TINJAUAN PUSTAKA Studi iradiasi sinar gamma pada kultur kalus nodular manggis untuk meningkatkan keragaman genetik dan morfologi regeneran

28

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Manggis Laurent Garcin 1683 – 1751 memberi nama tanaman manggis adalah Garcinia mangostana L. Yaacob Tindall, 1995. Tanaman manggis kemungkinan berasal dari Peninsular Malaysia Richard, 1990b. Tanaman ini menyebar ke timur sampai ke Papua Nugini dan kepulauan Mindanau Filipina, sedangkan ke utara menyebar ke Thailand bagian selatan, Myanmar, Vietnam dan Kamboja Verheij Coronel, 1992. Dalam dua abad terakhir tanaman manggis menyebar ke Srilangka, India Selatan, Amerika Tengah, Brazil, dan Australia Nakasone Paul, 1998. Tanaman manggis mempunyai banyak kegunaan dan kandungan gizi yang tinggi. Buah manggis segar mengandung gula yang terdiri dari sakarosa, dekstrosa dan levulosa. Komposisi buah manggis per 100 g terdiri dari 79,2 g air, 0,5 g protein, 19,8 g karbohidrat, 0,3 g serat, 11 mg kalsium, 17 mg fosfor, 0,9 mg besi, 14 IU vitamin A, 66 mg vitamin C Verheij Coronel, 1992, vitamin B thiamin 0,09 mg, vitamin B2 riboflavin 0,06 mg dan vitamin B5 niacin 0,1 mg Chau kay-Ming 1990 dalam Yaacob Tindall, 1995. Kebanyakan buah manggis dikonsumsi segar. Tanaman manggis mengeluarkan eksudat yang berupa getahlatekresin kuning Goh et al., 1990. Eksudat tersebut dikenal gamboge gummosis yang berguna anti infeksi mikroba bagi tanaman manggis. Selain itu, resin gumosis mengandung asam garsinolat dan asam gambogat yang digunakan sebagai bahan cat, untuk menurunkan tekanan darah dan memiliki aktivitas sebagai penginduksi apoptosis sel kanker Yaacob Tindall, 1995. Kulit buah manggis mengandung pektin, tanin, dan resin yang bermanfaat untuk menyamak kulit dan sebagai zat pewarna hitam. Kulit buah manggis mengandung senyawa 5 polyxygenated xanthonas termasuk mangostin 4, â-mangostin, non mangostin dan gartanin yang berguna dalam kesehatan. Derivat mangostin berfungsi dapat menekan sistem syaraf pusat dan tekanan darah serta anti peradangan, sedangkan antosianin seperti cyanidin-3-sophoroside dan cyanidin-3- glucoside 29 dapat berperan pada pewarnaan kulit manggis Yaacob Tindall, 1995; Verheij, 1997. Famili Guttiferae memiliki sekitar 35 genera dan lebih dari 800 spesies berasal dari daerah tropika. Di antaranya terdapat sembilan genera dengan spesies yang berupa pohon buah-buahan. Lima genera dengan anggota sekitar 50 spesies dari famili Guttiferae berasal dari kawasan Asia Tenggara Verheij Coronel, 1992. Kromosom manggis berukuran kecil dan jumlahnya banyak, sehingga sulit untuk dihitung. Para peneliti belum mencapai kesepekatan tentang jumlah kromosom manggis. Ada pendapat yang mengatakan manggis merupakan tanaman poliploid 2n = 96 Tixier,1955. Ada pendapat lain manggis merupakan tanaman alotetraploid 2n = 90 turunan dari G. malaccensis 2n = 42 dan G. hombroniana 2n = 48, karena tanaman manggis mempunyai morfologi intermediet antara dua spesies diploid tersebut Richards, 1990c. Jumlah kromosom bervariasi, yaitu 56 - 76; 88 - 90; 120 – 130 Nakasone Paul, 1998. Tanaman manggis memiliki pertumbuhan yang sangat lambat. Lambatnya pertumbuhan manggis disebabkan oleh a sistem perakaran yang buruk dan mudah patah, sehingga b penyerapan air dan hara lambat, c rendahnya laju fotosintesis, karena rendahnya kapasitas daun menangkap CO 2 Downton et al., 1990, d rendahnya laju pembelahan sel pada meristem pucuk Wieble et al., 1992 ; Ramlan et al ., 1992; Verheij, 1997. Daun berhadapan dengan tangkai daun pendek, yaitu 1,5 – 2 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur, bulat panjang atau elip dengan panjang 15 – 25 cm x lebar 7 – 13 cm mengkilap, tebal dan kaku, ujung daun meruncing acuminate dan licin glabrous Verheij, 1997. Bunga manggis mempunyai organ betina saja, sedangkan organ jantan tidak berkembang dengan sempurna rudimenter Richard, 1990c. Bunga manggis tumbuh pada pucuk ranting muda. Diameternya berukuran 5–6 cm, pedikelnya pendek, tebal dan panjang 1,8 – 2 cm terletak pada dasar bunga dan mempunyai 4 sepal dan 4 petal dengan tangkai bunga pendek dan tebal berwarna merah kekuning- kuningan. Bakal buah berjumlah 4-8 sesuai dengan banyaknya sel telur dan 30 dikelilingi oleh 4 petal merah bergaris. Ke empat sepal tersebut besar, kuat dan menyirip ganda biseriate. Petal pada umumnya berukuran lebih besar, berbentuk bulat telur, tumpul dan berdaging, berwarna hijau kekuningan berukuran panjang 3 cm x lebar 2,5 cm. Benangsari tersusun dalam 1–3 kelompok dalam 1– 2 seri, membentuk cincin di sekitar dasar ovari, ovari melekat pada dasar bunga sessile dengan 4 – 8 ruang. Stigmanya menonjol dan tebal, melekat dan terbentuk dengan jumlah yang sama dengan jumlah ruang dalam ovari. Bunga manggis membuka pada sore hari dan tidak tahan lama, kemudian petal segera mengering dan jatuh dari bunga Yaacob Tindall, 1995. Pada bunga manggis tidak pernah dijumpai serbuk sari yang viabel atau hampa. Pada kepala sari yang masih muda, sel-sel induk mikrospora terbentuk dengan baik, tetapi pada saat pembelahan meiosis, sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diawali oleh nuk leus dan sitoplasmanya Lim, 1984. Dasar ovari dikelilingi oleh 14 – 16 tangkai sari, pistil reseptik terjadi antara pukul 4 – 6 sore hari. Petal gugur setelah 24 jam sedangkan sepal tetap sampai buah rusak. Primordia ovul berkembang dari plasenta, integumen bagian dalam mengalami