59 tindakan untuk memperoleh hasil kesimpulan yang benar berdasarkan persyaratan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Indikator Keberlanjutan
Mascarenhas 2010 mengatakan bahwa sumber daya yang ada berinteraksi dalam berbagai skala spasial dan temporal mengikuti dinamika ekosistem,
sehingga penilaian yang dibuat dalam skala tunggal dapat dilakukan dengan hanya menangkap pola dan proses yang bersangkutan berdasarkan skala atau tingkat
penilaian tertentu. Suatu indikator baru yang dibutuhkan seyogyanya mampu mengintegrasikan fenomena di berbagai skala ruang, waktu, dan organisasi yang
kompleks untuk menyorot efek lintas-skala dan ketidakpastian. Terdapat inisiatif untuk menyusun indikator Pembangunan Berkelanjutan pada skala lokal
Mascarenhas et al., 2010. Menurut hasil yang disajikan oleh ICLEI Mascarenhas, 2010, sebagian besar inisiatif mengenai indikator keberlanjutan
lokal terkait untuk memantau suatu pelaporan. Di skala regional terdapat lebih sedikit inisiatif pada untuk Indikator Pembangunan Berkelanjutan Mascarenhas et
al.
, 2010. Beberapa upaya yang dilakukan untuk membangun set indikator umum pada skala lokal dan regional, dengan tujuan sebagai perbandingan pada skala
lokal atau pembandingan antar daerah dan integrasi skala teritorial yang berbeda Mascarenhas, 2010.
Mascarenhas 2010 merancang suatu penelitian interaktif proses pemilihan berulang terhadap seperangkat contoh indikator untuk suatu aplikasi wilayah,
sebagai prasyarat bagi pengelolaan pembangunan berkelanjutan ke dalam pengambilan keputusan otoritas lokal. Indikator-indikator yang terstruktur dalam
kerangka DPSIR Driving Power of Sustainable Impact Respons dan dirancang untuk membantu perencana dan administrator dalam mengevaluasi efektivitas
kebijakan menuju pembangunan berkelanjutan, serta untuk menginformasikan dan mendidik masyarakat umum. Hasil dari proses partisipasi masyarakat secara luas
menunjukkan beberapa perbedaan antara isu-isu keberlanjutan yang teridentifikasi oleh stakeholder sebagai satu set indikator yang dipilih bagi semua piha yang
berwenang di wilayah tersebut Mascarenhas, 2010.
2. ANALISIS SITUASIONAL
Topografi
Secara Topografis daerah penelitian terdiri dari daerah yang relatif datar hingga bergelombang, dengan ketinggian bervariasi antara 190 hingga 350 m
diatas permukaan laut. Secara umum dalam konteks Kota Bogor sebaran wilayah berdasarkan ketinggiannya disajikan pada Tabel 13.
Kemiringan lereng di Kota Bogor berkisar 0 –2 datar seluas 1 763.94
ha, 2 –15 landai seluas 891.27 ha, 15–25 agak curam seluas 1 109.89 ha,
25 – 40 curam seluas 764.96 ha, dan 40 sangat curam seluas 119.94 ha
Tabel 14. Kondisi lereng demikian menggambarkan bahwa sebagian besar lahan di Kota Bogor adalah data sampai dengan landau. Beberapa di antaranya agak
curam, namun tidak terlalu luas lahan yang memiliki lereng curam sampai dengan sangat curam. Khusus untuk wilayah penelitian, umumnya didominasi oleh
kondisi lereng yang landau hingga agak curam.
