PENGARUH KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP PENDAPATAN PRODUSEN KERIPIK TEMPE (Studi Kasus di Desa Beji, Kecamatan Junrejo, Kota Batu)

PENGARUH KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP PENDAPATAN
PRODUSEN KERIPIK TEMPE (Studi Kasus di Desa Beji, Kecamatan
Junrejo, Kota Batu)
Oleh: WINDY DARMAWAN S ( 01720099 )
Agribisnis
Dibuat: 2008-09-23 , dengan 3 file(s).

Keywords: Pendapatan Produsen dan Keripik Tempe
Komoditi tanaman kedelai sangat berjasa dalam menyediakan sumber energi, mineral, dan
vitamin. Disamping peranannya sebagai sumber protein yang murah, kedelai mampu
memberikan alternatif yang realistis sebagaim pengganti daging, keju, dan susu. Produk olahan
kedelai dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu makanan nonfermentasi dari industri
tradisional adalah tahu dan kembang tahu, sedangkan yang terfermentasi didalam negeri adalah
tempe dan kecap. Tempe adalah makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang difermentasikan
dengan menggunakan kapang rhizopus (ragi tempe). Tempe kaya akan serat, kalsium, vitamin B,
dan zat besi. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang tempe telah mendunia.
Terutama kaum vegetarian di seluruh dunia bamyak yang telah menemukan tempe sebagai
pengganti daging.
Sesuai dengan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur
biaya pada industri kecil keripik tempe dan menganalisis pengaruh kenaikan harga kedelai
terhadap pendapatan produsen keripik tempe.

Penentuan tempat daerah penelitian tersebut ditentukan secara acak (random). Sedangkan
pengumpulan data menggunakan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer ada 2
macam, yaitu: wawancara dan observasi.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis biaya, analisis titik impas
pulang modal (BEP) dan analisis uji beda t.
Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa BEP volume produksi Rp. 20.078, BEP harga
produksi Rp. 30.698, tingkat pendapatan Rp. 20.055 dan R/C Racio Rp. 24.445. Jadi terdapat
perbedaan antara sebelum dan sesudah kenaikan harga kedelai. Hal ini terbukti bahwa nilai t
lebih besar dari t tabel.

The commodity of bean (Glycine Max L.) plant is truly useful for providing the sources of
energy, mineral, and vitamin. Likewise, its role as the affordable protein sources, bean (Glycine
Max L.) is able to give a realistic alternative as meat, cheese, and milk substitution. The bean
(Glycine Max L.) product can be classified into two groups: non-fermented food from traditional
industries such as “tofu” (tahu) and “kembang tahu”, besides another fermented food in our
country is “tempe” and soy bean sauce (kecap). “Tempe” is kind of food which made from
fermented bean (Glycine Max L.) by using kapang rhizopus (ragi tempe). “Tempe” is rich of
fibers, calcium, vitamin B, and mineral. “Tempe” is much consumed in Indonesia, but nowadays
“tempe” has developed all over the world. Especially for vegetarians in the world who found
“tempe” as meat substitution.

According to the statement problem, this research has purpose to analyse the cost structure in
small industry of “tempe snack” and the influence of the raising bean (Glycine Max L.) cost to
the producer of “tempe snack”.

The consideration of the research taking place was decided through random sampling. However,
the data collection used the primary data and secondary ones. There are two ways of the primary
data collection, observation and interview.
The analysis method conducted in this research was cost analysis, analysis of balancing capital
spot (BEP) and t-test analysis.
Based on the t-test analysis, BEP production volume rose to Rp. 20.078, BEP cost production at
Rp. 30.698, the income degree was up to Rp. 20.055 and R/C Ratio was Rp. 25.445. Therefore
there was the different between before and after the raising bean (Glycine Max L.). This was
approved by t value was bigger than t table.