diferensiasi yang diikuti bagian luar, sel-sel nuklear membentuk sel arkesporial yang berfungsi sebagai sel-sel induk megaspora selanjutnya membentuk kantong embrio Yaacob Tindall, 1995. Di Negeri Sembilan, Malaysia telah ditemukan pohon jantan manggis yang berumur ± 70 tahun dengan tinggi 25 m. Posisi bunga di terminal, ukuran bunga jantan lebih kecil 5 cm dibandingkan bunga betina pohon betina manggis. Ukuran filamen sangat pendek 0,5 mm, dan terdapat serbuk sari berdiameter 36 µ m. Ovari tidak berkembang rudimenter berwarna merah kekuningan dan berukuran kecil panjangnya 3 mm dan lebarnya 5 mm, dan tidak terdapat cuping. Bunga betina cepat mengering dan beberapa hari selanjutnya jatuh. Pada pohon jantan manggis tidak ditemukan pembentukan buah Idris Rukayah, 1988. Sebelumnya, pohon jantan manggis pernah ditemukan di Indocina Corner, 1952. Buah manggis dihasilkan secara partenogenesis tanpa penyerbukan. Buah berbentuk bundar, berdaging lunak saat hampir masak, pipih pada bagian dasarnya di 31 bawahnya terdapat sepal yang tebal dan rongga-rongga stigma, sisa rongga stigma tetap tinggal pada ujung buahnya Yaacob Tindall, 1995. Biji manggis merupakan biji apomik yang terbentuk dari sel nuselus pada buah partenokarpi Almeyda Martin, 1976. Pada embrio manggis tidak nampak jelas lokasi plumula dan radikelnya. Akan tetapi embrio muncul di permukaan biji. Berat biji bervariasi antara 0,1 – 2,2 g dengan rata-rata 1,0 – 1,6 g Yaacob Tindall 1995. Tanaman Manggis biasanya diperbanyak dengan biji yang bersifat rekalsitran Goh et al., 1990. Jumlah biji per buah sangat terbatas biasanya satu atau dua Almeyda Martin, 1976; Yaacob Tindall 1995. Keragaman pada Manggis Tanaman manggis berasal dari biji apomiksis atau obligat agamosperm. Biji bukan berasal dari hasil penyerbukan dan pembuahan Richard, 1990a, tetapi berasal dari sel nuselus. Embrio yang muncul berasal dari embrio somatik, sehingga dapat dikatakan bahwa perbanyakan tanaman manggis merupakan perbanyakan vegetatif. Secara genetik tanaman manggis bersifat homogen, sehingga sulit untuk menyeleksi kultivar yang superior karena keragaman genetiknya sempit tidak ada. Karakterisasi buah manggis dari enam lokasi yang berbeda di Peninsula r Malaysia menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar pohon berdasarkan sembilan karakter buah yang diteliti Zin, 1991. Di Jawa terdapat variasi rasa buah manggis dan ukuran buah lebih besar dibandingkan yang ada di Filipina. Di Nikaragua terdapat dua tipe manggis yang berbeda, yaitu berdaun besar dengan ukuran buah bervariasi dan berdaun kecil dengan ukuran buah kecil Cox, 1976. Manggis Jolo lebih besar dan mempunyai kulit buah yang lebih tebal dari pada manggis di Singapura dan Saigon, daging buahnya lebih tebal dan masam dari pada buah di Semenanjung Malaya dan Jawa Wester,1926. Manggis di kepulauan Sulu mempunyai kulit buah tebal dan rasa buah masam Richard, 1990b. Tanaman manggis di Sumatera Barat menunjukkan keragaman pada beberapa karakter kualitatif, seperti bentuk kanopi. Diduga karakter kualitatif tidak dipengaruhi oleh 32 faktor lingkungan, karena kedua bentuk kanopi oval dan kerucut terdapat di semua lokasi. Mansyah et al.,1992. Hasil analisis isozim keragaman pohon manggis dari sentra produksi di Jawa yang meliputi Kaligesing Purworejo, Dampit Malang, Cipaku Bogor, Cikalong Cianjur dan Lombok yang meliputi Narmada dan Lingsar menunjukkan bahwa enzim esterase dan acid fosfatase tidak menunjukkan keragaman polimorfik, sedangkan enzim peroksidase menunjukkan keragaman polimorfik Supriyanto et al., 1999. Hasil studi keragaman genetik manggis dengan marka RAPD dan fenotipik dari sentra produksi di Jawa yang meliputi Wanayasa Purwakarta, Leuwiliang Bogor, Cantayan Sukabumi, Kaligesing Purworejo, Watulimo Trenggalek dan Sumatera Barat yang meliputi Balai Baru Padang, Padang Laweh dan Subarang Sukam menunjukkan bahwa tanaman manggis bervariasi secara fenotipik dan genetik. Variasi fenotipik yang spesifik terlihat pada kanopi tanaman dan bentuk buah, bentuk kanopi terdiri atas oblong dan piramid, dan bentuk buah dapat dibagi atas tiga jenis yaitu bentuk bulat dengan dasar buah agak lonjong dan cupat menonjol, buah bulat dengan cupat datar, dan buah agak gepeng dengan cupat datar. Variasi genetik dijumpai pada tanaman induk dari berbagai lokasi maupun antar tanaman induk dan keturunannya. Untuk pohon induk yang mewakili populasi tanaman dari berbagai lokasi variasi genetiknya sebesar 56.6 Mansyah, 2002. Di Australia, tedapat variasi genetik 60-70 di antara 37 aksesi pohon manggis berdasarkan analisis RAPD Ramage et al., 2004. Apomiksis pada Manggis Siklus hidup tanaman secara normal merupakan proses reproduksi seksual dimana jaringan sporofit mengalami proses pembelahan meiosis menghasilkan gametofit dengan melalui proses fertilisasi menghasilkan zigot dan selanjutnya membentuk embrio Gambar 2A. Sedangkan apomiksis merupakan proses reproduksi aseksual dimana dalam pembentukan embrio jumlah kromosom tidak 33 mengalami reduksi den Nijs van Dijk, 1993. Jumlah kromosom yang tidak mengalami reduksi dapat berasal dari sel somatik dalam ovul yang berkembang menjadi embrio tanpa penggabungan inti telur dan sperma Ramulu et al., 1995. Keturunan tanama n manggis bersifat uniform dan identik dengan tanaman induknya Horn, 1940; Nakasone Paul, 1998. Apomiksis dapat dikategorikan menjadi fakultatif dan obligat den Nijs van Dijk, 1993. Apomiksis fakultatif adalah