran dan tipe struktur kayu.

Faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah adanya zat ekstraktif seperti resin. Struktur kayu yang mempengaruhi kecepatan terbakarnya kayu antara lain adalah kayu keras dengan pembuluh terbuka dan tanpa tilosis lebih mudah terbakar.

Kecepatan terbakar lebih cepat 2 kali lipat arah axial dibandingkan dengan arah transversal. Kadar air kayu memperlambat proses pengapian dan proses pembakaran. Dengan bertambahnya suhu, kayu lebih mudah terbakar. Tetapi pengecualian untuk kayu dengan dimensi cukup besar akan sulit terbakar, dan kekuatannya menurun secara berangsur-angsur dibandingkan dengan logam yang langsung melengkung (bending) pada suhu tinggi diatas 100 oC. Fenomena ini dipengaruhi oleh rendahnya konduktifitas panas dan tingginya panas spesifik dari kayu sehingga memperlambat proses terbakar.

6. Nilai Kalor

Pada saat terbakar, kayu menghasilkan panas. Jumlah panas yang di timbulkan oleh 1 g atau 1 kg kayu sampai semuanya terbakar dinamakan nilai panas (heating value). Rata-rata nilai panas pada kayu kering tanur adalah 4500 cal/g. Nilai panas dipengaruhi oleh kadar air, ekstraktif, susunan kimia kayu dan jenis kayu.

Kadar air kayu menurunkan nilai panas. Nilai panas dari kayu kering udara 15 % lebih kecil daripada kayu kering tanur.

Ekstraktif merupakan faktor penting dalam menentukan nilai panas. Sebagai contoh, oleoresin memiliki nilai panas 8500 kcal/kg, sehingga kayu lunak yang memiliki resin memiliki nilai panas yang tinggi.

Pengaruh dari komposisi kimia diturunkan dari nilai panas lignin (6100 kcal/kg) lebih besar daripada nilai panas selulosa (4150 – 4350 kcal/kg).

Penggunaan nilai panas dari kayu sangat tergantung dari bagaimana cara kayu tersebut dibakar. Pada tungku pembakaran sederhana, hanya sekitar 5 – 20 % nilai


(10)

panas yang termanfaatkan. Sedangkan pada tungku yang lebih baik, nilai panas yang dimanfaatkan bisa mencapai 70 %.

Sebagai tambahan, proses-proses pemanfaatan kayu lainnya dapat dilakukan dengan proses pyrolysis (carbonization, destructive destilation, liquification),

gasification dan hydrolysis.

SIFAT AKUSTIK PADA KAYU

1. Kayu sebagai sumber bunyi

Kayu seringkali digunakan sebagai alat musik, sebagai contoh adalah

xylophone (alat instrumen yang dibuat dari susunan kayu dari berbagai ukuran).

Contoh lain adalah kulintang dan gamelan jawa yang terbuat dari kayu. Suara dihasilkan dari kayu yang dipukul dengan material lain, baik kayu maupun metal. Pada beberapa gereja juga sering ditemukan material bel yang terbuat dari kayu untuk menghasilkan alunan suara.

Nada yang dihasilkan oleh kayu, baik tinggi maupun rendah tergantung dari frekuensi getaran. Frekuensi dipengaruhi oleh ukuran kayu, kerapatan dan elastisitas kayu. Dimensi yang kecil, kadar air rendah dan elastitisitas yang tinggi akan membentuk nada tinggi.

2. Gelombang suara dari sumber lain.

Jika gelombang suara dari sumber lain mengenai kayu, sebagian energi akustik dipantulkan, sebagian masuk kedalam kayu. Kayu akan bergetar, suara asli akan diperkuat, atau dikeluarkan sebagian atau diserap semuanya.

2.1. Consonance – resonance.

Penguatan bunyi (consonance) terjadi jika kayu digunakan sebagai resonator. Faktor yang mempengaruhinya antara lain, frekuensi getaran, ukuran resonator dan kondisi permukaan kayu (kayu yang dilapisi pernis lebih baik dalam meresonansi bunyi). Resonator tidak merubah sumber bunyi, melainkan memperkeras atau memperpanjang durasi bunyi tersebut.


