Kerangka Berfikir LANDASAN TEORI

warisan turun-temurun, milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya, serta pengolahannya didasarkan cita-cita pendukungnya.

2.6 Kerangka Berfikir

MASYARAKAT - TradisiBudaya - Religi - Ekonomi - Pendidikan - Keagamaan KESENIAN - Seni Tradisimodern - Seni Religius PERSEPSI Kesenian Tradisional Sintren Tanggapan Positif Tanggapan Negatif Kesenian SINTREN 1. Diterima 2. Ditolak Oleh MASYARAKAT Keterangan: Kehidupan masyarakat desa Surajaya memiliki tradisi dan kebudayaan yang kuat dan mengakar. Pada hakikatnya tradisi tersebut bermula dari keyakinan masyarakat desa Surajaya terhadap nilai-nilai luhur nenek moyang. Desa Surajaya merupakan daerah pertanian oleh karena itu warga masyarakatnya terdiri dari petani dan buruh tani. Hasil pertanian yang menjadi andalan desa ini adalah padi dan tebu. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa desa Surajaya merupakan desa agraris. Desa Surajaya mempunyai upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia dibidang pendidikan. Pemerintah Desa Surajaya berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat, sehingga hampir semua masyarakat di Desa Surajaya dapat membaca dan menulis. Masyarakat Desa Surajaya rata-rata adalah pemeluk agama Islam yang taat. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari banyaknya kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan diantaranya adalah pengajian-pengajian yang dilakukan secara rutin setiap hari minggu pagi dan pengajian setelah sholat magrib. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi kehidupan agama lain yang berada di Desa Surajaya. Desa Surajaya memiliki beberapa kesenian diantaranya adalah kesenian rebana, karawitan dan kesenian Sintren. Untuk saat ini kesenian yang masih digemari dan sering mendapat “tanggapan” di Desa Surajaya adalah kesenian tradisional Sintren. Namun demikian kesenian-kesenian yang ada di Desa Surajaya ini tumbuh dan berkembang baik secara bersama-sama. Kesenian tradisional Sintren merupakan kesenian tradisional kerakyatan yang dalam pertunjukannya dilakukan oleh seorang gadis yang masih suci. Pada zaman dahulu hingga sekarang, kesenian tradisional sintren dikenal oleh masyarakat sebagai kesenian yang religius dan sakral. Karena kesenian tradisional sintren dalam pertunjukannya menggunakan sesaji dan adanya prosesi ritual. Persepsi tanggapan masyarakat mengenai bentuk kesenian tradisional sintren berbeda-beda. Banyak masyarakat yang memberikan persepsi positif baik terhadap bentuk kesenian tradisional Sintren dan adapula masyarakat yang memberikan persepsi negatif buruk terhadap bentuk kesenian tradisional sintren. Adapun persepsi positif dari sebagian masyarakat awam, kaum intelektual, aparatur pemerintahan desa, dan anak-anak usia 9-15 tahun menganggap bahwa kesenian tradisional sintren merupakan kesenian tradisional yang dapat memberikan suguhan ringan hiburan yang menarik. Sedangkan masyarakat lainnya, tokoh agama pemeluk agama yang fanatik dan para generasi muda pemuda karang taruna memberikan persepsi negatif yang menganggap bahwa kesenian sintren termasuk salah satu hal yang di dalam Islam disebut dengan istilah syirik karena percaya adanya kekuatan yang berasal dari makhluk selain Allah SWT. Memang tidak banyak kesenian tradisional sintren pada saat ini, seiring berkembangnya zaman banyak kelompok sintren yang tidak aktif lagi. Salah satu penyebab hal itu juga dipengaruhi oleh faktor masyarakat. Seperti yang dijelaskan diatas, ada yang berpandangan sintren itu tidak baik, tetapi juga ada yang beranggapan sintren itu baik karena warisan dari nenek moyang. Hal itulah yang menjadi dasar dari pemikiran di masyarakat menerima kesenian sintren tersebut atau tidak. Sejauh ini di Desa Surajaya mayoritas menerima adanya kesenian tradisional sintren tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan masyarakat desa Surajaya memperbolehkan kesenian tradisional sintren berkembang di desa Surajaya dan banyak pula yang menanggap kesenian tradisional sintren ketika mempunyai hajatan atau acara. Tetapi juga ada sebagian masyarakat tidak senang dengan keberadaan sintren. Misalnya saja masyarakat pemeluk agama yang fanatik. 29

BAB III METODE PENELITIAN