bentuk apomiksis dimana proses fertilisasi juga dijumpai, seperti pada spesies jeruk, proses fertilisasi dan apomiksis terjadi secara bersamaan dalam ovul yang sama Koltunow, 1993. Apomiksis fakultatif mempunyai tendensi seksualitas rendah bahkan mendekati apomiksis obligat den Nijs van Dijk, 1993. Apomiksis obligat adalah bentuk apomiksis keseluruhan dimana biji terbentuk tanpa proses fertilisasi, seperti manggis Richard, 1990a. Mekanisme apomiksis dapat dibedakan menjadi tiga kelompok den Nijs van Dijk, 1993, yaitu : 1. Diplospori adalah berkembangnya kantong embrio non-reduksi dari sel arkespora kantong embrio sel induk megaspora melalui pencegahan atau restitusi meiosis, sel telur membentuk embrio melalui proses partenogenesis atau sel lain dari kantong embrio membelah dan berkembang menjadi embrio melalui proses apogameti Gambar 3B. 2. Apospori adalah berkembangnya kantong embrio non-reduksi dari sel somatik nuselus atau integumen daripada sel induk kantong embrio Gambar 3B. 3. Nuselar embrioni adalah embrio berkembang langsung dari jaringan nuselus sporofitik tanpa pembentukan gametofit terlebih dahulu Gambar 3C. Apomiksis obligat memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu: 1 pembentukan biji tanpa pembuahan, 2. perkembangan embrio telalu cepat, yaitu sebelum antesis, 3. Pembentukan proembrio dari nuselar atau jaringan integumen dan 4. Satu biji menghasilkan lebih dari satu bibit poliembrioni, 5. jarang sekali atau tidak ditemukan kelamin jantan Richard, 1990a. 34 A. Siklus hidup tanaman normal Meiosis Fertilisasi B. Apomiksis gametofit Diploid Dipl ospori partenogenesis Apospori Apogameti C. Nuselar embrioni Gambar 3. Perbandingan siklus hidup tanaman normal A; apomiksis gametofit B; dan nuselar embrioni C. Sumber: den Nijs van Dijk, 1993 Mekanisme reproduksi apomiksis pada manggis termasuk ke dalam nuselar embrioni, perkembangan endosperm bersifat autonomous tanpa adanya fertilisasi dari primary endosperm nucleus Richard, 1990a, perkembangan proembrio adventif dari integumen bagian luar pada endosperm dewasa tanpa adanya stimulasi dari perkembangan seksual Lim, 1984. Sebagian besar spesies apomiktik adalah poliploid, kecuali pada genus citrus dan beberapa spesies Potentilla. Beberapa kerabat seksual spesies apomiktik bersifat self incompatibility . Analisis keturunan pada persilangan antara apomiksis dan bentuk seksual menunjukkan bahwa kemampuan untuk reproduksi ditentukan secara genetik. Sebagai contoh nuselar embrioni pada jeruk dikontrol oleh lokus tunggal dominan Selain faktor genetik, apomiksis juga distimulasi oleh faktor lingkungan dan nutrisi Koltunow, 1993. Sporofit 2n Spora n Gametofit n Zigot 2n Embrio Sporofit 2n Kantong embrio Sel induk 2n Sel somatik ovul 2n Gametofit 2n Sel telur 2n Selain sel telur 2n Embrio 2n Sporofit 2n Sel somatik ovul 2n Embrio 2n 35 Kultur Jaringan pada Manggis Sistem regenerasi tanaman yang efesien sangat diperlukan untuk menunjang program pemuliaan tanaman melalui kultur in vitro seperti rekayasa genetik, variasi somaklonal, dan induksi mutasi Litz Gray, 1992. Ada beberapa metode regenerasi, yaitu organogenesis langung direct organogenesis , organogensis tidak langsung indirect organogenesis dan embriogenesis somatik somatic embryogenesis. Pada kultur in vitro kesesuaian media dan pemilihan eksplan merupakan hal penting untuk menghasilkan planlet Hartmann et al., 1997. Pada manggis, embrio kemungkinan terdapat di sepanjang permukaan biji Yaccob Tindall, 1995, sehingga biji bersifat poliembrioni Richards, 1990a. Tunas adventif dapat diperoleh dari segmen kotiledon yang ditanam pada medium MS yang dilengkapi dengan konsentrasi 5,0 mg l -1 BAP Goh et al ., 1988. Organogenesis langsung adalah proses pembentukan tunas adventif langsung dari eksplan. Tunas adventif yang dihasilkan berstruktur unipolar dan jaringan tersebut masih terkait dengan jaringan asalnya Tisseret, 1994. Organogenesis in vitro tergantung pada fitohormon eksogen, seperti auksin dan sitokinin dan juga kemampuan jaringan merespon fitohormon selama kultur Sugiyama, 1999. Pada beberapa spesies tanaman, tunas adventif diinduksi dengan konsentrasi sitokinin yang tinggi dibandingkan auksin Phillips et al., 1995; Sugiyama, 1999. Pada manggis, pembentukan tunas adventif berasal dari eksplan daun yang ditanam pada medium WPM Woody Plant Medium dengan konsentrasi 5,0 mg l -1 BAP Goh et al., 1994. Planlet manggis telah didapatkan dengan menggunakan biji sebagai eksplannya Goh et al. , 1988, daun muda dari bibit dan pohon dewasa Goh et al., 1990, daun muda dari kultur in vitro Te-chato Lim, 2000. Organogenesis tidak langsung adalah proses pembentukan tunas adventif melalui pembentukan kalus terlebih dahulu. Tunas adventif atau embrio somatik dapat dibentuk dari kalus jika konsentrasi zat pengatur tumbuh khususnya auksin rendah. Kalus dapat diperoleh dari beberapa spesies tanaman, akan tetapi tidak semua kalus dari spesies tanaman dapat diregenerasikan menjadi planlet tergantung dari sifat 36 totipotensinya Yeoman, 1986. Pada ekplan yang ditransfer ke dalam media dengan konsentrasi auksin yang tinggi, seperti 2,4-D kalus akan menjadi friable remah dan berproliferasi lebih cepat. Pertumbuhan kalus friable yang ditempatkan pada media cair dan digojok akan membentuk suspensi sel Yeoman, 1986. Ketika suspensi sel ditransfer ke media dengan konsentrasi auksin yang lebih rendah, maka struktur meristem akan membentuk