Analisis Hukum Terhadap Permohonan Pailit Atas Developer Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen ( Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/PDT. SUS/2012 Tanggal 12 Juni 2012)

(1)

TESIS

Oleh

KARTINI MEILINA. H

117011128/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KARTINI MEILINA. H

117011128/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

TANGGAL 12 JUNI 2012) Nama Mahasiswa : KARTINI MEILINA H

Nomor Pokok : 117011128

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum


(5)

Nama : KARTINI MEILINA H

Nim : 117011128

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP PERMOHONAN

PAILIT ATAS DEVELOPER DALAM PERJANJIAN

PENGIKATAN JUAL BELI APARTEMEN (STUDI

KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 331 K/PDT.SUS/2012 TANGGAL 12 JUNI 2012)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :KARTINI MEILINA H Nim :117011128


(6)

i

Developer tidak dapat menyerahkan bangunan unit apartemen tersebut kepada para pembelinya.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis yang menjelaskan dan menganalisis mengenai apakah para konsumen Apartemen boleh mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga juga apakah yang menyebabkan PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang adalah kreditor separatis ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap Developer serta bagaimana analisis hukum terhadap kasus permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini. Data yang digunakan adalah data primer, yaitu melalui analisa dan pengkajian terhadap putusan Pengadilan Niaga dan Putusan Mahkamah Agung yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa para konsumen Apartemen boleh atau dapat mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga karena mereka juga adalah sebagai para kreditor dari Developer. Hal ini secara tegas ditetapkan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, yang menyatakan bahwa Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan, dan faktor penyebab PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap

Developer adalah karena pertama PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk sebagai kreditor darideveloper yang artinya ada perjanjian kredit antara developer dengan bank dan adanya hak tanggungan sebagai jaminan utangdeveloperterhadap bank, yaitu tanah yang diatasnya dibangun Apartemen, kemudian penyebab kedua karena penangguhan eksekusi terhadap hak tanggungan bila terjadi keputusan pailit seperti ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU menentukan bahwa jaminan hutang tidak dapat dieksekusi oleh kreditor separatis karena harus menunggu dan terakhir karenadeveloper dianggap masih solven sehingga pemailitan dapat merugikan bank sebagai kreditor, serta analisis hukum terhadap permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen adalah bahwa unsur-unsur utang telah terpenuhi dalam kasus permohonan pailit atas developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini.Yaitu utang disini mengacu kepada pengembalian uang pembayaran yang telah dibayarkan secara angsuran oleh para konsumen untuk satuan unit apartemen yang mereka telah pesan dari

Developer.


(7)

ii apartment units to the buyer.

This descriptive analytical study explained and analyzed whether or not the apartment buyers (consumers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court, what made PT. Bank Tabungan Negara (Persero)Tbk as the secure creditor participate in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer, and what legal analysis was done about the case of bankruptcy petition against the developer concerning this binding apartment trading agreement. The data used in this study were primary data obtained through qualitatively analyzing and studying the decisions issued by the Commercial Court and the Supreme Court.

The. result of this study showed that the consumers (apartment buyers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court because they also act as the creditor for the developer. This right is regulated in Article 1 paragraph (2) of Law on Bankruptcy saying that Creditor is who has account receivable due to an agreement or legislation that is billable in court. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk participated in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer because, first, PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk is the creditor for the developer meaning that there is a credit agreement between the developer and the bank and a collateral right as the collateral of the developer's debt to the bank in the form of a lot of land on which an apartment building was built; second, there will be a deferral of execution of the collateral right if the decision of bankruptcy is taken as stated in Article 56 paragraph (1) of UUK and PKPU saying that collateral right cannot be executed by the secure creditor because the creditor must wait; and finally because the developer is still solvent that bankruptcy can inflict loss to the bank as creditor. The legal analysis on the bankruptcy petition against the developer in the binding apartment trading agreement is that elements of credit have been met in the case of bankruptcy petition against the developer. Here, debt is referred to the refund of payments that have been paid in installment by the consumers for the apartment unit they have ordered from the developer.


(8)

iii

menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis ini diberi judul “ANALISIS HUKUM

TERHADAP PERMOHONAN PAILIT ATAS DEVELOPER DALAM

PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI APARTEMEN ( STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 331 K/PDT. SUS/2012 TANGGAL 12 JUNI 2012).” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan serta dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat terselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormatBapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, serta Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Humselaku Komisi Pembimbing yang dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Dan juga semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan dalam penulisan tesis ini sehingga tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.


(9)

iv

Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

4. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.

5. Yang tercinta kedua orangtuaku, Papa M. E. Hutagaol, SH, MM dan Mama H. I. R. Napitupulu yang telah memberikan cinta kasih, doa, dukungan moril dan dana serta perhatian yang sangat besar dan tak ada habis-habisnya selama ini, juga buat Adikku Julianto Hutagaol, SH serta seluruh keluarga besarku, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Yang terkasih bang Riko Simanjuntak, terima kasih buat kesabaran, perhatian, dukungan, bantuan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara.

7. Terima Kasih yang mendalam kepada Teman-teman seperjuangan khususnya kelas Reguker Khusus angkatan 2011 yang kompak dan penuh kekeluargaan serta rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

8. Serta Sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku terkasih di dalam Tuhan di Komsel Setiabudi dan GKB Blessing Comunity Medan Satelit Pardede.


(10)

v bahan literatur.

Medan, Januari 2014 Penulis


(11)

vi

Nama Lengkap : KARTINI MEILINA HUTAGAOL Tempat / Tgl.Lahir : Kisaran/ 10 Mei 1982

Status : Belum Menikah

Alamat : Jalan Cempaka 2 No.123 Kayu Tinggi Cakung Timur Jakarta Timur

II. ORANG TUA

Nama Ayah : M.E.HUTAGAOL, SH, MM

Nama Ibu : H.I.R.NAPITUPULU

III. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar Negeri 03 Cakung Timur : Lulus Tahun 1995

SLTP Negeri 234 Cakung Timur : Lulus Tahun 1998

SMA Negeri 89 Kayu Tinggi Cakung : Lulus Tahun 2001 Sarjana Hukum pada Universitas Krisnadwipayana Jakarta : Lulus Tahun 2007 Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara : Lulus Tahun 2014


(12)

vii

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ASING... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 17

1. Kerangka Teori ... 17

2. Konsepsi... 25

G. Metode Penelitian... 27

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 27

2. Spesifikasi dan Metode Penelitian ... 28

3. Bahan Penelitian ... 28

4. Teknik Pengumpulan Data... 30

5. Analisis Data ... 30

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT PARA KONSUMEN APARTEMEN TERHADAP DEVELOPER PT. GRAHA PERMATA PROPERINDO KE PENGADILAN NIAGA ... 32


(13)

viii

Dalam Kepailitan ... 41 C. Momentum Terjadinya Utang AntaraDeveloperPT. Graha

Permata Properindo Dengan Para Konsumen Apartemen ... 46 1. Kegagalan Developer Melakukan Penyerahan

Apartemen Pada Waktu Yang Telah Diperjanjikan ... 46 2. Pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen

Antara Developer PT. Graha Permata Properindo

Dengan Para Konsumen... 53 D. Yang Masuk Kategori Pailit ... 62

1. Subjek Hukum Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit ... 63 2. Pihak Yang Dapat Dinyatakan Pailit ... 65 3. Utang Dalam Kepailitan... 68 BAB III FAKTOR PENYEBAB PT.BANK TABUNGAN NEGARA