(11)

Kayu digunakan sebagai resonator pada alat musik seperti biola dan gitar. Pilihan kayu yang digunakan oleh para violins profesional antara lain adalah kayu spruce dengan kriteria elastisitas yang tinggi dalam hubungannya dengan kerapatan, serat lurus, papan radial (quarter sawn), struktur yang homogen, lingkaran tumbuh yang lebih besar dari 2 mm, lingkaran tumbuh yang bertakik (berlekuk), proporsi kayu akhir yang rendah (maksimal 25 %), dari umur kayu yang tua (diatas 130 tahun) dan diameter lebih dari 40 cm.

Faktor yang mempengaruhi dari resonator yang lain antara lain adalah ketebalan dan model dari resonator, impregnasi kimia, bor kecil atau lobang pada bodi resonator dan faktor lainnya.

Selain spruce, kayu lain yang digunakan sebagai resonator adalah fir, pine, beberapa kayu keras dan kayu dari daerah tropis.

2.2. Absorbtion of Sound (Penyerapan bunyi).

Bagian dari energi akustik yang mengenai kayu sebagian atau seluruhnya dapat di serap, dibiaskan dan dipantulkan. Energi akustik ini tentunya akan menimbulkan friksi molekuler dan menimbulkan perubahan energi dari energi akustik menjadi energi panas (thermal energy).

Kemampuan kayu untuk menyerap suara diukur dengan coefficient of sound

absorbtion (koefisien penyerapan suara) yang ditunjukkan dengan persentase

penyerapan suara. Kayu memiliki kemampuan menyerap suara lebih baik dari material lainnya, hal ini disebabkan karena struktur kayu yang berpori, tetapi secara umum penyerapannya masih dibawah 10 %. Koefisien penyerapan suara dipengaruhi oleh kerapatan dan faktor lain seperti elastisitas (MOE), kadar air, suhu, intensitas dan frekuensi suara dan kondisi permukaan kayu. Kayu dengan kerapatan dan elastisitas rendah pada suhu dan kadar air tinggi menyerap lebih banyak suara; penyerapan lebih besar pada suara dengan frekuensi rendah dan lebih rendah pada kayu yang diberi lapisan pernis.


(12)

Kapasitas insulasi suara pada kayu dapat diperbaiki sampai 90 % dengan menyediakan ruang kosong didalam dinding pemisah. Pada produk kayu seperti

fiberboard, kerapatan yang rendah dan lubang bor dapat menaikan insulasi suara. 3. Kecepatan suara (Cepat rambat suara).

Kecepatan suara di dalam massa kayu bervariasi tergantung arah axial dan tranversal. Pada arah axial, kecepatan suara berkisar antara 3500-5000 m (10.000 – 15.000 ft) /s. Sedangkan pada arah tranversal lebih rendah. Sebagai perbandingan, kecepatan suara di udara 340 m (1100 ft)/s, air 1440 m (4750 ft) / s, kaca 5000 – 6000 m (15.000 – 20.000 ft)/s.

Kecepatan, secara teori dihitung berdasarkan persamaan :

ro E

V =

dimana : V = kecepatan suara (m atau ft /s) E = Modulus of elastisitas (N/mm2.psi) ro = kerapatan kering tanur.

Perbedaan kecepatan suara pada arah axial dan tranversal dipengaruhi oleh elastisitas yang berbeda. Pada arah tranversal, elastisitas lebih kecil dan bahkan kecepatan suara mendekati nol.

Kadar air menurunkan kecepatan suara, sebab dengan penambahan kadar air MOE berkurang dan kerapatan bertambah. Kecepatan juga berkurang dengan bertambahnya suhu, sebab bertambahnya suhu akan menurunkan kerapatan sehingga menimbulkan ekspansi.

Perbedaan kecepatan suara pada arah axial dan tranversal memungkinkan penggunaan kayu yang berbeda sesuai dengan fungsinya. Sebagai contoh, kayu yang digunakan pada bagian depan biola, menggunakan kayu tipis, serat kayu lurus dengan rasio kecepatan suara pada axial dan tranversal yang tinggi. Sedangkan serat berpadu dari kayu maple dengan rasio kecepatan suara pada axial dan tranversal yang rendah dapat digunakan pada bagian belakang biola.


(13)

SIFAT ELEKTRIK PADA KAYU

1. Resistansi

Resistansi (hambatan) adalah sifat suatu bahan dalam menahan arus listrik, sifat ini kebalikan dari konduktifitas. Resistansi diukur dalam ohm (Ω), dan konduktifitas adalah kebalikannya (1/Ω). Resistansi suatu konduktor yang diukur dari potongan melintang pada unit panjang disebut resistivitas yang dikukur dalam ohm-meter atau ohm-centimeter. Semakin besar resistivitas suatu bahan menunjukkan bahan tersebut merupakan konduktor yang jelek. Kebalikan dari resistivitas disebut konduktifitas spesifik diukur dalam(1/Ω cm).