struktur bipolar embrio somatik Reinar et al., 1977 cit Yeoman, 1986. Pada manggis, induksi kalus nodular manggis berasal dari eksplan daun muda dari kultur in vitro yang ditanam pada medium Murashige Skoog MS yang dilengkapi 2,22 µ M thidiazuron TDZ dan 2,25 µ M Benzyladenin BA setelah tiga minggu menghasilkan 34 , sedangkan regenerasi tanaman dari nodul kalus dilakukan pada WPM dengan konsentrasi 0,44 µ M BA setelah tiga minggu menghasilkan rata-rata 8,39 tunas Te-chato Lim, 2000. Pada tanaman berkayu, penggunaan TDZ dapat menginduksi kalus dan regenerasi tanaman. Penggunaan TDZ yang lebih kecil dari 1 µ M dapat merangsang pembentukan kalus, tunas adventif, atau embrio somatik Fiola et al., 1990. TDZ adalah derivat diphenilurea yang terbukti dapat meningkatkan biosintesis dan akumulasi sitokinin endogen kelompok purin dalam kultur jaringan Massimo et al., 1995. Embriogenesis somatik merupakan pembentukan embrio dari sel somatik Tisseret, 1994. Pola pembentukan embriogenesis somatik ada dua macam, yaitu embriogenesis langs ung yaitu pembentukan embrio langsung dari eksplan, sedangkan embriogenesis tidak langsung yaitu pembantukan embrio harus melalui proliferasi kalus terlebih dahulu Sharf, 1985. Embrio somatik berasal dari proembrionic masses PEM yang berasal dari individu sel, karena itu embrio somatik diasumsikan berasal dari individu sel Litz Gray, 1992 dan memiliki struktur bipolar yang akan membentuk tunas dan akar Phillips et al., 1995. Sel somatik terbentuk biasanya terpisah dari jaringan asalnya Tisseret, 1994. Embrio somatik sangat penting untuk memperoleh tanaman transgenik atau mutan non 37 kimera Litz Gray, 1992. Pada embriogenesis somatik, embrio berkembang melalui beberapa tahap, yaitu globular, hati, torpedo, kotiledonari dan maturasi Phillips et al., 1995. Kalus embriogenik dapat dinduksi dengan adanya 2,4-D pada basal medium Phillips et al., 1995. Pada Linum usitatissimum, kalus embriogenik dapat diinduksi dengan 2,24 – 18,10 µ M 2,4-D atau 2,85-28,54 µ M IAA Tejavathi et al ., 2000; Chepaelis apecacuantia 0,5 mg l- 1 kinetin dan 4,0 mg l- 1 2,4-D Rout et al ., 2000; Prunus cerasus kombinasi 2,4-D dan kinetin Tang et al., 2000; Anacardium occidentale 6,78 µ M 2,4-D Ananthakrishnan et al., 1999. Dalam beberapa kasus, konsentrasi thidiazuron lebih besar dari 1 µ M dapat merangsang pembentukan kalus, tunas adventif dan embrio somatik Huettemen Preece, 1993. Pada manggis, induksi kalus dapat dilakukan pada medium MS dengan konsentrasi 2,22 µ M TDZ dan 2,25 µ M BA Te-chato Lim, 2000. Induksi Mutasi In vitro Keberhasilan program pemuliaan mutasi sangat tergantung pemilihan mutagen fisik atau kimia, metode aplikasi akut atau kronik, dosis yang optimum, tahap perkembangan fisiologi materi tanaman dorman atau pertumbuhan, bagian tanaman atau jaringan yang diperlukan mata tunas, setek, jaringan, nuselus, zigot atau embrio dan teknik penanganan materi yang diradiasi dan seleksi pada generasi selanjutnya Donini et al., 1990. Mutagen dapat dikelompokan menjadi mutagen fisik dan kimia. Mutagen fisik yang sering digunakan adalah sinar ultraviolet dan beberapa tipe radiasi pengion, seperti sinar X, sinar gamma, partikel alfa, partikel beta, proton dan neutron Briggs Constantin, 1977. Masing- masing mutagen fisik mempunya i ionisasi yang berbeda. Mutagen fisik yang sering digunakan adalah sinar gamma yang mempunyai panjang gelombang pendek 10 – 0,01 nm. Sumber utama sinar gamma adalah isotop Cobalt-60 60 Co dan Caesium-137 137 Cs. Fasilitas sinar gamma dapat berasal dari gamma cell yang ditempatkan dalam ruangan biasanya untuk sampel 38 yang kecil, sedangkan gamma field ditempatkan dalam rumah kaca biasanya yang diiradiasi adalah seluruh bagian tanaman dan dalam jumlah besar. Pembuatan Cobalt-60 dilakukan dalam reaktor atau dengan menembak Co-59 yang diperoleh dari alam dengan berkas-berkas neutron. 59 Co + 1 n 60 Co 27 0 27 Energi sinar gamma yang dikeluarkan Cobalt-60 cukup besar, yaitu 1,17 MeV yang dihasilkan dari proses peluruhan beta Cobalt-60 menjadi isotop Ni-60 Briggs Constantin, 1977. 60 Co 60 Ni + â - + ã 27 27 Sedangkan radioisotop Cs-137 merupakan salah satu radioisotop hasil samping reaksi fisi nuklir dalam sebuah reaksi atom. Radioisotop Cs-137 meluruh menjadi Ba-137 dengan sinar gamma yang berenergi 0,66 MeV Briggs Constantin, 1977. 137 Cs 137 Ba + â - + ã 55 56 Penggunaan mutagen fisik sangat dianjurkan karena mudah diaplikasikan, penetrasi dan reprodusibilitas tinggi dan frekuensinya tinggi Boertjes van Harten, 1988, sedangkan mutagen kimia penetrasinya sangat rendah dan bersifat toksik Briggs Constantin, 1977; Poehlman Sleper, 1995. Pada umumnya bagian tanaman yang dapat mutasi adalah biji atau tepung sari, sedangkan untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif yang dimutasi adalah umbi, stek, stolon, dan rimpang Mutagen fisik iradiasi dan kimia dapat digunakan pada semua bahan tanaman Micke Donini, 1993. Keberhasilan induksi mutasi pada tanama n sangat tergantung pada genotipe yang digunakan, bagian tanaman yang diiradiasi dan dosis iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan. Iradiasi akut untuk mutagenesis dengan sinar gamma atau sinar X menggunakan kisaran dosis 2 – 20 Gyjam Broertjes van Harten , 1988. Berbagai dosis yang dianjurkan pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif atau tahunan terdapat pada Tabel 2. 