(PERSERO) TBK IKUT MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI KEPADA MAHKAMAH AGUNG ATAS PUTUSAN PAILIT TERHADAPDEVELOPER... 76 A. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Sebagai Kreditor

DariDeveloper ... 76 1. Perjanjian Kredit AntaraDeveloperDengan Bank ... 76 2. Hak Tanggungan Sebagai Jaminan UtangDeveloper

Terhadap Bank... ... 83 B. Penangguhan Eksekusi Terhadap Hak Tanggungan Bila

Terjadi Keputusan Pailit... 89 C. Developer Dianggap Masih Solven Sehingga Pemailitan


(14)

ix

1. Duduk Perkara... 95

2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga Memutuskan Pailit... 97

B. Permohonan KasasiDeveloperPT. Graha Permata Properindo dan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Kepada Mahkamah Agung... 103

1. Dasar Permohonan Kasasi ... 104

2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung Mengabulkan Permohonan KasasiDeveloper ... 119

C. Analisa Kasus... 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 136

A. Kesimpulan ... 136

B. Saran... 138

DAFTAR PUSTAKA ... 140 LAMPIRAN


(15)

x allgemeine rechtslehre: Ilmu hukum umum

aanvullend recht: Peraturan – peraturan hukum yang bersifat mengatur Bankrupt/bankruptcy: Bangkrut atau dalam keadaan pailit

Bankruptcy Law: Hukum Kepailitan Black’s law dictionary: Kamus hukum

Bestandig geberukikelijk beding: Syarat yang biasa diperjanjikan Borgtocht: Penanggungan utang

Conceptus: Konsepsi

Complicated: Rumit atau sulit

Corporate guaranty: Jaminan Perusahaan Conditional clause: Klausul bersyarat

Concursus creditorum: Asas kepailitan yang menyatakan Debitor mempunyai paling sedikit dua kreditor

Credereataucredoataucreditum: Kredit (bahasa romawi) Developer: Pengembang atau Perusahaan Pengembang Debt pooling: Penggabungan Utang

Dictionary Business of Term: Kamus Bisnis

Dubius: Perbedaan pengertian atau penafsiran mendua

Dwingend recht : Peraturan – peraturan hukum yang bersifat memaksa atau harus diikuti

Droit de preference: Keistimewaan yang bersangkutan dengan hasil penjualan tanah yang dijadikan jaminan, dalam hubungannya dengan kreditur-kreditur lain yang tidak mempunyai hak yang lebih mendahulu

Essentialia: Unsur – unsur pokok Equity: Keadilan atau jumlah yang sama


(16)

xi Guarantor: Penjamin

Haftung : Harta kekayaan Debitor yang dipertanggung jawabkan sebagai pelunasan utang

Holding Company: Perusahaan induk Insolvency: Ketidakmampuan atau insolven

Inschuld : Tagihan terhadap utang Debitor yang bila tidak dipenuhi debitor dapat dikenakan ganti rugi

Ingebrekestelling: Pernyataan lalai atau somasi

Indonesian Bankcruptcy Law: Hukum Kepailitan Indonesia

Judex factie: Pertimbangan hukum atau putusan hakim Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Banding

Levering : Penyerahan atau perpindahan hak milik atas barang dari penjual kepada pembeli

Le failli: Orang yang berhenti membayar (bahasa Prancis) Library research: Studi Pustaka

Loan: Utang/pinjaman

Onrechtmatige daad: Perbuatan melawan hukum Operational definition: Definisi operasional Previlege: Hak istimewa/diutamakan Promissory note: Surat sanggup Personal guaranty: Penjamin pribadi Prorate parte: Secara proporsional

Right to payment: Hak untuk memperoleh pembayaran


(17)

xii Structured prorate: Proporsional terstruktur Transfer of ownership: Memindahkan hak milik

Unsecured creditor: Kreditor yang tidak dijamin dengan hak tanggungan Uitschuld: Hak untuk menuntut utang atau ganti rugi


(18)

i

Developer tidak dapat menyerahkan bangunan unit apartemen tersebut kepada para pembelinya.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis yang menjelaskan dan menganalisis mengenai apakah para konsumen Apartemen boleh mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga juga apakah yang menyebabkan PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang adalah kreditor separatis ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap Developer serta bagaimana analisis hukum terhadap kasus permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini. Data yang digunakan adalah data primer, yaitu melalui analisa dan pengkajian terhadap putusan Pengadilan Niaga dan Putusan Mahkamah Agung yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa para konsumen Apartemen boleh atau dapat mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga karena mereka juga adalah sebagai para kreditor dari Developer. Hal ini secara tegas ditetapkan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, yang menyatakan bahwa Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan, dan faktor penyebab PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap

Developer adalah karena pertama PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk sebagai kreditor darideveloper yang artinya ada perjanjian kredit antara developer dengan bank dan adanya hak tanggungan sebagai jaminan utangdeveloperterhadap bank, yaitu tanah yang diatasnya dibangun Apartemen, kemudian penyebab kedua karena penangguhan eksekusi terhadap hak tanggungan bila terjadi keputusan pailit seperti ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU menentukan bahwa jaminan hutang tidak dapat dieksekusi oleh kreditor separatis karena harus menunggu dan terakhir karenadeveloper dianggap masih solven sehingga pemailitan dapat merugikan bank sebagai kreditor, serta analisis hukum terhadap permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen adalah bahwa unsur-unsur utang telah terpenuhi dalam kasus permohonan pailit atas developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini.Yaitu utang disini mengacu kepada pengembalian uang pembayaran yang telah dibayarkan secara angsuran oleh para konsumen untuk satuan unit apartemen yang mereka telah pesan dari

Developer.


(19)

ii apartment units to the buyer.

This descriptive analytical study explained and analyzed whether or not the apartment buyers (consumers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court, what made PT. Bank Tabungan Negara (Persero)Tbk as the secure creditor participate in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer, and what legal analysis was done about the case of bankruptcy petition against the developer concerning this binding apartment trading agreement. The data used in this study were primary data obtained through qualitatively analyzing and studying the decisions issued by the Commercial Court and the Supreme Court.

The. result of this study showed that the consumers (apartment buyers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court because they also act as the creditor for the developer. This right is regulated in Article 1 paragraph (2) of Law on Bankruptcy saying that Creditor is who has account receivable due to an agreement or legislation that is billable in court. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk participated in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer because, first, PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk is the creditor for the developer meaning that there is a credit agreement between the developer and the bank and a collateral right as the collateral of the developer's debt to the bank in the form of a lot of land on which an apartment building was built; second, there will be a deferral of execution of the collateral right if the decision of bankruptcy is taken as stated in Article 56 paragraph (1) of UUK and PKPU saying that collateral right cannot be executed by the secure creditor because the creditor must wait; and finally because the developer is still solvent that bankruptcy can inflict loss to the bank as creditor. The legal analysis on the bankruptcy petition against the developer in the binding apartment trading agreement is that elements of credit have been met in the case of bankruptcy petition against the developer. Here, debt is referred to the refund of payments that have been paid in installment by the consumers for the apartment unit they have ordered from the developer.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, jual beli satuan rumah susun atau apartemen yang belum selesai dibangun semakin meningkat. Bahkan tidak jarang jual beli satuan rumah susun ini dilakukan pada saat rumah susun atau apartemen masih berada dalam perencanaan. Pelaksanaan jual beli satuan unit apartemen yang seperti itu dilakukan dengan cara memesan terlebih dahulu atas unit yang akan dibeli, yang kemudian dituangkan dalam perikatan pendahuluan atau perikatan jual beli atau yang lebih dikenal dengan sebutan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”).