Resistansi dari kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah spesies, struktur, kerapatan, suhu dan kadar air. Faktor kadar air adalah faktor terbesar dari faktor lainnya.

Kayu kering tanur merupakan material yang tidak dapat mengalirkan arus melalui massanya. Namun demikian, dengan meningkatnya kadar air maka resistansi listrik akan mengalami penurunan dan kayu jenuh air memiliki sifat hampir seperti air dalam hal resitansinya.

Perubahan resistansi dengan perubahan kadar air sangat nyata pada kondisi 0 % sampai titik jenuh serat, diatas titik jenuh serat, perubahannya sangat kecil.

Resistivitas kayu kering tanur bervariasi antara 3 x 10 17 dan 3 x 10 18 ohm.cm. Akan mengalami penurunan pada kondisi kayu kering udara sampai 108 dan berkisar antara 106 – 105 ohm.cm pada saat titik jenuh serat. Ini menunjukkan bahwa antara titik 0 dan titik jenuh serat, penurunannya lebih dari ribuaan kali, sedangkan diatas titik jenuh serat, perubahannya hanya sekitar 50 kali.

Kayu kering tanur memiliki resistivitas sama dengan porcelain (3 x 1014) dan parafin (1 x 10 16). Kebalikannya, resistivitas konduktor sangat rendah, sebagai contoh tembaga 1.72 x 10-6, air destilasi 5 x 10-5.


(14)

Spesies kayu tidak terlalu penting pengaruhnya terhadap resistansi. Faktor lain antara lain komponen kimia (seperti ion logam) yang terdapat dalam dinding sel dan ekstraktif.

Struktur berpengaruh terhadap resistansi dan berbeda antara arah axial dan transversal. Resistansi arah tranversal lebih besar 2 sampai 8 kali (2.3 s/d 4.5 pada kayu lunak dan 2.5 s/d 8 kali pada kayu keras). Perbedaan antara radial dan tangensial sangat kecil.

Efek dari kerapatan masih belum jelas. Pada kondisi kadar air yang sama ada analogi bahwa jika kerapatan dinaikkan 2 kali lipat maka resistansi menjadi separuhnya (konduktifitas menjadi 2 kali lipat). Tetapi pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa konduktifitas tidak berpengaruh terhadap kerapatan, melainkan komposisi kimia kayu seperti kandungan lignin. Konduktifitas akan meningkat dengan meningkatnya kandungan lignin.

Resistansi dari kayu kering tanur akan naik dengan penurunan suhu dan akan mengalami penggandaan setiap 12.5 oC menurunkan suhu, sifat ini kebalikan dari metal.

Aplikasi praktis dari perbedaan kadar air dan resistansi digunakan dalam alat yang dinamakan moisture meter elektrik. Juga digunakan untuk pegangan dan beberapa alat listrik yang memerlukan sifat resistansi dari kayu.

Impregnasi kayu dengan pengawet, khususnya pengawet larut air, akan menurunkan resistansi. Sebaliknya impregnasi kayu dengan bahan pengawet larut minyak akan menurunkan konduktifitas (seperti resin fenol). Hal ini disebabkan karena resin menurunkan sifat higroskopis dari kayu.

2. Dielektric properties (Sifat dielektrik).

Sifat dielektrik adalah konduktor lemah terhadap arus listik, atau bahan insulasi listrik, khususnya perubahan bahan tersebut dalam medan listrik. Kayu adalah bahan dielektrik pada saat kering tanur atau memiliki kadar air yang rendah. Sifat ini sangat penting dalam pembuatan moisture meter elektrik dan perekatan kayu dengan metode elektrik. Pengeringan kayu secara teori dapat dilakukan, tetapi


(15)

pada kenyataannya tidak bisa. Perekatan dengan resin sistetis dan pengeringan mungkin dapat dilakukan, jika arah arus listrik diubah dengan cepat, bahan dielektrik akan mengalami pemanasan karena friksi elektron dari molekul-molekulnya. Panas ini berasal dari pembentukan medan magnet dan bukan dari resistansi elektrik dari bahan dielektrik.