39 Tabel 2. Berbagai dosis dan mutagen yang digunakan pada beberapa tanaman tahunan atau yang diperbanyak secara vegetatif Rekomendasi Perlakuan Spesies Tanaman MateriEksplan Mutagen Dosis Referensi Chrysanthemum Bagian pedicel in vitro Sinar X 8 Gy MickeDonini, 1993 Begonia Bagian daun in vitro Sinar X 15– 20 Gy MickeDonini, 1993 Malus pumila Grafting dorman Tunas pucuk dorman Sinar gamma Sinar gamma 60– 70 Gy 25– 50 Gy Broertjes van Harten , 1988 Prunus cerasus Tunas dorman Sinar gamma 20– 50 Gy Broertjes van Harten , 1988 Prunus avium Tunas dorman Sinar gamma 35– 45 Gy MickeDonini, 1993 Sel induk tepung sari Sinar X 8 Gy MickeDonini, 1993 Citrus sinensis Kalus bakal biji in vitro Sinar gamma 80– 16 Gy MickeDonini, 1993 Vitis vinifera Tunas dorman Sinar gamma 25– 35 Gy MickeDonini, 1993 Musa spp Tunas dorman Pucuk batang in vitro Sinar X Sinar gamma 25– 35 Gy 10-25 Gy Broertjes van Harten , 1988 Sacharum sp Bakal tunas tunggal Sinar gamma 10-25 Gy MickeDonini, 1993 Pyrus communis Tunas dorman Sinar gamma 50-70 Gy MickeDonini, 1993 Mangifera indica Tunas Sinar gamma 10-50 Gy Broertjes Van Harten , 1988 Sumber : Micke Donini 1993 :Broertjes van Harten 1988 dimodifikasi Sensitivitas bahan tanaman setelah iradiasi akut pada setiap spesies tanaman berbeda-beda baik dalam kondisi in vivo maupun in vitro. Biasanya untuk masing- masing varietas dipilih dua dosis untuk eksperimen, yaitu dosis sedang yang menghasilkan reduksi atau proliferasi lebih kurang 40 dan dosis tinggi yang menghambat 60 Donini et al., 1990. Mutan solid diperoleh bila embrio zigotik atau jaringan nuselar diiradiasi sebelum pembentukan embrio seperti pada jeruk Donini et al., 1990. Pada mutan solid, mutasi terjadi pada satu tingkat sel, sedangkan pada jaringan meristem apikal biasanya mutasi terjadi pada sejumlah sel seperti epidermis L 1 , sub-epidermis L 2 dan sel-sel lainnya L 3 . Apabila jaringan multiseluler dilakukan perlakuan iradiasi kemungkinan akan menghasilkan mutan kimera. Kimera adalah jaringan tanaman yang mengandung sel-sel yang mengalami mutasi dan sel-sel normal sehingga memiliki konstitusi genetik yang berbeda Broertjes, 1977. Mutan kimera memiliki sifat yang tidak stabil dan tidak dapat diwariskan pada generasi selanjutnya. Berbeda dengan mutan solid, semua lapisan sel mengalami mutasi yang menyebabkan individu tersebut secara genetik seragam. Klon mutan yang dihasilkan 40 dari tunas adventif biasanya bersifat non kimera, karena dihasilkan dari satu sel, yaitu sel epidermis George, 1993. Perlakuan iradiasi meristem apikal dapat terjadi di lapisan bagian luar saja atau lapisan bagian dalam saja atau keduanya. Kimera meriklinal atau sektoral dapat diisolasi dari jaringan yang termutasi. Selanjutnya jaringan tersebut menjadi periklinal yang diperoleh dari generasi M 1 V 2 atau M 1 V 3 dari pertumbuhan tunas M 1 V 1 melalui perbanyakan tunas aksilar Donini et al.,1990. Pada umumnya konstitusi genetik tanaman buah-buahan dan tanaman lain yang diperbanyak secara vegetatif bersifat heterosigos Libby, 1987. Hal ini merupakan suatu keuntungan dalam efesiensi program pemuliaan mutasi, jika terjadi perubahan genetik suatu karakter yang diharapkan akibat mutasi maka dapat dipelihara dan diperbanyak secara vegetatif. Seleksi induksi mutasi pada tanaman yang membiak vegetatif atau apomiksis sangat berbeda dengan tanaman yang diregenerasikan melalui biji. Tanaman membiak vegetatif, mutasi dapat terjadi pada sel-sel somatik yang hanya memungkinkan terjadinya pewarisan somatik Micke Donini, 1993, sedangkan tanaman yang dibiakan dengan biji, jaringan yang termutasi dapat diwariskan secara meiosis ke generasi selanjutnya. Kimera sektoral yang mungkin terjadi akibat iradiasi pada tanaman yang membiak secara vegetatif harus dapat dihilangkan. Pada kondisi in vivo mengisolasi mutan dari kimera sektoral akibat iradiasi sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama Maluszynski et al., 1995, sedangkan kondisi in vitro mengisolasi mutan dari kimera dapat dilakukan dengan mudah dan membutuhkan waktu yang cepat. Teknik kultur jaringan atau kultur sel dapat dimanfaatkan untuk pemuliaan mutasi, yaitu untuk mengisolasi jaringan mutan dan diperoleh mutan solid dengan cepat. Teknik kultur jaringan atau kultur in vitro selain dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman secara cepat dan tanaman bebas virus, juga dapat menciptakan dan meningkatkan keragaman genetik melalui variasi somaklonal dan induksi mutasi Broertjes van Harten, 1988. Pada beberapa tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, penggunaan induksi mutasi dengan kultur in vitro sangat efektif dalam 41 mengurangi pembentukan kimera dan mempercepat seleksi karakter yang diharapkan Maluszynski et al., 1995. Mutagenesis in vitro dengan menggunakan shoot tip sebagai eksplan kemudian dilakukan multiplikasi melalui tunas aksilar dapat mengurangi pembentukan kimera dan mendapatkan mutan solid dengan cepat, seperti dilakukan pada apel, cherry dan kentang. Teknik kultur in vitro, seperti kultur kalus, suspensi sel, adventitious bud, proliferasi tunas aksilar dapat dikombinasikan dengan teknik induksi mutasi baik dengan menggunakan mutagen fisik atau kimia akan menghasilkan mutan stabil Donini et al., 1990. Teknik in vitro dapat memisahkan dari jaringan kimera menjadi jaringan yang utuh dengan melakukan multiplikasi dua atau tiga kali Donini et al., 1990. Apabila kalus atau embriogenesis diiradiasi kemungkinan besar dapat menghasilkan mutan solid karena