BENTUK MUSIK IRINGAN KESENIAN SINTREN DI DESA KEDUNGUTER KABUPATEN BREBES.

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Andi Pratomo NIM 10208241035

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHAS DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

-Kawan Penulis

-

“Hidup harus terus berlanjut, tidak peduli seberapa

menyakitkan atau membahagiakan, biar waktu yang

menjadi obat


(6)

 Kedua orang tua saya, Ibu Ani Parwati dan Bapak Darmosus yang senantiasa selalu mendukung, mendoakan, memberikan kasih sayang dan motivasi yang sangat luar biasa, serta memberikan segala hal untuk hidup saya.

 Kakak saya yang pertama Ratna Trisnaningsih yang selalu memberikan doa dan motivasi, meskipun terkadang cerewet tapi sebenarnya dia kakak yang baik pada adik-adiknya. Kemudian terima kasih untuk kakak kedua saya Ahmad Septiadi yang selalu memberikan motivasi untuk terus bermusik. Adik saya Ragilia Avriliani, adik tersayang yang selalu memberikan doa pada kakaknya.


(7)

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Bentuk Musik Iringan Kesenian Sintren di Desa Kedunguter Kabupaten Brebes”. Penulisan tugas akhir skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Agustianto, M.Pd. selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, arahan serta bimbingan dari awal hingga

akhir penyusunan skripsi ini.

2. Francisca Xaveria Diah K, MA. selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, arahan serta bimbingan dari awal

hingga akhir penyusunan skripsi ini.

3. Bapak H. Tasori, dan bapak Suwatno serta seluruh narasumber dari Desa Kedunguter yang telah menyediakan waktu dan tempat untuk penelitian ini. 4. Bapak Wijanarko, Soegeng Rianto yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan informasi mengenai kesenian Sintren.

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan serta bantuan selama penyusunan skripsi ini.


(8)

(9)

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

A. Deskripsi Teori ... 7

1. Kesenian ... 7

2. Musik Tradisional ... 8

3. Musik Iringan ... 9

4. Unsur-unsur Musik ... 12

5. Bentuk Musik ... 16

B. Penelitian Yang Relevan ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Pendekatan Penelitian ... 23


(10)

F. Instrumen Penelitian ... 30

G. Teknik Analisis data... 32

H. Keabsahan Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38

A. Kesenian di Kabupaten Brebes ... 38

B. Sejarah Kesenian Sintren ... 40

C. Bentuk Musik Iringan Sintren ... 50

1. Lagu Turun Sintren... 56

2. Lagu Simbar Melati ... 63

BAB V KESIMPULAN ... 70

A. Simpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

GLOSARIUM ... 75


(11)

Tabel 1 : Struktur Bentuk Lancaran ... 17 Tabel 2 : Triangulasi “teknik” pengumpulan data ... 35 Tabel 3 : Triangulasi Sumber ... 35


(12)

Gambar 2 : Plang Nama Grup Sintren “Satria Nada” di Desa Kedunguter ... 41

Gambar 3 : Pimpinan Grup Sintren “Satria Nada” Bapak H. Tasori ... 42

Gambar 4 : Pemain Musik Pengiring Sintren ... 42

Gambar 5 : Ketuk dan Kempyang ... 43

Gambar 6 : Seruling ... 43

Gambar 7 : Kendhang ... 44

Gambar 8 : Kempul ... 45

Gambar 9 : Gong ... 45

Gambar 10 : Kecrek ... 46

Gambar 11 : Gitar Elektrik ... 46

Gambar 12 : Buyung ... 48

Gambar 13 : Bumbung ... 48

Gambar 14 : Notasi Kempul Lagu Turun Sintren ... 59

Gambar 15 : Notasi Gong Lagu Turun Sintren ... 59

Gambar 16 : Notasi Vokal Lagu Turun Sintren ... 60

Gambar 17 : Notasi Gamelan Lagu Turun Sintren ... 60

Gambar 18 : Notasi Kempul Lagu Simbar Melati ... 64

Gambar 19 : Notasi Gong Lagu Simbar Melati ... 64

Gambar 20 : Notasi Vokal Lagu Simbar Melati ... 65


(13)

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan berbagai ragam kebudayaan yang lahir dan berkembang dari Sabang sampai Merauke. Hal ini menyatakan bahwa betapa kaya dan besarnya negara ini dengan kebudayaannya. Salah satu budaya yang tumbuh dan berkembang di Indonesia adalah kesenian. Kesenian sendiri merupakan kreatifitas yang diciptakan oleh masyarakat sebagai sarana atau wadah untuk mereka mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa, seni sendiri menunjukan suatu bentuk identitas dari masyarakat maupun daerah itu sendiri. Sebagai salah satu unsur kebudayaan kesenian adalah betul-betul sebagai hasil perilaku bermakna yang intinya dapat mengundang nilai plus bagi manusia, karena seni selalu dikaitkan dengan keindahan atau hal-hal yang menarik dan memberi kenikmatan bagi manusia.

Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan yang merupakan perwujudan gagasan dan perasaan manusia yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam kehidupannya. Kesenian selalu dikaitkan dengan keindahan memberikan yang diciptakan dan didukung oleh masyarakat daerah setempat dikenal sebagai kesenian tradisional. Kesenian tradisional merupakan suatu media komunikasi masyarakat untuk menyampaikan arti yang terkandung dari tata hubungan atau alat untuk menyampaikan pesona tertentu dari


(14)

pencipta untuk penikmat. Kesenian tradisional rakyat pada umumnya muncul semata-mata bukan sebagai cetusan baru, melainkan tumbuh dan berkembang melalui rentang waktu yang panjang dan banyak mengalami pasang surut di tengah-tengah masyarakat.

Di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat atau lebih tepatnya daerah pesisir pantai utara Pantura Kabupaten Brebes terdapat kesenian tradisional antara lain Burok, dan Reog Banjarharjo, tetapi ada salah satu kesenian unggulan yang dulunya sangat terkenal yaitu Sintren. Kesenian Sintren sendiri banyak tersebar di daerah Cirebon, Indramayu, Jatibarang, Kendal, Pekalongan, Brebes, dan Pemalang.

Di beberapa daerah seperti Tegal dan Pemalang, Sintren dikenal juga dengan nama lain yaitu Lais atau Laisan. Kesenian Sintren sebenarnya dapat disebut sebagai pertunjukan yang menampilkan sebuah tarian mistis. Arti Sintren berasal dari bahasa Cirebon yang artinya Sintru (angker) karena dalam pertunjukan Sintren sangat kental dengan unsur magisnya. Hal itu dikarenakan dalam pementasan kesenian Sintren melalui ritual pemangggilan roh atau bidadari maupun pertunjukannya banyak bernuansakan ritual magis.

Kesenian Sintren Brebes ini merupakan seni tradisi masyarakat di desa, dan tidak diketahui siapa penciptanya, karena seni pertunjukan rakyat ini hidup dalam kolektif masyarakat. Kesenian Sintren merupakan sebuah seni pertunjukan yang memperlihatkan unsur magis dari penari perempuan yang dimasuki roh halus atas panggilan Kemlandang hingga mengalami trance.


(15)

Unsur-unsur ritual yang ada dalam kesenian Sintren tidak terlepas dari asal mula munculnya kesenian Sintren. Munculnya kesenian ini di wilayah Pantura pada dasarnya dilandasi oleh cerita rakyat yang ditokohi oleh Ki Bahureksa, Ratnasari, Sulasih, dan Sulandono. Ke empat tokoh utama tersebut dalam cerita dibangun dengan tema percintaan atau kesetiaan. Sumber cerita yang popular adalah cerita perjalanan hidup dan kesucian seorang gadis yang dilatar belakangi dari legenda Bahurekso. Cerita tentang Sintren ini di beberapa daerah mempunyai alur cerita dan versi cerita yang berbeda-beda.

Pertunjukan kesenian Sintren dipentaskan dalam bentuk tarian dan iringan musik gamelan. Iringan gamelan dibunyikan sebagai pertanda dimulainya pementasan kesenian Sintren. Bersamaan dengan bunyi gemelan, selanjutnya kelompok Sintren masuk dan bertugas sesuai dengan tugasnya, yaitu ada yang menyiapkan sesajian (sesajen) sesuai ada kebiasaan orang Jawa, perlengkapan baju Sintren dan sebagainya. Setelah itu musik iringan gamelan dimainkan kembali seiring dengan dimasukkannya pemain Sintren ke dalam kurungan sampai si Sintren keluar kurungan sudah berganti baju dengan pakaian penari menggunakan ikat kepala, berkacamata hitam. Setelah itu Sintren menari dengan dua sapu tangan di tangan kanan dan kiri mengikuti alunan lagu dari iringan musik gamelan dengan lagu-lagu wajib. Pada saat menari, si Sintren menari dalam keadaan tidak sadarkan diri atau trance atau dalam pengaruh roh halus sehingga gerakannya terlihat monoton.


(16)

Kesenian tradisional Sintren yang ada di Kabupaten Brebes ini merupakan seni tradisi masyarakat di desa, dan tidak diketahui siapa penggagas pertamannya, karena seni pertunjukan rakyat ini hidup dalam kolektif masyarakat. Kesenian Sintren muncul sebagai ungkapan rasa syukur kepada nenek moyang, dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan hasil panen yang melimpah. Selain itu kesenian Sintren dipercaya dapat digunakan sebagai ritual memindahkan hujan, penglaris dagangan, dan untuk menyembuhkan penyakit. Biasanya pada waktu musim hajatan, baik khitanan maupun pernikahan Sintren banyak yang “menanggap”, tidak hanya masyarakat Brebes saja tetapi juga daerah-daerah di sekitarnya. Bentuk penampilan kesenian tradisional Sintren terdiri dari dua unsur, yaitu unsur musik dan unsur gerak atau tari.

Musik pengiring dalam pertunjukan Sintren mengalami banyak perkembangan seperti pada iringan musik yang tidak monoton lagi dan lebih menonjolkan pada keselarasan antara bunyi gamelan dengan tarian. Penambahan beberapa instrumen musik yang dulunya hanya menggunakan alat musik buyung dan bumbung, kini banyak alat musik yang coba digabungkan dan dikemas agar tampilan musik pengiring Sintren lebih modern. Seiring berjalannya waktu ditambahkan alat musik gamelan dan alat musik modern pada musik iringan Sintren yang membuat musik iringan Sintren ini berbeda dengan musik iringan Sintren jaman dahulu. Musik pada kesenian Sintren tidak dapat dilepaskan dari masyarakat pendukungnya yaitu masyarakat Brebes, mulai dari masyarakat yang berperan langsung dalam


(17)

pertunjukan kesenian Sintren maupun proses terjadinya kehidupan bermusik tidak terlepas dari lingkungan masyarakat Brebes.