Dielectric constant (konstanta dielektrik), juga disebut electric permeability

(permeabilitas elektrik) adalah ukuran dari nilai insulasi bahan yang dihasilkan dari arus frekuensi tinggi. Konstanta dielektrik dari ruang hampa adalah 1, cairan atau zat padat memiliki nilai lebih besar, dan konstan dielektrik dari air adalah 81. Konstanta dielektrik dari kayu bervariasi antara 2 dan 3, meningkat dengan kerapatan, kadar air dan suhu dan menurun dengan peningkatan frekuensi dari arus bolak-balik, ukurannya sekitar 1,5 kali lebih besar pada arah axial daripada arah tranversal. Pada kerapatan 0.4 – 0.6 g/cm3, konstanta dielektrik kayu kering tanur adalah 1.8 s/d 2.2 Pada kadar air 10 %, bervariasi dari 2.7 ke 3,5 dan pada kadar air 20 % bervariasi dari 4.0 ke 5.4. Pada kayu basah, konstanta dielektriknya adalah 81.

Beberapa jenis moisture meter didasarkan atas hubungan antara kadar air dan konstanta dielektrik, dimana kurvanya naik sampai titik jenuh serat dan lurus diatas titik jenuh serat. Kelemahan dari alat ini adalah pembacaannya yang dipengaruhi oleh kerapatan.

Power factor adalah ukuran menyangkut tingkat dimana energi listrik di serap

oleh bahan dielektrik, energi ini ditampilkan dalam bentuk panas. Nilainya berkisar antara 0 dan 1. Sifat ini sangat penting dalam perekatan kayu dan pengeringan kayu dengan arus frekuensi tinggi. Beberapa tipe dari moisture meter juga menggunakan hubungan antara kadar air dengan power factor, karena semakin naik dengan

meningkatnya kadar air, kerapatan dan frekuensi arus listrik.

3. Sifat lain dalam hubungannya dengan listrik.

Kayu menunjukkan piezoelectric effect. Seperti bahan lain, kecuali kaca,

polarisasi elektrik juga terjadi pada kayu (sama dan kebalikan dari beban listrik yang dikenakan pada sisi lain dari potongan) dibawah tekanan mekanis (compression dan tension). Juga deformasi (pertambahan dan pengurangan ukuran)


(16)

dipengaruhi oleh serat berpadu, kerapatan dan sudut datang. Penelitian menunjukkan bahwa efek ini dapat menduga kekuatan atau titik paling lemah, keduanya penting dalam menentukan tingkat kekuatan dari kayu strutural.

Sifat lain adalah kelemahan magnetik yaitu sifat yang mengukur status

magnetisasi di dalam hubungannya dengan medan magnet, nilainya positif atau negatif. Kayu memiliki kelemahan magnetik yang rendah, bekisar dari -0.2 sampai

+0.5 x106 pada beberapa spesies tergantung dari kerapatan. Sebagai bahan perbandingan, parafin – 0.58 x 10 6, karet + 1.1 x 106 dan besi + 720 x 106. Kadar air memiliki efek positif, sebab kelemahan magnetik dari air dua kali dari kayu.


(17)

REFERENSI

Simpson, W and Anton Ten wolde. 1999. Physical Properties and Moisture Relation of Wood. Wood Hand Book: Wood as an Engineering Material. Forest Product Laboratory. USA

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood. Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold, New York. USA


(1)

Kapasitas insulasi suara pada kayu dapat diperbaiki sampai 90 % dengan menyediakan ruang kosong didalam dinding pemisah. Pada produk kayu seperti fiberboard, kerapatan yang rendah dan lubang bor dapat menaikan insulasi suara.

3. Kecepatan suara (Cepat rambat suara).

Kecepatan suara di dalam massa kayu bervariasi tergantung arah axial dan tranversal. Pada arah axial, kecepatan suara berkisar antara 3500-5000 m (10.000 – 15.000 ft) /s. Sedangkan pada arah tranversal lebih rendah. Sebagai perbandingan, kecepatan suara di udara 340 m (1100 ft)/s, air 1440 m (4750 ft) / s, kaca 5000 – 6000 m (15.000 – 20.000 ft)/s.

Kecepatan, secara teori dihitung berdasarkan persamaan : ro

E V =

dimana : V = kecepatan suara (m atau ft /s) E = Modulus of elastisitas (N/mm2.psi) ro = kerapatan kering tanur.

Perbedaan kecepatan suara pada arah axial dan tranversal dipengaruhi oleh elastisitas yang berbeda. Pada arah tranversal, elastisitas lebih kecil dan bahkan kecepatan suara mendekati nol.