60 Tabel 13. Ketinggian Kota Bogor Menurut Kecamatan
No Kecamatan
Ketinggian Ha Jumlah Ha
200 201─ 250
251─ 300 300
1 Bogor Utara
869.18 853.68
49.14 0.00
1 772 2
Bogor Timur 0.00
46.00 348.00
620.00 1 015
3 Bogor Selatan
0.00 24.00
480.00 2 577.00
3 081 4
Bogor Tengah 0.00
317.33 491.27
4.40 813
5 Bogor Barat
1 639.80 1 318.96
326.24 0.00
3 285 6
Tanah Sareal 1 519.13
364.84 0.00
0.00 1 884
Jumlah 4 028.11
2 924.81 1 694.65
3 201.40 11 850
Sumber : Kota Bogor Dalam Angka, Tahun 2007
Khusus untuk kawasan bantaran sungai, terdapat beberapa kawasan yang terjal dengan kemiringan lereng di atas 40. Daerah dengan kondisi kemiringan
lereng di atas 40 adalah merupakan kawasan limitasi kawasan lindung sehingga benar-benar tidak boleh dijadikan kawasan budidaya apapun. Gambaran
kemiringan lereng di wilayah Kota Bogor disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Kemiringan Lereng Kota Bogor Menurut Kecamatan
No Kecamatan
Kemiringan Lereng Ha Jumlah
Ha 0 ─ 2
Datar 2 ─ 15
Landai 15 ─ 25
Agak Curam
25 ─ 40
Curam 40
Sangat Curam
1 Bogor Utara
137.85 1 565.65
0.00 68.00
0.50 1 772
2 Bogor Timur
182.30 722.70
56.00 44.00
10.00 1 015
3 Bogor Selatan
169.10 1 418.40
1 053.89 350.37
89.24 3 081
4 Bogor Tengah
125.44 560.47
0.00 117.54
9.55 813
5 Bogor Barat
618.40 2 502.14
0.00 153.81
10.65 3 285
6 Tanah Sareal
530.85 1 321.91
0.00 31.24
0.00 1 884
Jumlah 1 763.94
8 091.27 1 109.89
764.96 119.94
11 850 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka, Tahun 2007
Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2031
Rencana tata ruang wilayah Kota Bogor telah disahkan melalui Perda Kota Bogor No. 8 tahun 2011 yang disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan peta rencana pola
ruang pada RTRW Kota Bogor tahun 2011-2031 tampak adanya plot kawasan ruang terbuka hijau, termasuk di sepanjang sempadan sungai. Kebijakan ini perlu
ditindaklanjuti dengan penataan ruang secara lebih detil lagi melalui pengaturan zonasi, agar ruang terbuka hijau di wilayah Kota Bogor dapat dipertahankan,
bahkan ditingkatkan kualitasnya.
Iklim
Wilayah penelitian beriklim tropika basah. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 4 000 sampai 4 500 mm. Berdasarkan pengolahan data tahun 1989-
2009 dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor 2002 dan Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane 2010, aliran
Sungai Ciliwung memiliki debit maksimum rata-rata 322.08 m
3
detik dan debit minimum rata-rata 2.93 m
3
detik. Kondisi ini hampir sama dengan hasil penelitian Risdiyanto 2012 yang mensimulasikan debit S. Ciliwung sebesar rata-rata 383
m
3
detik.
61
Gambar 11. Peta RTRW Kota Bogor 2011-2031
Geologi
Dilihat dari kondisi geologisnya, maka secara umum daerah penelitian ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan batuan sedimen dua
gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango berupa batuan breksi tupaankpbb dan Gunung Salak berupa alluviumkal dan kipas alluviumkpal. Lapisan batuan ini
berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir dan kerikil
hasil pelapukan endapan, hal ini baik untuk pohon.
Sumberdaya Air
Sumber air bagi masyarakat di daerah penelitian menurut asalnya terdiri dari sungai, air tanah dan mata air. Pada umumnya aliran sungai tersebut
dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat yang bermukim di bantaran sungai sebagai sarana MCK dan usaha perikanan karamba. Keberadaan air tanah di
daerah penelitian kualitasnya terbilang cukup baik. Namun demikian tingkat pelapukan batuan yang cukup tinggi selain tingginya laju perubahan penutupan
lahan oleh bangunan menyebabkan kapasitas infiltrasi air hujan menjadi sangat rendah yang pada akhirnya mempertinggi run off, hal ini merupakan salah satu
penyebab menurunnya muka air tanah di musim kemarau.
62
Penggunaan Lahan
Kegiatan penduduk mencerminkan pola penggunaan lahan yang terjadi, berdasarkan kondisi eksisting pada tahun 2011 Kota Bogor mempunyai luas
wilayah sebesar 11 850 ha, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 dua bagian, yaitu:
1 Kawasan Permukiman : dengan luas total penggunaan sebesar 5 945 ha atau
sekitar 50.2 dari total luas Kota Bogor, berupa lahan perumahan dan permukiman, serta komersial dan lainnya.
2 Kawasan tidak Permukiman : dengan luas total sebesar 5 905 ha atau 49,8 , berupa lahan pertanian dan daerah terbuka hijau.
