Pembentukan tunas dari kalus nodular

55 dalam posisi abaksial dalam botol kultur yang berisi 20 ml media MS padat yang dilengkapi dengan 3 gula pasir, 1,39 µ M PVP, 0,8 agar murni. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah BAP dengan konsentasi 2,2 µ M dan 4,4 µ M, sedangkan TDZ dengan konsentrasi 1,14 µ M, 2,27 µ M, dan 4,54 µ M. Kombinasi konsentrasi BAP dan TDZ dijadikan sebagai perlakuan, sehingga terdapat enam kombinasi perlakuan dan diulang 20 kali botol kultur, setiap botol kultur terdiri dari empat eksplan. Media kultur diatur pada pH 5,7 – 5,8 dengan 0,1 N KOH dan diautoklaf pada temperatur 121 o C dan tekanan 1.1 kg cm 2 selama 20 menit. Percobaan ditata dalam RAL. Kultur dipelihara pada penyinaran 16 jam terang dan suhu 22 o C. Subkultur dilakukan setiap empat minggu. Setelah empat minggu dilakukan pengamatan terhadap persentase eksplan membentuk kalus nodular, jumlah kalus nodular per eksplan, bentuk dan warna kalus nodular serta waktu pembentukan kalus nodular.

b. Pembentukan tunas dari kalus nodular

Kalus nodular dari perlakuan kombinasi 2,2 µ M BAP dan 2,27 µ M TDZ diregenerasikan menjadi planlet dengan menanam kalus nodular pada medium WPM ditambahkan 1,39 µ M PVP, 0,8 agar murni, 3 gula pasir. Perlakuan pembentukan tunas dari kalus nodular adalah BAP dengan konsentrasi 0,0 µ M; 1,1 µ M; 2,2 µ M; 3,3 µ M dan 4,4 µ M. Percobaan ditata dalam RAL, perbedaan konsentrasi BAP dijadikan sebagai perlakuan dan diulang 20 kali botol kultur, masing- masing botol kultur ditanam empat inokulum. Kultur dipelihara pada penyinaran 16 jam terang dan suhu 22 C. Pengamatan jumlah tunas dikelompokkan menjadi tiga kelompok: tunas yang panjangnya 1-5 mm, tunas yang panjangnya 6-10 mm dan tunas yang panjangnya 10 mm. Data ditransformasikan dengan x+0.5 , kecuali persentase jumlah kalus nodular yang membentuk tunas ditransformasikan dengan arcsin x . Analisis statistik menggunakan uji F dan dilanjutkan dengan uji gugus berganda Duncan. Analisis data menggunakan program SAS Release 6.12 SAS Inst., 1996. 56 Pengamatan histologi dilakukan pada kalus nodular yang mulai beregenerasi membentuk tunas. Proses pembuatan irisan transversal mengikuti metode parafin Sass, 1957. Daun disayat menggunakan mikrotom putar rotary microtom dengan tebal sayatan 10 µm, kemudian diwarnai dengan safranin 1 dan fastgreen 0,5 . Hasil dan Pembahasan Tanaman manggis termasuk tanaman tropik yang mengandung senyawa polifenol tinggi. Ketika eksplan biji atau daun dipotong dan ditana m pada medium, maka eksplan mengeluarkan eksudat berupa getah kuning yang mengandung senyawa polifenol sehingga menyebabkan media menjadi hitam blackening dan eksplan mengalami pencoklatan browing dan akhirnya mati. George Sherington 1984 mengatakan beberapa spesies tanaman tropik banyak mengandung senyawa polifenol yang tinggi dan akan teroksidasi ketika sel mengalami pelukaan. Lebih lanjut, senyawa polifenol atau tanin dapat menghambat aktivitas enzim pada tanaman sehingga pembentukan tunas me njadi terhambat George Sherington, 1984. Untuk mengatasi senyawa fenolik ditambahkan 1,39 µ M PVP, hasilnya media menjadi jernih dan eksplan dapat berkembang dengan baik menjadi tunas. Penggunaan PVP dalam kultur jaringan sebagai absorpsi senyawa polifenol atau tanin melalui ikatan hidrogen sehingga mencegah proses oksidasi George Sherington, 1984. Selain itu, PVP juga dapat meningkatkan regenerasi tanaman pada kultur anter Datura innoxia Tyagi et al., 1981 cit. George Sherington, 1984. Ada cara lain untuk mengatasi senyawa polifenol, yaitu dengan penambahkan 3 gl arang aktif activated charcoal pada medium George Sherington, 1984. Tingkat kontaminasi kultur berkisar antara 5 – 15 . Kontaminasi kultur disebabkan oleh jamur dan bakteri. Hal ini disebabkan oleh proses sterilisasi eksplan yang kurang sempurna, sehingga menyebabkan mikroorganisma terbawa dalam kultur. Pada saat subkultur dan pemisahan tunas dari eksplan kecenderungan kultur mengalami kontaminasi. Oleh karena, pada kondisi ini dilakukan sangat hati- hati sekali. 