PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM JUAL BELI ONLINE

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM JUAL BELI ONLINE

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana strata-1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Nama : Muhammad Farid Hidayat NIM : 20120610041

Fakultas : Hukum Jurusan : Ilmu Hukum Bagian : Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

MOTTO

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. An-Nisa’: 29).

“Hendaklah kamu semua mengusahakan ilmu pengetahuan itu sebelum dilenyapkan. Lenyapnya ilmu pengetahuan ialah dengan matinya orang-orang yang memberikan atau mengajarkannya. Seorang itu tidaklah dilahirkan langsung pandai, jadi ilmu pengetahuan itu pastilah harus dengan belajar.”


(3)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Almarhum Ayahanda Imron dan dan Ibunda Maimunah , serta kakak”- ku terima kasih atas segala kasih sayang, dorongan semangat serta motivasi dan nasehat yang telah kalian limpahkan kepada ku yang tak kan pernah bisa ku balas sampai akhir hayat menjemput diriku nanti;

2. Teman - teman seangkatan terutama Widhi, Ave, Febri, Prima, Taufik, Nanang, Rido, El Gebri, Anis, Dito, Angga, Fariel, Resi, terima kasih atas

segala do’a dan keberamaannya selama ini


(4)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : MUHAMMAD FARID HIDAYAT

NIM : 20120610041

Judul Skripsi : PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM JUAL BELI ONLINE

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian, penulisan, dan pemaparan asli dari saya sendiri. Jika terdapat karya orang lain, .saya akan memberikan sumber yang jelas. Apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pemyataan ini, maka saya bersedia rnenerima sinksi akademik berupa pencabutan gelar Sarjana S-l yang telah diperoleh karena karya tulis ini, dan sanksi lain sesuai dengan peratura.n yang berlaku di Universitas Muhhammadiyah Yogyakarta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Yogyakarta, 4 Desember 2016


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan memanjatkan puja dan puji sykur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan Rahmat Hidayah beserta ‘Inayah Nya bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi / tugas akhir dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM JUAL BELI ONLINE”, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi jenjang program Strata Satu (S1) pada pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta serta sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.).

Tidak lupa pula penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing dengan kesabaran sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini terutama kepada :

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah memberikan kepada hamba nikmat kehidupan, kesehatan, kemampuan akal fikiran serta selalu melindungi hamba dari segala mara bahaya sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar.

2. Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan hingga zaman yang penuh peradaban yang bermartabat sehingga kita dapat menerima pendidikan yang baik dan berakhlak islami.


(6)

3. Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta;

4. Dr. Leli Joko Suryono, S.H., M.Hum., selaku Kepala Program Studi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta;

5. Hj. Dr. Yeni Widowati S.H., M.Hum., selaku dosen Pembimbing I; 6. Mukhtar Zuhdy,S.H.,M.H., selaku Dosen pembimbing II;

7. M. Endrio Susila S.H., M.Hum., selaku Dosen Pengampu/wali;

8. Dosen dan Staff Fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta;

9. Taufik Rahman, SH selaku Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta 10. Almarhum Ayahanda Imron dan dan Ibunda Maimunah, dorongan

semangat serta motivasi dan nasehat yang telah kalian limpahkan kepada ku yang tak kan pernah bisa ku balas sampai akhir hayat menjemput diriku nanti;

Demikian kata pengantar ini dibuat oleh penulis, tentuanya hasil tugas akhir ini masih sangat jauh dari kata sempurna oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat secara teori maupun praktek, Amin.

Yogyakarta, 4 Desember 2016 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Metode Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI ONLINE ... 20

A. Tindak Pidana ... 20

1. Pengertian Tindak Pidana ... 20


(8)

B. Tindak Pidana Penipuan ... 29

1. Pengertian Tindak Pidana Penipuan ... 29

2. Unsur - Unsur Tindak Pidana Penipuan ... 34

C. Jual Beli Online ... 38

D. Tindak Pidana Jual Beli Online ... 43

E. Tindak Pidana Penipuan Perspektif Islam ... 44

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN ... 48

A. Pengertian Perlindungan Hukum ... 48

B. Pengertian Korban ... 53

C. Bentuk Perlindungan Hukum ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS ... 62

A. Bentuk Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Korban Tindak Pidana Penipuan Dalam Jual Beli Online ... 62

B. Kendala - Kendala yang Dihadapi Dalam Penegakan Kasus Tindak Pidana Penipuan Jual Beli Online Oleh Aparat Penegak Hukum ... 82

BAB V PENUTUP ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(9)

(10)

(11)

(12)

PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM JUAL BELI ONLINE

ABSTRAK

Transaksi jual beli online melalui internet (E-Commerce) sangat marak dilakukan pada saat sekarang ini oleh masyarakat banyak, misalnya daerah perkotaan seperti di daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta adalah salah satu perkotaan di Indonesia yang mana pengaruh budaya perkotaan sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar, sebagai salah satu contoh adanya kecenderungan pola hidup serba instant dengan alasan kepraktisan. Tingginya aktifitas jual beli online di DIY menyebabkan banyak sekali kasus penipuan jual beli online, yang diperkirakan akan selalu meningkat pada setiap tahunnya.

Di dalam skripsi ini penulis menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, untuk menemukan doktrin-doktrin dan asas-asas yang relevan dengan permasalahan yang diteliti yakni tentang perlindungan hukum pidana terhadap korban tindak pidana penipuan dalam jual beli online.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Aparat Penegak Hukum kesulitan dalam mengungkap tindak pidana cyber crime, disamping karena terkendala birokrasi perbankan, kurangnya koordinasi penyidik dengan operator selular atau internet service provider, minimnya personil yang memiliki kemampuan dibidang ITE dan alat-alat khusus untuk kejahatan ITE.

Penulis menyimpulkan, bahwa pada prinsipnya penipuan ini sama dengan penipuan secara umum, perbedaannya hanya terletak pada sarana yang digunakan yaitu menggunakan sarana media elektronik, dan diatur khusus dalam Pasal 45 ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda satu miliar rupiah.

Kata Kunci : Jual beli online, Perlindungan hukum, Kendala-kendala, Penerapan hukum


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi misalkan komputer, handphone, internet dan lain sebagainya telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Teknologi informasi dan komunikasi ini telah dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan baik sektor pemerintahan, bisnis, perbankan, pendidikan, kesehatan, kehidupan pribadi dan lain sebagainya.

Teknologi informasi dan komunikasi saat ini sedang mengarah kepada konvergensi yang memudahkan kegiatan manusia sebagai pencipta, pengembang dan pengguna teknologi itu sendiri. Salah satunya dapat dilihat dari perkembangan media internet yang sangat pesat. Internet sebagai suatu media dan komunikasi elektronik telah banyak di manfaatkan untuk berbagai kegiatan, antara lain untuk menjelajah (browsing,surfing), mencari dari berita, saling mengirim pesan melalui email, dan perdagangan.1

Perkembangan teknologi informasi yang sedemikian rupa dunia telah memasuki era baru komunikasi. Teknologi informasi ini telah mengubah perilaku masyarakat global. Di samping itu perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan

1 Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law Dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung : PT


(14)

perubahan sosial secara signifikan berlangsung demikian cepat. Dikatakan teknologi informasi saat ini telah menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif bagi terjadinya perbuatan-perbuatan melawan hukum. Terjadinya perbuatan-perbuatan melawan hukum tersebut, maka ruang lingkup hukum harus diperluas untuk dapat menjangkau perbuatan-perbuatan tersebut.2

Lahirlah suatu era baru yang dikenal dengan hukum telematika. Hukum telematika dapat juga disebut dengan hukum siber. Hal ini didasari pada argumentasi bahwa hukum siber (cyber crime) merupakan kegiatan yang memanfaatkan komputer sebagai media yang didukung oleh system telekomunikasi baik itu dial up system, menggunakan jalur telepon, maupun wireless system yang menggunakan antena khusus nirkabel.3

Akhirnya kecanggihan teknologi komputer disadari telah memberikan kemudahan, terutama dalam membantu pekerjaan manusia.4 Seiring dengan perkembangan tersebut, ternyata teknologi informasi yang berkembang dalam jaringan internet juga menyebabkan terjadinya kejahatan pada dunia internet itu sendiri. Permasalahan hukum yang sering kali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi dan/atau transaksi secara

2 Budi Suharyanto, 2013, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime) : Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, Jakarta : Rajawali Pers, hlm 1.