Dari data penggunaan lahan tersebut yang merupakan penggunaan lahan dominan adalah untuk kegiatan perumahan dan permukiman yaitu sebesar 4.577
ha 38,63 dari luas lahan kota. Hal ini dikarenakan Kota Bogor secara riil berperan sebagai sub-urban dari Jakarta sehingga banyak menarik pendatang untuk
dipilih menjadi tempat tinggal di dalamnya dormitory town. Pengembangan perumahan di Kota Bogor pada saat ini masih dengan menggunakan konsep
landed house
atau berkembang secara horizontal, untuk mengantisipasi keterbatasan lahan di Kota Bogor, terutama di kawasan pusat kota maka sudah
sebaiknya untuk dimulai pembangunan rumah dengan konsep vertikal untuk semua golongan, baik itu rumah susun maupun apartemen. Berdasarkan Tabel 15,
penggunaan lahan di Kota Bogor adalah sebagai berikut: 1 Lahan terbangun 37.22 , 2 RTH 51.38 , 3 Lahan kosong non RTH 8.31 , 4 Badan Sungai,
Situ, Danau: 1.86 , 5 Lain-lain tidak teridentifikasi 1.22.
Tabel 15. Penggunaan Lahan di Kota Bogor No
Jenis Penggunaan Lahan Luas Ha
1 Lahan Komersil dan Bisnis
173.61 1.47
2 KampungPermukiman Kerapatan Rendah
3 135.79 26.46
3 Perumahan
1 020.08 8.61
4 Komplek Istana+Militer
75.13 0.63
5 Tubuh Air Situ, Sungai dan Kolam
220.83 1.86
6 Gardu dan Terminal
7.25 0.06
7 RTH
6 088.58 51.38
8 Tanah Kosong Non-RTH
984.38 8.31
9 Lain-Lain Tidak Teridentifikasi
144.35 1.22
Jumlah 11 850.00
100.00
Sumber : Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Tahun 2012
Secara umum peta penggunaan lahan di Kota Bogor disajikan pada Gambar 12.
63
Sumber: Bappeda Kota Bogor, 2010
Gambar 12. Penggunaan Lahan di Kota Bogor
Ruang Terbuka Hijau
Secara lebih terinci beberapa macam Ruang Terbuka Hijau RTH disajikan pada Tabel 16. Berdasarkan tabel tersebut, RTH di Kota Bogor secara ptnesial
seluas 6.088,58 Ha atau 51,38, yang di dalamnya terdapat hutan kota, jalur hijau jalan, jalur hijau SUTET, kawasan hijau, kebun raya, lahan pertanian kota,
lapangan olah raga, sempadan sungai, TPU, taman kota, taman lingkungan, taman perkotaan, dan taman rekreasi. Namun berdasarkan delineasi kawasan hijau, luas
efektif RTH di Kota Bogor hanya mencapai 19.32 dari luas kota, sebuah angka kritis RTH public yang perlu ditingkatkan di atas 20 PP No. 152010; Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 12007.
Adanya Kebun Raya Bogor dan beberapa balai penelitian di bidang pertanian dan kehutanan di Kota Bogor sangat turut membantu dalam menjaga
luasan RTH yang ada, apabila balai-balai penelitian maupun Kebun Raya ini tidak ada maka tentunya tingkat penurunan RTH di Kota Bogor lebih besar dari yang
telah disebutkan diatas. Digunakannya bantaran sungai sebagai permukiman dan pembangunan jaringan jalan tanpa dilengkapi dengan penghijauan disekitarnya
juga menjadi penyebab penurunan jumlah RTH di Kota Bogor.
64 Tabel 16. RTH di Kota Bogor
No. Uraian
Luas Ha 1
Hutan Kota 57.62 0.95
2 Jalur Hijau Jalan
138.02 2.27 3
Jalur Hijau SUTET 14.36 0.24
4 Kawasan Hijau
1 963.92 32.26 5
Kebun Raya 72.12 1.18
6 Lahan Pertanian Kota
3 117.27 51.20 7
Lapangan Olah Raga 151.51 2.49
8 Sempadan Sungai
181.79 2.99 9
TPU 134.64 2.21
10 Taman Kota
3.19 0.05 11
Taman Lingkungan 90.49 1.49
12 Taman Perkotaan
123.57 2.03 13
Taman Rekreasi 40.08 0.66
TOTAL 6 088.58
100.00 Sumber : Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Tahun 2012
Pola Perkembangan Kota
Perkembangan kegiatan kota cenderung berkembang menuju ke segala arah, terutama pada Wilayah perluasan dengan mengalih fungsikan lahan pertanian yang
kurang produktif dan kebun campuran. Gambaran arah perkembangan fisik Kota Bogor sebagai berikut:
1 Bagian Utara, yaitu Kecamatan Bogor Utara berpotensi sebagai daerah industri
Non-Polutan dan sebagai Penunjangnya adalah permukiman serta perdagangan dan jasa dan kecamatan Tanah Sareal cenderung berpotensi Sebagi
permukiman, perdagangan dan jasa, serta fasilitas pelayanan kota.