57 Pengaruh BAP terhadap pembentukan tunas manggis in vitro Tidak semua segmen biji yang ditanam pada media MS mengalami proliferasi membentuk tunas atau kalus. Bakal tunas muncul dari permukaan biji, seperti tersaji dalam Gambar 8-A. Eksplan yang tidak responsif terhadap perlakuan BAP mengalami pencoklatan browning dan mati. Tunas yang muncul dari permukaan biji berbentuk multipel. Contoh tunas multipel perlakuan 22,2 µ M BAP dapat tersaji pada Gambar 8-B. Gambar 8. Bakal tunas adventif mulai muncul dari permukaan biji tanda panah A; tunas multipel berasal dari perlakuan 22,2 µ M BAP B Berdasarkan analisis varians setiap perlakuan BAP menunjukkan berbeda nyata pada semua variabel yang diamati Lampiran 3. Gambar 9 menunjukkan bahwa persentase pembentukan tunas bervariasi antara 4,41 - 53,75 . Persentase pembentukan tunas paling tinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi BAP 22,2 µ M 53,75 , sedangkan yang paling rendah pada perlakuan BAP 0,0 µ M 4,41 . Begitu juga, rata-rata jumlah tunas paling banyak terdapat pada perlakuan BAP pada konsentrasi 22,2 µ M 3,25 tunas dan paling sedikit pada perlakuan 0,0 µ M BAP tanpa BAP 0,23 tunas. Jumlah tunas per eksplan dapat mencapai 25 tunas. Biasanya jumlah tunas tersebut berkaitan erat dengan persentase kultur yang membentuk tunas. Pada umumnya, persentase kultur A B 58 yang membentuk tunas dan jumlah tunas paling tinggi terdapat pada perlakuan 22,2 µ M BAP Gambar 10. 10 20 30 40 50 60 11,1 22,2 33,3 44,4 Konsentrasi BAP Pembentukan tunas Gambar 9. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap persentase pembentukan tunas pada perkecambahan manggis dalam media MS setelah tiga minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 11,1 22,2 33,3 44,4 Konsentrasi BAP jumlah tunas per eksplan Gambar 10. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas per eksplan pada perkecambahan manggis dalam media MS setelah tiga minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . 4,4 c 31,2 b 53,7 a 26,2 b 19,4 bc µ M µ M 0,2 c 1,2 b 3,3 a 1,2 b 0,8 bc 59 Waktu pembentukan tunas bervariasi rata-rata antara 17 – 25 hari setelah kultur. Waktu yang paling cepat kultur mulai membentuk tunas terdapat pada perlakuan 22,5 µ M BAP 17,28 hari, sedangkan waktu yang paling lama pembentukan tunas terdapat pada perlakuan BAP 44,4 µ M 25,33 hari Gambar 11. Berdasarkan uji gugus berganda Duncan, jumlah tunas per eksplan pada perlakuan 22,2 µ M BAP berbeda nyata dengan perlakuan la innya Gambar 11. Panjang tunas berkaitan pula dengan jumlah tunas yang terbentuk. Perlakuan 22,2 µ M BAP menunjukkan panjang tunas paling tinggi rata-rata 1,7 cm, sedangkan paling rendah pada perlakuan 0,0 µ M BAP dengan rata-rata 0,2 cm. Perbedaan nilai rata-rata tersebut didukung oleh hasil uji gugus berganda Duncan yang menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan Gambar 12. 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 11,1 22,2 33,3 44,4 Konsentrasi BAP W a k tu p e m b e n tu k a n t u n a s h a ri Gambar 11. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap waktu pembentukan tunas pada perkecambahan manggis dalam media MS setelah tiga minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . 19,0 b 18,7 b 17,3 b 23,6 a 25,3 a µ M 60 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 11,1 22,2 33,3 44,4 Konsentrasi BAP Panjang tunas cm Gambar 12. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap panjang tunas pada perkecambahan manggis dalam media MS setelah tiga minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . Pada eksplan biji, media MS tanpa BAP kurang menstimulasi proliferasi tunas. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh BAP sangat besar dalam merangsang pembentukan tunas. Seperti diungkapkan oleh Normah et al. 1990, penggunaan media MS pada manggis dengan konsentrasi 40 µ m BAP pada tanpa NAA menghasilkan lebih banyak tunas 6,5 tunas, sedangkan penggunaan NAA saja tidak dapat merangsang pembentukan tunas Goh et al., 1988. Pada manggis, perlakuan biji yang dipotong menjadi enam lebih banyak menghasilkan tunas jika dibandingkan dipotong tiga, selain itu fotoperiodisitas 8 jam lebih baik dari 12 jam dalam merangsang pembentukan tunas adventif Normah et al., 1990. Harahap 2005 menyatakan eksplan biji pada perlakuan 5 ppm BAP menghasilkan 91,43 tunas dan jumlah tunas tertinggi rata-rata 8,71 tunas per eksplan pada 12 minggu setelah tanam. Embrio biji manggis kemungkinan terdapat di sepanjang permukaan biji Yacob Tindall, 1995, sehingga biji manggis bersifat poliembrioni Richards, 1990a. 0,2 c 1,6 a 1,7 a 1,1 ab 0,6 bc µ M 61 Kultur yang membentuk akar hanya pada konsentrasi 11,1 µ M BAP 0,6 , dan 22,2 µ M BAP 0,2 , sedangkan kultur pada konsentrasi 0,0 µ M BAP, 33,3 µ M BAP dan 44,4 µ M BAP tidak terbentuk