Lebih lanjut, dasar hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengikatan jual beli adalah Pasal 1457 KUHPerdata yang menyebutkan “jual beli adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah ditetapkan”.

Jual beli merupakan suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah, mengikat atau mempunyai kekuatan hukum pada detik tercapainya kata sepakat antara pihak penjual dan pihak pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok (essentialia), yaitu mengenai barang dan harga biarpun jual beli itu mengenai barang yang tak bergerak.1

1


(21)

Sifat konsensuil jual beli ini ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH-Perdata yang berbunyi :

“Jual beli dianggap telah terjadi kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai sepakat tentang barang dan harga meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayàr. ”2

Perjanjian jual beli yang dianut KUHPerdata tersebut juga dikatakan bersifat obligatoir, karena perjanjian itu belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukannya levering atau penyerahan. Dengan demikian, maka dalam sistem KUH Perdata tersebut “levering” merupakan suatu perbuatan yuridis guna memindahkan hak milik (“transfer of ownership”).3

Yang dimaksud dengan “levering” atau “transfer of ownership” adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut dalam hal ini adalah satuan unit apartemen. Levering atau transfer of ownership ini mengikuti perjanjian obligator, karena menurut sistem KUHPerdata, perjanjian obligator itu baru dalam taraf melahirkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik, supaya hak milik berpindah, perlu diikuti dengan penyerahan barangnya.4

Penyerahan yang dimaksud meliputi pemindahan penguasaan dan pemindahan hak atas barang berdasarkan perikatan dasar yaitu perjanjian. Dalam setiap perjanjian

2

Ibid.,hlm. 80. 3

Ibid.,

4

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,1990), hlm.106.


(22)

yang mengandung tujuan memindahkan penguasaan dan hak milik, perlu dilakukan dengan penyerahan barang tersebut (delivery, transfer, levering). Penyerahan tersebut dilakukan baik secara nyata, maupun secara yuridis. Penyerahan yuridis dapat dilihat dengan jelas pada barang tidak bergerak, karena tata caranya diatur dalam Undang – Undang.5

Mengenai sifat jual beli obligatoir ini terlihat jelas dalam Pasal 1459 KUH-Perdata, yang menerangkan bahwa hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan (menurut ketentuan-ketentuan yang bersangkutan).6

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa jual beli apartemen antara Developer dengan konsumen merupakan suatu perjanjian yang mengikat salah satu pihak untuk menyerahkan apartemen dan mengikat pihak lain untuk membayar harga satuan apartemen sesuai kesepakatan.

Objek perikatan ialah prestasi. Prestasi adalah Isi perjanjian. Perjanjian pengikatan jual beli apartemen antara Developer (debitor) dengan konsumen (kreditor) pastinya akan melahirkan kewajiban bagi masing-masing pihak untuk melaksanakan prestasi tersebut. Dengan melihat kewajiban utama Developer selaku penjual apartemen maupun kewajiban utama konsumen selaku pembeli apartemen, dapat ditarik kesimpulan bahwa kewajiban utamaDevelopermenyerahkan apartemen sebagai obyek perjanjian jual beli pada dasarnya hak utama dari konsumen selaku

5

Ibid ,hlm. 106. 6


(23)

pembeli. Demikian pula sebaliknya, kewajiban utama pembeli membayar harga apartemen sesuai dengan perjanjian jual beli adalah merupakan hak utama dari Developerselaku penjual . Hal ini berarti ada hubungan timbal balik antara kewajiban Developer selaku penjual apartemen dan kewajiban konsumen selaku pembeli apartemen dengan hak-hak dari masing-masing pihak.

Setiap hubungan hukum yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat tidak luput dari suatu permasalahan atau sengketa baik yang dapat dinilai dalam skala kecil atau bahkan skala besar. Hal ini pun terjadi di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli antaraDeveloperdengan Konsumen atau pembeli Apartemen.

Permasalahan yang ada adalah ketiga orang pembeli dari Apartemen Graha Setia Budi atau yang dikenal juga dengan nama Graha Permata Seibu Mansion, yang nama-namanya terlampir dalam Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/Pdt. Sus/2012, yaitu putusan yang dijadikan studi kasus untuk penyusunan tesis ini belum menerima penyerahan atas unit Apartemen yang dipesan dan dibeli dari Developer. Padahal mereka telah memesan dan mencicil pembayaran atas satuan rumah susun atau atas unit Apartemen yang direncanakan untuk dibangun oleh Developer (PT. GRAHA PERMATA PROPERINDO). Pembeli pertama telah membayar secara angsuran dengan jumlah cicilan yaitu Rp.58.100.000,-,. Pembeli kedua juga telah mengeluarkan uang sejumlah Rp. 37.400.000,-,. Pembeli ketiga juga telah membayar secara angsuran sejumlah Rp.64.695.000,-. Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antaraDeveloperdengan para pembeli maka pihakDeveloperseharusnya melakukan penyerahan fisik dari Rumah Susun/Apartemen yang dibeli oleh Para


(24)

Pembeli pada bulan Desember 2008. Akan tetapi sampai batas waktu yang telah disepakati sesuai dengan PPJB yang mengikat secara hukum antara Developer dengan pembeli, pihak Developer telah lalai dalam melaksanakan kewajiban penyerahan fisik dari Rumah Susun/Apartemen kepada para Pembeli sesuai tenggang waktu yakni, Bulan Desember 2008. Karena mereka masih tetap belum menerima penyerahan atas unit Apartemen yang mereka pesan dan beli itu dariDevelopermaka ketiga orang Pembeli ini kemudian mengirimkan beberapa kali Surat Peringatan atau Somasi kepada pihak Developer bahkan menaruh pengumuman di koran atau surat kabar akan tetapi pihak Developer sama sekali tidak menanggapi Surat Somasi tersebut. Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang mereka buat dengan pihak Developer disebutkan bahwa Pihak Developer akan mengembalikan seluruh uang pembayaran atas unit Apartemen yang dibeli itu tanpa bunga dan potongan – potongan apapun dalam hal jika perjanjian itu dibatalkan. Ketiga pembeli Apartemen ini pun akhirnya memutuskan untuk membatalkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang mereka buat dengan pihak Developer karena mereka menganggap pihakDevelopertelah wanprestasi.

Kemudian mereka meminta uang mereka untuk dikembalikan oleh pihak Developer tanpa bunga dan potongan apapun, karena tidak adanya itikad baik dari pihak Developer untuk mengembalikan seluruh uang pembayaran mereka, maka ketiga pembeli tersebut memasukkan gugatan permohonan Kepailitan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan berlandaskan keyakinan bahwa pihak Developer telah berhutang kepada mereka dikarenakan pihakDevelopertidak mengembalikan seluruh


(25)

uang pembayaran mereka padahal Perjanjian Pengikatan Jual Beli ( PPJB ) antara mereka dengan pihakDevelopertelah batal.