Kadar air menurunkan kecepatan suara, sebab dengan penambahan kadar air MOE berkurang dan kerapatan bertambah. Kecepatan juga berkurang dengan bertambahnya suhu, sebab bertambahnya suhu akan menurunkan kerapatan sehingga menimbulkan ekspansi.

Perbedaan kecepatan suara pada arah axial dan tranversal memungkinkan penggunaan kayu yang berbeda sesuai dengan fungsinya. Sebagai contoh, kayu yang digunakan pada bagian depan biola, menggunakan kayu tipis, serat kayu lurus dengan rasio kecepatan suara pada axial dan tranversal yang tinggi. Sedangkan serat berpadu dari kayu maple dengan rasio kecepatan suara pada axial dan tranversal yang rendah dapat digunakan pada bagian belakang biola.


(2)

SIFAT ELEKTRIK PADA KAYU

1. Resistansi

Resistansi (hambatan) adalah sifat suatu bahan dalam menahan arus listrik, sifat ini kebalikan dari konduktifitas. Resistansi diukur dalam ohm (Ω), dan konduktifitas adalah kebalikannya (1/Ω). Resistansi suatu konduktor yang diukur dari potongan melintang pada unit panjang disebut resistivitas yang dikukur dalam ohm-meter atau ohm-centimeter. Semakin besar resistivitas suatu bahan menunjukkan bahan tersebut merupakan konduktor yang jelek. Kebalikan dari resistivitas disebut konduktifitas spesifik diukur dalam(1/Ω cm).

Resistansi dari kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah spesies, struktur, kerapatan, suhu dan kadar air. Faktor kadar air adalah faktor terbesar dari faktor lainnya.

Kayu kering tanur merupakan material yang tidak dapat mengalirkan arus melalui massanya. Namun demikian, dengan meningkatnya kadar air maka resistansi listrik akan mengalami penurunan dan kayu jenuh air memiliki sifat hampir seperti air dalam hal resitansinya.

Perubahan resistansi dengan perubahan kadar air sangat nyata pada kondisi 0 % sampai titik jenuh serat, diatas titik jenuh serat, perubahannya sangat kecil.

Resistivitas kayu kering tanur bervariasi antara 3 x 10 17 dan 3 x 10 18 ohm.cm. Akan mengalami penurunan pada kondisi kayu kering udara sampai 108 dan berkisar antara 106 – 105 ohm.cm pada saat titik jenuh serat. Ini menunjukkan bahwa antara titik 0 dan titik jenuh serat, penurunannya lebih dari ribuaan kali, sedangkan diatas titik jenuh serat, perubahannya hanya sekitar 50 kali.

Kayu kering tanur memiliki resistivitas sama dengan porcelain (3 x 1014) dan parafin (1 x 10 16). Kebalikannya, resistivitas konduktor sangat rendah, sebagai contoh tembaga 1.72 x 10-6, air destilasi 5 x 10-5.


(3)

Spesies kayu tidak terlalu penting pengaruhnya terhadap resistansi. Faktor lain antara lain komponen kimia (seperti ion logam) yang terdapat dalam dinding sel dan ekstraktif.

Struktur berpengaruh terhadap resistansi dan berbeda antara arah axial dan transversal. Resistansi arah tranversal lebih besar 2 sampai 8 kali (2.3 s/d 4.5 pada kayu lunak dan 2.5 s/d 8 kali pada kayu keras). Perbedaan antara radial dan tangensial sangat kecil.

Efek dari kerapatan masih belum jelas. Pada kondisi kadar air yang sama ada analogi bahwa jika kerapatan dinaikkan 2 kali lipat maka resistansi menjadi separuhnya (konduktifitas menjadi 2 kali lipat). Tetapi pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa konduktifitas tidak berpengaruh terhadap kerapatan, melainkan komposisi kimia kayu seperti kandungan lignin. Konduktifitas akan meningkat dengan meningkatnya kandungan lignin.

Resistansi dari kayu kering tanur akan naik dengan penurunan suhu dan akan mengalami penggandaan setiap 12.5 oC menurunkan suhu, sifat ini kebalikan dari metal.

Aplikasi praktis dari perbedaan kadar air dan resistansi digunakan dalam alat yang dinamakan moisture meter elektrik. Juga digunakan untuk pegangan dan beberapa alat listrik yang memerlukan sifat resistansi dari kayu.

Impregnasi kayu dengan pengawet, khususnya pengawet larut air, akan menurunkan resistansi. Sebaliknya impregnasi kayu dengan bahan pengawet larut minyak akan menurunkan konduktifitas (seperti resin fenol). Hal ini disebabkan karena resin menurunkan sifat higroskopis dari kayu.