3 Judhariksawan, 2005, Pengantar Hukum Telekomunikasi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm.

12-13.


(15)

elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.5

Teknologi dan Hukum merupakan dua unsur yang saling mempengaruhi dan keduanya juga mempengaruhi masyarakat. Heidegger berpendapat bahwa disatu sisi teknologi dapat dilihat sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu. Di sisi lain teknologi juga dapat dilihat sebagai aktivitas manusiawi. Pada dasarnya, setiap teknologi dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan melalui teknologi itu diberikan suatu manfaat dan layanan bagi manusia termasuk meningkatkan keefisienan dan keefektivitasan kerja.6

Lain pihak, hukum pada dasarnya merupakan batasan bagi masyarakat dalam bertingkah laku dan terhadap pelanggarannya dikenakan sanksi yang memaksa oleh otoritas tertinggi dalam satu negara. Hukum diperlukan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat dan memberikan keadilan. Ketertiban dan keadilan tersebut dicapai dengan menjaga kepentingan tertentu, baik individu maupun kolektif. Dalam masyarakat terjadi dinamika dan didalam masyarakat pula muncul kejahatan. Teknologi dan masyarakat bersifat dinamis karena terus berkembang, sedangkan hukum bersifat statis. Teknologi menuntut respon hukum, dan hukum berada di persimpangan: di satu sisi berusaha mengakomodir perkembangan teknologi demi kepentingan masyarakat, tetapi di sisi lain hukum memiliki tanggung jawab untuk tetap menjaga teknologi yang ada sekarang, sehingga tetap menjaga berbagai

5Budi Suhariyanto, Op. Cit., hlm. 3.

6 Josua Sitompul, 2012, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Hukum Pidana, (Jakarta : Tatanusa), hlm. 31-32.


(16)

kepentingan atau kebutuhan masyarakat luas yang telah terpenuhi dengan teknologi yang telah ada itu.7

Pesatnya perkembangan dalam teknologi komunikasi yang terjadi, terkhususnya internet menyebabkan kejahatan baru di bidang itu juga muncul, misalnya kejahatan manipulasi data, spionase, sabotase, provokasi, money laudering, hacking, pencurian software maupun perusakan hardware dan berbagai macam lainnya.8

Kegiatan perdagangan dengan memanfaatkan media internet ini dikenal dengan istilah electronic commerce, atau disingkat e-commerce.9 E-Commerce merupakan proses jual beli barang dan jasa yang dilakukan melalui jaringan komputer yaitu internet. Pada saat ini jual beli secara online dapat mengefektifkan dan mengefesiensikan waktu sehingga seseorang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun. Semua transaksi jual beli melalui internet ini dilakukan tanpa ada tatap muka antara para pihaknya, mereka mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan antara satu sama lain, sehingga perjanjian E-Commerce jual beli yang terjadi antara para pihak pun dilakukan secara elektronik.

Maraknya transaksi jual beli yang dilakukan oleh masyarakat melalui internet seakan sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat khususnya di daerah perkotaan. Dalam implementasinya selain telah memberikan dampak positif bagi masyarakat berupa kemudahan dalam bertransaksi jual beli

7Ibid, hlm. 32.

8Budi Suharyanto, Op. Cit., hlm 3 9 Ahmad Ramli, Op. Cit., hlm 1


(17)

ternyata transaksi jual beli melalui internet juga masih mempunyai kekurangan / kelemahan khususnya mengenai tatacara transaksi yang diberlakukan dalam jual beli online, karena sistemnya yang tidak mempertemukan secara langsung antara penjual dan pembeli maka setelah terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli, calon pembeli harus mentransfer uang kepada penjual sejumlah harga barang dan ongkos kirim, maka setelah uang transferan masuk penjual akan mengirim barang yang dibeli ke alamat pembeli. Sistem itulah yang menjadi celah besar bagi para orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penipuan berkedok jual beli online, karena siapapun bisa mendaftar dan mengakses situs - situs jual beli online dan sosial media, secara bebas dan gratis.

Wilayah kota Yogyakarta sendiri banyak sekali laporan terkait penipuan jual beli online, sejak pertengahan tahun 2014 hingga April 2015, Polda DIY menerima sekitar 130 laporan terkait penipuan online. "Rata-rata hampir setiap hari ada laporan masuk terkait penipuan online. Masih banyak lagi korban yang tidak melapor," tandas Wakil Direktur Ditreskrimum Polda DIY, AKBP Djuhandani.10 Salah satu contoh adalah pengaduan penipuan jual beli online di Yogyakarta, Pelaku penipuan melalui situs jual beli online ditangkap Sub Direktorat II Harta Benda, Ditreskrimum Polda DIY di restoran cepat saji Jalan Laksda Adisutjipto, Caturtunggal, Depok, Sleman, Senin (4/5/2015). Tersangka bernama Yudit Udika, 35, asal Ciamis, Jawa Barat telah melakukan penipuan jual beli online berkali-kali. Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum


(18)

Polda DIY AKBP Djuhandhani menjelaskan tersangka murni melakukan penipuan. Dalam pemeriksaannya tidak memiliki barang-barang seperti yang diiklankan di salah satu situs jual beli online terkemuka. Adapun barang yang ditawarkan berupa 1000 chip atau unit kartu perdana sebuah operator telepon seluler berisi pulsa tiga gigabyte dengan harga total Rp 9 juta. “Modusnya dengan mengiklankan barang yang sebenarnya dia tidak memiliki barang

tersebut, jadi sengaja ingin menipu,” ungkapnya saat ditemui di Mapolda DIY,

Selasa (5/5/2015). AKBP Djuhandhani menambahkan dalam iklan secara online tersebut tersangka mencantumkan sejumlah identitasnya. Korban yang berminat kemudian menghubungi tersangka dengan memberikan nomor rekening. Tanpa melalui pertemuan, tersangka berusaha meyakinkan hingga kemudian korban bersedia melakukan transfer kepada tersangka. Djuhandhani menambahkan tersangka telah mengakui melakukan penipuan jual beli online 10 kali yang dilakukan selama empat bulan terakhir. Terdiri dari empat korban di Surabaya, tiga korban di Solo dan tiga korban lagi di area DIY. Ketiga korban di area DIY terdeteksi salahsatunya sesuai dengan laporan Polda DIY, korban atas nama Suhud Danar Wijaya warga Klaten, Jawa Tengah pada Desember 2014. Suhud telah mentransfer Rp 9 Juta kepada tersangka namun

barang hingga saat ini. “Transfer diterima tersangka pada rekening BRI

atasnama Endang,” imbuhnya. Rata-rata para tersangka tertipu antara Rp 9 Juta hingga Rp 15 Juta. Dengan modus semua iklan yang sama yaitu jual beli kartu perdana. Tersangka tinggal di Jogja berpindah dari satu penginapan ke


(19)

penginapan lainnya. Tempat tinggal asli berada di Ciamis, Jawa Barat. Barang

bukti ada kartu tabungan bank dan alat komunikasi,” urainya.11

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait upaya dalam menanggulangi tindak pidana penipuan yang dilakukan dalam jual beli online dan faktor apa saja yang menghambat dalam penegakan hukum tindak pidana penipuan dalam jual beli online. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun penulisan hukum ayang berjudul : “ Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Korban Tindak

Pidana Penipuan Dalam Jual Beli Online “.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum pidana terhadap korban tindak pidana penipuan dalam jual beli online ?

2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam penanganan kasus tindak pidana penipuan jual beli online oleh aparat penegak hukum ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk memahami dan mengkaji bentuk perlindungan hukum pidana terhadap korban tindak pidana penipuan dalam jual beli online.

2. Untuk memahami dan mengkaji kendala yang dihadapi dalam penanganan kasus tindak pidana penipuan jual beli online oleh aparat penegak hukum.