Sebelum kreditor mengajukan permohonan kepailitan terhadap debitor, syarat materiil yang harus dipenuhi oleh kreditor adalah adanya utang yang telah jatuh tempo yang tidak dibayar yang dapat ditagih dan debitor memiliki setidak-tidaknya dua kreditor. Hal ini secara tegas ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, yang menyatakan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.7

Jika dianalisis persyaratan materiil untuk mengajukan perkara kepailitan adalah sangat sederhana, yakni adanya utang yang jatuh tempo yang dapat ditagih dan yang belum dibayar lunas serta memiliki sekurang-kurangnya dua kreditor. Adanya suatu utang akan dibuktikan oleh kreditor bahwa debitor mempunyai utang yang dapat ditagih karena sudah jatuh tempo ataupun karena dimungkinkan oleh perjanjiannya untuk dapat ditagih. Persoalan yuridis mengenai utang dalam proses pembuktian beracara kepailitan adalah utang yang bagaimana yang bisa dikategorikan utang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan tersebut.8

7

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

8

M. Hadi Shubhan,Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 88.


(26)

Menurut ketentuan hukum kepailitan tentang utang yang terdapat di dalam Pasal 1 angka (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, yaitu Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.9

Penjabaran definisi utang dalam Undang Undang Kepailitan 2004 ini merupakan perbaikan yang cukup signifikan dari Undang-Undang Kepailitan sebelumnya. Pada Undang-Undang Kepailitan sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 junctoPeraturan Kepailitan tidak dijelaskan mengenai batasan utang tersebut. Ketiadaan definisi utang ini memberikan peluang bagi kreditor untuk dapat memperoleh tagihannya kepada debitor dengan mempergunakan hukum kepailitan. Hal ini terlihat pada kecendrungan dunia usaha untuk mengkontruksikan sengketa-sengketa niaga yang berkaitan dengan kepailitan dan PKPU, bukan lagi sebagai wanprestasi (dalam konteks ketentuan Pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata), maupun perbuatan melawan hukum (on rechtmatigedaadex Pasal 1365 KUHPerdata) melainkan dipaksa mendalilkannya dengan utang yang telah jatuh tempo dan dapat

9

Pasal 1 angka (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(27)

ditagih, untuk kemudian diajukan proses pailit, dalam hal ini permohonan kepailitan dirasakan sebagai direkayasa.10

Setelah keluarnya UU No. 4 Tahun 1998, hampir semua hubungan keperdataan yang dahulu diselesaikan melalui Pengadilan Negeri sekarang mulai dikonstruksikan sebagai perkara tidak terpenuhinya suatu tagihan (utang) dan diajukan ke Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga telah dianggap sebagai senjata pamungkas untuk mengatasi berbagai permasalahan berupa kemacetan dan kerumitan proses peradilan di pengadilan negeri serta pelbagai masalah perekonomian nasional.11

Sejak September tahun 1998 sampai dengan tahun 2004, kasus-kasus kepailitan yang diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat bukanlah murni hanya berupa debitor yang tidak membayar utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih serta memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor, tetapi perkaranya lebih rumit dan lebih bervariasi antara lain berupa penerbitan surat berharga promissory note, obligasi, surat sanggup, pemberian modal kerja, kontrak kerja, kredit modal kerja, pemberian jaminan baikpersonal guarantymaupuncorporate guaranty, purchasing order, kartu kredit, penerbitan L/C, kredit pembiayaan, sewa menyewa, anjak piutang, pinjaman sindikasi, perjanjian keagenan, factoring, penerbitan surat sanggup, perjanjian

10

Sunarmi,Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta : PT. Sofmedia, 2010), hlm. 291.

11


(28)

asuransi, perjanjian jual beli. Dalam penerapannya beberapa hal diatas tidak dianggap sebagai utang.12

Demikian pula sejalan dengan kemajuan pembangunan ekonomi di Indonesia membawa perubahan terhadap pelaku-pelaku ekonomi yang semula di dominasi oleh pedagang-pedagang kecil berupa pemilik-pemilik toko dan perusahaan-perusahaan perorangan kini berubah menjadi perusahaan-perusahaan besar yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) bahkan perusahaan-perusahaan dalam bentuk Holding Company. Perubahan pelaku bisnis ini juga membawa konsekuensi terhadap pemohon dan termohon kepailitan.13

Bervariasinya kegiatan pelaku usaha juga mempengaruhi jenis utang yang dilakukan oleh debitor. Dari permohonan kepailitan yang diajukan ke Pengadilan Niaga diketahui bahwa jenis utang bukan hanya dilakukan dalam bentuk utang pokok dan bunganya tetapi lebih luas dan bervariasi.

Satu kelompok menyatakan bahwa utang disini berarti utang yang timbul dari perjanjian utang piutang yang berupa sejumlah uang. Kelompok ini menginterpretasikan utang dalam arti sempit, sehingga tidak mencakup prestasi yang timbul sebagai akibat adanya perjanjian di luar perjanjian utang piutang.14

Sedangkan sebagian kelompok berpendapat bahwa yang dimaksud utang dalam Pasal 1 UUK adalah prestasi yang harus dibayar yang timbul sebagai akibat perikatan. Utang disini dalam arti yang luas. Istilah utang tersebut menunjuk pada

12

Ibid.,

13

Ibid. ,

14


(29)

hukum kewajiban hukum perdata. Kewajiban atau utang dapat timbul baik dari kontrak atau dari Undang-Undang ( Pasal 1233 KUHPerdata). Prestasi tersebut terdiri dari memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.15

Dari kedua pendapat tersebut mengenai utang, maka yang tepat adalah kelompok pendapat yang menyatakan bahwa utang dalam arti luas, karena Undang-Undang Kepailitan merupakan penjabaran lebih khusus dari KUH Perdata, maka utang dalam UUK adalah prestasi sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. Dan juga berkaitan dengan prinsip debt pooling, dimana kepailitan merupakan sarana untuk melakukan distribusi aset terhadap para kreditornya dan kreditor dalam hal tidak berkaitan khusus dengan perjanjian utang piutang uang saja melainkan dalam konteks perikatan.16

Utang dalam kaitan dengan perikatan bisa timbul karena perjanjian dan bisa pula timbul karena Undang-Undang. Utang dalam perikatan yang timbul karena Undang-Undang bisa timbul dari Undang-Undang saja dan bisa pula timbul dari Undang sebagai akibat perbuatan orang. Perikatan yang lahir dari Undang-Undang sebagai akibat perbuatan orang bisa berupa perbuatan yang sesuai dengan Undang-Undang bisa pula perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad).17

Jerry Hoff juga berpendapat bahwa definisi utang adalah utang dalam arti luas yang merujuk pada KUH Perdata Pasal 1233, lebih lanjut dikatakan :

15

Ibid. ,

16

Ibid.,hal 90. 17


(30)

Obligation or debts can arise either out of contract or out of law (article 1233 CC). There are obligation to give something, or obligation to do or not to do something (article 1234 CC). The creditor is entitled to the performance of the obligation by the debtor. The debtor is obliged to perform. Some examples of obligations which arise out of contract are :

The obligation of a borrower to pay interest and to repay the principal of the loan to a lender ;

The obligation of a seller to deliver a car to a purchaser pursuant to a sale and purchase agreement ;

The obligation of a builder to construct a house and to deliver it to purchaser ;

The obligation of a guarantor to guarantee to a lender the repayment of a loan by a borrower.