2. Dielektric properties (Sifat dielektrik).

Sifat dielektrik adalah konduktor lemah terhadap arus listik, atau bahan insulasi listrik, khususnya perubahan bahan tersebut dalam medan listrik. Kayu adalah bahan dielektrik pada saat kering tanur atau memiliki kadar air yang rendah. Sifat ini sangat penting dalam pembuatan moisture meter elektrik dan perekatan kayu dengan metode elektrik. Pengeringan kayu secara teori dapat dilakukan, tetapi


(4)

pada kenyataannya tidak bisa. Perekatan dengan resin sistetis dan pengeringan mungkin dapat dilakukan, jika arah arus listrik diubah dengan cepat, bahan dielektrik akan mengalami pemanasan karena friksi elektron dari molekul-molekulnya. Panas ini berasal dari pembentukan medan magnet dan bukan dari resistansi elektrik dari bahan dielektrik.

Dielectric constant (konstanta dielektrik), juga disebut electric permeability (permeabilitas elektrik) adalah ukuran dari nilai insulasi bahan yang dihasilkan dari arus frekuensi tinggi. Konstanta dielektrik dari ruang hampa adalah 1, cairan atau zat padat memiliki nilai lebih besar, dan konstan dielektrik dari air adalah 81. Konstanta dielektrik dari kayu bervariasi antara 2 dan 3, meningkat dengan kerapatan, kadar air dan suhu dan menurun dengan peningkatan frekuensi dari arus bolak-balik, ukurannya sekitar 1,5 kali lebih besar pada arah axial daripada arah tranversal. Pada kerapatan 0.4 – 0.6 g/cm3, konstanta dielektrik kayu kering tanur adalah 1.8 s/d 2.2 Pada kadar air 10 %, bervariasi dari 2.7 ke 3,5 dan pada kadar air 20 % bervariasi dari 4.0 ke 5.4. Pada kayu basah, konstanta dielektriknya adalah 81.

Beberapa jenis moisture meter didasarkan atas hubungan antara kadar air dan konstanta dielektrik, dimana kurvanya naik sampai titik jenuh serat dan lurus diatas titik jenuh serat. Kelemahan dari alat ini adalah pembacaannya yang dipengaruhi oleh kerapatan.

Power factor adalah ukuran menyangkut tingkat dimana energi listrik di serap oleh bahan dielektrik, energi ini ditampilkan dalam bentuk panas. Nilainya berkisar antara 0 dan 1. Sifat ini sangat penting dalam perekatan kayu dan pengeringan kayu dengan arus frekuensi tinggi. Beberapa tipe dari moisture meter juga menggunakan hubungan antara kadar air dengan power factor, karena semakin naik dengan meningkatnya kadar air, kerapatan dan frekuensi arus listrik.

3. Sifat lain dalam hubungannya dengan listrik.

Kayu menunjukkan piezoelectric effect. Seperti bahan lain, kecuali kaca, polarisasi elektrik juga terjadi pada kayu (sama dan kebalikan dari beban listrik yang dikenakan pada sisi lain dari potongan) dibawah tekanan mekanis (compression dan tension). Juga deformasi (pertambahan dan pengurangan ukuran)


(5)

dipengaruhi oleh serat berpadu, kerapatan dan sudut datang. Penelitian menunjukkan bahwa efek ini dapat menduga kekuatan atau titik paling lemah, keduanya penting dalam menentukan tingkat kekuatan dari kayu strutural.

Sifat lain adalah kelemahan magnetik yaitu sifat yang mengukur status magnetisasi di dalam hubungannya dengan medan magnet, nilainya positif atau negatif. Kayu memiliki kelemahan magnetik yang rendah, bekisar dari -0.2 sampai +0.5 x106 pada beberapa spesies tergantung dari kerapatan. Sebagai bahan perbandingan, parafin – 0.58 x 10 6, karet + 1.1 x 106 dan besi + 720 x 106. Kadar air memiliki efek positif, sebab kelemahan magnetik dari air dua kali dari kayu. Kelemahan juga lebih tinggi pada selulosa daripada lignin.


(6)

REFERENSI

Simpson, W and Anton Ten wolde. 1999. Physical Properties and Moisture Relation of Wood. Wood Hand Book: Wood as an Engineering Material. Forest Product Laboratory. USA

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood. Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold, New York. USA