Berdasarkan fenomena yang ada peneliti melihat ada perbedaan pada musik iringan Sintren jaman dahulu dan sekarang, maka peneliti ingin mengkaji mengenai kesenian Sintren dan terutama lebih dalam mengenai Bentuk Musik Iringan Kesenian Sintren di desa Kedunguter Kabupaten Brebes.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian difokuskan pada bentuk musik iringan kesenian Sintren yang ada di desa Kedunguter Kabupaten Brebes.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk musik iringan yang ada pada kesenian Sintren di desa Kedunguter Kabupaten Brebes.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktisi. Diantaranya yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a) Sebagai referensi pada penelitian berikutnya sebagai sumbangan pemikiran bagi lembaga pendidikan Universitas


(18)

Negeri Yogyakarta khususnya program studi seni musik dalam hal penelitian.

b) Menambah wawasan tentang musik Sinten Brebes 2. Manfaat Praktis

a) Bagi pelaku kesenian, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemecahan masalah kesenian Sintren.

b) Penelitian ini dapat dijadikan referensi pengetahuan tentang bentuk pertunjukan musik iringan kesenian Sintren di Kabupaten Brebes.

c) Bagi Dinas Pendidikan, Departemen Wisata, untuk memperkenalkan pertunjukan kesenian Sintren bagi masyarakat luas.

d) Bagi masyarakat penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman terhadap kesenian Sintren yang ada di Kabupaten Brebes.

e) Bagi pelaku seni dan orang-orang yang berkompeten, hasil penelitian dapat dijadikan ladasan untuk menentukan sikap dalam menghadapi masalah-masalah terutama dalam pelestarian kesenian tradisional.


(19)

A. Deskripsi Teori 1. Kesenian

Seni adalah pernyataan tentang keadaan batin pencipta, seni sebagai ungkapan batin yang dinyatakan dalam gerak, nada, sastra atau bentuk-bentuk lain yang mempesonakan penciptanya sendiri maupun orang lain yang dapat menerimanya (Bastomi, 1988: 6). Kesenian sebagai pedoman bagi pemenuhan kebutuhan integratif yang bertalian dengan keindahan, berfungsi mengintegrasikan berbagai kebutuhan tersebut menjadi satu satuan sistem yang diterima oleh cita rasa yang langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pembenaran secara moral dan penerimaan akal pikiran warga masyarakat pendukungnya (Rohidi, 2000: 11).

Kesenian merupakan unsur fungsional yang terinteraksi dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu sistem kebudayaan (Rohidi, 2000: 19). Menurut Thohir (1994: 4), kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang menunjukkan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Melalui kesenian manusia mencari, merasakan, dan menciptakan aktivitas yang besar untuk memenuhi rasa estetis sesuai dengan tuntutan emosinya, sedangkan menurut Sedyawati dalam Sinaga (2001: 72), dikatakan bahwa kesenian merupakan salah satu kebutuhan dari kebudayaan yang mempunyai peranan tertentu dalam masyarakat yang menjadi nafas kehidupannya. Kesenian adalah buah budi manusia dalam


(20)

pernyataan nilai-nilai keindahan dan keluhuran, berfungsi sebagai keseimbangan antara lingkungan budaya fisik dan psikis (Wardhana, 1990: 32).

Sepanjang sejarah, kesenian tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat. Kesenian merupakan kreativitas warga masyarakat yang mendukung suatu kebudayaan tertentu. Kesenian hadir dari dan diperlukan kehadirannya oleh masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri (Kayam, 1981: 38).

Berdasarkan uraian tentang kesenian, dapat disimpulkan bahwa kesenian merupakan ungkapan kreativitas dari kebudayaan dan buah budi manusia dalam pernyataan nilai-nilai keindahan dan keluhuran.

2. Musik Tradisional

Pengertian musik tradisional, Musik tradisional adalah jenis musik khas setiap daerah dan berkembang berdasarkan ciptaan masyarakat daerah tersebut (Mustopo, 1983: 65). Dalam seni tradisional corak dan gayanya yang khas mencerminkan kepribadian masyarakat pemiliknya. Selanjutnya seni itu lahir, tumbuh dan berkembang menjadi kesenian daerah. Musik tradisional mempunyai makna yang terkandung senantiasa akan menggambarkan kehidupa sehari-hari.

Dalam kaitannya dengan corak dan gaya dari suatu musik tradisional, Mustopo (1983 : 67) memaparkan ciri-ciri dari musik tradisional antara lain : (1) karya seni tersebut berkembang dalam suatu masyarakat. (2)


(21)

menggambarkan kepribadian komunal. (3) karya tersebut menyuarakan semangat dan spirit kebersamaan masyarakat yang bersangkutan. (4) karya tersebut senantiasa bersangkutan dengan kehidupan sehari-hari anggota kominitas. (5) bersifat fungsional. (6) proses pewarisanya tidak mengenal cara-cara tertulis.

Dengan demikian musik tradisional adalah suatu jenis musik dari seni tradisional yang bertumpu pada kehidupan tradisi suatu masyarakat. Musik tradisional mempunyai ciri dan sifat yang dapat membedakan dari daerah mana musik tradisional itu berasal. Oleh karena itu musik tradisional dalam banyak hal digunakan untuk keperluan hidup suatu komunitas, menyebabkan musik tradisional identik dengan identitas suatu daerah.

3. Musik Iringan a. Pengertian Musik

Menurut Prier (2011: 123), musik bukanlah suatu gagasan, ia baru menjadi musik ketika dibunyikan, musik adalah bunyi, musik merupakan suatu produk dari akal manusia. Musik tidak hanya didengar oleh telinga, tetapi juga dinilai sebagai bunyi kualitatif yang mengandung suatu arti, tetapi tidak sejelas bahasa dan lambang, sehingga musik adalah sesuatu yang mempunyai arti dalam dirinya sendiri. Manusia yang bermusik mengalami arti musik pada saat tersebut.

Dalam pertunjukan kesenian tradisional musik dan tari seolah-olah selalu menjadi suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Musik dalam tari


(22)

bukan hanya berperan sebagai iringan saja, tetapi musik adalah bagian dari seni tari yang tidak dapat ditinggalkan.

b. Pengertian Iringan

Menurut Tambajong (1992: 245) iringan berasal dari kata iring, yaitu istilah yang digunakan dalam bahasa Indonesia untuk memadankan dengan akompanimen, yaitu musik instrumen yang melatari vokal. Tetapi istilah ini sering kali dipakai juga untuk mengartikan suatu sajian musik tradisional Indonesia, yang dimainkan untuk mengarak atau menghormati tamu, pengantin, dan anak sunat.

Murgianto (1995: 33) mengatakan bahwa, iringan tari terdiri dari dua, yaitu iringan internal dan iringan eksternal. Iringan internal adalah iringan tari yang dimainkan oleh si penari sendiri, sedangkan iringan eksternal adalah iringan yang dilakukan oleh orang lain atau yang datang dari luar tubuh si penari itu sendiri. Musik atau iringan dalam tari bukan hanya sekedar sebagai iringan saja, tetapi juga sebagai pelengkap tari yang sangat terkait, yang dapat memberikan suasana yang diinginkan dan mendukung alur cerita (Soedarsono 1977:46)

c. Peran Musik Sebagai Pengiring Tari

Menurut Jazuli (1994: 10-12), peran musik dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) musik sebagai pengiring atau penunjang, disini peranan musik untuk mengiringi atau menunjang penampilan tari, sehingga tidak banyak menentukan isi tarinya; (2) musik sebagai pemberi suasana tari, yaitu peranan musik sangat besar untuk menghadirkan suasana tertentu sesuai dengan


(23)

garapan tarinya, dan suasana tersebut antara lain: agung, sedih, gembira, tenang, bingung, gaduh, dan sebagainya; (3) musik sebagai ilustrasi atau pengantar tari berarti peranan musik tidak selalu mengikuti gerak tarinya dan memberikan gambaran serta makna yang terkandung, untuk menekankan pada bagian tertentu dan membantu membuat suasana tertentu sebagaimana yang dikehendaki oleh garapan tarinya.

Musik dalam kesenian Sintren berperan sebagai pengiring tari, musik iringannya sengaja digarap untuk kebutuhan mengiringi tarian si Sintren. Namun pada dasarnya dalam pertunjukan Sintren, iringan musiknya ini tetap menonjolkan sisi keindahan dari musiknya, hal itu terbukti dengan adanya penggunaan laras pelog dan slendro pada musiknya. Tarian yang dibawakan oleh si Sintren ini pada dasarnya tidak dapat diprediksi atau tidak ada aturan bakunya. Menurut Triratnawati dkk (2012: 3), gerak tari Sintren seolah-olah tidak digarap atau tersusun, sehingga gerakannya dapat dilakukan berulan-ulang, gerak tarianya banyak didominasi oleh gerak kaki dan tangan. Hal ini disebabkan pada saat si Sintren menari dalam keadaan tidak sadarkan diri atau dalam pengaruh roh halus.

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa musik iringan Sintren ini memiliki peran sebagai pengiring tari. Musik pada kesenian ini memberikan perubahan suasana dan ilustrasi ketika mengiring tarian dari si Sintren. Pada pertunjukan Sintren, musik iringanya sengaja digarap untuk kebutuhan mengiringi tari meskipun pada dasarnya tidak ada garapan pada tariannya, karena pada saat si Sintren menari dalam keadaan


(24)

tidak sadarkan diri. Iringan musik Sintren ini pada dasarnya tetap menampilkan keindahan dari musiknya.

4. Unsur-unsur Musik

Iringan musik pengiring Sintren memiliki beberapa unsur musik seperti pada musik lainnya. Menurut (Jamalus, 1988: 7) pada dasarnya unsur-unsur musik itu dapat dikelompokan, unsur-unsur-unsur-unsur pokok yaitu: harmoni, irama, melodi atau struktur lagu, serta unsur-unsur ekspresi yaitu: tempo, dinamik dan warna nada. Kedua unsur musik pokok tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Penjelasan unsur musik dapat dijelaskan sebagai berikut:

Menurut Prier (1996: 2) Bentuk musik merupakan gagasan atau ide yang nampak dalam pengolahan/ susunan semua unsur musik dalam sebuah komposisi (melodi, irama, harmoni dan dinamika). Penjelasan unsur musik dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Irama

Irama adalah derap atau langkah teratur (Banoe, 2003: 358). Irama merupakan aliran ketukan dasar yang teratur mengikuti beragam variasi gerak melodi (Setyobudi, 2000: 49). Sedangkan menurut Jamalus (1988: 9) irama dapat dirasakan dan dilihat.