From the debtor’s perspective these obligations are his debts. From the creditor’s perspective, these obligations are his claim.18

Dalam Peraturan Kepailitan (FV) pun menganut konsep utang dalam arti luas. Siti Soemarti Hartono menyatakan bahwa dalam yurisprudensi ternyata bahwa membayar tidak selalu berarti menyerahkan sejumlah uang. Menurut putusan H. R. 3 Juni 1921, membayar berarti memenuhi suatu perikatan, ini dapat diperuntukkan untuk memyerahkan barang-barang.19

Karena itulah kemudian lahir revisi Undang-Undang Kepailitan No. 4 tahun 1998, yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dimana utang didefinisikan dalam arti luas yang berarti telah pararel dengan konsep KUH Perdata.

Akan tetapi sampai sekarang masih banyak perdebatan yang muncul mengenai definisi yang jelas tentang utang serta jumlah minimum utang untuk mengajukan

18

Jerry Hoff,Indonesian Bankruptcy Law, (Jakarta : Tatanusa, 1999), hlm. 11. 19

Siti Soemarti Hartono,Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1993, hal 8.


(31)

permohonan pailit. Sehingga terdapat dua interpretasi baik dari kalangan akademisi maupun praktisi mengenai utang.

Akibatnya dalam praktek pengertian utang telah diartikan secara sempit dan luas. Hakim memberikan penafsiran utang yang berbeda baik di Pengadilan Niaga maupun pada tingkat kasasi.

Perbedaan penafsiran tentang pengertian utang ini dapat menimbulkan akibat berupa perbedaan keputusan hakim yaitu apakah permohonan pernyataan pailit akan dikabulkan, ditolak ataukah tidak dapat diterima. Selain itu juga perbedaan penafsiran tentang utang berakibat terhadap kewenangan pengadilan untuk mengadili, apakah perkara yang sedang diperiksa itu termasuk dalam kewenangan Pengadilan Negeri ataukah Pengadilan Niaga.

Seperti yang terjadi kepada Permohonan pailit dari ketiga pembeli Apartemen Graha Setia Budi yang telah disebutkan diatas. Permohonan pailit yang mereka ajukan mengacu kepada definisi utang dalam arti luas. Berlandaskan ketentuan hukum kepailitan tentang utang yang terdapat di dalam Pasal 1 angka (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, yaitu Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib


(32)

dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.20

Utang yang dimaksud oleh ketiga pembeli Apartemen ini adalah kewajiban Developer untuk mengembalikan uang mereka. Permohonan pailit yang diajukan ketiga pembeli Apartemen ini terhadap pihak Developer yang telah wanprestasi dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat akan tetapi ketika pihakDeveloper mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung dalam amar putusannya menyatakan menolak gugatan atau permohonan pailit ketiga pembeli Apartemen tersebut.

Berangkat dari putusan Mahkamah Agung yang menolak Permohonan Pailit itulah, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Permohonan Pailit AtasDeveloperdalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/Pdt. Sus/2012 Tanggal 12 Juni 2012)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka ada beberapa hal yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah para konsumen Apartemen boleh mengajukan Permohonan Pailit terhadap DeveloperPT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga ?

20

Pasal 1 angka (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(33)

2. Apakah yang menyebabkan PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadapDeveloper?

3. Bagaimana analisis hukum terhadap kasus permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengajuan Permohonan Pailit para konsumen Apartemen terhadap DeveloperPT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga. 2. Untuk mengetahui faktor penyebab PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk

ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadapDeveloper

3. Untuk mengetahui analisis hukum terhadap permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen.

D. Manfaat Penelitian 1. Dari segi teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbangan saran untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan awal maupun sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas yang berhubungan dengan bidang ilmu Hukum Kepailitan.


(34)

2. Dari segi praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak yang terkait dalam kasus-kasus Kepailitan khususnya Kepailitan yang ditimbulkan dari adanya wanprestasi Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen.

E. Keaslian Penelitian

Menurut data yang ada dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, pembahasan mengenai “Analisa Hukum Terhadap Gugatan Pailit Atas Developer Yang Telah Dinyatakan Wanprestasi Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/Pdt. Sus/2012 Tanggal 12 Juni 2012)”, belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya.

Namun penulis ada menemukan beberapa tesis yang menyangkut masalah Kepailitan ataupun tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli , akan tetapi permasalahan dan bidang kajiannya sangat berbeda, yaitu:

1. Tesis atas nama, Andreas Timothy, NIM : 027011003, dengan judul “Tinjauan Yuridis Tentang Kasus Permohonan Pernyataan Pailit PT. Bank IFI Terhadap PT. Bank Danamon Indonesia ”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu :


(35)

a. Bagaimanakah ketentuan hukum mengatur proses permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh PT. Bank IFI terhadap PT. Bank Danamon Indonesia Tbk ?

b. Apakah ketentuan dan mekanisme yang ditetapkan di dalam Undang – Undang Kepailitan dapat berjalan efektif dan sudah tepat untuk diterapkan bagi bank ?

2. Tesis atas nama, Belinda, NIM : 077011009, dengan judul “ Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Debitur Terhadap Kreditur Pemegang Hak Tanggungan ”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu :

a. Bagaimana ketentuan hukum pelaksanaan kepailitan kreditur terhadap debitur ?

b. Bagaimana kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan dalam keputusan kepailitan ?

c. Bagaimana akibat hukum kepailitan debitur terhadap kreditur pemegang hak tanggungan dalam eksekusi hak tanggungan ?

3. Tesis atas nama, Henny Saida Flora, NIM: 037011032, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah Melalui Pengembang (Studi di kota Medan) ”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu :

a. Apakah dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat oleh pengembang telah memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen ?


(36)

b. Bagaimana tanggung jawab pengembang apabila konsumen dirugikan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut ?

c. Bagaimana sikap konsumen terhadap isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang ditawarkan oleh pihak pengembang ?

Jika diperhadapkan, permasalahan yang diteliti sebelumnya sebagaimana disebutkan diatas dengan penelitian yang dilakukan ini sangat berbeda. Maka dari itu, penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keaslian dan kebenarannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta – fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.21

Menurut M. Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang

21

JJJ. Wuisman, Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1996), hlm. 203.


(37)

mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.22

Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengedepankan pengujian dan hasilnya menyangkup ruang lingkup dan fakta yang luas. 23 Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.24

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, oleh karena itu kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami dan menganalisis data yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perUndang-Undangan dan putusan pengadilan.

Sehubungan dengan itu maka teori yang digunakan dalam meneliti adalah Teori Keadilan dan Teori Kepastian Hukum. Berkaitan dengan Teori Keadilan tersebut, maka Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harus sejalan dengan tujuan pembangunan hukum, yaitu dapat melindungi kreditor serta para pihak yang merasa dirugikan. Hal tersebut sebagaimana teori etis yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan hukum, yang dikutip dari Van Apeldoorn bahwa hukum semata-mata bertujuan untuk mewujudkan keadilan.25

Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya. Keadilan tidak boleh dipandang sebagai penyamarataan. ”Keadilan bukan berarti

22

M. Solly Lubis ,Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 80. 23

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986), hlm. 126.