akar. Akar yang terbentuk biasanya dari segmen biji bagian ujung, karena memang secara alami sudah terdapat primordia akar dan biasanya tidak terbentuk tunas, sedangkan segmen biji yang membentuk tunas tidak membentuk akar. Goh et al. 1988 menyatakan segmen kotiledon manggis membentuk akar hanya 7 pada medium 4,4 µ M BAP dan 5,3 µ M NAA. Harahap 2005 menyatakan eksplan membentuk akar pada media MS ½ N + IBA 3mgl + NAA 4 mgl menghasilkan 85 dengan jumlah akar 1,05 dan panjang akar 1,49 cm. Kalus hanya terbentuk pada segmen biji pada medium yang diberi perlakuan BAP. Persentase kultur yang membentuk kalus paling tinggi pada perlakuan 22,2 µ M BAP 12,5 , sedangkan kultur pada perlakuan 0,0 µ M BAP tidak terbentuk kalus. Kalus muncul dari bagian segmen biji bekas pelukaan, kalus berwarna putih, strukturnya sangat remah, rapuh dan cepat mengering. Kalus pernah disubkultur pada medium yang sama kecenderungan mengering. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Normah et al. 1990, kalus yang terbentuk dari segmen biji pada medium MS dengan konsentrasi 90,5 - 135,7 µ M 2,4-D tidak dapat berorganogenesis. Organogenesis langsung Eksplan daun yang responsif terhadap medium mulai na mpak membentuk bakal tunas setelah 12 minggu. Pada medium tanpa BAP 0,0 µ M eksplan tidak mengalami pertumbuhan, berwarna coklat dan mengering. Eksplan yang responsif pada media memperlihatkan kondisi eksplan daun tetap hijau dan berproliferasi membentuk tunas adventif. Tunas adventif muncul dari tulang daun yang mengalami pelukaan Gambar 13-A. Pembentukan tunas dari tulang daun terjadi juga pada tanaman lain, seperti pistasia Barghchi Alderson, 1983 dan apel Liu et al., 1983. Menurut Goh et al. 1994, BAP yang terdapat di dalam medium dapat diserap oleh jaringan daun manggis melalui pelukaan, sehingga dapat merangsang 62 pembentukan tunas. Sedangkan daun manggis yang utuh tidak dapat membentuk tunas pada medium yang mengandung BAP. Ternyata pelukaan dapat menyebabkan kontak jaringan meristematis pada berkas pembuluh dengan medium yang mengandung BAP sehingga mengakibatkan jaringan meristem tersebut mengalami diferensiasi membentuk tunas adventif. Gambar 13. Bakal tunas muncul dari tulang daun A. Tunas adventif dari perlakuan 22,2 µ M BAP B Analisis varian menunjukkan bahwa perlakuan BAP berbeda nyata untuk semua variabel yang diamati pada taraf 5 Lampiran 4, artinya perlakuan BAP berpengaruh nyata terhadap pembentukan tunas. Selanjutnya analisis statistik dilanjutkan dengan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 .. Gambar 14 menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi BAP terhadap persentase pembentukan tunas bervariasi antara 0,0 – 39,8 . Pada konsentrasi 22,2 µ M BAP, persentase eksplan membentuk tunas paling tinggi 39,8 , sedangkan pada perlakuan 0,0 µ M BAP, eksplan daun mengalami pencoklatan dan selanjutnya mengering. Pada konsentrasi 22,2 µ M BAP sangat baik digunakan untuk pembentukan tunas dibandingkan perlakuan lain. Pembentukan tunas tersebut tergolong masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa daun manggis termasuk tanaman yang sulit berorganogenesis. Seperti diungkapkan oleh Goh et al .1988, kebanyakan daun tanaman berkayu mengalami kesulitan dalam organogenesis langsung membentuk tunas. Hal sama juga dijumpai pada apel Liu et al., 1983, A B bakal tunas 63 mulberry Mhatre et al., 1985, pistasia Barghchi Alderson, 1983. Ekspan daun manggis yang berwarna kehijauan persentasenya sangat rendah menghasilkan tunas dan kalus yang tidak dapat berorganogenesis. Gambar 15 menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas per eksplan bervariasi rata-rata antara 0,0 – 1,3 tunas. Pada konsentrasi 22,2 µ M BAP ditemukan jumlah tunas maksimum per eksplan tiga tunas, kebanyakan jumlah tunas per eksplan hanya satu atau dua tunas. Pada konsentrasi 33,3 µ M BAP jumlah tunas per eksplan rata-rata hanya 0,6 tunas Gambar 15. 10 20 30 40 50 11,1 22,2 33,3 44,4 Konsentrasi BAP Eksplan membentuk tunas Gambar 14. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap pembent ukan tunas pada organogenesis langsung dalam media MS setelah 16 minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . 22,4 ab 39,8 a 20,0 b 21,3 b µ M 64 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 11,1 22,2 33,3 44,4 Konsentrasi BAP Jumlah tunas per eksplan Gambar 15. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas per eksplan pada organogenesis langsung dalam media MS setelah 16 minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . 20 40 60 80 100 120 11,1 22,2 33,3 44,4 Konsentrasi BAP Waktu membentuk tunas hari Gambar 16. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap waktu pembentukan tunas pada organogenesis langsung dalam media MS setelah 16 minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . Gambar 16 menunjukkan bahwa waktu pembentukan tunas sangat lambat sekali berkisar 60–110 hari. Pada konsentrasi 22,2 µ M BAP waktu membentuk tunas rata-rata 80,7 hari dan yang paling lama pada konsentrasi 33,3 µ M BAP rata-rata 1,1 a 1,3 a 0,6 a 0,8 a µ M 98,6 ab 80,7 b 109,4 a 105,0 a µ M 65 109,4 hari. Hal ini disebabkan karena pada manggis proses pembelahan sel secara alami sangat lambat, sehingga menyebabkan laju pertumbuhan tanaman sangat lambat Wiebel, 1993. Eksplan yang berasal dari tahap juvenil lebih mudah membentuk organ pada kultur in vitro dan lebih cepat menghasilkan tunas 3-4 minggu dibandingkan dari pohon dewasa 9 minggu Goh et al., 1990. Hal ini, mungkin disebabkan oleh level zat pengatur tumbuh endogen pada tanaman Goh et al., 1990. Rata-rata jumlah pasang daun yang paling tinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi 22,2 µ M BAP rata-rata 1,2 pasang daun, sedangkan yang paling rendah pada perlakuan 44,4 µ M BAP rata-rata 0,6 pasang daun. Jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm paling tinggi terdapat pada perlakuan 22,2 µ M BAP rata-rata 1,3. Begitupun juga untuk jumlah tunas yang panjangnya 6-10 mm dan 10 mm masing- masing 0,8 dan 0,3. Sedangkan jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm yang paling rendah terdapat perlakuan 11,1 µ M BAP, begitu juga jumlah panjang tunas 6- 10 mm dan 10 mm terdapat pada perlakuan 44,4 µ M BAP Tabel 4. 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 11,1 22,2 33,3 44,4 Konsentrasi BAP Jumlah pasang daun Gambar 17. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah pasang daun pada organogenesis langsung dalam media MS setelah 16 minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . 0,7 b 1,2 a 0,6 b 0,6 b µ M 66 Tabel 4. Nilai rata-rata dan hasil uji gugus berganda Duncan pada jumlah tunas pada organogenesis langsung dalam media MS setelah 16 minggu kultur Jumlah tunas yang panjangnya Perlakuan BAP µ M Jumlah kultur 1-5 mm 6-10 mm 10 mm totalbotol 11,1 19 0,4 b 0,6 a 0,1 b 1,1 22,2 19 1,3 a 0,8 a 0,3 a 2,4 33,3 20 0,5 b 0,4 ab 0,2 ab 1,1 44,4 20 0,8 ab 0,4 ab 0,1 b 1,3 Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . Goh et al. 1988 menyatakan pembentukan tunas dipengaruhi oleh ukuran dan sumber eksplan. Eksplan daun utuh tidak menghasilkan tunas, sedangkan daun yang dibagi menjadi dua menghasilkan tunas lebih banyak, bahkan ukuran eksplan mencapai 3 mm menghasilkan jumlah tunas lebih banyak Goh et al., 1994. Sumber eksplan dari lapangan mempunyai kemampuan organogenik lebih tinggi dibandingkan dari tunas in vitro Goh et al., 1994. Lebih lanjut, pembentukan bakal tunas dari eksplan daun dipengaruhi oleh pelukaan pada daun dan konsentrasi BA di dalam medium. Karena adanya pelukaan menyebabkan eksplan dapat merespon BA untuk mentriger diferensiasi bakal tunas. Pengaruh lain adalah adanya level auksin endogen yang tinggi sehingga menghambat pembentukan tunas, sedangkan level auksin yang rendah dapat menginduksi atau merangsang tunas Goh et al., 1994. Pengamatan histologi menunjukkan bahwa bakal tunas muncul dari berkas pembuluh vascular bundle tulang daun. Pada berkas pembuluh terdiri dari floem, xilem dan kambium Gambar 18-A. Kambium merupakan sel-sel meristematis yang aktif membelah diri secara mitosis ke arah bidang periklinal dan antikinal. Ketika sel- sel meristem kontak dengan medium yang bernutrisi, maka sel-sel meristem mengalami pembesaran dan menonjol ke luar dengan mendorong lapisan epidermis membentuk tonjolan kecil. Selanjutnya tonjolan tersebut membentuk bakal tunas. Primordia daun muncul dari bakal tunas yang ditopang oleh kambium Gambar 18- B. Primordia daun akan berkembang menjadi daun, sedangkan kambium berkembang menjadi tulang daun. 67 Gambar 18. Irisan transversal tulang daun manggis A, pembentukan bakal tunas dari tulang daun B. Organogenesis tidak langsung Induksi kalus nodular Eksplan daun yang responsif terhadap medium MS na mpak segar kehijauan dan akan muncul kalus nodular pada bagian tulang daun, meskipun pada bagian