Menurut Miller (2000: 30) irama adalah elemen waktu dalam musik yang dihasilkan oleh aksen dan panjang pendek nada atau durasi. Menurut Joseph (2005: 53), irama dibagi menjadi 3 macam, yaitu irama rata, irama


(25)

tak rata, dan irama sinkop. Irama rata adalah irama dengan pembagian yang rata atau sama atas pulsanya. Irama tak rata adalah irama dengan pembagian yang tak rata atau tak sama dengan pulsanya. Irama sinkop adalah aksen kuat yang berpindah ke pulsa yang tidak beraksen disebut irama sinkop.

Menurut J.G Walther (Dalam Prier, 2011: 144-145), “apa yang telah dimulai, itu tetap dilanjutkan”. Maksudnya sebuah unsur ritmis yang diulang terus menerus sebagai urutan akord dan patokan melodi. Ostinato adalah bentuk melodi, ritme, atau harmoni yang pendek dimainkan secara berulang-ulang pada bagian lagu.

Penggunaan ostinato ternyata sudah tidak asing pada musik di Indonesia, ostinato ternyata sudah diterapkan pada musik tradisional di Indonesia. Menurut M. Ravel (Dalam Prier, 2011: 145) istilah ostinato dalam musik tradisional di Indonesia tidak asing. Misalnya iringan tari Ngada yang terdiri lima gong dan dua gendang, membunyikan ostinato dengan delapan birama yang diulang-ulang.

Pendapat diatas bisa dikaitkan dengan bentuk dari musik iringan Sintren yang permainan musiknya dimainkan secara berulang-ulang menyerupai permainan dari ostinato yaitu dimainkan secara berulang-ulang. Namun pada kesenian Sintren bentuk musik iringannya adalah lancaran yang memiliki aturan permainan pada tiap alat musiknya.

M. Ravel (Dalam Prier, 2011: 145), ulangan terus menerus dari suatu pola bersifat memaksa, artinya ingin mengantar ke dunia irasional. Namun


(26)

sekaligus ia dialami sebagai suatu unsur tetap, artinya sebagai bentuk rasional. Kata irasional secara umum adalah sesuatu yang tidak bisa diterima bedasarkan akal/ pikiran yang sehat.

Dari beberapa penjelasan di atas irama bisa diartikan sebagai ketukan yang memiliki nilai nada atau durasi yang mengalir teratur mengikuti gerak melodi, irama dapat dilihat dan dirasakan oleh perasaan kita, karena hakekatnya irama adalah gerak yang menggerakkan perasaan. Pada kesenian Sintren musik iringannya dimainkan secara berulang-ulang menyerupai pola permainan ostinato.

b. Melodi

Menurut Jamalus (1988 : 16), melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar berurutan secara berirama dan mengungkapkan suatu gagasan. Melodi adalah rangkaian nada-nada yang terkait biasanya terkait dalam tinggi rendah dan panjang pendeknya nada ( Miller, 2001: 33 ).

Gerak nada-nada dalam melodi dibagi menjadi 2 macam yaitu gerak melangkah dan gerak melompat (Joseph, 2005: 58). Gerak melangkah yaitu gerak nada ke nada lain yang berurutan, gerak nada melodi melangkah dibedakan menjadi 2 yaitu gerak melangkah naik dan turun. Gerak melodi melangkah memberikan kesan rasa tenang. Gerak melompat adalah gerak nada ke nada lain yang tidak berurutan, gerak nada melodi melompat dibedakan juga menjadi 2 yaitu gerak melompat naik dan turun. Gerak melodi melompat memberikan kesan rasa tengang.


(27)

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa melodi adalah serangkaian nada yang disusun secara berurutan dari sebuah ide atau gagasan yang memiliki tinggi rendah dan panjang pendeknya nada.

c. Harmoni

Harmoni adalah keselarasan bunyi yang berupa gabungan dua nada atau lebih yang berbeda tinggi rendahnya (Jamalus, 1988: 35). Sedangkan menurut Rochaeni (1989: 34) mengartikan harmoni sebagai gabungan beberapa nada yang dibunyikan serempak atau arpeggio (berurutan) walau tinggi rendah nada tersebut tidak sama tetapi selaras kedengarannya dan merupakan kesatuan yang bulat.

Sementara menurut Senen, (1983 : 12), harmoni adalah paduan nada-nada yang apabila dibunyikan secara bersama-sama akan menghasilkan keselarasan bunyi. Paduan nada tersebut merupakan gabungan tiga nada yang terdiri dari satuan nada akor, nada tonika nada terts dan nada kwint-nya.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa harmoni adalah susunan dua buah nada atau lebih, terdiri dari satuan nada akor yang dibunyikan secara bersama dan menghasilkan nada keselarasan bunyi.

d. Tempo

Tempo dibedakan menjadi 3 yaitu tempo lambat, tempo sedang, dan tempo cepat (Joseph, 2009: 59). Tempo lambat adalah tempo yang dengan


(28)

alat metronom menunjukkan angka antara 40 sampai 69 MM. Tempo sedang adalah tempo dengan alat metronom menujukkan angka antara 70 sampai 100 MM. Tempo cepat adalah tempo yang dengan alat metronom menunjukkan angka antara 108 sampai 208 MM. Di samping itu, terdapat juga tanda untuk perubahan tempo, yaitu untuk mempercepat, memperlambat, dan mengembalikan ke tempo semula (Joseph, 2009: 60). e. Dinamik

Pengelompokan dinamik dalam musik terdiri atas dinamik lembut, dinamik sedang, dan dinamik kuat (Joseph, 2009: 62). Tanda dinamik lembut sering disebut dengan lunak dan kuat sering disebut dengan keras.

Menurut Jamalus (1988: 39) tanda dinamik adalah tanda untuk menyatakan tingkat atau volume suara atau keras lunaknya perubahan suara itu. Contoh tanda dinamik antara lain ff / fortissimo (sangat keras), f / (keras), mf / mezzo forte (agak keras).

Tanda ekspresi antara lain adalah agitato (bersemangat), eroica (kepahlawanan), fuoco (berapi-api), maestoso (mulia), schersando (bersenda gurau), semplice (sederhana), cantando (merayu).

f. Warna nada

Warna nada menurut Jamalus (1988 :40), didefinisikan sebagai ciri khas bunyi yang terdengar bermacam-macam dan dihasilkan oleh bahan sumber atau bunyi-bunyi yang berbeda.

Dari uraian diatas dapat ditegaskan bahwa pada dasarnya unsur-unsur musik terdiri atas beberapa kelompok yang secara bersama-sama merupakan


(29)

satu-kesatuan dalam membentuk suatu lagu atau komposisi musik. Semua unsur musik tersebut sangat berkaitan erat dan sama-sama mempunyai peranan penting dalam sebuah lagu.

5. Bentuk Musik

Bentuk adalah struktur artikulasi sebuah hasil kesatuan yang saling bergelayut/lebih tepatnya suatu cara dimana kesatuan aspek bisa terkait (Langer, 1988:15). Menurut Jamalus (1988:78), di dalam musik bentuk merupakan ide yang nampak dalam pengolahan atau susunan semua unsur musik dalam sebuah komposisi atau lagu yang bermakna.

Menurut Bastomi (1992: 55), yang dimaksud bentuk adalah wujud yang dapat dilihat. Dengan wujud dimaksudkan kenyataan secara konkret di depan kita (dapat dilihat dan didengar), sedangkan wujud abstrak hanya dapat dibayangkan.

Dari pernyataan tesebut dapat disimpulkan bahwa bentuk musik merupakan suatu ide atau gagasan yang nampak, meliputi susunan semua unsur musik kemudian dipersatukan menjadi sebuah komposisi/lagu yang bisa dilihat dan diperdengarkan.

Komposisi dalam sebuah musik gamelan biasanya disebut gendhing, menurut Palgunadi (2002:28), gendhing merupakan lagu. Menurut Suwardi (2006:4), secara umum bentuk gendhing antara lain : Lancaran, ketawang, ladrang, gangsaran, sampak, dan srepeg.


(30)

Musik iringan Sintren mengunakan gendhing-gendhing laras slendro berbentuk lancaran yang mengikuti musik vokalnya (Tim Pendidikan Daerah Jawa Tengah: 1985). Lancaran merupakan gendhing kecil yang biasanya disajikan dengan tempo cepat, sesuai dengan namanya lancaran yang berarti lancar atau cepat (Sumarsam: 2003). Menurut Palgunadi (2002:511), pola lancaran adalah suatu pola susunan balungan gending yang dalam rangkaian notasi balungan gending sebanyak satu gong, disusun atas 4 gatra dan mempunyai jumlah nada dasar lagu sebanyak 16 sabetan nada dasar. Berikut adalah struktur permainan bentuk musik lancaran.

Gatra 1 (Birama 1) Gatra 2 (Birama 2) Gatra 3 (Birama 3) Gatra 4 (Birama 4)

P P P G

t t k t t k t t k T t k

X x x x x x X x

Keterangan : P : kempul t : ketuk k : kempyang x : balungan G : gong

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan lancaran merupakan gending yang dipukul dengan cepat, gong dipukul setiap empat gatra


(31)

(birama), dalam setiap gatranya (birama) terdapat empat ketukan, kenong dipukul pada ketukan ke empat, dan kempul dipukul setiap ketukan ke dua dimulai dari gatra (birama) ke dua.

Gamelan terdiri dari dua tangga nada atau laras yaitu slendro dan pelog (Kodrat, 1982:9). Menurut Prier (2011: 158) pelog termasuk tangga nada pentatonis hemitonis dengan nada mi-fa-sol-si-do, dalam permainan gamelan (saron) selalu memuat tujuh nada yaitu 1-2-3-4-5-6-7 (siji, loro, telu, papat, lima, enem, pitu), sedangkan slendro termasuk tangga nada pentatonis anhemitonis artinya tanpa setengah nada 1-2-3-5-6 (siji, loro, telu, lima, enem). Bila ditranskrip ke internasional langkah tangga nadanya adalah do-re-mi-sol-la.

Dalam kesenian Sintren yang ada di Kabupaten Brebes, tangga nada yang digunakan adalah tangga nada pentatonis slendro dan pelog. Kedua tangga nada ini digunakan pada lagu-lagu yang dibawakan, alat musik seperti gitar elektrik dan seruling juga menggunakan kedua tangga nada ini, namun karena adanya pengaruh akulturasi budaya dari daerah Cirebon, tangga nada atau laras dari pengiring berganti-ganti dari pentatonis slendro dan petatonis pelog (Tim Pendidikan Daerah Jawa Tengah: 1985).