24

Ibid.,hlm. 6. 25


(38)

bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama”.26

Hukum yang tidak adil dan tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam, tidak dapat disebut sebagai hukum, tetapi hukum yang menyimpang. Keadilan yang demikian ini dinamakan keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya. Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan melainkan sesuai/sebanding.

Teori Kepastian Hukum juga digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian tesis ini untuk menemukan jawaban atas beberapa pertanyaan yang tidak terjawab dengan pendekatan hukum kepailitan Indonesia. Teori kepastian hukum yang dikemukakan Aristoteles bahwa ‘hukum harus membuat Allgemeine Rechtslehre (Peraturan/ketentuan umum),’ Dimana peraturan/ketentuan umum ini diperlukan masyarakat demi kepastian hukum. “Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam mayarakat. ”

Karena keadilan tersebut harus memberikan kepastian hukum dan untuk mencapainya harus memiliki itikad baik karena salah satu tujuan hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia, karena meniadakan keadilan berarti menyamakan hukum dengan kekuasaan. Kepastian hukum merupakan perlindunganyustisebelterhadap tindakan sewenang-wenang, masyarakat

26


(39)

mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum. ”27

Sebelum bangunan apartemen selesai dibangun, biasanya pihak Developer mengadakan kegiatan yang disebut pemasaran pendahuluan dengan membuat satu atau beberapa unit percontohan,kemudian pendaftaran pemesanan. Untuk menjamin hak para pihak maka dibuatlah suatu perjanjian yang akan menimbulkan suatu perikatan diantara para pihak yang membuatnya. Perikatan pendahuluan atau perikatan jual beli ini dikenal dengan sebutan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”).

Lebih lanjut, dasar hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengikatan jual beli adalah Pasal 1457 KUHPerdata yang menyebutkan “jual beli adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah ditetapkan”.

Perjanjian jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang lazim ditemukan dalam praktek Notaris. Dalam KUHPerdata sendiri sebenarnya tidak pernah mengenal bentuk perjanjian ini akan tetapi perjanjian ini timbul dalam praktek para Notaris sebagai salah satu bentuk dari perjanjian tak bernama.

Adapun pengertian jual beli yang dimaksud dalam Pasal 1457 KUHPerdata apabila dikaitkan dengan jual beli rumah susun atau dalam hal ini apartemen adalah bahwa jual beli rumah susun atau apartemen merupakan sesuatu perjanjian dengan

27

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 2003),


(40)

mana penjual, yaituDeveloper mengikat dirinya untuk menyerahkan hak atas rumah susun atau apartemen yang bersangkutan kepada pembeli dan pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual atau Developer sesuai dengan harga yang telah disetujui.28

Hal ini karena suatu hubungan hukum dalam lalu lintas hukum khususnya hukum perjanjian setidak-tidaknya melibatkan 2 (dua) pihak yang terikat oleh hubungan tersebut, yaitu kreditor dan debitor. ”Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang lahir dari hubungan hukum itu berupa prestasi dan kontra prestasi yang dapat berbentuk memberi, berbuat, dan tidak berbuat sesuatu”.29

Apabila seorang debitur (dalam hal ini Developer), mengabaikan atau mengalpakan kewajiban dan karena itu ia melakukan cacat prestasi, maka krediturnya dapat menuntut :

a. Pemenuhan prestasi;

b. Ganti rugi pengganti kedua-duanya ditambahkan dengan kemungkinan penggantian kerugian selanjutnya. Jika menghadapi suatu persetujuan timbal balik, maka sebagai gantinya kreditur dapat menuntut :

c. Pembatalan persetujuan plus ganti rugi.30

Inilah yang terjadi pada kasus kepailitan antaraDeveloper Apartemen dengan konsumennya. Ketika Developer dalam hal ini gagal untuk melakukan penyerahan

28

R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,

(Bandung : Sumur, 1974), hlm. 13. 29

Roberto Mangabeira Unger,Gerakan Studi Hukum Kritis, Jakarta: Lembaga Studi Advokasi Masyarakat, 1999, hlm. 54.

30


(41)

unit Apartemen yang telah dipesan dan dibayar secara angsuran oleh konsumen atau pembeli, makaDeveloper dinyatakan telah melakukan wanprestasi. Atas dasar itulah para pembeli apartemen ini membatalkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara mereka dengan pihakDeveloper. Pembeli meminta seluruh uang pembayaran mereka dikembalikan.

Akan tetapi pihak Developer tidak menunjukkan itikad baiknya untuk mengembalikan uang pembayaran mereka. Para pembeli atau konsumen apartemen ini pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga untuk memohonkan pailit si Developer tersebut. Pengadilan Niaga pada akhirnya memang mengabulkan permohonan para pembeli apartemen yang merasa dirugikan ini.

Namun ketika pihak Developer mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, majelis hakim Mahkamah Agung mengabulkan pembelaan dan permohonan kasasi pihak Developer. Artinya Mahkamah Agung dalam amar putusannya menolak gugatan atau permohonan para pembeli untuk mempailitkan Developer yang wanprestasi tersebut.

Mahkamah Agung berdasarkan bukti-bukti yang ada berpandangan bahwa hubungan hukum antara para Pembeli danDeveloperApartemen adalah masih berupa hubungan perikatan Jual-Beli belum merupakan perjanjian jual beli. Jadi menurut Mahkamah Agung tidak terbukti telah terjadinya suatu perjanjian utang-piutang antara Pembeli Apartemen dengan pihakDeveloper.

Inilah yang menarik untuk dicermati, dalam Pasal 1 angka (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, menyatakan bahwa utang adalah kewajiban yang


(42)

dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.31

Para pembeli Apartemen ini menganggap kewajiban Developer untuk mengembalikan uang mereka adalah hutang. Mereka menuntut pengembalian uang pembayaran yang mereka telah bayarkan secara angsuran untuk satuan unit apartemen yang mereka telah pesan dariDeveloper.

Perbedaan penafsiran tentang pengertian utang ini dapat menimbulkan akibat berupa perbedaan keputusan hakim yaitu apakah permohonan pernyataan pailit akan dikabulkan, ditolak ataukah tidak dapat diterima. Selain itu juga perbedaan penafsiran tentang utang berakibat terhadap kewenangan pengadilan untuk mengadili, apakah perkara yang sedang diperiksa itu termasuk dalam kewenangan Pengadilan Negeri ataukah Pengadilan Niaga.

Sutan Remy Syahdeini menyebutkan bahwa ketiadaan pengertian atau definisi yang diberikan secara jelas mengenai apa yang dimaksudkan dengan utang dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

1. Menimbulkan ketidak pastian hukum, karena dapat menimbulkan selisih pendapat mengenai hal-hal sebagai berikut :

31

Pasal 1 angka (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(43)

a. Apakah “setiap kewajiban seseorang atau badan hukum untuk membayar sejumlah uang sekalipun kewajiban tersebut tidak timbul dari perjanjian utang piutang/pinjam meminjam uang dapat diklasifikasikan sebagai utang menurut UUKepailitan? Dengan kata lain, apakah hanya kewajiban membayar sejumlah utang yang timbul dari perjanjian utang piutang saja yang dapat diklasifikasikan sebagai utang, ataukah termasuk pula setiap kewajiban itu karena alas hak (rechts title)apapun juga, baik yang timbul dari perjanjian apapun maupun yang timbul dari Undang-Undang ?.

b. Apakah kewajiban untuk melakukan sesuatu sekalipun tidak merupakan kewajiban untuk membayar sejumlah uang, tetapi tidak dipenuhinya kewajiban itu dapat menimbulkan kerugian uang bagi pihak kepada siapa kewajiban itu harus dipenuhi, dapat pula diklasifikasikan sebagai utang menurut UU Kepailitan.

c. Apakah setiap kewajiban untuk memberikan sesuatu, atau untuk melakukan sesuatu, atau untuk tidak melakukan sesuatu, yaitu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1234 KUHPerdata, sekalipun tidak telah menimbulkan kerugian dapat pula dikalsifikasikan sebagai utang sebagaimana dimaksud dalam UU Kepailitan ?.