pinggir daun bekas pelukaan nampak mengering Gambar 19A. Sedangkan eksplan yang tidak responsif terhadap medium MS akan terlihat berwarna coklat selanjutnya eksplan mengering dan akhirnya mati. Semua perlakuan kombinasi BAP dan TDZ dapat menginduksi kalus nodular dari eksplan daun. Kalus nodular berwarna kuning- kehijauan ada juga putih kehijauan, kalus berbentuk nodul dan kompak. Kalus nodular biasanya mulai muncul setelah dua minggu kultur dan diamati setelah empat minggu. Adanya perlakuan kombinasi BAP dan TDZ memberikan respon berbeda terhadap pembentukan kalus nodular. A B primordia daun kambium 1 mm berkas pembuluh 68 Gambar 19. Kalus nodular muncul dari tulang daun A, Kalus nodular dari perlakuan 2,22 µ M BAP dan 2,27 µ M TDZ B Berdasarkan uji F, setiap perlakuan BAP menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 untuk semua variabel yang diamati, seperti terlihat pada Lampiran 5. Uji gugus berganda Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan 2,22 µ M BAP dan 2,27 µ M TDZ tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan 2,22 µ M BAP dan 1,14 µ M TDZ, sedangkan kombinasi perlakuan 2,22 µ M BAP dan 4.54 µ M TDZ tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan 4,4 µ M BAP dan 2,27 µ M TDZ Tabel 5. Persentase eksplan membentuk kalus nodular paling tinggi terdapat pada kombinasi perlakuan 2,22 µ M BAP dan 2,27 µ M TDZ 79,4 , sedangkan paling rendah pada pada kombinasi perlakuan 4,44 µ M BAP dan 4.54 µ M TDZ 38,2 . Begitu juga, jumlah kalus nodular per eksplan paling tinggi pada perlakuan kombinasi perlakuan 2,22 µ M BAP dan 2,27 µ M TDZ 3,57 kalus nodular. Waktu membentuk kalus nodular pada perlakuan 2,22 µ M BAP dan 2,27 µ M TDZ lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya dengan rata-rata 24,5 hari, bahkan ada eksplan yang membentuk kalus nodular dalam waktu 15 hari. Tabel 6. Perbedaan respon eksplan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan konsentrasi BAP dan TDZ. Hasil tersebut jauh lebih baik dibandingkan penelitian Te-chato Lim 1999, induksi kalus nodular manggis hanya menghasilkan kalus nodular 34 . Menurut pendapat Te-chato Lim 2000, eksplan daun manggis yang ditanam pada medium MS atau WPM yang diberi suplemen 2,2 µ M BAP akan menghasilkan 2-5 tunas tanpa A B kalus nodular 69 pembentukan kalus nodular, akan tetapi penggunaan TDZ yang dikombinasikan dengan BAP dapat menginduksi pembentukan kalus nodular, penggunaan BAP saja atau TDZ saja tidak dapat membentuk kalus nodular atau proliferasi tunas pada manggis. TDZ merupakan kelompok fenilurea yang berperan penting dalam meningkatkan biosintesis dan akumulasi sitokinin endogen purin Capelle et al., 1983. Tabel 5. Nilai rata-rata dan hasil uji gugus berganda Duncan pada persentase eksplan yang membentuk kalus nodular, jumlah kalus nodular per eksplan dan waktu membentuk kalus nodular pada meidia MS setelah empat minggu kultur Konsentrasi µ M BAP TDZ N Persentase ekplan membentuk kalus nodular Jumlah kalus nodular per eksplan Waktu membentuk kalus nodular hari Warna kalus nodular 2,2 1,14 17 72,3 a 2,4 b 25,7 ab Putih kehijauan 2,2 2,27 20 79,4 a 3,6 a 24,5 b kuning kehijauan 2,2 4,54 19 64,5 ab 3,3 a 26,4 ab Putih kehijauan 4,4 1,14 16 64,1 ab 2,1 b 23,1 c Kuning kehijauan 4,4 2,27 16 51,6 bc 2,1 b 22,5 c putih kehijauan 4,4 4,54 17 38,2 c 1,9 b 27,7 a putih kehijauan Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . N = jumlah kultur Hasil penelitian menunjukkan perlakuan 2,22 µ M BAP dan 2,27 µ M TDZ untuk induksi kalus nodular memberikan respon yang paling baik dibandingkan perlakuan lainnya. Terbukti pada perlakuan tersebut menunjukkan persentase eksplan membentuk kalus nodular paling tinggi 79,4 , jumlah kalus nodular paling tinggi 3,6 kalus nodular dan waktu membentuk kalus nodular 24,5 hari Tabel 5. Ternyata untuk induksi kalus nodular membutuhkan konsentrasi BAP dan TDZ yang seimbang, sedangkan penggunaan BAP saja atau TDZ saja eksplan tidak dapat menginduksi kalus nodular, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Te- chato Lim, 1999 pada tanaman manggis. Lu 1993 menyatakan TDZ dapat menggantikan tipe adenin dalam pembentukan kultur kalus dan mikropropagasi pada spesies tanaman berkayu. Penggunaan TDZ lebih kecil dari 1 µ M pada tanaman berkayu yang bijinya bersifat rekalsitran dapat menginduksi kalus, embrio somatik 70 Fiola et al., 1990, dan tunas adventif Huettman Preece, 1993. Pada