Dalam kesenian Sintren alat musik yang digunakan untuk mengiringi kesenia Sintren adalah gamelan dan alat musik modern seperti gitar elektrik. Gamelan merupakan alat musik tradisional yang sudah lama dikenal orang khususnya orang Jawa. Satu di antara banyak kesenian yang ada di Kabupaten Brebes yang menggunakan alat musik gamelan untuk


(32)

mengiringinya adalah seni Sintren. Kesenian ini tidak full menggunakan alat musik gamelan yang kita lihat bermacam-macam alat musiknya, pada kesenian Sintren ini hanya mengambil beberapa alat musik gamelan saja seperti kempul, gong, ketuk dan kempyang.

Dalam beberapa alat musik gamelan dimainkan dengan cara dipetik, ditiup, dan dipukul, walaupun pada dasarnya mayoritas dimainkan dengan cara dipukul. Menurut Sumarsam (2003:333), berdasarkan sumber bunyinya gamelan digolongkan menjadi:

1. Idiophone (alat musik yang sumber bunyinya dari badan alat musik itu sendiri) seperti bonang, gender, saron, demung, slenthem, ketuk, kempyang, kenong, gambang, kempul dan gong.

2. Membranophone (alat musik yang sumber bunyinya dari kulit) seperti kendhang.

3. Chordophone (alat musik yang sumber bunyinya dari dawai) seperti siter dan rebab.

4. Aerophone (alat musik yang sumber bunyinya dari udara) seperti seruling.

Sedangkan alat musik yang ada pada kesenian Sintren ini dibagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan sumber bunyinya, yaitu:

1. Idiophone adalah ragam alat musik yang badan alat musik itu sendiri merupakan sumber bunyi, baik dipalu, diguncang atau saling dibenturkan (Banoe, 2003: 191). Alat musik idiophone terdiri atas idiophone ritmis (tidak bernada), idiophone melodis


(33)

(bernada). Alat musik gamelan yang ada pada kesenian Sintren yang termasuk jenis idiophone diantaranya ketuk, kempyang, kempul, kecrek dan gong.

2. Chordophone merupakan instrumen musik yang sumber bunyinya berasal dari dawai, contoh biola, harpha, piano, dll (Kodijat, 2004: 20). Alat musik Sintren yang termasuk jenis chordophone adalah gitar elektrik.

3. Membranophone merupakan alat musik yang sumber bunyinya berasal dari kulit, contohnya rebana dan kendhang (Sumarsam, 2003: 333). Alat musik Sintren yang termasuk di dalam jenis ini, diantaranya kendhang.

4. Aerophone yaitu golongan musik yang memakai sumber bunyi aero/udara. Misal, seruling, terompet atau istilah bagian alat musik tiup, dengan hawa atau udara sebagai sumber suaranya (Syafiq, 2003: 5). Salah satu alat musik Sintren yang termasuk golongan aerophone yaitu seruling.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komposisi pada gamelan merupakan gendhing, gending merupakan lagu yang disusun dan telah diatur menjadi sebuah bentuk. Alat musik yang digunakan dalam kesenian Sintren adalah gamelan, gamelan dalam kesenian Sintren terdiri dari alat musik yang cara memainkannya dengan cara dipukul, ditiup, dan dipetik.


(34)

Gamelan sendiri mempunyai laras atau tangga nada pentatonis pelog dan slendro.

B. Penelitian Relevan

1. Penelitian selanjutnya penelitian tentang Bentuk Musik Iringan Kesenian Dayakan di Kota Magelang dilakukan oleh Dian Kristine Novitasari, mahasiswa jurusan Pendidikan Seni Musik, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang tahun 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Dian ini dapat disimpulkan bahwa bentuk iringan yang digunakan untuk iringan musik di Kota Magelang adalah bentuk iringan musik barongan. Iringan musik merupakan sesuai dengan karakteristik kesenian dayakan yang yang bersifat cepat sehingga mendukung suasana dalam penyajian dalam kesenian ini.

2. Penelitian yang Relevan selanjutnya adalah Bentuk dan Fungsi Pertunjukan Musik Pengiring Seni Sintren Lais di Desa Balapulang Kulon Kabupaten Tegal yang diteliti oleh Bagus Indrawan, mahasiswa Pendidikan Seni Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang tahun 2013. Penelitian ini meneliti Bentuk pertunjukan musik iringan Sintren dan fungsi kesenian Sintren, hasil penelitian menyebutkan yaitu (1) bentuk pertunjukan kesenian Sintren/ lais dibagi menjadi dua yaitu, a) bentuk komposisi musik pengiring yang terdiri dari ritme, melodi, harmoni, struktur bentuk analisa musik pengiring, syair, tempo, dinamika dan ekspresi, instrumen, aransemen, dan pemain, b) bentuk penyajian yang terdiri dari sajen, urutan penyajian, tata panggung dan waktu pertunjukan, tata rias, tata busana, tata suara, tata lampu,


(35)

dan penonton; (2) kesenian Sintren lekat dengan beberapa fungsi diantaranya yaitu, a) hiburan pribadi dan masyarakat; b) sebagai ekspresi emosional; c) sebagai kenikmatan estetis; d) sebagai komunikasi; e) sebagai respon fisik; f) sebagai penguatan konformitas terhadap norma-norma sosial; g) memberikan kontribusi terhadap kontinuitas dan stabilitas budaya; dan h) memberikan kontribusi terhadap integrasi masyarakat.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Dian Kristine Novitasari dan Bagus Indrawan maka peneliti menemukan relevansi yang hampir sama meneliti tentang bentuk musik iringan dari kesenian tradisional, perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah objek yang diteliti serta daerah dimana penelitian dilakukan. Selain itu penelitian tersebut dapat digunakan sebagai kerangka berfikir guna mengkaji kesenian Sintren agar lebih mendalam.


(36)

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Artinya data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk kata-kata dan gambar-gambar, laporan penelitiannya memuat kutipan-kutipan data sebagai ilustrasi dan dukungan fakta penyaji. Data mencakup transkrip wawancara, observasi, dan dokumentasi (Moleong, 1988: 15).

Metode penelitian kualitatif ini akan dideskripsikan secara akurat dan faktual tentang bentuk musik iringan kesenian Sintren yang selanjutnya dapat disusun dan dituangkan dalam bentuk laporan ilmiah. Tahap-tahap penelitian meliputi: menentukan objek penelitian, mencari sumber data, analisis data, dan keabsahan data melalui triangulasi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif, karena objek penelitiannya adalah bentuk musik iringan kesenian Sintren yang dilaksanakan pada grup Sintren “Satria Nada” di desa Kedunguter Kabupaten Brebes. Pemilihan grup Sintren “Satria Nada” sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa kesenian Sintren yang terdapat pada grup ini mempunyai keunikan dan potensi untuk dikembangkan.


(37)

B. Tahap Penelitian 1. Tahap Pra-lapangan

Pada tahap ini peneliti menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian dalam hal ini di grup Sintren “Satria Nada” yang terletak di desa Kedunguter sebagai lokasi penelitian, mengurus perizinan ke Kantor Kesatuan Bangsa Daerah Istimewa Yogyakarta setelah dikeluarkannya surat izin penelitian dari pihak Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta kemudian dilanjutkan ke Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah dan berlanjut ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Brebes kemudian mengurus perijinan ke kantor Kecamatan Brebes, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan menetapkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian seperti pedoman observasi, pedoman wawancara, pedoman dokumentasi, catatan lapangan, alat perekam, dan kamera, mempersiapkan diri berdasar etika dan kesopanan.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap pekerjaan lapangan dibagi atas dua bagian yaitu memahami latar penelitian dan berperan serta dalam kegiatan yang dilakukan di lapangan dan mengumpulkan data penelitian. Tahap pekerjaan lapangan dalam penelitian ini diawali dengan menentukan waktu yang tepat untuk melakukan penelitian dengan informan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian melakukan observasi berkunjung ke rumah Bapak H. Tasori selaku Ketua Pimpinan Grup Sintren “Satri Nada” Desa Kedunguter pada


(38)

tanggal 8 Mei 2016, selanjutnya peneliti melakukan observasi pada tanggal 1 Mei 2016 menyaksikan pertunjukan kesenian Sintren pada acara Khitanan secara langsung di lokasi di Desa Banjaratma untuk mengambil dokumentasi. Kemudian yang dilanjutkan dengan melakukan wawancara dan mengumpulkan data dengan mendatangi Kantor Dinparbudpora Kabupaten Brebes. Setelah data sudah terkumpul kemudian mengfokuskan penulisan penelitian bentuk musik iringan kesenian Sintren Kabupaten Brebes.

3. Tahap Analisis Data

Pada tahap ini peneliti melakukan serangkaian proses analisis data dengan berbagai macam teknik analisis data meliputi mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisa, membaca keseluruhan data, Menganalisa lebih detail dengan meng-coding data, menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan, menunjukkan bagaimana deskripsi dari tema-tema akan disajikan kembali. Analisis data dilakukan untuk mencari pola karena berkaitan dengan pengujian terhadap suatu data guna menentukan hubungan antar bagian dan hubungannya dengan keseluruhan data. Dalam hal ini data–data yang berhubungan dengan fungsi musik iringan kesenian Sintren di Kabupaten Brebes.

C. Lokasi dan Sasaran Penelitian 1. Lokasi

Lokasi yang dalam penelitian ini dilakukan di Desa Kedunguter Kabupaten Brebes. Desa Kedunguter merupakan salah satu desa yang ada


(39)

di Kabupaten Brebes Barat. Desa Kedunguter terletak di pesisir pantai utara dari Provinsi Jawa Tengah.

2. Waktu

Waktu ini diadakan mulai tanggal 8 Mei 2016 sampai tanggal 22 Juni 2016.

3. Sasaran Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah Grup Sintren “Satria Nada” yang ada di Desa Kedunguter Kabupaten Brebes yang meliputi bentuk musik iringan kesenian Sintren di Kabupaten Brebes.

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek atau bahan yang diperoleh. Menurut Arikunto (2006: 129), sumber data terbagi atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi sumber dari informan berupa cerita yang berkaitan dengan objek penelitian. Data sekunder meliputi buku, surat kabar, makalah, laporan penelitian, serta jurnal.

Dalam penelitian ini data primer diambil berdasarkan wawancara dengan beberapa narasumber yang berkompeten diantaranya Bapak Soegeng Rianto, Wijanarko, Suwatno dan Tasori. Data sekunder meliputi catatan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, jurnal atau hasil penelitian yang berhubungan dengan kesenian Sintren, dokumentasi berupa video dan foto yang diambil langsung oleh peneliti maupun berbagai sumber berkaitan dengan kesenian Sintren.


(40)

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dimaksud adalah usaha untuk memperoleh data–data atau keterangan yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan, serta usaha untuk membatasi penelitian, mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara, baik terstruktur atau tidak untuk memperoleh data tentang masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini.