11


(20)

D. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau adat yang berlaku bagi semua orang dalam masyarakat (Negara). 12

Perlindungan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pengertian hukum secara umum hukum merupakan peraturan yang dibuat oleh manusia untuk membatasi atau mengkontrol perilaku manusia agar tercipta kehidupan yang aman, tentram dan damai dan disertai sanksi bagi para pelanggar hukum.

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat


(21)

preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

2. Tindak Pidana Menurut Para Ahli

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP) merupakan terjemahan dari istilah “Strafbaar feit”. Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan istilah “strafbaar feit” tanpa

memberikan sesuatu penjelasan mengenai pengertian “strafbaar feit” tersebut, maka dari itu terhadap maksud dan tujuan mengenai strafbaarfeit tersebut sering dipergunakan oleh pakar hukum pidana dengan istilah tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, serta delik.

Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar dan feit. Masng-masing memiliki arti:

a. Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, b. Baar diartikan sbagai dapat dan boleh,

c. Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

Istilah Strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut


(22)

delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).13

Menurut para ahli pengertian / definisi yang berbeda-beda pula mengenai istilah strafbaar feit, antara lain sebagai berikut :14

a. Menurut Pompe, Pengertian Tindak Pidana adalah Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman trhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.15

b. Menurt Van Hamel, Pengertian Tindak Pidana ialah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain.16

c. Menurut Simons, Pengertian Tindak Pidana merupakan tindakan melanggar hukum pidana yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang hukum pidana telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.17

13Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana : Memahami Tindak Pidana dan

Pertanggungjawaban Pidana sabagai Syarat Pemidanaan, Yogyakarta, hlm. 19

14Efendi Erdianto, et al. 2011, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung :PT Refika Aditama, hlm.62

15Ibid. 16Ibid. 17Ibid.


(23)

d. Menurut E.Utrecht, Pengertian Tindak Pidana dengan isilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan (handelen atau doen positif) atau suatu melalaikan (natalen-negatif), maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu).18

e. Sementara itu, Moeljatno meyatakan bahwa Pengertian Tindak Pidana berarti perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, terhadap siapa saja yg melanggar larangan tersebut. Perbuatan tersebut harus juga dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan tata pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat.19

f. Kanter dan Sianturi, Pengertian Tindak Pidana didefinisikan suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang/ diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang (yang mampu bertanggung jawab).20

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpukan bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan ancamannya atau sanksi

18Ibid.

19Ibid. 20Ibid.


(24)

pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut.

3. Pengertian Korban

Terjadinya suatu tindak pidana dalam masyarakat mengakibatkan adanya korban tindak pidana dan juga pelaku tindak pidana. Dimana dalam terjadinya suatu tindak pidana ini tentunya yang sangat dirugikan adalah korban dari tindak pidana tersebut. Ada beberapa pengertian mengenai korban, pengertian ini diambil dari beberapa penjelasan mengeni korban.

Pengertian korban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Nomina (kata benda), (1) pemberian untuk menyatakan kebaktian, kesetiaan, dan sebagainya; kurban: jangankan harta, jiwa sekalipun kami berikan sebagai korban; (2) orang, binatang, dan sebagainya yang menjadi menderita (mati dan sebagainya) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya.21

Menurut kamus Crime Dictionary yang dikutip seorang ahli Abdussalam, sebagaimana dikutip Bambang waluyo dalam bukunya bahwa

victim adalah “orang yang telah mendapat penderitaan fisik atau

penderitaan mental, kerugian harta benda atau mengakibatkan mati atas perbuatan atau usaha pelanggaran ringan dilakukan oleh pelaku tindak

pidana dan lainnya”.22

21 Kamus Besar Bahasa Indonesia, op, cit.,

22 Bambang Waluyo, dan Abdussalam,2011, Viktimologi,Perlindungan Saksi dan Korban, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 9


(25)

Menurut UU no. 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pasal 1 ayat 3, Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

Pada tahap perkembangannya korban kejahatan bukan saja merupakan orang perorangan tetapi meluas dan kompleks. Berbicara mengenai korban kejahatan pada awalnya tentu korban perseorangan atau individu. Namun, persepsi tentang korban tidak hanya orang perseorangan tetapi juga korporasi, institusi, pemerintah bahkan bangsa dan Negara dapat menjadi sebagai korban. Hal tersebut juga dikemukakan oleh (Arif Gosita, 1989: 75-76) sebagaimana dikutip oleh Bambang Waluyo dalam bukunya

bahwa korban dapat berarti ”individu atau kelompok baik swasta maupun

pemerintah”.23

4. Pengertian Tindak Pidana Penipuan

Penipuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan, atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Penipuan berarti proses, perbuatan, cara menipu, perkara menipu (mengecoh). Dengan demikian, berarti yang terlibat dalam penipuan adalah 2 (dua) pihak, yaitu orang yang menipu disebut dengan penipu dan orang yang tertipu. Jadi, penipuan dapat

23Ibid. hlm 11


(26)

diartikan sebagai suatu perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok.24

Pengertian tindak pidana penipuan dengan melihat dari segi hukum sampai saat ini belum ada, kecuali yang dirumuskan dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah suatu defenisi melainkan hanyalah untuk menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana.

Penipuan menurut Pasal 378 KUHP yang dirumuskan sebagai berikut

: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena

penipuan dengan pidana penjara paling lama empat Tahun.”

Pidana bagi tindak pidana penipuan adalah pidana penjara maksimum empat tahun tanpa alternatif denda. Jadi, delik penipuan dipandang lebih berat daripada delik penggelapan karena pada delik penggelapan ada alternatif denda. Oleh karena itu, penuntut umum yang menyusun dakwaan primair dan subsidair kedua pasal ini harus mencantumkan tindak pidana penipuan pada dakwaan primair, sedangkan dakwaan subsidair adalah

24 Kamus Besar Bahasa Indonesia, op, cit.,


(27)

penggelapan. Menurut Cleiren bahwa tindak pidana penipuan adalah tindak pidana dengan adanya akibat (gevolgsdelicten) dan tindak pidana berbuat (gedragsdelicten) atau delik komisi.25

5. Transaksi Elektronik (E- Commerce)

Electronic Commerce (Perniagaan Elektronik), dapat didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan menggunakan media elektronik. E-commerce merujuk pada semua bentuk transaksi komersial yang menyangkut organisasi dan individu yang didasarkan pada pemprosesan dan transmisi data yang digitalisasikan, termasuk teks, suara dan gambar. Termasuk juga pengaruh bahwa pertukaran informasi komersial secara elektronik yang mungkin terjadi antara institusi pendukungnya dan aktivitas komersial pemerintah.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian / Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu ”suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

dihadapi”.26 dengan cara mempelajari doktrin-doktrin dan asas-asas yang

25 Andi hamzah, 2010, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika,

Jakarta, hlm. 112.


(28)

berkembang dalam ilmu hukum untuk menemukan doktrin-doktrin dan asas-asas yang relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti yakni tentang perlindungan hukum pidana terhadap korban tindak pidana penipuan dalam jual beli online menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder sebagai sumber data, untuk mendapatkan sumber data tersebut peneliti menggunakan studi kepustakaan yang mengkaji bahan hukum. Bahan hukum tersebut terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan pustaka yang berisikan peraturan perundangan yang terdiri dari :

1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Ketentuan tentang penipuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

3) UU Nomor 31 tahun 2014 pengganti UU Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)


(29)

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, dan dapat membantu untuk proses analisis, yaitu :

1) Buku-buku ilmiah yang terkait. 2) Jurnal hukum terkait.

3) Doktrin, pendapat dan kesaksian dari ahli hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu berupa Kamus dan ensiklopedi.

3. Narasumber

Untuk melengkapi data dari bahan-bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier penulis menambahkan data dengan cara wawancara terstruktur dengan narasumber secara langsung pada pihak-pihak yang bersangkutan dalam memecahkan masalah yang ada dalam penelitian dengan pedoman wawancara secara terbuka dengan Ditreskrimsus Polda DIY Donny Nugroho dan Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta Taufik Rahman, SH

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis terdiri dari 2 macam : a. Studi pustaka yaitu dengan cara menghimpun semua peraturan

perundang-undangan, dokumen-dokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian.