tembakau, TDZ dtemukan lebih aktif dibandingkan sitokinin purin seperti BAP atau zeatin dalam merangsang pembentukan kalus dan morfogenesis George, 1993. Pada Vitis vinifera , penggunaan TDZ lebih efektif dalam menginduksi dan meregenerasikan tunas adventif dibandingkan basa adenin George, 1993. Pembentukan tunas dari kalus nodular Kalus nodular dapat beregenerasi menjadi tunas setelah 20 minggu kultur pada medium WPM. Kalus nodular yang dapat beregenerasi menjadi tunas berwarna hijau tua Gambar 20-A, sedangkan berwarna hijau muda atau kekuningan relatif lebih sulit untuk beregenerasi membentuk tunas. Setiap kalus nodular menghasilkan banyak tunas tunas multipel Gambar 20-B. Gambar 20. Proses terbentuknya tunas. Kalus nodular mulai beregenerasi membentuk tunas A; tunas multiple dari perlakuan 2,2 µM BAP B-D B A C D tunas bakal tunas 71 Tunas multipel dipisah menjadi 2-3 tunas Gambar 20-C dan tunas disubkultur pada cawan petri Gambar 20-D. Berdasarkan analisis varians Lampiran 6, F hitung setiap variabel yang diamati menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5 artinya perbedaan konsentrasi BAP berpengaruh terhadap pembentukan tunas, sehingga analisis statistik dilanjutkan dengan uji gugus berganda Duncan pada taraf uji 5 . Persentase jumlah kalus nodular membentuk tunas paling tinggi pada perlakuan 2,2 µM BAP 34,7 , sedangkan yang paling rendah pada perlakuan 3,3 µM BAP 13,3 . Pada perlakuan 0,0 µM BAP kontrol, kalus nodular tidak dapat beregenerasi menjadi tunas Gambar 21. Hal ini menunjukkan penggunaan BAP sangat berpengaruh terhadap proliferasi tunas. 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 1,1 2,2 3,3 4,4 Konsentrasi BAP kalus nodular membentuk tunas Gambar 21. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap persentase kalus nodular membentuk tunas pada organogenesis tidak langsung dalam media WPM setelah 20 minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . µ M 25,0 ab 34,7 a 13,3 b 15,3 b 72 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 1,1 2,2 3,3 4,4 Konsentrasi BAP Jumlah tunas per kalus nodular Gambar 22. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas per kalus nodular pada organogenesis tidak langsung dalam media WPM setelah 20 minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . Berdasarkan uji gugus rata-rata Duncan, jumlah tunas per kalus nodular pada perlakuan 2,2 µM BAP berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan 1,1 µM BAP dan 3,3 µM BAP tidak bebeda nyata pada taraf 5 Gambar 22. Pada perlakuan 2,2 µM BAP, jumlah tunas per kalus nodular paling tinggi dapat mencapai 20 tunas dengan rata-rata 7,9 tunas. Sedangkan jumlah tunas per kalus nodular yang paling rendah adalah perlakuan 0,0 µM BAP dengan dengan persentase 0 nol Gambar 22. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Te-chato Lim 2000, kalus nodular yang membentuk tunas sebanyak 8,4 tunas setelah tiga minggu pada medium WPM dengan konsentrasi 0,44 µ M BA. Waktu membentuk tunas yang paling cepat pada perlakuan 2,2 µM BAP dengan rata-rata 13,5 minggu, sedangkan yang paling lama pada perlakuan 3,3 µM BAP dengan rata-rata 15,8 minggu Gambar 23. Waktu membentuk tunas pada manggis tergolong sangat lambat, karena secara alami tanaman manggis memiliki laju pertumbuhan yang lambat. 5,9 ab 7,9 a 4,5 ab 3,0 b µ M 73 12,0 12,5 13,0 13,5 14,0 14,5 15,0 15,5 16,0 1,1 2,2 3,3 4,4 Konsentrasi BAP waktu pembentukan tunas minggu Gambar 23. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap waktu pembentukan tunas pada organogenesis tidak langsung dalam media WPM setelah 20 minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,1 2,2 3,3 4,4 Konsentrasi BAP Jumlah pasang daun Gambar 24. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah pasang daun pada organogenesis tidak langsung dalam media WPM setelah 20 minggu kultur Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . µ M µ M 15,1 a 13,5 b 15,8 a 15,0 a 0,8 ab 1,1 a 0,6 b 0,5 b 74 Tabel 6. Nilai rata-rata dan hasil uji gugus berganda Duncan pada jumlah tunas panjang tunas pada media WPM setelah 20 minggu kultur Jumlah tunas yang panjangnya Konsentrasi BAP µ M Jumlah kultur 1-5 mm 6-10 mm 10 mm totalbotol 1,1 19 6,6 b 1,7 ab 0,2 b 8,5 2,2 19 11,1 a 2,6 a 0,6 a 14,3 3,3 20 4,3 c 1,4 ab 0,1 b 5,8 4,4 20 4,1 c 0,7 b 0,0 b 4,8 Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada taraf 5 . Jumlah pasang daun berkisar antara 1-3. Pada