Dalam tahap pengumpulan data, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen penting dalam mengumpulkan data atau informasi tentang objek yang telah diteliti. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Sugiyono (2008 : 222) bahwa dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka diperlukan narasumber yang memahami masalah yang menjadi target utama penelitian. Bapak H. Tasori selaku pimpinan grup kesenian Sintren Brebes “Satria Nada” dan Bapak Wijanarko selaku Sejarawan sekaligus menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Brebes adalah nara sumber penelitian sebagai orang yang mengetahui kesenian Sintren. Dari Bapak Wijanarko dan Bapak Tasori inilah peneliti melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi tentang bentuk musik Sintren, terutama yang menyangkut fokus penelitian.

Prosedur-prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:


(41)

1. Observasi

Dalam melakukan observasi, peneliti mengumpulkan data menggunakan teknik observasi partisipasi dengan cara peneliti turun langsung ke lapangan pada saat pertunjukan kesenian Sintren untuk memperoleh data-data yang akurat serta melakukan pengamatan melalui media video dan foto yang merupakan dokumentasi dari grup kesenian Sintren “Satria Nada” yang bisa digunakan sebagai bahan pembanding dari observasi yang dilakukan secara langsung.

Observasi ini dilakukan di Desa Kedunguter kabupaten Brebes, observasi mengenai rekaman pertunjukan Sintren “Satria Nada” Desa Kedunguter juga dilakukan untuk mengetahui bentuk musik iringan kesenian Sintren di Kabupaten Brebes.

2. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini berhadapan langsung dengan partisipan yang diwawancarai, dengan pedoman pertanyaan yang sudah dipersiapkan agar muncul pandangan partisipan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Partisipan yang dilibatkan dalam wawancara ini adalah:

a. Pelaku Kesenian Sintren

Pelaku dalam kesenian Sintren yang dimaksud adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam kesenian Sintren. Bapak H. Tasori pimpinan grup Sintren “Satri Nada”. Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan kepada para informan mengenai


(42)

musik yang ada dalam kesenian Sintren dengan tujuan untuk mengetahui bentuk musik iringan kesenian Sintren.

b. Masyarakat setempat

Masyarakat yang menjadi partisipan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mengetahui dan paham akan kesenian Sintren itu sendiri. Dari wawancara ini diharapkan partisipan dapat mengutarakan pandangan tentang perkembangan kesenian Sintren di Kabupaten Brebes. Dalam wawancara ini Bapak Suwatno dan Bapak Wijanarko sebagai partisipan, dikarenakan yang pertama Bapak Suwatno beliau adalah anak dari ketua Sintren yang pernah ada di Desa Kedunguter, kemudian yang kedua adalah Bapak Wijanarko beliau salah satu sejarawan yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Brebes.

c. Partisipan yang berkompeten (instansi yang terkait dengan kesenian Sintren)

Partisipan yang berkompeten yang dimaksud adalah dinas yang terkait langsung dengan kesenian Sintren yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes dan intansi terkait baik Desa maupun Kecamatan. Dalam penelitian ini sebagai partisipan Bapak Wijanarko Ketua Dinas Kesenian Kabupaten Brebes, dan Bapak Soegeng Rianto Wakil Dinparbudpora Kabupaten Brebes. Wawancara ini dimaksud untuk mengetahui bentuk musik kesenian Sintren yang ada di Kabupaten Brebes.


(43)

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (sugiyono, 2011: 240). Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, monografi Kabupaten Brebes, biografi dan identitas diri (KTP), sedangkan berbentuk gambar misalnya foto pagelaran Sintren, gambar hidup, dan sketsa. Dokumen berbentuk karya misalnya karya seni yang berbentuk berupa gambar, patung, dan video pagelaran. Dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, analisis data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Seperti yang dikatakan Creswell (2010: 294) peran peneliti dianggap sebagai instrumen primer dalam pengumpulan data kualitatif maka di bagian awal penelitian diperlukan identifikasi terhadap nilai-nilai asumsi, dan bias-bias personal atau dengan group interview atau wawancara dalam kelompok. Oleh karena itu, satu-satunya instrumen dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri, dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat-alat pengumpulan data yaitu peralatan tulis, kamera, dan digital recorder.


(44)

1. Peralatan Tulis

Peralatan tulis seperti buku dan pulpen digunakan untuk mencatat informasi- informasi dalam kegiatan penelitian. Fungsi peralatan tulis dalam penelitian ini untuk mencatat beberapa pertanyaan dari peneliti maupun jawaban dari ketua pimpinan grup Sintren “Satria Nada”, seniman dan para narasumber yang berkompeten pada kesenian Sintren Brebes. 2. Kamera

Kamera berfungsi untuk memperjelas hasil data penelitian berupa foto. Foto merupakan data yang berupa gambar yang digunakan untuk memahami dan menganalisa data secara akurat. Data dari hasil observasi dan wawancara dapat diperjelas dengan data foto. Data foto ini didapat dari foto-foto yang ada pada lokasi penelitian dan kegiatan pentas serta hasil buatan (pengambilan) peneliti sendiri.

3. Digital Recorder

Digital Recorder digunakan untuk memperoleh data melalui rekaman digital. Fungsi digital recorder dalam penelitian ini untuk merekam bunyi permainan alat musik Sintren Brebes.

Data mengenai bentuk musik iringan kesenian Sintren ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka peneliti merupakan instrumen utama dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data dengan menggunakan alat-alat untuk mendukung penelitian tersebut. Alat-alat yang mendukung penelitian ini yaitu berupa peralatan tulis, kamera, dan digital reorder.


(45)

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dalam beberapa proses untuk mendapatkan keakuratan informasi dari data-data yang didapat melalui pengumpulan data. Creswell (2010:274) menyatakan proses analisis data secara keseluruhan melibatkan usaha memaknai data yang berupa teks atau gambar. Dalam proses analisa data, semua data-data dikumpulkan, kemudian peneliti dituntut untuk memperdalam dan melakukan analisis-analisis data.

Menurut Miles (dalam Putera, 2011:204), beberapa tahapan dalam analisis untuk penelitian kualitatif yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2014:92). Sedangkan menurut Moleong (2002:190), reduksi data dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Menurut Nasution (2002:129), data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan.

Pada proses reduksi data, peneliti memilah dan memilih beberapa data dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber mengenai sejarah Sintren dan alat musik Sintren. Banyak data yang diperoleh dari beberapa narasumber mengenai kesenian Sintren, namun peneliti hanya mengambil beberapa data yang dibutuhkan.


(46)

2. Penyajian Data

Menurut Nasution (2002:129), agar dapat melihat gambaran keseluruhannya atau bagian-bagian tertentu dari penelitian itu, harus diusahakan membuat berbagai macam matriks, grafik, networks dan charts. Penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan kolom sebuah matriks untuk data kualitatif dan menetukan jenis serta bentuk data yang dimasukkan kedalam kotak-kotak matriks (Miles & Huberman, 2000:17-18)

Setelah dilakukan reduksi data, kemudian peneliti mengelompokkan dari hasil penelitian sesuai dengan kategorinya. Data yang diperoleh dari ke 4 narasumber yang sudah direduksi bentuk musik iringan kesenian Sintren. Kemudian data-data tersebut disajikan dengan cara menyusun dokumen yang diperoleh sesuai kategorinya ke dalam bentuk data secara naratif mengenai bentuk musik iringan kesenian Sintren.

3. Penarikan Kesimpulan

Miles dan Huberman (2000: 20) mengatakan kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, ke kokohannya dan ke cocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya.

Kesimpulan penelitian ini adalah sejak peneliti melakukan pengambilan data, kesimpulan yang mendasar didapat setelah seluruh data yang diperlukan sudah diperoleh. Data yang diperoleh dan diteliti,


(47)

merupakan sebuah kesimpulan penelitian bentuk musik iringan musik kesenian Sintren dalam beberapa lagu-lagu Sintren.

H. Keabsahan Data

Teknik keabsahan data merupakan upaya mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data (Sugiyono, 2011: 241). Pemeriksaan keabsahan data yang akan digunakan melalui triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan data itu (Moleong, 1990: 178). Triangulasi ini dilakukan untuk menguji kebenaran serta kevalidan data yang diperoleh dari observasi, wawancara, serta dokumentasi.

Teknik penentuan validitas atau keabsahan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Berikut penjelasan triangulasi teknik dan triangulasi sumber:

Menurut Sugiyono (2014: 83) triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Triangulasi teknik digunakan peneliti untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek kesesuaian data yang telah diperoleh melalui wawancara,


(48)

observasi, dan studi dokumentasi. Berikut ini adalah gambar triangulasi teknik:

Tabel 2. Triangulasi “teknik” pengumpulan data. (Sugiyono, 2014: 83)

Selain triangulasi teknik, penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Menurut Sugiyono (2011:241), triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Model triangulasi sumber yang akan digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3. Triangulasi Sumber pengumpulan data. (Sugiyono, 2014: 83)

Berdasarkan gambar diatas kolom A, B, C merupakan narasumber, sedangkan dalam kolom wawancara mendalam adalah daftar pertanyaan yang sama untuk menggali informasi kepada para narasumber yang berbeda. Triangulasi sumber digunakan peneliti untuk menguji kredibilitas data yang

Observasi

Wawancara

A

B Wawancara

C Dokumentasi

Sumber Data


(49)

dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber melalui wawancara.

Data-data dari hasil observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap keberadaan Sintren. Wawancara yang dilakukan adalah mengenai bentuk musik iringan kesenian Sintren. Selanjutnya dokumentasi dilakukan dengan cara mencatat hasil wawancara dalam buku catatan dan merekam hasil wawancara dengan audio dan video recorder mengenai keberadaan Sintren. Kemudian data-data hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dikumpulkan, dipilih, dan disesuaikan dengan topik permasalahan sehingga data yang diperoleh akan benar-benar objektif dan valid. Ketiga teknik pengumpulan data tersebut mempunyai peranan yang sama penting dan saling mendukung.

Dalam pengujian keabsahan data, penelitian ini dilakukan dengan satu sumber yang sama yaitu pimpinan grup Sintren Brebes “Satria Nada” yang ada di desa Kedunguter, dari observasi diperoleh hasil diantaranya bentuk musik iringan kesenian Sintren yang ada di desa Kedunguter. Wawancara dilakukan pada tanggal 11 Mei sampai 14 Juni 2016 dengan narasumber Bapak Wijanarko, Bapak Suwatno, Bapak H. Tasori, dan Bapak Soegeng Rianto diperoleh hasil diantaranya bentuk musik dan instrumen yang digunakan, dan lagu yang dimainkan.