(30)

b. Wawancara tertulis dengan Narasumber yang berkaitan erat dengan penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Bahan hukum dan non hukum yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara preskriptif dengan menggunakan metode deduktif yaitu data umum tentang konsepsi hukum baik berupa asas-asas hukum, postulat serta doktrin dan pendapat para ahli yang dirangkai secara sistematis sebagai susunan fakta-fakta hukum yang mengkaji bagaimana peraturan perundang-undangan terkait yang mengatur tentang perlindungan hukum pidana terhadap korban tindak pidana penipuan dalam jual beli online hidup menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing disusun sebagai berikut :

BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang hal-hal yang bersifat umum, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan.


(31)

BAB II : Bab ini merupakan tinjauan umum tentang pengertian tindak pidana, unsur - unsur tindak pidana, pengertian tindak pidana penipuan, faktor - faktor tindak pidana penipuan, pengertian jual beli online.

BAB III : Bab ini merupakan perlindungan hukum terhadap korban yang berisi beberapa uraian tentang pengertian perlindungan hukum, korban dan bentuk perlindungan hukum.

BAB IV : Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang peranan korban dalam terjadinya tindak pidana penipuan transaksi jual beli online dan bentuk perlindungan hukum pidana terhadap korban tindak pidana penipuan dalam jual beli online

BAB V : Bab ini merupakan penutup dari keseluruhan skripsi ini, di dalamnya berisi tentang kesimpulan dari bab-bab sebelumnya serta saran dari penulis.


(32)

BAB II

TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI ONLINE

A. Pengertian dan Unsur - Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. 1

Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar dan feit.Yang masngmasing memiliki arti :

a. Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, b. Baar diartikan sbagai dapat dan boleh,

c. Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

Istilah Strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).2

1 Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana : Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban

Pidana sabagai Syarat Pemidanaan, Yogyakarta, hlm. 20 2Amir Ilyas, hlm. 19


(33)

Menurut K. Wantjik Saleh, diantara keenam istilah itu yang paling

baik dan tepat untuk dipergunakan adalah antara dua istilah yaitu “Tindak

Pidana” atau “Perbuatan Pidana”. Karena kedua istilah itu disamping mendukung pengertian yang tepat dan jelas sebagai suatu istilah hukum, mudah untuk diucapkan dan didengar.3

Moeljatno menerjemahkan istilah strafbaar feit dengan perbuatan pidana. Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.4

Menurut wujud dan sifatnya, perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dan pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.5 Dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan itu :6

a. Melawan hukum; b. Merugikan masyarakat;

c. Dilarang oleh aturan pidana; dan d. Pelakunya diancam dengan pidana.

3 K. Wantjik Saleh, 1996, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta: Paramestika, hlm. 10. 4 Moeljatno, 2015, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, hlm. 59.

5Ibid. 6 Ibid.


(34)

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaar feit, di dalam KUHP tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin kata delictum.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut: “Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.”7

Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa unsur yakni :

1. Suatu perbuatan manusia;

2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang; dan

3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Keragaman pendapat di antara para sarjana hukum mengenai definisi strafbaar feit telah melahirkan beberapa rumusan atau terjemahan mengenai strafbaar feit itu sendiri, yaitu :8

a) Perbuatan Pidana

Moeljatno menerjemahkan istilah strafbaar feit dengan perbuatan pidana. Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum

7 Teguh Prasetyo, 2013, Hukum Pidana, Edisi Revisi, Jakarta, Rajawali Press, hlm. 47. 8 Ibid, hlm. 48-50.


(35)

larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.9 Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.

b) Peristiwa Pidana

Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro dalam perundang-undangan formal Indonesia, istilah

“peristiwa pidana” pernah digunakan secara resmi dalam UUD

Sementara 1950, yaitu dalam Pasal 14 ayat (1). Secara substantif, pengertian dari istilah peristiwa pidana lebih menunjuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan baik oleh perbuatan manusia maupun oleh gejala alam. Dalam percakapan sehari-hari sering didengar suatu ungkapan bahwa kejadian itu merupakan peristiwa alam.10

c) Tindak Pidana

Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit diperkenalkan oleh pihak pemerintah cq Departemen Kehakiman.

9 Moeljatno, Loc.cit.


(36)

Istilah ini banyak dipergunakan dalam undang-undang tindak pidana khusus, misalnya: Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak Pidana Narkotika, dan Undang-Undang mengenai Pornografi yang mengatur secara khusus Tindak Pidana Pornografi. Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku dan gerak-gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana. Sudarto berpendapat bahwa pembentuk undang-undang sudah tepat dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan beliau lebih condong memakai istilah tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk undang-undang.11 Pendapat Sudarto diikuti oleh Teguh Prasetyo karena pembentuk undang-undang sekarang selalu menggunakan istilah tindak pidana sehingga istilah tindak pidana itu sudah mempunyai pengertian yang dipahami oleh masayarakat. Melihat berbagai definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang disebut dengan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).12

11 Sudarto dalam Teguh Prasetyo, Ibid, hlm. 49-50. 12 Teguh Prasetyo, Ibid,, hlm. 50.


(37)

Pengertian-pengertian di atas, penulis mencoba untuk menyimpulkan tentang pengertian tindak pidana. Perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut.

2. Unsur - Unsur Tindak Pidana

Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Sebuah perbuatan tidak bisa begitu saja dikatakan perbuatan pidana. Harus diketahui apa saja unsur atau ciri dari perbuatan pidana itu sendiri.

Ada banyak rumusan terkait unsur-unsur dari perbutan pidana. Setiap sarjana memiliki perbedaan dan kesamaan dalam rumusannya. Lamintang merumuskan pokok-pokok perbuatan pidana sejumlah tiga sifat yaitu wederrechtjek (melanggar hukum), aan schuld te wijten (telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja), dan strafbaar (dapat dihukum).13

13 P.A.F. Lamintang,1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Citra


(38)

Cristhine-Cansil memberikan lima rumusan. Selain harus bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling (perbuatan manusia), Strafbaar gesteld (diancam dengan pidana), toerekeningsvatbaar (dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab), dan adanya schuld (terjadi karena kesalahan).14

Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris merumuskan empat hal pokok dalam perbuatan pidana. Seperti yang terlihat dalam definisinya sendiri. Perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan dapat dicela. Perbuatan pidana mengandung unsur Handeling (perbuatan manusia), termasuk dalam rumusan delik, Wederrechtjek (melanggar hukum), dan dapat dicela. 15

Tidak jauh berbeda dengan berbagai rumusan di atas, Moeljatno menyebutkan bahwa perbuatan pidana terdiri dari lima elemen. Yaitu kelakuan dan akibat (perbuatan), Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur melawan hukum yang subjektif, dan unsur melawan hukum yang objektif.16

Semua rumusan di atas dapat kita lihat bahwa ada beberapa kriteria yang satu atau dua bahkan semua sarjana menyebutkannya. Pertama, unsur melanggar hukum yang disebutkan oleh seluruh sarjana. Kedua, unsur

14 C. S. T. Kansil & Christine S. T. Kansil, 2004, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Cetakan I, Pradnya

Paramita, Jakarta, hlm. 37.

15 Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana, LIBERTY, Yokyakarta, 1995, hlm.27. 16 Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rieneka Cipta, hlm. 69.


(39)

“perbuatan” yang disebutkan oleh seluruh sarjana kecuali P.A.F Lamintang.

Selebihnya para sarjana berbeda dalam penyebutannya. a. Handeling (perbuatan manusia)

P.A.F Lamintang tidak menyebutkan perbuatan manusia sebagai salah satu unsur perbuatan pidana. Secara tidak langsung ia juga mengakui perbuatan manusia sebagai bagian dari perbuatan pidana. Menjabarkan sesuatu rumusan delik ke dalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkannya suatu tindakan manusia.17

Handeling yang dimaksudkan tidak saja een doen (melakukan sesuatu) namun juga een nalaten atau niet doen (melalaikan atau tidak berbuat).18 Dianggap sebagai perbuatan manusia adalah perbuatan badan hukum.19

b. Wederrechtjek (melanggar hukum)

Terkait dengan sifat melanggar hukum, ada empat makna yang berbeda-beda yang masing-masing dinamakan sama,20 maka haruslah dijelaskan

keempatnya.