perlakuan 2,2 µ M BAP jumlah panjang tunas paling banyak dengan rata-rata 1,1 pasang daun, sedangkan yang sedikit pada perlakuan 4,4 µ M BAP dengan rata-rata 0,5 pasang daun Gambar 24. Jumlah pasang daun berkaitan dengan panjang tunas. Jumlah pasang daun umumnya banyak terdapat pada panjang tunas 1-5 mm dan 6-10 mm, sedangkan panjang tunas 10 mm sangat sedikit jumlah pasang daunnya. Berdasarkan jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm, perlakuan 2,2 µ M BAP memiliki jumlah tunas rata-rata 11,1. Begitu juga, kelompok jumlah tunas yang panjangnya 5-10 mm dan lebih 10 mm masing- masing nilai rata-ratanya adalah 2,6 dan 0,61 Tabel 6. Sedangkan jumlah tunas paling rendah terdapat pada perlakuan 4,4 µ M BAP untuk ketiga kelompok tersebut. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan 2,2 µ M BAP untuk regenerasi tanaman melalui kalus nodular memberikan respon yang paling baik dibandingkan perlakuan lainnya. Terbukti pada perlakuan tersebut menunjukkan persentase kalus nodular membentuk tunas paling tinggi 34,7 Gambar 21, jumlah tunas dapat mencapai 20 tunas dengan rata-rata 7,9 tunas Gambar 22, waktu membentuk tunas rata-rata 13,5 minggu Gambar 23, jumlah pasang daun rata-rata 1,1 pasang daun Gambar 24, dan jumlah tunas total 14,3 tunas Tabel 6. Menurut Te-chato Lim 1999, induksi primordia tunas dari kalus nodular dapat dilakukan pada medium MS atau WPM. Lebih lanjut, medium WPM dengan konsentrasi 4,45 µ M BAP memberikan respon induksi tunas dan menghambat 75 pemanjangan tunas. Penggunaan BAP supraoptimal 44,4 µ M menyebabkan pembentukan dan perpanjangan tunas menjadi terhambat, sehingga muncul tunas dari kotiledon manggis lebih kurang 5 bulan Goh et al., 1988. Gambar 23 menunjukkan proses terbentuknya kalus nodular dari eksplan daun. kalus nodular muncul sepanjang tulang daun, karena pada tulang daun terdapat jaringan pembuluh yang bersifat meristematis. Setelah eksplan kontak dengan medium. Sel-sel meristematis tertentu mengalami pembelahan sel menjadi sel baru. Pembelahan sel meristem ke arah bidang periklinal selanjutnya ke arah bidang antikinal dan membentuk tonjolan kecil Gambar 25-A. Tonjolan bertambah besar membentuk lengkungan seperti kerucut kearah apeks pucuk. Pada tonjolan bagian atas apeks pucuk terdapat primordia daun yang ditopang oleh kambium. Primordia daun akan berkembang menjadi daun, sedangkan kambium berkembang menjadi tulang daun Gambar 25-B. Menurut Litz Gray 1992, eksplan daun pada beberapa tanaman berkayu sangat responsif pada medium yang mengandung auksin, karena pada daun mengandung sel mesofil dan pembuluh yang sedang aktif membelah diri, sehingga membentuk sel embrioid. Gambar 25. Irisan transversal kalus nodular yang mengalami diferensiasi membentuk tunas A; meristem tunas pucuk pada perlakuan 2,2 µ M BAP B Primordia daun apeks pucuk kambium 1 mm 100 um A B kalus nodular 76 Perbandingan efesiensi regenerasi tunas manggis in vitro Uji efisiensi sistem regenerasi tanaman dilakukan pada masing- masing tipe regenerasi tanaman pada kondisi optimum dengan membandingkan variabel yang diamati, seperti persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas dan waktu pembentukan tunas. Pembentukan tunas optimum pada perkecambahan dan organogenesis langsung pada manggis terdapat pada perlakuan konsentrasi 22,2 µ M BAP, sedangkan organogenesis tidak langsung pada perlakuan konsentrasi 2,2 µ M BAP. Persentase pembentukan tunas yang paling tinggi pada perkecambahan biji 53,8 , sedangkan paling rendah pada organogenesis tidak langsung 34,7 Gambar 26. Gambar 26. Perbandingan tiga tipe regenerasi tanaman berdasarkan persentase pembentukan tunas Gambar 27. menunjukkan bahwa jumlah tunas paling banyak pada organogenesis tidak langsung 7.9 tunas, sedangkan yang paling rendah pada organogenesis langsung 1,3 tunas. Pada organogenesis tidak langsung, pembentukan tunas harus melalui tahapan kalus nodular, setiap eksplan daun berukuran 1 cm 2 akan menghasilkan banyak nodul, setiap nodul menghasilkan banyak tunas. 