Selanjutnya dari dokumentasi dilakukan pada tanggal 8 Mei sampai 22 Juni 2016 dengan Bapak H. Tasori diperoleh hasil diantaranya foto- foto yang berhubungan dengan instrumen yang digunakan serta kegiatan pentas,


(50)

dan dokumen yang diperoleh dari pimpinan grup Sintren Brebes “Satria Nada”, piagam penghargaan yang pernah diterima Sintren “Satria Nada” desa Kedunguter Kabupaten Brebes.

Dari ke 4 narasumber tersebut, ditemukan beberapa hal yang berpengaruh dan pendapat yang berbeda-beda dalam bentuk musik iringan kesenian Sintren di desa Kedunguter Kabupaten Brebes. Maka dengan adanya triangulasi akan ditemukan titik temu yang dapat dipertanggung jawabkan.


(51)

BAB IV

BENTUK MUSIK IRINGAN KESENIAN SINTREN DI DESA KEDUNGUTER KABUPATEN BREBES

A. Kesenian di Kabupaten Brebes

Pada aspek budaya, Kabupaten Brebes dipengaruhi oleh beberapa budaya yaitu budaya Jawa (pesisir, Banyumasan), Cirebon, Sunda, serta pengaruh Islam. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari bahasa yang digunakan oleh msyarakat Brebes adalah bahasa Jawa Brebes dan bahasa Sunda. Jenis kesenian yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Brebes diantaranya adalah buroq, tari topeng, kuda lumping, karawitan, orkes keroncong, orkes gambus, kosidah/ samrah/ rebana, terbang Jawa/ kencer, lengger, sandiwara/ marses, badha ngasa, bentha benthi, dut-dut keradut, ula-ula klabang, sintren, dangdut tarling, wayang kulit, wayang golek dan campursari.

Terdapat beberapa tradisi yang dianggap menjadi bagian dari tradisi dan seni tradisional. Sejarah tentang gamelan yang ada di Kabupaten Brebes digunakan untuk sarana dakwah penyebaran Islam, karena memang keberadaan gamelan digunakan untuk sarana penyebaran agama Islam. Dimana gamelan Brebes dinamakan gamelan kemurangan atau gamelan losari. Gamelan Brebes bernada pelog yakni pelog miring dan pelog sorog, jenis gamelan ini biasanya digunakan untuk mengiringi tari topeng, tari kuda lumping, dan sintren.


(52)

Kabupaten Brebes mempunyai dua potensi besar yaitu petani bawang merah dan produksi telor asin khas Brebes. Kedua hasil pangan ini juga dijadikan sebagai icon atau mascot sebagai potensi sumber daya pangan yang khas dari Kabupaten Brebes. Rasa syukur dipanjatkan oleh masyarakat Brebes dengan mengadakan ritual atau semacam sedekah bumi sebagai ucapan rasa syukur kepada Sang Pencipta, biasanya masyarakat Kabupaten Brebes biasanya akan mementaskan kesenian Sintren.

Gambar 1. Kesenian Sintren Brebes. (Dok. Pratomo, Mei 2016)

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Soegeng Rianto (53 Tahun, 14 Juni 2016:

“Kesenian Sintren ini juga memiliki fungsi yang bersifat religius karena dulunya Sintren ini digunakan untuk upacara ritual pemanggilan hujan, dan sedekah bumi yang merupakan ungkapan doa dan rasa syukur masyarakat kepada Sang Pencipta alam ini”.

Ada kepercayaan dari masyarakat Brebes, bahwa kesenian Sintren yang merupakan simbol dari perayaan kesuburan dan


(53)

kemakmuran bagi mayarakat Brebes. Kesenian Sintren ini sudah menjadi bagian dari masyarakat Brebes, setiap kali kesenian Sintren ini selalu dipentaskan dalam acara-acara yang sifatnya ritual maupun sebagai hiburan seperti dipentaskan pada acara HUT 17 Agustus, upacara adat, mendatangkan hujan, tulak balak (menolak wabah penyakit) dan sedekah bumi.

B. Sejarah Kesenian Sintren

Kesenian Sintren merupakan bentuk seni tradisi yang tak hanya dikenal di Kabupaten Brebes. Wilayah seperti Indramayu, Cirebon, Tegal, Pemalang dan Pekalongan juga mengenalnya. Di Pemalang dan Pekalongan kesenian ini disebut juga dengan istilah lais. Belum ada catatan dan bukti yang menguatkan mulai kapan kesenian Sintren ini berkembang di Kabupaten Brebes.

Perkembangan kesenian Sintren di Kabupaten Brebes hampir ada di setiap kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Brebes, terdapat beberapa perkumpulan grup Sintren. Menurut penuturan Bapak Wijanarko selaku ketua dewan kesenian Kabupaten Brebes, jumlah perkumpulan Sintren yang ada di Kabupaten Brebes semakin banyak, mulai dari Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bumiayu, dan Kecamatan Paguyangan.

Kesenian tradisional Sintren yang masih ada hingga saat ini yaitu grup Sintren “Satria Nada” yang berada di desa Kedunguter Kabupaten


(54)

Brebes Pimpinan Bapak H. Tasori. Terbentuknya grup Sintren “Satria Nada” pada Tanggal 05 Desember 1994 dengan jumlah anggota pemain 20 orang. Menurut pengakuan Bapak Tasori, beliau merupakan generasi ke tiga sejak kesenian Sintren di desa Kedunguter ada. Berikut hasil wawancara dengan Bapak H. Tasori (53 Tahun, 13 Mei 2016),

“bapane bapane enyong mbiyen dadi ketua, bapane enyong dadi bodor lah trus setelah bapane wis ora dadi bodor, wis dewasa oh…nuruna neng enyong. Koen mbesok ditutungna arane seni lama aja kosi di ilangna, akhire aku ya ngelanjutna”.

(Bapak dari bapak saya dulu menjadi ketua (sintren), bapak saya saat itu jadi bodor terus setelah bapak ku sudah tidak menjadi bodor, sudah dewasa oh... menurunkan pada saya. Kamu besok melanjutkan seni ini jangan sampai hilang, akhirnya saya melanjutkan).

Kesenian Sintren sejak jaman dulu sudah ada, terbukti kesenian Sintren yang ada di desa Kedunguter ini sudah mengalami tiga regenerasi dan generasi sekarang ini terbentuk pada tahun 1994, regenerasi kesenian tradisional seperti Sintren ini biasanya diturunkan melalui keturunan dari seniman.

Gambar 2. Plang nama grup Sintren “Satria Nada” di desa Kedunguter. (Dok: Pratomo, Mei 2016)


(55)

Gambar 3. Pimpinan Grup Sintren “Satria Nada” Bapak H. Tasori. (Dok: Pratomo, Mei 2016)

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Suwatno (42 Tahun, 18 Mei 2016),

“sekitar tahun 80an mas, itu Sintren sudah masuk kategori modern. Dan 1998 sudah modern juga. Ada perubahan di musiknya, di alat musiknya ada gitar, organ, dan sebagainya”.

.

Masuknya Sintren di daerah Brebes masih menjadi rahasia yang belum terungkap saat ini, namun pada tahun 80 an pemunculan dan perkembangannya mengalami peningkatan yaitu ada beberapa penambahan alat musik gamelan seperti, kendhang, gambang, saron, slentem, kempul, dan gong.

Gambar 4. Pemain Musik Pengiring Sintren. (Dok. Pratomo, Mei 2016)


(56)

Berikut beberapa alat musik pengiring kesenian Sintren yang digunakan oleh grup Sintren “Satria Nada” saat ini setelah mengalami perkembangan:

a. Ketuk dan Kempyang

Gambar 5. Ketuk dan Kempyang. (Dok. Pratomo, Mei 2016)

Ketuk dan kempyang adalah alat musik gamelan yang kemudian dimasukan dalam kesenian Sintren. Ketuk dan kempyang terbuat dari bahan logam (tembaga, besi, kuningan, atau perunggu) terdapat bagian menonjol keluar yang disebut pencon. Jika dilihat dari sumber bunyinya, instrumen ini termasuk dalam jenis alat musik idiophone ritmis (tak bernada). Tujuan ditambahkannya ketuk dan kempyang ialah sebagai pengatur irama lagu serta untuk meramaikan musik iringan Sintren.

b. Seruling

Gambar 6. Seruling. (Dok. Pratomo, Mei 2016)


(57)

Seruling yang digunakan dalam kesenian Sintren ini adalah seruling yang terbuat dari bambu, jika dilihat dari sumber bunyi alat musik ini merupakan aerophone. Panjang dari seruling ini sekitar 25-30 cm, seruling dimainkan dengan cara ditiup mengikuti melodi vokal, seruling juga digunakan sebagai filler untuk mempermanis lagu. Bunyi yang dihasilkan dari seruling bambu ini sangat khas. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Wijanarko (45 Tahun, 10 Juni 2016),

“seruling ini kan dinamis yang bisa membuat iringan imusik ni lebih magis dan ini sesuatu yang luar biasa bagi masyarakat kitat ada sebuah garapan yang menarik dimana ada fase-fase dimana ada yang menyebabkan para pengiringnya menjadi satu ketika persoalan mistik dan magis menyatu dalam pertunjukan tersebut”.

Terbukti bahwa seruling mampu memberikan nuansa tersendiri pada musik Sintren yaitu mampu memberikan nuansa mistis pada pertunjukan kesenian Sintren.

c. Kendhang

Gambar 7. Kendhang. (Dok. Pratomo, Mei 2016)

Kendhang yang digunakan pada kesenian Sintren di Brebes adalah Kendhang jawa barat bisa disebut juga kendhang Jaipong. Kendhang jika dilihat menurut sumber bunyinya adalah alat musik


(58)

membranophone, bahan dari kendhang ini terbuat dari kayu dan kulit hewan misalkan sapi, kambing dan kerbau. Kendhang biasanya untuk mengatur tempo dan pemberi aba-aba atau suwuk ketika musik akan berhenti.

d. Kempul dan Gong

Gambar 8. Kempul. (Dok. Pratomo, Mei 2016)

Gambar 9. Gong. (Dok. Pratomo, Mei 2016)

Kempul dan gong adalah alat musik gamelan yang kemudian dimasukan dalam kesenian Sintren Brebes, seperti halnya dengan ketuk dan kempyang yang kemudian dimasukan dalam musik pengiring Sintren. Alat musik gong dan kempul merupakan alat musik yang paling besar diantara perangkat yang lain. Jika dilihat berdasakan sumber bunyinya, alat musik kempul dan gong merupakan alat musik idiophone, namun pada musik pengiring Sintren kempul dan gong


(59)

merupakan alat musik idiophone ritmis yaitu idiophone tak bernada. Bahannya terbuat dari logam maupun campuran logam seperti kuningan, tembaga, besi, atau perunggu. Bentuk kempul dan gong yang digunakan dalam musik iringan Sintren ini, tidak ada perbedaan bentuk dengan kempul dan gong di daerah lain di Indonesia.

e. Kecrek

Gambar 10. Kecrek. (Dok. Pratomo, Mei 2016)

Kecrek adalah alat musik yang terbuat dari lempengan logam berbentuk persegi panjang yang disusun secara bertingkat dan biasanya berisikan kurang lebih 2 atau 3 lempengan logam. Kecrek dimainkan mengikuti ritmis dari lagu yang dimainkan. Kecrek sebagai alat musik tambahan saja untuk meramaikan musik iringan Sintren. f. Gitar Elektrik

Gambar 11. Gitar Elektrik. (Dok. Pratomo, Mei 2016)


(60)

Gitar adalah salah satu alat musik modern yang masuk pada kesenian Sintren Brebes. Gitar merupakan alat musik berdawai atau bisa juga disebut alat musik chordophone berdasarkan warna suaranya. Kontruksi utamanya adalah kayu. Pada musik Sintren, gitar berperan sebagai pemegang melodi untuk menuntun panjak menyanyikan lagu yang dinyanyikannya, gitar dimainkan secara improvisasi menggunakan tangga nada pentatonis pelog dan slendro.