1) Sifat melawan hukum formal

Artinya bahwa semua bagian atau rumusan (tertulis) dalam undang-undang telah terpenuhi. Dalam Pasal 362 KUHP tentang pencurian, maka rumusannya adalah :

a) Mengambil barang orang lain

b) Dengan maksud dimiliki secara melawan hukum

17 P.A.F Lamintang, Op. Cit., hlm. 183

18 C. S. T. Kansil & Christine S. T. Kansil, Log. Cit 19 Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Op. Cit., hlm. 33. 20Ibid, hlm. 39.


(40)

2) Sifat melawan hukum materil

Artinya perbuatan tersebut telah merusak atau melanggar kepentingan hukum yang dilindungi oleh rumusan delik tersebut. Kepentingan yang hendak dilindungi pembentuk undang-undang itu dinamakan

“kepentingan hukum”. Pidananya pembunuhan itu demi melindungi

kepentingan hukum berupa nyawa manusia. Pencurian diancam pidana karena melindungi kepentingan hukum yaitu kepemilikan. 3) Sifat melawan hukum umum

Sifat ini sama dengan sifat melawan hukum secara formal. Lebih menuju kepada aturan tak tertulis. Dalam artian ia bertentangan dengan hukum yang berlaku umum pada masyarakat yaitu keadilan. 4) Sifat melawan hukum khusus

Dalam undang-undang dapat ditemukan pernyataan-pernyataan tertulis terkait melawan hukum. Seperti pada rumusan delik pencurian

“...dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum..”.

Meskipun pada rumusan perbuatan pidana lainnya tidak ditemukan adanya pernytaan tersebut. Dicontohkan dengan Pasal 338 KUHP

“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam

karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas

tahun.” Seperti yang terlihat dari rumusan pencurian, sifat perbuatan pengambilan saja tidaklah cukup untuk menyifati sebuah pencurian. Ia baru disebut mencuri bila memiliki maksud untuk memiliki secara melawan hukum. Sehingga, bila seorang mahasiswa mengambil buku


(41)

mahal dari kamar temannya. Tidaklah berarti bahwa dia berbuat melawan hukum. Ini tergantung dari apakah ia telah mendapat izin dari si pemilik atau tidak. Selain itu, sifat melawan hukum dilihat dari sumber perlawanannya terbagi menjadi dua. Pertama, unsur melawan hukum yang objektif yaitu menunjuk kepada keadaan lahir tau objektif yang menyertai perbuatan.21

B. Pengertian dan Unsur - Unsur Tindak Pidana Penipuan 1. Pengertian Tindak Pidana Penipuan

Berdasarkan teori dalam hukum pidana mengenai penipuan, terdapat dua sudut pandang yang tentunya harus diperhatikan, yakni menurut pengertian bahasa dan menurut pengertian yuridis, yang penjelesannya adalah sebagai berikut :

a. Menurut Pengertian Bahasa22

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dsb), dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Penipuan berarti proses, perbuatan, cara menipu, perkara menipu (mengecoh). Berarti bahwa yang terlibat dalam penipuan adalah dua pihak yaitu orang menipu disebut dengan penipu dan orang yang tertipu. Penipuan dapat diartikan sebagai

21 Moeljatno, Op. Cit., hlm. 68.


(42)

suatu perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok.

b. Menurut Pengertian Yuridis

Pengertian Tindak Pidana Penipuan dengan melihat dari segi hukum sampai sekarang belum ada, kecuali apa yang dirumuskan dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah suatu definisi melainkan hanyalah untuk menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana.

Kejahatan penipuan atau bedrog itu diatur didalam Pasal 378-395 KUHP, Buku II Bab ke XXV. Di dalam Bab ke XXV tersebut dipergunakan

perkataan “Penipuan” atau “Bedrog”, “karena sesungguhnya didalam bab

tersebut diatur sejumlah perbuatan-perbuatan yang ditujukan terhadap harta benda, dalam mana oleh si pelaku telah dipergunakan perbuatan-perbuatan

yang bersifat menipu atau dipergunakan tipu muslihat.”23 Tindak pidana

penipuan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 378 KUHP.

Pasal 378 KUHP Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, mempergunakan nama palsu atau sifat palsu ataupun mempergunakan tipu muslihat atau susunan kata-kata bohong, menggerakan orang lain untuk menyerahkan suatu benda

23 P.A.F. Lamintang,1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Citra


(43)

atau mengadakan suatu perjanjian hutang atau meniadakan suatu piutang, karena salah telah melakukan penipuan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

Mengenai kejahatan penipuan pada Pasal 378 KUHP, Soesilo merumuskan sebagai berikut :24

1. Kejahatan ini dinamakan kejahatan penipuan. Penipu itu pekerjaannya :

c. Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang.

d. Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.

e. Membujuknya itu dengan memakai : 1) Nama palsu atau keadaan palsu 2) Akal cerdik (tipu muslihat) atau 3) Karangan perkataan bohong

2. Membujuk yaitu melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutnya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat demikian itu.

3. Tentang barang tidak disebutkan pembatasan, bahwa barang itu harus kepunyaan orang lain, jadi membujuk orang untuk

24 Soesilo, 1991, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Politeia,


(44)

menyerahkan barang sendiri, juga dapat masuk penipuan, asal elemen-elemen lain dipenuhinya.

4. Seperti halnya juga dengan pencurian, maka penipuanpun jika dilakukan dalam kalangan kekeluargaan berlaku peraturan yang tersebut dalam Pasal 367 jo 394.

Selain KUHP yang memuat aturan yang terkait dengan penipuan terdapat juga aturan yang secara khusus mengatur mengenai tindak pidana cyber crime yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE), dalam undang-undang ini telah dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan informasi elektronik, transaksi elektronik, dan mengatur juga mengenai

hal-hal yang dilarang berkaitan dengan “dunia maya” beserta ancaman pidananya. Di dalam UU ITE tidak menyebutkan secara jelas apa yang dimaksud dengan penipuan, akan tetapi terhadap penipuan jual beli melalui sistem online itu sendiri kita dapat melihatnya melalui pasal-pasal yang terdapat dalam UU ITE, salah satunya Pasal 28 ayat (1) UU ITE dengan melihat terpenuhinya unsur-unsur pidana yang ada. Walaupun dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mengatur secara jelas mengenai tindak pidana penipuan itu sendiri namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen yang menyatakan “secara tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi

Elektronik.” Kata “berita bohong” dan “menyesatkan” dan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE dapat disetarakan dengan kata “tipu muslihat atau


(45)

rangkaian kebohongan” sebagaimana unsur tindak pidana yang terdapat

dalam Pasal 378 KUHP. Dapat disimpulkan bahwa Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan perluasan dari tindak pidana penipuan secara konvensional, atau tindak pidana penipuan yang terjadi di dalam masyarakat.

Pengertian-pengertian di atas, penulis mencoba untuk menyimpulkan tentang pengertian tindak pidana penipuan. Penipuan adalah tipu muslihat atau serangkaian perkataan bohong sehingga seseorang merasa terpedaya karena perkataan yang seakan-akan benar. Biasanya seseorang yang melakukan penipuan, adalah menerangkan sesuatu yang seolah-olah betul atau terjadi, tetapi sesungguhnya perkataannya itu adalah tidak sesuai dengan kenyataannya, karena tujuannya hanya untuk meyakinkan orang yang menjadi sasaran agar diakui keinginannya, sedangkan menggunakan nama palsu supaya yang bersangkutan tidak diketahui identitasnya, begitu pula dengan menggunakan kedudukan palsu agar orang yakin akan perkataannya. Penipuan sendiri dikalangan masyarakat merupakan perbuatan yang sangat tercela namun jarang dari pelaku tindak kejahatan tersebut tidak dilaporkan kepihak kepolisian. Penipuan yang bersifat kecil-kecilan dimana korban tidak melaporkannya membuat pelaku penipuan terus mengembangkan aksinya yang pada akhirnya pelaku penipuan tersebut menjadi pelaku penipuan yang berskala besar.