53,8 39,8 34,7 10 20 30 40 50 60 Perkecambahan biji Organogenesis langsung Organogenesis tidak langsung Tipe Regenerasi Pembentukan tunas 77 Gambar 27. Perbandingan tiga tipe regenerasi tanaman berdasarkan jumlah tunas Gambar 28. Perbandingan tiga tipe regenerasi tanaman berdasarkan waktu pembentukan tunas Gambar 28. menunjukkan waktu membentuk tunas paling cepat adalah perkecambahan biji 17,3 hari, sedangkan yang paling lama pada organogenesis tidak langsung 94,5 hari. 3,3 1,3 7,9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Perkecambahan biji Organogenesis langsung Organogenesis tidak langsung Tipe Regenerasi Jumlah tunas per eksplan tunas 17,3 80,7 94,5 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Perkecambahan biji Organogenesis langsung Organogenesis tidak langsung Tipe Regenerasi Waktu pembentukan tunas hari 78 Pada perkecambahan biji, organogenesis langsung dan tidak langsung membutuhkan peranan BAP dalam proliferasi tunas. BAP termasuk dalam kelompok sitokinin purin yang berperan penting dalam pembentukan tunas seperti pada kacang tanah Victor et al., 1999. Peranan BAP eksogen sangat penting dalam memacu sitokinesis, karena BAP memacu pembelahan sel dan produksi sel lebih cepat dengan cara mempercepat peralihan dari tahap G 2 ke mitosis Salisbury Ross 1992, meningkatkan laju sintesis protein, mempersingkat waktu berlangsungnya tahap S sintesis dalam siklus sel sehingga merangsang pertumbuhan dan diferensiasi jaringan atau organ George 1993. Penggunaan BAP juga dapat meningkatkan rasio tunas terhadap akar, meningkatkan produksi etilen dan meningkatkan sintesis protein Staden Crouch, 1996. Menurut Staden Crouch 1996, sitokinin dapat berperan dalam sintesis protein, karena : 1 sitokinin meningkatkan kecepatan pembuatan RNA tRNA, rRNA, mRNA diduga dapat meningkatkan enzim chromatin bound RNA polimerase, 2 sitokinin dapat meningkatkan pengikatan aminoasil tRNA pada ribosom yang memperlancar pengenalan kodon, 3 sitokinin bekerja pasca transkripsi dengan mendorong pembentukan polisom, sehingga mRNA yang tidak ditranslasikan dapat diaktifkan, 4 sitokinin dibutuhkan dalam regulasi sintesis protein dalam pembentukan fungsi benang spindel. Aplikasi BAP dalam kultur jaringan digunakan untuk regenerasi tunas pada beberapa spesies tanaman Mondal et al.,1998. Proliferasi kalus membentuk tunas biasanya membutuhkan adanya auksin dan sitokinin. Pada tembakau, pembentukan tunas dari kalus membutuhkan level konsentrasi auksin yang rendah dan sitokinin yang tinggi Skoog Miller, 1957 cit George, 1993, karena auksin berpengaruh terhadap replikasi DNA fase S, sedangkan sitokinin berpengaruh terhadap pembelahan mitosis George, 1993. Beberapa contoh penggunaan auksin dan sitokinin dalam kultur jaringan ; perkembangan embrio somatik Linum usitassimum pada medium MS yang diberi suplemen 2,69 µ M NAA dan 2,22 µ M BA Tejavathi et al ., 2000, alpokat pada medium MS yang diberi suplemen 0,41 µ M pikloram Witjaksono Litz, 1999, Phoenix canarisensis pada medium MS yang diberi 79 suplemen 0,45 µ M BA dan 0,06 µ M NAA Huong et al., 1999, Prunus cerasus pada medium MS yang diberi suplemen 2,4 D dan kinetin Haoru Tang et al., 2000, Azadirachta exelsa Jack Jacobs pada medium SH Schenk and hildebrandt dengan suplemen 0,25 µ M 2,4-D dan 2 µ M BA Te-chato Rungnoi, 2000, Vitis vinifera dengan suplemen 5-10 µ M 2,4-D dan 5-10 µ M BA Gray Meredith, 1992. Kesimpulan dan Saran Pembentukan tunas adventif manggis in vitro dapat dilakukan melalui tiga tipe regenerasi, yaitu: perkecambahan biji, organogenesis langsung dan tidak langsung. medium optimal pembentukan tunas pada perkecambahan biji dan organogenesis langsung adalah medium MS dengan konsentrasi 22,2 µ M BAP. Pada organogenesis tidak langsung, medium optimal induksi kalus nodular adalah MS dengan perlakuan kombinasi konsentrasi 2,2 µ M BAP dan 2,27 µ M TDZ, sedangkan medium optimum regenerasi tanaman pada medium WPM dengan konsentrasi BAP 2,2 µ M. Pembentukan tunas asal biji pertumbuhannya relatif cepat dan menghasilkan banyak tunas dibandingkan ke dua tipe regenerasi lainnya. Namun untuk pemuliaan mutasi, perkecambahan biji kurang sesuai karena akan menghasilkan mutan kimera. Sedangkan tipe regenerasi organogenesis langsung dan tidak langsung waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan tunas relatif lama dan tunas adventif yang dihasilkan bersifat mutan solid jika mendapat perlakuan mutagen. Tunas adventif yang dihasilkan melalui organogenesis tidak langsung sangat banyak sehingga sangat sesuai untuk menunjang pemuliaan mutasi manggis in vitro. Perpanjangan tunas pada manggis in vitro sangat lambat dan induksi perakaran yang sangat sulit disarankan untuk mencari komposisi medium dan zat pengatur tumbuh yang digunakan. 80

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PADA MANGGIS