2 Bagian Barat, yaitu kecamatan Bogor Barat berpotensi sebagai daerah permukiman yang ditunjang oleh objek Wisata.
Pola penyebaran daerah permukiman juga masih berpusat di Pusat Kota Bogor, sedangkan daerah pinggiran relatif lebih kecil dari penggunaan lahan
permukiman, terutama di Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Barat, dan sebagian kecil di Tanah Sereal dan Bogor Utara. Hal ini terjadi sebagai akibat dari
terkonsentrasinya kegiatan ekonomi di pusat-pusat kota sehingga untuk memi- nimalisasi jarak banyak penduduk Bogor yang juga tinggal di pusat kota,
walaupun kondisi perumahannya sudah tidak nyaman dan bersih.
Untuk daerah pinggiran maka pola ruangnya adalah bersifat memita ribbon terutama pada ruas-ruas jalan utama seperti Jalan Pajajaran, Jalan Raya Tajur dan
Jalan Raya Sholeh Iskandar. Hal ini mengakibatkan bangkitan perjalanan di Kota Bogor berpusat pada ruas-ruas jalan tersebut sehingga jalan-jalan tersebut yang
seharusnya berfungsi arteri tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Secara makro pola pemanfaatan ruangpenggunaan lahan di Kota Bogor di arahkan
dengan pembagian kawasan meliputi: 1. Kawasan Lindung areal sempadan sungai, sempadan situ, sempadan mata air, kawasan plasma nutfah yang terdiri
dari Kebun Raya Bogor Hutan Cifor, serta kawasan Cagar BudayaHeritage; 2. Kawasan Budidaya.
Pengembangan kawasan budidaya meliputi pengembangan perumahan, Kawasan pusat perkantoran dan perdagangan jasa primer, penataan dan
pengendalian industri, pengembangan RTH untuk mencapai target 30, serta
65 pengembangan Ruang Terbuka Non Hijau. Pengembangan Perumahan dan permu-
kiman diarahkan pada penataan, pengendalian dan pengembangan berdasarkan karakteristik wilayah, terdiri dari penataan dengan merevitalisasi, rehabilitasi, dan
relokasi kawasan kumuh, pengendalian yang diarahkan agar tidak terjadi kecen- derungan pertumbuhan perumahan kepadatan tinggi yang membetuk kekumuhan,
serta pengembangan yang diarahkan agar terjadi distribusi ruang perumahan yang memenuhi standar teknis pengembangan. Penataan perumahan di sepanjang
kawasan budidaya sekitar S. Ciliwung diilustrasikan pada Gambar 13.
Sebelum Setelah
Sumber: Bappeda Kota Bogor, 2010
Gambar 13. Ilustrasi Penataan Permukiman Kumuh di S. Ciliwung Berdasarkan Gambar 13 tersebut tampak keinginan serius Kota Bogor yang
ingin menjadikan sempadan S. Ciliwung sebagai kawasan yang tertata, rapid an modern, di mana kawasan permukiman kumuh akan diubah menjadi apartemen
bagi masyarakat setempat resettlement.
Pengembangan Ruang Terbuka Hijau RTH dilaksanakan dengan cara mempertahankan dan membangun RTH Lindung sempadan sungai, sempadan
situ, sempadan mata air dan hutan kota. Di samping itu juga membangun dan mempertahankan RTH Budidaya Taman KotaCity Park, Taman Lingkungan,
Lapangan OlahragaSport Centre, Taman Rekreasi, Taman Pemakaman UmumTPU, Pertanian Kota serta Mengembangkan RTH Infrastruktur Jalur
hijau jalan, pulau jalan, jalur hijau SUTET, jalur hijau sempadan sungai dan jalur hijau sempadan kereta api. Ilustrasi pengembangan RTH pada jalur hijau
sempadan sungai sebagaimana Gambar 14.