(46)

2. Unsur - Unsur Tindak Pidana Penipuan

Dalam KUHP tentang Penipuan terdapat dalam BAB XXV Buku II. Pada bab tersebut, termuat berbagai bentuk penipuan yang dirumuskan dalam 20 pasal, masing-masing pasal mempunyai nama khusus. Keseluruhan pasal pada BAB XXV ini dikenal dengan sebutan bedrog atau perbuatan orang. Bentuk pokok dari bedrog atau perbuatan orang adalah Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Berdasarkan rumusan tersebut, maka tindak pidana penipuan memiliki unsur-unsur pokok, yaitu :

a. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

Dengan maksud harus diartikan sebagai tujuan terdekat dari pelaku, yakni pelaku hendak mendapatkan keuntungan. Keuntungan ini adalah tujuan utama pelaku dengan jalan melawan hukum, pelaku masih membutuhkan tindakan lain, maka maksud belum dapat terpenuhi. Dengan demikian, maksud tersebut harus ditujukan untuk menguntungkan dan melawan hukum sehingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya harus bersifat melawan hukum.

b. Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu, martabat palsu atau keadaan palsu, tipu muslihat dan rangkaian kebohongan).

Sifat dari penipuan sebagai tindak pidana ditentukan oleh cara-cara pelaku menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang.


(47)

Alat-alat penggerak yang digunakan untuk menggerakkan orang lain adalah sebagai berikut :

1) Nama Palsu

Nama palsu dalam hal ini adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya, meskipun perbedaan tersebut sangat kecil. Apabila penipu menggunakan nama orang lain yang sama dengan nama dan dengan dia sendiri, maka penipu dapat dipersalahkan melakukan tipu muslihat atau susunan belit dusta. 2) Tipu Muslihat

Tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Tipu muslihat ini bukanlah ucapan melainkan perbuatan atau tindakan.

3) Martabat atau Keadaan Palsu

Pemakaian martabat atau keadaan palsu adalah bilamana seseorang memberikan pernyataan bahwa dia berada dalam suatu keadaan tertentu dan keadaan itu memberikan hak-hak kepada orang yang ada dalam keadaan tersebut.


(48)

Beberapa kata bohong dianggap tidak cukup sebagai alat penggerak. Hal ini dipertegas oleh Hoge Raad dalam Arrest 8 Maret 1926, bahwa :25

“Terdapat suatu rangkaian kebohongan jika antara berbagai

kebohongan itu terdapat suatu hubungan yang sedemikian rupa dan kebohongan yang satu melengkapi kebohongan yang lain sehingga mereka secara timbal balik menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu kebenaran.” Rangkaian kebohongan itu harus diucapkan secara tersusun sehingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima secara logis dan benar. Dengan demikian, kata yang satu memperkuat atau membenarkan kata orang lain.

5) Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang, atau memberi utang, atau menghapus utang. Dalam perbuatan menggunakan orang lain untuk menyerahkan barang diisyaratkan adanya hubungan kausal antara alat penggerak dan penyerahan barang. Hal ini dipertegas oleh Hoge Raad dalam Arrest 25 Agustus 1923, bahwa :26

“Harus terdapat suatu hubungan sebab manusia antara upaya

yang digunakan dengan penyerahan yang dimaksud dari itu. Penyerahan suatu barang yang terjadi sebagai akibat

25 Bastian Bastari, 2011, Analisis Yuridis Terhadap Delik Penipuan, Makassar, hlm. 40. 26Ibid.


(49)

penggunaan alat-alat penggerak dipandang belum cukup terbukti tanpa menguraikan pengaruh yang ditimbulkan karena dipergunakannya alat-alat tersebut menciptakan suatu situasi yang tepat untuk menyesatkan seseorang yang normal sehingga orang tersebut terpedaya karenanya, alat-alat penggerak itu harus menimbulkan dorongan dalam jiwa seseorang sehingga

orang tersebut menyerahkan sesuatu barang.”

Unsur - unsur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang mengandung unsur penipuan :27

a. Setiap orang.

b. dengan sengaja dan tanpa hak. Terkait unsur ini, dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Danrivanto Budhijanto, S.H., LL.M. dalam

artikel Danrivanto Budhijanto, “UU ITE Produk Hukum Monumental”

(diunduh dari www.unpad.ac.id) menyatakan antara lain bahwa perlu

dicermati (unsur, ed) ’perbuatan dengan sengaja’ itu, apakah memang

terkandung niat jahat dalam perbuatan itu. Periksa juga apakah perbuatan itu dilakukan tanpa hak? Menurutnya, kalau pers yang melakukannya tentu mereka punya hak. Namun, bila ada sengketa dengan pers, UU Pers (UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, ed) yang jadi acuannya. Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan. Karena rumusan unsur

menggunakan kata “dan”, artinya kedua unsurnya harus terpenuhi untuk


(50)

pemidanaan. yaitu menyebarkan berita bohong (tidak sesuai dengan hal/keadaan yang sebenarnya) dan menyesatkan (menyebabkan seseorang berpandangan pemikiran salah/keliru). Apabila berita bohong tersebut tidak menyebabkan seseorang berpandangan salah, maka menurut hemat kami tidak dapat dilakukan pemidanaan.

c. Yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Unsur yang terakhir ini mensyaratkan berita bohong dan menyesatkan tersebut harus mengakibatkan suatu kerugian konsumen. Artinya, tidak dapat dilakukan pemidanaan, apabila tidak terjadi kerugian konsumen di dalam transaksi elektronik.

C. Jual Beli Online

Jual beli menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah persetujuan saling mengikat antara penjual dan pembeli. Penjual yakni pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga yang dijual.28Menurut KUHPerdata pasal 1457 jual beli adalah suatu persetujuan

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

Internet merupakan singkatan dari dua buah kata dalam bahasa Inggris, yaitu International Work (penghubung jaringan).29 Istilah internet berasal dari bahasa latin inter yang berarti jaringan antara atau penghubung. Definisi

28 Peter Salim dan Yanny Salim, 1991, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta : Medern

English Press, hlm. 623


(51)

internet adalah hubungan antar berbagai jenis komputer dan jaringan di dunia yang berbeda sistem operasi maupun aplikasinya, dimana hubungan tersebut memanfaatkan kemajuan media komunikasi yang menggunakan protocol standar yang berupa IP (interconnected protocol). 30

Internet juga berasal dari kata Interconnection Networking yang mempunyai arti hubungan komputer dengan berbagai tipe yang membentuk sistem jaringan yang ada seluruh dunia. Sebuah jaringan komputer yang sangat besar yang terdiri dari jaringan-jaringan kecil yang saling terhubung.31 Internet

juga berawal dari suatu rencana Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada sekitar tahun 60-an yang dimulai dengan suatu proyek yang dinamakan Advanced Research Projects Agency Network (ARPANET).32 Sebuah jaringan

berbasis komunikasi data paket yang di dirikan di tahun 1969 yang bertujuan menghubungkan para periset ke pusat-pusat komputer, sehingga mereka bisa bersama-sama memanfaatkan sarana komputer seperti Disk Space, Data Base dan lain-lain.

Tehnologi internet mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian dunia. Internet membawa perekonomian dunia memasuki babak baru yang lebih populer dengan istilah digital economics atau perekonomian digital.33

30 http:/www.Library, Usu. ac.id/ modules, Php : Pengertian Sejarah dan Fasilitas-fasilitasnya, diaksespada : 25/12/2010.

31 Budi Sutedjo Dharma Oetomo, 2002, e-Education : Konsep Teknologi dan Aplikasi Internet Pendidikan, Yogyakarta : Andi, hlm.52.

32 Windiaparna Ramelan dan I Made Wiryana, 1998, Pengantar Internet, Jakarta : Lembaga Pengembangan Komputerisasi Universitas Gunadarma, hlm1.