2. Mengingat integritas pengadilan yang belum baik pada saat ini, dapat memberikan peluang bagi praktek-praktek korupsi dan kolusi oleh hakim dan pengacara. Apa yang dikhawatirkan mengenai kemungkinan terjadinya selisih pendapat mengenai pengertian utang yang dimaksud dalam UU Kepailitan itu


(44)

ternyata memang telah terjadi. Hal itu terdapat dalam berbagai putusan pengadilan.32

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.33

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut denganoperational definition.34

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.35 Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

a. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.36

32

Sutan Remy Syahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm. 90 - 91.

33

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 122.

34

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 10.

35

Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan PPs-USU, 2002, Hal. 35.

36

Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(45)

b. Permohonan Pailit adalah suatu permohonan yang diajukan untuk menyatakan debitur dalam keadaan pailit, permohonan pailit ini bisa diajukan oleh Debitor, Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, serta Menteri keuangan.

c. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.37

d. Pengadilan Niaga adalah Peradilan khusus yang merupakan bagian dari peradilan umum dan mempunyai kompetensi untuk memeriksa perkara kepailitan dan penundaan pembayaran, serta perkara-perkara lainnya di bidang perniagaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

e. Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dari pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.38

f. Perjanjian Pengikatan Jual Beli adalah perjanjian pendahuluan yaitu suatu perjanjian dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk terjadinya suatu

37

Pasal 1 angka 6 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

38

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta :


(46)

perjanjian baru atau perjanjian pokok yang merupakan tujuan dari para pihak tersebut.

g. Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya janji, baik karena disengaja maupun tidak disengaja atau sama sekali tidak memenuhi prestasi, prestasi yang dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi dan melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.39

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.40

Sifat dalam penelitian tesis ini adalah termasuk deskriptif analitis. Deskriptif artinya yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum serta menggambarkan keadaan objek atau masalahnya secara jelas, runtut, dan sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah hukum tersebut. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin.

39

Ahmad Miru,Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 74.

40


(47)

2. Spesifikasi dan Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian hukum yang digunakan dalam tesis ini adalahdeskriptif yuridis, yaitu suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.41

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).42

Dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perUndang-Undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.43

3. Bahan Penelitian

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yaitu bahan pustaka merupakan data dasar dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder seperti :

41

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hal 38.

42

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal 34.

43

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,


(48)

a. Bahan hukum primer yakni adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer bersumber dari :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

2. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang kepailitan.

4. Putusan Pengadilan Niaga No.10/Pailit/2012/PN. NIAGA. JKT. PST. 5. Putusan Mahkamah Agung No.331 K/PDT. SUS/2012.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek penelitian ini yaitu mengenai Kepailitan.

c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan jurnal-jurnal atau karya-karya ilmiah.


(49)

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research), yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan serta membaca, mempelajari dan menganalisis bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier berupa literatur/buku-buku, peraturan PerUndang-Undangan, perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penulisan tesis.44

5. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah, atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang telah dikuasainya.45

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.

44

Ibid. ,Hal. 39. 45


(50)

Analisis data terhadap data primer dan data sekunder dilakukan setelah diadakannya terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokkan, pengolahan dan dievaluasi sehingga diketahui validitasnya. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode deduktif untuk dapat memberikan gambaran secara jelas dan sekaligus diarahkan untuk menjadi jawaban atas permasalahan yang ada.


(51)

BAB II

PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT PARA KONSUMEN APARTEMEN TERHADAPDEVELOPERPT. GRAHA PERMATA PROPERINDO KE

PENGADILAN NIAGA

A. Prosedur Pengajuan Permohonan Pailit 1. Pengertian Kepailitan

Secara etimologi, istilah kepailitan berasal dari kata pailit.Selanjutnya istilah pailit berasal dari kata Belandafailletyang mempunyai arti kata ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Istilah faillet sendiri berasal dari Perancis yaitu Faillete yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran, sedangkan orang yang mogok atau berhenti membayar dalam bahasa Perancis disebut Le failli. Kata kerja failir berarti gagal; dalam bahasa Inggris dikenal dengan katato failyang mempunyai arti sama dalam bahasa latin yaitufailure. Di negara-negara yang berbahasa Inggris untuk pengertian pailit dan kepailitan mempergunakan istilah-istilah bankrupt dan bankruptcy.46

Apabila dilihat dari segi tata bahasanya kata pailit merupakan kata sifat yang ditambah imbuhan ke-an, sehingga mempunyai fungsi membedakan. Kata dasar pailit ditambah imbuhan ke-an menjadi kepailitan. Jadi secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Di samping itu istilah pailit sudah acap atau terbiasa dipergunakan dalam masyarakat, sehingga istilah tersebut tidak asing

46Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso,Pengantar Hukum Kepailitan Di Indonesia, ( Jakarta : Rineka Cipta, 1994), hlm 18.


(52)

lagi bagi masyarakat. Dalam Black’s Law Dictionary pengertian pailit ataubankrupt adalah :

“The state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due. The term includes a person against whom an involuntary petition has been filled, or who has filled a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt .47

Jika membaca pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut, dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seseorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (diluar debitor), suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan.Maksud dari pengajuan permohonan tersebut adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan azas “publisitas”.48

Dalam Undang-Undang kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, Pasal 1 butir 1 menyebutkan definisi dari kepailitan yaitu :

“Sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

Diantara beberapa sarjana ditemukan adanya pendapat yang berbeda tentang pengertian kepailitan. Kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan

47Ahmad Yani & Gunawan Widjaja,Seri Hukum Bisnis Kepailitan,Op. Cit., hlm. 11. 48Ibid., hlm. 11-12.


(53)

pembayaran semua piutang secara adil. Adapula yang menyebutkan bahwa kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitor untuk kepentingan seluruh kreditornya bersama-sama, yang pada waktu kreditor dinyatakan pailit mempunyai piutang dan untuk jumlah piutang yang masing-masing kreditor miliki pada saat itu.

Menurut M. Hadi Shubhan pailit merupakan suatu keadaan dimana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dan usaha debitor yang telah mengalami kemunduran.Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh hutang debitor pailit tersebut secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kredit.49

Sedangkan Munir Fuady menyatakan bahwa yang dimaksud pailit atau bangkrut itu adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta Debitor agar dicapainya

49

M. Hadi Shubhan,Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma Dan Praktik Di Pengadilan,Op. Cit, hlm. 1.


(54)

perdamaian antara Debitor dan para Kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para Kreditor.50

Pendapat lain menyatakan Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.51

Berdasarkan beberapa definisi atau pengertian yang diberikan oleh beberapa sarjana tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kepailitan mempunyai unsur-unsur :

1. Adanya sita dan eksekusi atas seluruh kekayaan debitor. 2. Sita itu semata-mata mengenai harta kekayaan.

3. Sita dan eksekusi tersebut untuk kepentingan para kreditornya secara bersama-sama.

2. Persyaratan Mengajukan Kepailitan

Dalam mengajukan permohonan kepailitan tidaklah sedemikian mudahnya, harus ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Bila tidak, maka semua orang dapat dengan mudahnya mengajukan permohonan pailit.