kultur kalus atau embriogenesis somatik berasal dari satu sel Maluszynski et al., 1995. Mutan solid dapat diperoleh secara langsung, jika bagian yang diiradiasi adalah kalus, suspensi sel, embrio somatik atau protoplas, akan tetapi kelemahannya memiliki daya regenerasi yang rendah van Harten, 1998. Untuk mendapatkan mutan solid dari jaringan kimera dapat dilakukan dengan mengisolasi jaringan kimera tersebut yang kemudian menumbuhkannya melalui kultur sel tunggal ataupun kultur protoplas Wattimena dkk., 1992. Menurut Broertjes van Harten 1988, ada beberapa keuntungan penggunaan mutan solid, yaitu : 1 seleksi lebih cepat dan mudah dilakukan, 2 mutan lebih stabil, 3 mutan dapat diperbanyak secara vegetatif, 4 mutan dapat digunakan dalam program pemuliaan konvensional. Bahan yang sering digunakan di dalam teknik radiasi secara in vitro adalah berupa tunas, mata tunas ataupun pucuk. Dalam keadaan tertentu juga menggunakan kalus yaitu merupakan sekelompok sel yang belum mengalami diferensiasi. Penggunaan kalus di dalam teknik kultur jaringan pada saat sekarang masih ditemui kesulitan dalam meregenerasikan menjadi tanaman lengkap, namun dilaporkan bahwa penggunaan kalus tersebut dapat meningkatkan keragaman somaklonal van Harten, 1998. 42 Bagian tanaman yang diperbanyak secara vegetatif kemudian diiradiasi dengan sinar gamma maka tanaman disebut generasi MV o , sedangkan tanaman yang berasal dari bagian tanaman yang diiradiasi disebut generasi MV 1 . Pengaruh iradiasi sinar gamma pada tanaman generasi MV 1 ada empat macam, yaitu : 1 kematian tanaman, 2 pertumbuhan terhambat, 3 perkembangan morfologi yang abnormal dan 4 perubahan genetik Chaudhari, 1971. Kerusakan fisiologis tanaman yang rendah dan perubahan genetik yang kuat sangat diharapkan dalam program pemuliaan Gaul. 1977. Gejala-gejala kerusakan fisiologis sangat tergantung pada dosis iradiasi yang diberikan dan kepekaan atau radiosensitivitas dari materi yang diberikan selama perlakuan iradiasi. Bila dibandingkan dengan metode pemuliaan mutasi in vivo, metode in vitro waktu yang diperlukan dari eksplan yang diberi perlakuan mutagen sampai pelepasan klon mutan relatif lebih cepat. Pada tahun pertama diperoleh keseragaman genetik di antara tanaman mutan, sedangkan tahun kedua sampai ketujuh uji kestabilan genetik tanaman termutasi dan tahun kedelapan dapat melepas klon mutan. Keuntungan metode in vitro, isolasi jaringan termutasi akan lebih mudah dilakukan dengan cara multiplikasi Donini et al., 1990. Mekanisme Mutasi pada Tanaman Informasi genetik disimpan dalam bentuk rantai polinukleotida yang berstruktur double helik DNA. Ada empat basa nukleotida yang terdiri dari kelompok purin meliputi adenin A dan guanin G, dan kelompok pirimidin meliputi timin T dan sitosin C. Basa nukleotida terikat oleh grup fosfat dan gula deoksiribosa DNA. Dalam kondisi normal timin berpasangan dengan adenin dan guanin berpasangan dengan sitosin van Harten, 1998. Gutafsson Ekberg 1977 menyatakan perubahan genetik akibat mutasi baik spontan maupun induksi dapat dikategorikan menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Mutasi genom, yaitu perubahan penambahan atau pengurangan dalam set kromosom. 43 2. Mutasi gen, yaitu perubahan yang terjadi pada satu atau lebih basa nukleotida. Mutasi gen dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu : a. Mikrolesi, yaitu perubahan pasang basa dalam bentuk subtitusi transisi atau transversi, frame shift mutasi insersi atau delesi pasang basa. Transisi adalah pertukaran satu basa purinpirimidin ke satu basa purinpirimidin lain. Ada empat kombinasi pertukaran basa pada transisi, yaitu AT → GC, GC → AT, TA → CG, dan CG → TA. Transversi adalah pertukaran dari basa purin ke basa pirimidin atau sebaliknya. Ada empat kombinasi pertukaran basa pada transversi, yaitu AT → TA, AT → CG, GC → CG, dan GC → TA Mikrolesi umumnya disebut mutasi titik point mutation. b. Makrolesi, yaitu perubahan pasang basa dalam jumlah besar dua pasang basa, seperti delesi, duplikasi dan rearrangement. Makrolesi dapat berpengaruh terhadap dua atau lebih sistron. 3. Mutasi kromosom, yaitu perubahan struktur atau aberasi kromosom. Mutasi kromosom dapat dikelompokkan menjadi empat: a. Defesiensi delesi, yaitu hilangnya segmen kromosom. b. Translokasi, yaitu patahnya dua kromosom secara bersamaan dalam inti, patahan segmen kromosom bergabung dengan kromosom yang lain. c. Duplikasi, yaitu penambahan segmen kromosom pada kromosom yang normal. d. Inversi, yaitu segmen kromosom mengalami patah, kemudian segmen kromosom mengalami posisi terbalik rotasi 180 o . 4. Mutasi di luar inti, yaitu perubahan organel-organel, seperti plastida, mitokondria dan lain- lain. Proses ionisasi dari iradiasi gamma dapat menyebabkan basa nukleotida salah berpasangan transisi atau transversi, aberasi kromosom atau mutasi di luar inti. Sedangkan penggunaan mutagen kimia biasanya hanya terjadi perubahan satu pasang basa nukleotida Gustafsson Ekberg, 1977. 