(52)

E-commerce pada dasarnya merupakan suatu kontak transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet jadi proses pemesanan barang, pembayaran transaksi hingga pengiriman barang dikomunikasikkan melalui internet.34

Elektronik commerce atau disingkat dengan E-commerce adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufactur (manufaktur), services providers dan pedagang perantara (intermediateries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer network) yaitu internet. Penggunaan sarana internet merupakan suatu kemajuan teknologi yang dapat dikatakan menunjang secara keseluruhan spektrum kegiatan komersial.35

Dalam pengertian ini e-commers merupakan suatu transaksi komersial yang dilakukan antara penjual dan pembeli atau dengan pihak lain dalam hubungan perjanjian yang sama untuk mengirimkan sejumlah barang, pelayanan atau peralihan hak. Transaksi komersial ini terdapat dalam media elektronik (media digital) yang secara fisik tidak memerlukan pertemuan para pihak yang bertraksaksi, dan keberadaan media ini dalam public networking atas sistem yang berlawanan dengan private network (sistem tertutup).

Kosiur menyatakan bahwa e-commerce bukan hanya sebuah mekanisme penelitian barang atau jasa melalui medium internet, teapi lebih pada

34 Ibid, hlm. 11

35 Abdul Halim Barakatullah dan Teguh Prasetyo, 2005, Bisnis E-Commerce Study System


(53)

transformasi bisnis yang mengubah cara-cara perusahaan dalam me lakukan aktivitas usahanya sehari-hari. 36

Beberapa kalangan akademis sepakat mendefinisikan e-commerce sebgai salah satu cara memperbaiki kinerja dan mekanisme pertukaran barang, jasa, informasi, dan pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi berbasis jaringan peralatan digital.37

Berbagai definisi yang ditawarkan dan dipergunakan oleh berbagai kalangan, terdapat kesamaan dari masing-masimg definisi tersebut. Kesamaan tersebut memperlihatkan bahwa e-commerce memiliki karakteristik sebagai berikut :38

1. Terjadinya transaksi anatara dua belah pihak

2. Adannya pertukaran barang, jasa, atau informasi: dan

3. Internet merupakan medium utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut.

Transaksi diartikan sebagai persetujuan jual beli yang menggunakan sarana elektronik berupa komputer, karena sebagaimana Pasal 17 ayat (1) UU

ITE, bahwa “Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam

lingkup publik ataupun privat.” Dalam lingkup hukum privat hubungan para pihak didasarkan atas perjanjian, sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Sifat terbuka dari KUH Perdata ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat

36 David kosiur, 1997, Understanding Electronic Commerce, Washington: Microsoft press, hlm. 2- 37 Richardus Eko Indrajid, 2001, E-Commerce : Kiat dan Strategi Bisnis Di Dunia Maya,

Jakarta,PT.Elex Media Komputindo hlm. 1-2

38 Sutan Remy Sjahdeini, E-Commerce (Tinjauan Dari Aspek Hukum dan Perspektif Hukum),

merupakan makalah yang disajikamn pada Sosialisasi Transaksi E-Commerce, yang diselenggarakan di Gedung Bank BNI pada tanggal 7 Juni 2000, hal.2.


(54)

(1) KUH Perdata yang mengandung asas Kebebasan Berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu :

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu;

D. Tindak Pidana Jual Beli Online

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana.39

Menurut KUHPerdata pasal 1457 jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

Daring (bahasa Inggris: online) dan luring (bahasa Inggris: offline) memiliki makna tertentu dalam hal teknologi komputer dan telekomunikasi. Secara umum, "online" menunjukkan keadaan terhubung, sementara "offline" menunjukkan keadaan terputus. Daring juga dapat diartikan sebagai suatu

39 Amir Ilyas, Log. Cit


(55)

keadaan komputer yang dapat saling bertukar informasi karena sudah terhubung.40

Tindak pidana jual beli online itu sendiri dengan mengambil kesimpulan diatas adalah perbuatan pidana jual beli dalam keadaan terhubung oleh koneksi dengan menggunakan media elektronik. Jual beli itu sendiri tidak diatur secara terperinci di dalam Undang-Undang no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, jadi rumusan jual beli dapat diambil dari KUHPerdata.

E. Tindak Pidana Penipuan Perspektif Islam

Hukum pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayah atau jarimah. Jinayah merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana. Secara etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah.41

Kata jinayah dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Secara terminologi kata jinayah mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh oleh Abd al-Qadir Awdah, jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.42

Dusta dalam bahasa Arab disebut dengan kizb. Dalam kamus Munawwir, kata kizb mempunyai pengertian tidak benar atau bohong. Lawan katanya adalah shidq. Dalam Alquran kizb mempunyai arti yang tidak berbeda dengan

40 Wikipedia. Online. Diakses 4 Desember 2016. Wikipedia.com 41 Luwis Ma'luf, 1954, al-Munjid, Beirut: Dar al-Fikr, hlm. 88


(56)

pengertiannya dalam bahasa sehari-hari. Yakni mempunyai arti tidak benar, ingkar, palsu dan lain sebagainya.43

Dusta menurut bahasa, kata nifaq berasal dari kata,

اقافن

قفاني

قفان

artinya pura-pura atau dusta. Menurut istilah, sifat yang pura-pura, dusta atau menyembunyikan sesuatu ( kebohongan ) dalam hati. Orang yang berdusta disebut munafik.44 Firman Allah :

ُبِذاَكَل َنِقِفاَنُمْلا َنِإ ُدَهْشَي ُهَللاَو ُهُلوُسَرَل َكَنِإ ُمَلْعَ ي ُهَللاَو

َنو

Artinya :

Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. ( QS.Al Munafiqun : 1 )

Penipuan itu sendiri termasuk kedalam jarimah ijabiyah / delict comisionis yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dengan cara berbuat sesuatu yang dilarang oleh agama maupun Undang-Undang.45 Apabila telah memenuhi unsur jarimah secara umum yaitu, unsur formal (Rukn al-Syar’iy), yakni telah ada aturannya (al-Rukn al-Madi), yakni telah ada perbuatannya, dan (al-Rukn al-adabiy), yakni ada pelakunya. Setiap jarimah hanya dapat dihukum, jika memenuhi unsur-unsur tersebut. 46

43 Ahmad Warson Munawwir, 1997, “Kizb”, Kamus Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia,

Surabaya: Pustaka Progressif, hlm.1197.

44 Kadarusman, 2011, Pendidikan Aqidah, Yogyakarta, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah

PWM, hlm.37.

45A. Djazuli, Fiqh Jinayah, 1997, cet II, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hlm.14. 46 Ibid, hlm.12


(57)

Hukuman yang dapat dikenakan bagi pelaku penipuan adalah ditinjau dari sasaran hukum, hukuman dibagi menjadi :47

1. Hukuman badan, yaitu hukuman yang dikenakan kepada badan manusia, seperti hukuman jilid.

2. Hukuman yang dikenakan pada jiwa, yaitu hukuman mati.

3. Hukuman yang dikenakan pada kemerdekaan manusia, seperti hukuman penjara atau pengasingan.

4. Hukuman yang dikenakan pada harta, yaitu hukuman kepada harta, seperti diyat, denda, dan perampasan.

Dapat diambil kesimpulan pelaku penipuan dapat dikenakan hukuman harta, yaitu mengganti sejumlah kerugian yang dialami oleh korban penipuan tersebut.

Bahaya dan Balasan Allah Terhadap Orang Munafik48

1. Hidupnya tidak akan tenang, karena terombang-ambing oleh kesesatan. 2. Tidak akan memperoleh petunjuk, kebenaran dari Allah.

3. Mendapat azab di dunia dan di akhirat. 4. Kekal di dalam neraka Jahanam.

47 Ibid, hlm.29


(58)

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN

A. Pengertian Perlindungan Hukum

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sejak lahir memiliki hak-hak dasar yaitu hak untuk hidup, hak untuk dilindungi, hak untuk bebas dan hak-hak lainnya. Pada dasarnya setiap manusia memiliki hak untuk dilindungi termasuk dalam kehidupan bernegara. Dengan kata lain, setiap warganegara akan mendapat perlindungan dari negara. Hukum merupakan sarana untuk mewujudkannya sehingga muncul teori perlindungan hukum. Ini adalah perlindungan akan harkat dan martabat serta hak-hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum oleh aparatur negara. Dengan begitu, perlindungan hukum merupakan hak mutlak bagi setiap warga negara dan merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah, mengingat Indonesia yang dikenal sebagai negara hukum.