Alat musik di atas merupakan alat musik yang digunakan pada musik pengiring kesenian Sintren. Masuknya alat musik modern pada pada kesenian Sintren bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk atau cara agar kesenian Sintren ini tetap eksis dan mampu berkompetisi dengan kesenian-kesenian modern lainnya.

Alat musik asli kesenian Sintren jaman dulu sebelum mengalami perkembangan antara lain hanya menggunakan buyung dan bumbung/ lodong. Menurut hasil wawancara dengan Bapak H. Tasori selaku Pimpinan grup Sintren “Satria Nada” (53 Tahun, 13 Mei 2016),

“Ya pertama durung payu nggo tanggapan tah neng desane dewek oh, tuli durung nganggo gamelan ngganggone masih buyung.”

(Pertama sebelum kesenian Sintren ini laku pementasannya hanya dipentaskan di desa sendiri, terus belum memakai gamelan, memakainya masih menggunakan buyung)

Berikut ini alat musik jaman dulu yang digunakan kesenian Sintren Brebes:


(61)

Gambar 12. Buyung. (Dok. Pratomo, Mei 2016)

Gambar 13. Bumbung. (Dok. Pratomo, Mei 2016)

Buyung sebenarnya merupakan tempat wadah air yang kemudian oleh para seniman Sintren Brebes dialih fungsikan kegunaannya menjadi sebuah alat musik pada kesenian Sintren Brebes jaman dahulu. Menurut hasil wawancara dengan Bapak H. Tasori (53 Tahun, 13 Mei 2016),

“Alate buyung trus nduwure tabuhe nganggone ilir oh, trus monine pak pak bung pak pak bung.

(Alatnya buyung terus di atasnya dibunyikan menggunakan kipas (kipas terbuat dari anyaman bambu), trus suaranya pak pak bung pak pak bung)

Buyung merupakan alat musik yang terbuat dari bahan tembikar atau gerabah. Cara memainkan alat musik buyung adalah dipukul menggunakan kipas di bagian lubang atas buyung. Bumbung merupakan


(62)

alat musik yang terbuat dari bambu yang disusun menurut tangga nada dari bunyi yang dihasilkan, bunyi dari bambu menggunakan tangga nada pentatonis slendro dan pelog. Bumbung dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat pemukul khusus bumbung.

Kesenian Sintren adalah pertunjukan yang memperlihatkan unsur magis, dimana si penari menari dalam keadaan tidak sadarkan diri (trance) dimasuki roh atas panggilan pawang atau kemlandang. Dari penuturan sejumlah pelaku kesenian ini, pertunjukan Sintren dipertunjukan pada musim kemarau untuk meminta hujan. Hasil wawancara dengan Bapak Soegeng Rianto (52 Tahun, 14 Juni 2016),

“Kesenian Sintren ini juga memiliki kegunaan yang bersifat religius karena dulunya Sintren ini digunakan untuk upacara ritual pemanggilan hujan, dan sedekah bumi yang merupakan ungkapan doa dan rasa syukur masyarakat kepada Sang Pencipta alam ini”.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Bapak Suwatno hasil wawancara (42 Tahun, 18 Mei 2016),

“ya itu, ritual untuk minta menyingkirkan hujan. Ketika orang hajatan itu ketika mendung, itu bisa digunakan untuk menyingkirkan hujan”.

Sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwa Sintren dipertunjukkan untuk tempat mencari jodoh, mencari jodoh dilekatkan karena ada hubungannya dengan alur cerita kesenian Sintren yang mengkisahkan kisah cinta antara Sulandana dengan Sulasih. Diceritakan bahwa Sulandana yang merupakan putra dari Bahurekso (Joko Bahu) dengan Dewi Rantamsari memadu asmara dengan Sulasih. Hal serupa juga


(63)

dikemukakan oleh narasumber Bapak Soegeng Rianto (52 Tahun, 14 juni 2016),

“iya karena Sulasih rakyat jelata, raden Sulandhana adalah turunan ningrat perkawinan Ki Bahureksa dengan Dewi Rantamsari, Ki Bahurekso tidak mensetujui karena Sulasih adalah seorang rakyat jelata. Tapi Dewi Rantamsari justru mensetujui, jadi dimasukanlah pengasihan Dewi Rantamsari Kepada Sulasih. Kemudian Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih pergi menjadi seorang penari. Sampai kapanpun Si Sulandono dan Sulasih tidak bisa bertemu di alam nyata, hanya bisa ketemu di alam gaib. Itu sejarah, Sulasih itu dari desa Kali Salak”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesenian Sintren merupakan suatu kesenian tradisional berbentuk seni pertunjukan yang menampilkan pertunjukan iringan musik gamelan dan tari, kemudian dikemas dengan gambaran alur cerita kisah cinta antara Sulandana dan Sulasih. Pertunjukan kesenian Sintren sekarang ini banyak mengalami perubahan dan mengikuti selera jaman, perubahan tersebut terlihat dari beberapa alat musiknya. Kesenian Sintren kini telah mengikuti perkembangan jaman, saat ini alat musik iringan yang digunakan tidak semuanya tradisional, masuknya sentuhan beberapa alat musik gamelan seperti kempul, kempyang, ketuk, kecrek, kendhang, seruling, gong dan alat musik modern yang digunakan seperti gitar elektrik.


(64)

C. Bentuk Musik Iringan Sintren

Sintren merupakan kesenian yang menampilkan tarian dan musik, musik digunakan untuk mengiringi tarian. Musik pengiring Sintren ini mememiliki struktur bentuk atau pakem lancaran yang menggunakan tangga nada pentatonis slendro dan pelog. Menurut hasil wawancara dengan Bapak H. Tasori (53 Tahun, 13 Mei 2016),

“musike mas? Yen ora salah lancaran mas… sampean coba ngerungokna musike bae mas, enyong tah ora patia paham sih yah. Sing jelas nganggone lancaran”.

(musiknya mas? Kalau tidak salah lancaran mas… kamu coba mendengarkan musiknya saja mas, saya tidak begitu paham soalnya mas, yang jelas menggunakan lancaran)

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Bapak Wijanarko, menurut hasil wawancara (45 Tahun, 10 Juni 2016),

“Pakem dari musik Sintren ini menggunakan lancaran kalo tidak salah mas, kebetulan saya ada bukunya. Nanti mas Andi boleh foto copy bukunya, siapa tau bisa membantu penelitian mas Andi”.

Beberapa sumber menyatakan bahwa kesenian Sintren menggunakan tangga nada pentatonis slendro, namun setelah diteliti musik iringan kesenian Sintren menggunakan tangga nada pentatonis slendro dan pelog, hanya saja penggunaan tangga nada tersebut hanya digunakan pada vokal, gitar elektrik dan seruling. Menurut hasil wawancara dengan Bapak H. Tasori (53 Tahun, 13 Mei 2016),

“Tangga nadane ya nganggo sing biasa dienggo gamelan oh mas... tangga nada pelog karo slendro nganggone. Cuma cengkok penyanyine kue nganggo bahasa campuran


(65)

Cirebonan. Gitar karo Sulinge ya nganggo pelog karo slendro”.

(Tangga nadanya menggunakan yang biasa dipakai dalam

gamelan mas…Tangga nada pelog dan slendro yang

digunakan. Cuma cengkok penyanyinya itu menggunakan Bahasa campuran Cirebonan. Gitar karo sulinge ya memakai pelog dan slendro)

Alat musik gamelan seperti kempul, gong, ketuk dan kempyang tidak digunakan sebagai alat musik idiophone melodis (bernada) melainkan hanya sebagai alat musik idiophone ritmis (tak bernada).

Beberapa lagu-lagu wajib yang wajib dimainkan dalam pertunjukan kesenian Sintren seperti lagu Turun Sintren, Simbar Melati ini merupakan lagu wajib yang harus selalu ada pada pertunjukan Sintren. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Suwatno (42 Tahun, 18 Mei 2016),

“Itu daerah saya daerah RT 3 RW 4 itu sampai RT 6 RW 4, jadi misal ada acara keliling mengarak Manten atau Sunat, sampai di daerah situ itu lagunya harus lagu turun sintren, bahasanya lagu wajib”.

Berikut ini beberapa lirik lagu yang ada pada kesenian Sintren:

Turun Sintren Turun-turun sintren Sintrene widadari

Nemu kembang neng ayun-ayunan Nemu kembang neng ayun-ayunan Kembange si Jaya Indra


(66)

Simbar Melati Simbar melati

Melati megar ning taman Apa dadi apa ora

Lamun dadi terus dibuka

Kembang melati Melati megar ning dada Apa dadi apa ora

Lamun dadi terus dibuka

Lirik dari lagu Sintren ini di setiap daerah tidak baku dan bisa diganti oleh para seniman. Beberapa lagu wajib memang harus selalu ada dan dimainkan oleh grup kesenian Sintren di mana kesenian ini berada, bahkan sudah menjadi pakem atau sesuatu yang disakralkan dimana kesenian Sintren ini selalu dipentaskan, lagu wajib ini akan selalu dimainkan. Seperti lagu Turun Sintren ini merupakan salah satu lagu yang disakralkan oleh beberapa pelaku seni Sintren. Lagu-lagu yang ada pada kesenian Sintren ini bisa dikatakan merupakan permohonan doa atau mantra untuk memanggil roh leluhur untuk turun ke arena pertunjukan dan memasuki tubuh si Sintren. Harus berhati-hati karena beberapa lagu tersebut mempunyai kekuatan mistis. Lagu-lagu yang digunakan pada kesenian Sintren ini mempunyai banyak keunikan, perbedaan judul atau nama lagu dan urutan lagu yang berbeda-beda pada tiap daerah dimana kesenian Sintren ini ada.