44 Pada tanaman buah-buahan telah berhasil dikembangkan varietas komersial akibat mutasi spontan atau induksi, seperti apel, pear, peac, ceri, apricot, black current , pisang Tabel 3. Tabel 3. Varietasklon komersial tanaman buah-buahan yang dihasilkan mutasi dan karaketer yang diperbaiki Varietasklon Perlakuan Karakter yang diperbaiki Apel Malus pumila McIntosh 8F2.32 mata tunas 5 Krad sinar γ Warna buah baik, tahan terhadap Podosphaera leucotricha Venturia inaequalis Blackjon BA2520 mata tunas 5 krad sinar γ Warna buah menjadi merah Belrene mata tunas EMS 1 Waktu pemasakan lebih cepat, buah lebih besar Ceri Prunus avium Compact Lambert mata tunas 4 krad sinar X pertumbuhan kompak dan lebat, bentuk pendek, Stella Lambert x John Innes 2420 mutan sinar X kualitas buah baik, self fertil dan rasa manis Compact Blenheim mata tunas neutron cepat matang lebih cepat, ukuran buah lebih besar, lebih cepat berbuah Apricot Prunus armeniaca Early Blenheim mata tunas neutron thermal Buah masak lebih cepat 1 minggu, berbuah tiap tahun, ukuran buah besar, tepung sari self incompatibility Peac Prunus persica Magnif 135 Iradiasi kronik sinar gamma 10-60hari ukuran lebih besar dengan warna merah, pematangan buah lebih cepat 7 hari Pisang Musa spp Gros Michel rimpang, 2,5 – 40 krad sinar gamma tahan terhadap Fusarium oxysporium dan Cercospora musae Black current Westra 1,5 krad sinar X tumbuh lebih dekat Pear Pyrus communis Max red Bartlett bakal tunas dorman 3-5 krad sinar gamma warna buah merah Sumber : Broertjes van Harten 1988 45 Deteksi Mutan dengan Analisis RAPD Keragaman genetik tanaman yang terjadi akibat induksi mutasi dapat diamati langsung secara fenotipikmorfologi tanaman, jaringan tanaman, biokimia protein, atau isozim, analisis sitologihistologi atau tidak langsung dengan marka molekuler DNA Brar, 2002. Penggunaan karakter morfologi dalam analisis keragaman genetik tanaman mempunyai kelemahan terutama dalam hal konsistensi hasil karena penampakan karakter morfologi mungkin berubah setelah tanaman mencapai fase pertumbuhan tertentu. Pada tanaman tahunan perubahan morfologi itu membutuhkan waktu lama dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan mempunyai efek pleiotropi Brar, 2002 dan epistasis George Sadasivam, 1997. Marka sitologi jarang sekali digunakan karena sulit untuk mengamati perbedaan kromosom, terutama untuk tanaman yang ukuran kromosomnya kecil dan jumlahnya banyak. Marka isozim digunakan untuk menganalisis keragaman genetik karena relatif cepat, mudah digunakan, dan biayanya murah, namun masih memiliki kelemahan, yaitu tingkat polimorfik yang terbatas Meunier, 1992 dan dipengaruhi oleh fase perkembangan tanaman Brar, 2002. Marka DNA memberikan alternatif terbaik dalam menganalisis keragaman genetik tanaman karena mampu memberikan polimorfik pita DNA dalam jumlah banyak, konsisten, tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan tidak ada efek pleiotropi Brar, 2002. Marka molekuler dapat diturunkan dan berasosiasi dengan genotip tertentu Asiedu et al., 1989, keterpautan dengan karakter yang diinginkan McCaskill Giovannoni, 2002, dan pewarisannya mengikuti hukum mendel dan pewarisannya stabil Brar, 2002. Saat ini telah banyak ditemukan marka molekuler yang didasari pada penggunaan enzim restriksi seperti RFLP Restriction Fragment Length Polymorphism maupun dengan penggunaan amplifikasi PCR polimerase chain reaction , antara lain RAPD Random Amplified Polymorphyc DNA, AFLP Amplied Fragment Length Polymorphism, dan SSR Simple Sequance Repeat 46 Brar, 2002. Analisis isozim dan RFLP mempunyai polimorfik relatif sedikit, sedangkan RAPD mempunyai polimorfik tinggi Mulcahy et al., 1993. RAPD adalah teknik biologi molekuler yang banyak digunakan untuk mendeteksi perbedaan polimorfik DNA antar individu dan spesies berdasarkan hasil amplifikasi reaksi berantai polimerase PCR Saunder Hopkins, 1999. Prinsip dasar PCR meliputi tiga tahapan, yaitu 1 Denaturation yaitu DNA target yang berutas ganda mengalami pemisahan menjadi utas tunggal, proses ini terjadi pada suhu 94 C, 2 annealing, yaitu masing- masing utas tunggal DNA cetakan ditempeli oleh dua primer oligonukleotida berdasarkan pasangan komplementer antara basa- basa DNA cetakan dengan primer, proses ini terjadi pada suhu 55 – 60 o C, 3 extension yaitu perpanjangan komplemen basa-basa DNA cetakan dengan primer, proses ini terjadi pada suhu 72 – 74 o C Varghese, 1997. Perpanjangan primer oleh enzim Taq DNA polimerase dimungkinkan karena adanya basa nuklotida dATP, DGTP, dCTP dan dTTP yang ditambahkan ke dalam reaksi, serta MgCl 2 yang berfungsi sebagai kofaktor enzim. Pengulangan siklus 25-50 kali akan meningkatkan jumlah fragmen DNA yang teramplifikasi secara eksponensial. Marka RAPD menggunakan primer random oligonukleotida dengan panjang 10 basa yang amplifikasinya random pada sekuen DNA di dalam genom McCaskill Giovannoni, 2002. Teknik RAPD dapat mendeteksi variasi dengan ada atau tidak adanya produk amplifikasi polimorfik DNA oleh PCR yang divisualisasikan melalui elektroforesis DNA Dowling et al., 1996; McCaskill Giovannoni, 2002. RAPD digunakan untuk mengidentifikasi variasi genetik di dalam atau di antara populasi dan pemetaan genom Mayer et al., 1997; Varghese et al., 1997. Teknik RAPD banyak digunakan dalam 1 klasifikasi taksonomi interspesifik, 2 variasi genotipik, 3 klasifikasi dan identifikasi kultivar, 4 analisis genetik di antara klon, 5 analisis variasi somaklonal, 6 analisis aliran gen di antara individu, 7 analisis diversitas genetik dan 7 studi DNA Demke Adams, 1994. Teknik RAPD mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan teknik lain, yaitu membutuhkan sampel DNA yang sedikit 10 – 25 ng, tidak bersifat radioaktif, pelaksanaanya relatif lebih mudah dan menghasilkan estimasi yang lebih tinggi untuk 47 kesamaan interspesifik Powell et al., 1996. Namun demikian teknik RAPD juga mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain tidak dapat membedakan individu homosigot dan heterosigot karena bersifat domina n Ronning Schnell, 1995, perubahan kecil dalam kondisi reaksi dapat merubah jumlah dan intensitas produk amplifikasi sehingga reprodusibilitas sulit dipertahankan Dowling et al., 1996, kesulitan dalam skoring data Karp et al., 1997. Teknik RAPD telah berhasil digunakan untuk mengidentifikasi genotipa pada mawar Gallego Martinez, 1996; kakao Ronning Schnell, 1995; apel Mulcahy et al., 1993; tomat Klein- Lankhorst et al., 1991; krisan Kirsten Wolff Jenny Peter van Rijn, 1993, Pisang George Sadaivam, 1997 dan manggis Mansyah, 2002. Mansyah 2002 telah melakukan identifikasi 23 aksesi manggis dari sentra produksi di Jawa, yaitu Wanayasa Purwakarta, Leuwiliang Bogor, Cantayan Sukabumi, Kaligesing Purworejo, Watulimo Trenggalek dan Sumatera Barat yaitu Balai Baru Padang, Padang Laweh dan Subarang Sukam Sawahlunto Sijunjung dengan menggunakan 5 primer, yaitu SB 13, SB 19, OPH 12, OPH 13 dan OPH 18 telah menghasilkan polimorfik berdasarkan marka RAPD. Identifikasi Mutan dengan Anatomi Daun Pengaruh mutagen baik fisik atau kimia menghasilkan tiga efek, yaitu : 1 kerusakan fisiologi primary injury, 2 mutasi gen pointgene mutation, 3 mutasi kromosom chromosome aberration. Mutasi gen atau kromosom dapat diwariskan pada generasi M 1 atau MV 1 ke generasi selanjutnya, sedangkan efek fisiologis umumnya terjadi pada generasi M 1 atau MV 1 . Mutasi kromosom dapat diketahui melalui perubahan mitosis atau meiosis Gaul, 1977. Ketiga efek tersebut sangat tergantung pada dosis, kerusakan fisiologis meningkat dengan meningkat dosis. Akhir dari kerusakan fisiologis berupa kematianletalitas tanaman. Pengaruh fisiologis akibat mutagen dapat dijelaskan melalui pendekatan sitologi yang dapat diukur pada pembelahan mitosis atau meiosis bagian organ tanaman Gaul, 1977. Selain itu juga, melalui pendekatan anatomi daun seperti jumlah stomata, jaringan epidermis, parenkim palisade, bunga karang dan kutikula. 48 Epidermis merupakan lapisan sel terluar pada daun, sifat sel epidermis susunannya yang kompak dan adanya kutikula dan stomata. Fungsi sel epidermis sebagai regulasi air, melindungi terhadap cahaya matahari, proteksi terhadap organisma, proteksi terhadap agen non biologi dan berfungsi sebagai sekresi Mauseth, 1988. Kutikula adalah lapisan paling luar dinding epidermis. Kutikula merupakan senyawa komplek, poliester lipid dengan berat molekul tinggi yang dihasilkan dari polimerasi asam lemak tertentu Mauseth, 1988. Kutikula bersifat hidrofobik sehingga berfungsi dalam ketahanan air dan indikator tumbuhan beradaptasi terhadap lingkungan kering Mauseth, 1988. Stomata adalah lubang pada epidermis yang dibatasi oleh dua epidermis khusus, yakni sel penjaga Esau, 1965; Mauseth, 1988. Dengan mengubah bentuk sel, sel penjaga mengatur pelebaran dan penyempitan lubang. Sel-sel yang mengelilingi stomata dinamakan sel tetangga. Sel tetangga berperan penting perubahan osmotik yang menyebabkan gerakan sel penjaga yang mengatur lubang stomata Esau, 1965. Pada daun, stomata ditemukan di kedua permukaan daun disebut amfistomik, atau hanya bagian permukaan atas atau adaksial disebut epistomik, atau hanya bagian permukaan bawah atau abaksial disebut hipostomik Mauseth, 1988. Salisbury 1928 dalam Willmer 1983 memperkenalkan indeks stomata. Indeks stomata menunjukkan perbandingan jumlah stomata per unit area terhadap jumlah sel epidermis per unit area. Bagian utama helaian daun adalah mesofil yang banyak mengandung kloroplas dan ruang antarsel. Mesofil dapat bersifat homogen atau terbagi menjadi jaringan palisade pallisade parenchime dan jaringan bunga karang spongy mesophyl Essau, 1977. Jaringan palisade lebih kompak dari pada jaringan yang memiliki ruang antar sel yang luas. Jaringan palisade terdiri dari sejumlah sel yang memanjang tegak lurus terhadap permukaan helaian daun. Meskipun jaringan palisade nampak lebih rapat namun sisi panjang selnya saling terpisah sehingga udara dalam antar ruang antar sel tetap mencapai sisi panjang. Pada daun, jaringan palisade dapat ditemukan 1-2 lapisan Estiti, 1995. Sebagai contoh struktur daun Lilac pada irisan transversal tersaji dalam Gambar 3. 49 Gambar 4. Irisan transversal daun manggis Pembesaran 400X Pada tumbuhan daerah sedang yang hidup di daerah berkadar air tinggi, jaringan palisade berada di sebelah atas adaksial dan jaringan bunga karang di bagian bawah, daun seperti ini disebut dorsiventral atau bifasial. Jika jaringan palisade berada di bagian atas adaksial dan bawah abaksial disebut unifasial atau isobifasial, seperti tumbuhan di daerah kering xerofitik Mauseth, 1988. Pada ke dua jaringan mesofil, kloroplas paling banyak terdapat pada jaringan palisade. Jaringan bunga karang terdiri dari sel yang bercabang yang tidak teratur bentuknya. Hubungan antar sel dan sel lainnya terbatas pada ujung cabang itu Estiti, 1995. Sistem jaringan pembuluh vascular sytem tersebar di seluruh helaian daun dan dengan demikian menunjukkan adanya hubungan ruang ya ng erat dengan mesofil. Jaringan pembuluh membentuk sistem yang saling berkaitan dan terletak dalam bidang median, sejajar dengan permukaan daun. Berkas pembuluh dalam daun biasanya disebut tulang daun Estiti, 1995. jaringan palisade jaringan bunga karang epidermis atas epidermis bawah stomata kutikula atas kutikula bawah 50

III. STUDI REGENERASI TANAMAN MANGGIS IN VITRO