Menurut Kamus Black’s Law: Protection is (1) a. the act of protecting: defence; shelter of evil; preservation from loss, injury or annoyance; as we find protection under good laws and an upright administration; b. an instance of this; (2) one who or that which protect.1Perlindungan hukum merupakan suatu

hal atau perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan pada peraturan


(59)

perundang-undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada yang melakukan wanprestasi.2

Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat bersumber pada konsep-konsep pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan konsep-konsep recthsstaat dan the rule of law. Konsep pengakuan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia memberikan isinya, sedangkan rechthsstaat dan the rule of law menciptakan sarananya, dengan demikian pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia akan tumbuh

subur dalam wadah “rechtsstaat” dan “the rule of law”.3

Perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi dan kompensasi, pelayanan medis dan bantuan hukum. Ganti rugi adalah sesuatu yang diberikan kepada pihak yang menderita kerugian sepadan dengan memperhitungkan kerusakan yang dideritanya.

Perbedaan antara kompensasi dan restitusi adalah “kompensasi lebih bersifat

keperdataan yang timbul dari permintaan korban, dan dibayar oleh masyarakat atau merupakan bentuk pertanggungjawaban masyarakat atau negara, sedangkan restitusi lebih bersifat pidana, yang timbul dari putusan pengadilan pidana dan dibayar oleh terpidana atau merupakan wujud pertanggungjawaban terpidana. Rehablitasi adalah pemulihan kondisi semula baik fisik maupun psikis dan sosial.4

2 Soedikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta. hlm. 9. 3 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, hlm 54.

4 Didik M, Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2007, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan


(60)

Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa pengertian perlindungan korban dapat dilihat dari dua makna, yaitu :5

a. dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi

korban tindak pidana”, (berarti perlindungan HAM atau kepentingan hukum seseorang);

b. dapat dartikan sebagai “ perlindungan untuk memperoleh jaminan/santunan hukum atas penderitaan/kerugian orang yang

telah menjadi korban tindak pidana”, (jadi identik dengan “penyantunan korban”). Bentuk santunan itu dapat berupa

pemulihan nama baik (rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin (antara lain dengan pemanfaatan), pemberian ganti rugi (restitusi, kompensasi, jaminan/santunan kesejahteraan sosial), dan sebagainya.

Menurut Satjipto Raharjo, ”Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.6 Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan

5 Barda Nawawi Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana, hlm. 61.


(61)

menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.7

Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 ayat (8) UU Nomor 31 tahun 2014 pengganti UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atasu lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Menurut UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat (1) perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Perlindungan hukum dalam UUD 1945 yang dirumuskan dalam beberapa pasal, antara lain :

1. Pasal 27 ayat (1) :

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

2. Pasal 28D ayat (1) :

7 Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta;


(62)

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

3. Pasal 28H ayat (2) :

“Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.”

4. Pasal 28I ayat (2) :

“Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

5. Pasal 28I ayat (4) :

“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

6. Pasal 28I ayat (5) :

“Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.”

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan


(1)

3. Pihak kepolisian berada di setiap kelurahan hendaknya lebih efektifkan perannya didalam masyarakat dan di usahakan menindak lanjuti kasus tersebut kalau bisa sampai tuntas.

Sebelum membeli suatu barang melalui Online Shop baiknya memeriksa atau mencari tahu website resmi toko tersebut dan cari tahu apakah ada yang sudah pernah membeli barang di toko tersebut tanpa pernah mengalami penipuan di dalamnya.


(2)

86 DAFTAR PUSTAKA

Buku

A. Djazuli, Fiqh Jinayah, 1997, cet II, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Abd al-Qadir Awdah, 1963, at-Tasyri' Jinai lslami, Juz I, Beirut: Dar al-Kutub.

Abdul Halim Barakatullah dan Teguh Prasetyo, 2005, Bisnis E-Commerce Study System Keamanan dan Hukum di Indonesia.

Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law Dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung : PT Refika Aditama.

Ahmad Warson Munawwir, 1997, “Kizb”, Kamus Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif.

Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana : Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana sabagai Syarat Pemidanaan, Yogyakarta. Ananda S, 2009, Kamus Besar Bahasa Inodenesia, Kartika, Surabaya.

Andi Hamzah, 2004, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Andi Hamzah, 2010, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta.

Arif Gosita, 1993, masalah korban kejahatan . Akademika Pressindo. Jakarta Bambang Waluyo, 2011, S.H, M.H, Viktimologi,Perlindungan Saksi dan Korban,

Sinar Grafika, Jakarta.

Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah penegakan hukum dan kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan, Kencana Prenada Group Jakarta Bryan A Graner. 2004, Black’s Law Dictionary Eighth Edition.St. Paul. West

Thomson.

Budi Suharyanto, 2013, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime) : Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, Jakarta : Rajawali Pers.

Budi Sutedjo Dharma Oetomo, 2002, e-Education : Konsep Teknologi dan Aplikasi Internet Pendidikan, Yogyakarta : Andi

Daryanto, 2004, Memahami Kerja Internet, Bandung : Yrama Widya

David kosiur, 1997, Understanding Electronic Commerce, Washington: Microsoft press.

Efendi Erdianto, et al, 2011, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung : PT Refika Aditama.


(3)

Josua Sitompul, 2012, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Hukum Pidana, (Jakarta : Tatanusa).

Judhariksawan, 2005, Pengantar Hukum Telekomunikasi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Kadarusman, 2011, Pendidikan Aqidah, Yogyakarta, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PWM

K. Wantjik Saleh, 1996, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta: Paramestika Luwis Ma'luf, 1954, al-Munjid, Beirut: Dar al-Fikr.

Maskun, 2013, Kejahatan Siber (Cyber Crime) Suatu Pengantar, Jakarta : Kencana Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum,Jakarta : Kencana.

Moeljatno, 2015, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta.

Muladi, 1997, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta; magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

P.A.F. Lamintang,1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti.

Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum,Jakarta : Kencana.

Peter Salim dan Yanny Salim, 1991, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, , Jakarta: Medern English Press.

Rena Yulia, 2010, Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Richardus Eko Indrajid, 2001, E-Commerce : Kiat dan Strategi Bisnis Di Dunia Maya, Jakarta,PT.Elex Media Komputindo.

Romli Atmasasmita, 1991-1992, Penulisan Karya Ilmiah Masalah Santunan Terhadap Korban Tindak Pidana,BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta. Riyeke Ustadiyanto, 2001, Framework E-Commerce, Yogyakarta : ANDI.

Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V. Schaffmeister, 1995, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana, LIBERTY, Yokyakarta. Soesilo, 1991, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik

Khusus, Politeia, Bogor.

Sudarto dalam Teguh Prasetyo, 2013, Hukum Pidana, Edisi Revisi, Jakarta, Rajawali Press.


(4)

88 Commerce, yang diselenggarakan di Gedung Bank BNI pada tanggal 7 Juni 2000

Teguh Prasetyo, 2013, Hukum Pidana, Edisi Revisi, Jakarta, Rajawali Press. Windiaparna Ramelan dan I Made Wiryana, 1998, Pengantar Internet, Jakarta :

Lembaga Pengembangan Komputerisasi Universitas Gunadarma.

Wirjono Prodjodikoro dalam Teguh Prasetyo, 2013, Hukum Pidana, Edisi Revisi, Jakarta, Rajawali Press.

Internet

http://www.harianjogja.com/baca/2015/05/06/pelaku-penipuan-jual-beli-kartu perdana-via-online-ditangkap-601317

http://www.jogja.tribunnews.com/2015/06/22/belum-semua-sadar-laporkan-penipuan-online

http:/www.Library, Usu. ac.id/ modules, Php : Pengertian Sejarah dan Fasilitas-fasilitasnya, diaksespada : 25/12/2010.

Kamus Besar Bahasa Indonesia,www.artikata.com

Undang - Undang

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

UU Nomer 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Korban dan Saksi

Ketentuan Pasal 378 tentang penipuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)


(5)

(6)