(67)

Pada grup Sintren “Satria Nada” musik iringan yang wajib dimainkan adalah lagu Turun Sintren dan Simbar Melati, sedangkan lagu Tepang Sono, Tambak-tambak Pawon, Bapak Tani, Uwa-uwa Bango, Jamang-jamang Topi, dan Pitik Walik. Berikut ini beberapa urutan lagu yang dimainkan grup Sintren “Satria Nada”:

1. Tepang Sono

Lagu Tepang Sono merupakan lagu yang dimainkan pada saat awal pertunjukan Sintren dimulai, lagu ini merupakan lagu pembuka atau sebagai lagu penanda bahwa pertunjukan Sintren ini telah di mulai.

2. Turun Sintren dan Simbar Melati

Lagu Turun Sintren ini dimainkan ketika adegan Sintren akan dikeluarkan dalam kurungan. Menurut penuturan dari beberapa narasumber, lagu Turun Sintren ini merupakan mantra untuk memanggil roh halus untuk hadir dalam pertunjukan dan masuk ke dalam raga si penari Sintren. Lagu Turun Sintren ini dimainkan secara medley dengan lagu Simbar Melati dan dimainkan secara berulang-ulang mengikuti perintah dari si panjak/ sinden/ penyanyi.

3. Tambak-tambak Pawon

Lagu Tambak-tambak Pawon menurut penuturan Bapak H. Tasori merupakan lagu umum atau bisa juga disebut lagu tambahan. Lagu ini dimainkan ketika Sintren membawa kembang/ bunga kemudian turun


(68)

panggung menjual bunga pada penonton dengan imbalan mendapatkan uang dari menjual bunga tersebut.

4. Jamang-jamang Topi

Lagu ini dimainkan ketika adegan kemlandang akan menjadi Bodor. Bodor sendiri adalah salah satu penari laki-laki yang akan menemani Sintren.

5. Awul-awul Abang

Lagu Awul-awul Abang dimainkan pada saat sesi pertunjukan balangan. Pada sesi balangan ini para penonton akan melempar kain berupa selendang maupun sarung yang sudah disiapkan oleh kemlandang. Sesi ini merupakan saat-saat yang ditunggu penonton karena ketika kain dilemparkan mengenai Sintren, maka Sintren akan jatuh tidak sadarkan diri kemudian kemlandang akan membangunkan Sintren kembali dengan meniupkan dupa ke wajah Sintren.

6. Bapak Tani

Lagu Bapak Tani dimainkan ketika Sintren menari ditemani Bodor. Lagu ini menceritakan tentang kehidupan sehari-hari suami istri, dimana si istri pergi ke sawah membawakan makan untuk suaminya yang sedang bekerja di sawah.

7. Pitik Walik

Lagu Pitik Walik dimainkan ketika adegan Sintren menari di atas kurungan, adegan ini merupakan adegan penuh atraksi/ akrobatik yang cukup membuat kagum penonton ketika melihat adegan tersebut.


(1)

NS : Seperti anda liat lagu atau teks lagu turun sintren, banyem ceprol dari mulai Indramayu sampai ke Pekalongan selalu sama teksnya. Mungkin yang membedakan adalah lebih ke aksentuasi musik kalo Brebes lebih ke Cirebon kalo Pemalang lebih ke pesisiran dan wetan, bahkan Kendal kita liat bahwa pengaruh Sintren tidak hanya pada pesisir barat saja bahkan pesisir barat juga ada.

P : Berarti pada kesenian sintren Brebes ini ada campuran gaya bahasa antara Cirebon dan Brebes ya Pak?

NS : Iya mas, kalau mas Andi baca beberapa liriknya mungkin ada beberapa kata bahasa Cirebon. Contohnya pada lagu turun sintren itu ada kata widadari, itu kata widadari kalau di daerah Brebes tidak ada kata-kata widadari, orang Brebes taunya bidadari bukan widadari. Tidak ada aksen pengucapan widadari pada orang Brebes. P : oh begitu Pak.

P : Apakah ada perubahan pada musik iringan sintren dari dulu sampai sekarang ini Pak?

NS : Musik yang ada di kesenian sintren saat ini hampir semuanya mengikuti pasar. Artinya begini, dulu lebih ke seni yang sifatnya mistis sekarang sifatnya lebih ke hiburan. Musik sintren dulu dengan sekarang berbeda mas, dulu musik pengiring sintren hanya menggunakan buyung dan alat musik bambu seperti kentongan. Berhubung sekarang sifatnya berubah lebih condong sebatas hiburan, musik pengiringnya mulai menggunakan beberapa alat


(2)

musik gamelan seperti saron, bonang, kempul, gong, gitar, keyboard dan ada beberapa alat musik yang digunakan. Unsur-unsur dangdut dan tarling masuk dalam sintren dan tiba-tiba saja muncul biduan-biduan dangdut yang masuk dalam pertunjukan sintren. Seperti halnya selingan atau jeda. Kalo bahasa pertelivisian iklan, ada iklannya. Sebenarnya ini hanya untuk menarik minat masyarakat agar tidak bosan ketika melihat sintren.

P : Apa yang membuat kesenian sintren ini memiliki unsur magic? Apakah ada pengaruh dari musik pengiringnya Pak?

NS : Saya kira itu ada ya, setiap para seniman tradisi itu menghayati karena mereka tau kapan bagian-bagian mana kapan itu musik memiliki kekuatan mistik ada sebuah kekuatan yang mereka rasakan. Kalau kita melihat instrumennya ada gamelan dan seruling, seruling ini kan dinamis yang bisa membuat iringan musik ni lebih magis dan ini sesuatu yang luar biasa bagi masyarakat kita.Ada sebuah garapan yang menarik dimana ada fase-fase dimana ada yang menyebabkan para musik pengiringnya menjadi satu ketika persoalan mistik dan magis menyatu dalam pertunjukan tersebut. P : Apakah iringan musik dari sintren ini memiliki perubahan suasana


(3)

mistis seperti lagu turun sintren . Hanya pada saat kita melihat ada perbedaan nuansa ketika si Sintren dengan sibodor itu ritmisnya lebih rancak. Contohnya pada saat kemlandang akan menjadikan sinten dalam kurungan itu musiknya akan tampak (Fak) pakemnya akan lebih beraroma mistis, baru kemudian setelah sintren jadi, musiknya agak lebih semangat karena itu sudah dijadikan sebuah ekstase sang sintren itu setelah sudah dijadikan oleh kemladang. P : Pertanyaan terakhir dari saya Pak. Bentuk atau pakem dari music

Sintren ini berbentuk apa ya Pak? Apakah lancaran, gangsaran, ladarang?

NS : Pakem dari musik Sintren ini menggunakan lancaran kalo tidak salah masa, kebetulan saya ada bukunya. Nanti mas Andi boleh foto copy bukunya, siapa tau bisa membantu penelitian mas Andi. P : Kebetulan sekali Pak saya juga memerlukan buka untuk reverensi

penelitian saya. Mungkin bisa saya foto copy ya Pak? NS : Iya silahkan dibawa saja mas andi.


(4)

Wawancara 4

Narasumber : Soegeng Rianto

Tempat : Perumahan Saditan

Tanggal : 14 Juni 2016

Keterangan : P = Peneliti NS= Narasumber

P : Asalamualaikum, selamat malam Pak Soegeng? NS : waalaikum salam wr,wb. Ada keperluan apa ya mas?

P : Perkenalkan nama saya Andi Pratomo, saya mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta jurusan pendidikan seni musik. Kedatangan saya kesini untuk mewawancari bapak mengenai kesenian Sintren yang ada di Kabupaten Brebes, saya butuh beberapa informasi dari Pak Soegeng.

NS : Ow njenegan kuliah di UNY? P : Inggih Pak.

NS : Saya dulu juga dari UNY mas, tapi dulu namanya buka UNY. Dulu masih IKIP, saya dulu ngekos di Karang malang mas. Dulu saya S 1 di IKIP ngambil jurusan seni rupa.

P : Oh dulu bapak alumni IKIP jogja Pak?


(5)

P : Baik Pak langsung saya ajukan beberapa pertanyaan mengenai sejarah dari kesenian Sintren. Awal mula kesenian Sintren inidigunakan untuk acara apa?

NS : Kesenian Sintren ini juga memiliki fungsi yang bersifat religius karena dulunya Sintren ini digunakan untuk upacara ritual pemanggilan hujan, dan sedekah bumi yang merupakan ungkapan doa dan rasa syukur masyarakat kepada Sang Pencipta alam ini. P : Apakah kesenian Sintren ini merupakan kesenian asli daerah

Brebes?

NS : Kesenian Sintren tidak mutklak kesenian kearifan lokal Brebes, campuran anatara kendal dan brebes. Tapi karena masih dalam lintasan pantura mereka semua mengakui, termasuk Cirebon jugakan, tegal, pemalang. Tapi sebenarnyakan yang terlibat dalam kesenian ini antara Kendal dan Brebes.

P : Alur cerita dari kesenian Sintren ini menceritakan tentang apa? NS : Ceritanya begini mas, ini cerita tentang kisah cinta antara Sulasih

dan Sulandono yang tidak disetujui oleh Ki Bahurekso karena Sulasih rakyat jelata, raden Sulandhana adalah turunan ningrat perkawinan Ki Bahureksa dengan Dewi Rantamsari. Ki Bahurekso tidak mensetujui karena Sulasih adalah seorang rakyat jelata, tapi Dewi Rantamsari justru mensetujui, jadi dimasukanlah pengasihan Dewi Rantamsari Kepada Sulasih. Kemudian Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih pergi menjadi seorang penari. Sampai


(6)

kapanpun Si Sulandono dan Sulasih tidak bisa bertemu di alam nyata, hanya bisa ketemu di alam gaib. Itu sejarahnya Sulasih itu dari desa mana itu saya lupa, itu di desa Bumiayu masih daerah kecamatan Brebes sini.

P : Songgom Pak?

NS : Bukan.

P : Haha trus daerah mana Pak?

NS : Kali Salak mas, iya betul Kali Salak. P : Akhirnya ketemu juga ya Pak.

NS : Dari tadi saya mikir itu nama desanya. Nah menurut cerita begitu mas.

P : Haha iya gak apa-apa, kebetulan ini juga pertanyaan terakhir Pak. NS : Oh sudah pertanyaannya mas?

P : iya sudah Pak.

NS : Ya udah diminum dulu tehnya mas Andi. P : Enggih pak, maaf sudah merepotkan ya Pak?