Sebelum Setelah
Sumber: Bappeda Kota Bogor, 2010
Gambar 14. Ilustrasi Penataan RTH pada jalur hijau Sungai Ciliwung
Kependudukan
Hasil analisis kependudukan di wilayah penelitian diproporsikan terhadap luas areal sebagaimana disajikan pada Tabel 17.
66 Tabel 17. Analisis kependudukan di Areal Penelitian
Kecamatan Kelurahan
Areal Kelurahan Areal Penelitian
Luas Kelu-
rahan ha
Rumah Tangga
KK Jumlah
Pendud uk
Jiwa Luas Areal
Jum- lah
KK Jumlah
Pendu- duk
Jiwa ha
Bogor Selatan Lawanggintung
61 1 887
7 999 2.10
0.69 21
90 Bogor Tengah
Babakan pasar 42
2 338 10 164
11.98 3.94
219 953
Pabaton 63
898 3 226
1.18 0.39
6 20
Paledang 178
2 354 13 360
26.12 8.6
114 645
Sempur 63
2 122 9 107
25.92 8.53
287 1 233
Bogor Timur Baranangsiang
235 6 029
27 051 38.49
12.67 325
1 458 Katulampa
491 4 657
24 342 31.49
10.37 98
514 Sindangrasa
106 2 073
13 036 18.36
6.04 118
743 Sukasari
48 2 791
11 961 27.67
9.11 530
2 270 Tajur
45 1 392
7 939 13.18
4.34 134
766 Bogor Utara
Bantarjati 170
5 082 24 060
25.61 8.43
252 1 193
Cibuluh 154
4 692 15 836
12.1 3.98
121 409
Kedunghalang 192
4 440 19 141
28.45 9.37
217 934
Tanah Sareal Kedungbadak
195 5 941
25 314 19.43
6.4 195
831 Sukaresmi
98 2 272
11 263 0.26
0.09 2
10 Tanahsareal
105 1 990
8 558 21.42
7.05 134
575 Jumlah
2 246 50 958
232 357 303.78
100 2 269
10 345 Sumber: Hasil analisis, 2013
Berdasarkan Tabel 17, tampak jumlah penduduk di kawasan penelitian sepanjang sempadan S. Ciliwung yang melintasi empat kecamatan dan 15
kelurahan sebesar 10 345 jiwa 2 269 KK. Proporsi luas areal penelitian disajikan pada Gambar 16.
Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan perekonomian Kota Bogor tahun 2002 menunjukkan pertumbuhan sebesar 5.78 meningkat menjadi 6.07 tahun 2003. Pertumbuhan
yang cukup baik ini merupakan modal yang baik untuk pemulihan ekonomi Kota Bogor. Nilai Produk Domestik Regional Bruto PDRB Kota Bogor tahun 2002
berdasarkan harga berlaku Rp. 3 282 218 410 000 pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp. 3 645 650 790 000 dengan pendapatan perkapita Rp. 4 227 462.01
pada tahun 2002 menjadi Rp. 4 605 734.59 pada tahun 2003.
Sektor Lapangan Usaha yang memberikan kontribusi bagi peningkatan PDRB Kota Bogor adalah Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
12.35, Pertanian sebesar 0.40 Pengangkutan dan Komunikasi 10.62 Industri Pengolahan 26.44, Listrik, Gas dan Air Bersih 3.06 Perdagangan, Hotel dan
Restoran 31.27, Jasa-jasa 7.37 dan Sektor Bangunan sebesar 8.50.
Aktivitas Sosial Kemasyarakatan
Berbagai forum peduli Ciliwung telah dibentuk oleh masyarakat, di antaranya adalah KPC Komunitas Peduli Ciliwung. Salah satu aktivitasnya
adalah melaksanakan Gerakan Ciliwung Bersih yang dilaksanakan setiap tahunnya, terutama dalam rangka memperingati Hari Sungai Nasional sesuai
67 dengan amanat Peraturan Pemerintah No. 382012 tentang sungai yang
menetapkan tanggal 27 Juli sebagai Hari Sungai Nasional Gambar 15.
Sumber: Dokumentasi Komunitas Peduli Ciliwung-KPC, 2012
Gambar 15. Aktivitas KPC dalam rangka Hari Sungai Nasional
3. METODE PENELITIAN