50Fuady Munir,Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Citra Aditya, 2005), hlm.1. 51

J. Djohansah. “ Pengadilan Niaga” di dalam Rudy Lontoh (Ed.),Penyelesaian Utang Melalui Pailitatau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,(Bandung : Alumni, 2001), hlm. 23


(55)

Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 menyebutkan bahwa suatu pernyataan pailit dapat diajukan, jika syarat – syarat pernyataan kepailitan tersebut dibawah ini telah terpenuhi :

1. Debitor tersebut mempunyai paling sedikit dua kreditor (concursus creditorum).

Hal ini merupakan persyaratan sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Nomor 37 Tahun 2004, yang merupakan realisasi dari ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”.

Dari ketentuan Pasal 1132 tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya setiap kebendaan yang merupaka harta kekayaan seseorang harus di bagi secara adil kepada setiap orang yang berhak atas pemenuhan perikatan individu ini, yang disebut dengan nama kreditor.Yang dimaksud dengan adil disini adalah bahwa harta kekayaan tersebut harus dibagi secara :

a. Pari passu, dengan pengertian bahwa harta kekayaan tersebut harus dibagikan secara bersama-sama diantara para kreditornya tersebut.


(56)

b. Prorata, sesuai dengan besarnya imbangan piutang masing-masing kreditor terhadap utang debitor secara keseluruhan.

Jika hanya ada satu Kreditor, walaupan banyak tagihannya, bukan jalan proses kepailitan terhadap Debitor yang harus ditempuh, tetapi gugatan biasa, dengan atau tanpa sitaan serta eksekusi biasa yang spesifik terhadap Debitor. Jadi yang dititik beratkan dalam kepailitan bukan berapa banyak piutang/tagihan yang dipunyai satu Kreditor terhadap satu Debitor, tetapi berapa banyak jumlah Kreditur dari Debitor yang bersangkutan.

Dan juga Apabila debitor hanya memiliki satu kreditor, maka eksistensi dari Undang – Undang Kepailitan dan PKPU kehilanganraison d’eternya, yaitu berkaitan dengan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan jaminan utangnya tidak perlu diatur, mengenai pembagian hasil penjualan harta kekayaan pastilah merupakan sumber satu-satunya pelunasan bagi kreditor satu-satunya tersebut, tidak akan ada perlombaan dan perebutan harta kekayaan debitor karena hanya ada satu orang kreditor saja.

Menurut Sutan Remy harus dibedakan antara pengertian kreditor dalam kalimat“...mempunyai dua atau lebih kreditor...”dan kreditor dalam kalimat“...atas permintaan seorang kreditor atau lebih kreditornya...”yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Kepailitan dan PKPU. Kalimat yang pertama adalah untuk mensyaratkan bahwa debitor tidak hanya mempunyai utang kepada satu kreditor saja.

Dengan demikian, pengertian kreditor disini adalah menunjuk pada sembarang kreditor, yaitu baik kreditor konkuren maupun kreditor preferen. Yang


(57)

ditekankan disini adalah bahwa keuangan debitor bukan bebas dari utang, tetapi memikul beban kewajiban membayar utang-utang.52

Sedangkan yang dimaksud kalimat kedua adalah untuk menentukan bahwa permohonan pailit dapat diajukan bukan saja oleh debitor sendiri tetapi juga oleh kreditor. Kreditor yang dimaksud disini adalah kreditor konkuren. Timbul pertanyaan mengapa harus kreditor konkuren adalah karena seorang kreditor preferen atau separatis pemegang hak-hak jaminan tidak mempunyai kepentingan untuk diberi hak mengajukan permohonan pernyataan pailit mengingat kreditor separatis telah terjamin sumber perlunasan tagihannya, yaitu dari barang agunan yang telah dibebani dengan hak jaminan.53

2. Syarat kedua Debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu atau jatuh tempo dan dapat ditagih.

Jadi keadaan Debitor adalah dalam keadaan insolvensi yaitu tak mampu lagi membayar utangnya; dan “utang tersebut telah jatuh waktunya”, berarti hal ini menyangkut soalingebreke stelling(penagihan).

“ Penagihan” disini diartikan suatu pemberitahuan oleh pihak Kreditor bahwa pihak Kreditor ingin supaya Debitor melaksanakan janjinya, yaitu dengan segera atau pada suatu waktu yang disebut dalam pemberitahuan itu. Faktor “waktu” adalah penting dalam hal perjanjian, terutama dikalangan bisnis. Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa dalam suatu perjanjian kedua belah pihak

52

Sutan Remy Syahdeini,Op.Cit.,hlm. 66. 53Ibid., hlm. 67.


(58)

ada keinginan supaya selekas mungkin tujuan dari perjanjian terlaksana, yaitu pihak Kreditor supaya lekas merasakan kenikmatan yang terletak pada pelaksanaan janji, sedang pihak Debitor supaya lekas terlepas dari suatu ikatan, yang dampaknya akan sedikit menekan jiwanya.54

3. Mekanisme Pengajuan Permohonan Pailit

Kepailitan pada hakekatnya akan menyangkut status hukum dari subjek hukum yang bersangkutan (baik subjek hukum pribadi maupun subjek hukum badan hukum/bukan badan hukum) maka harus mengikuti syarat dan prosedur tertentu sehingga dapat dinyatakan pailit dengan berdasarkan suatu keputusan Hakim.

Berdasarkan Pasal 6 dan pasal 7 UUK & PKPU No. 37 Tahun 2004 Mekanisme mengajukan permohonan pailit pada Pengadilan Niaga adalah sebagai berikut:

a. Surat permohonan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga (Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004);

b. Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitor sendiri atau oleh kreditor, dilakukan oleh seorang Advokat (Pasal 7 ayat (1) Undang - Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004);


(59)

c. Panitera mendaftar permohonan pernyataan pailit tersebut pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan (Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004);

d. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit tersebut kepada Ketua Pengadilan Niaga paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004);

e. Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari permohonan tersebut dan menetapkan hari sidang (Pasal 6 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004);

f. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 6 ayat (6) Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004);

g. Persidangan terhadap permohonan kepailitan itu dapat ditunda paling lambat 25 hari apabila ada permohonan dari debitor dan adanya alas an-alasan yang cukup mendasar. Pada siding itulah hakim akan mendengar keterangan pemohon, termohon, saksi-saksi dan memeriksa alat-alat bukti yang relevan (Pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004);

h. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaaan Pembayaran di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1991.

Apeldoorn, L. J. Van.Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2001. Badrulzaman, Mariam Darus.Aneka Hukum Bisnis,PT. Alumni, Bandung, 2005. ________________________.,Kompilasi Hukum Perikatan, cet. 1, PT. Citra Aditya

Bhakti, Bandung, 2001.

________________________., Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Adityabakti, Bandung, 1991.

________________________., Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fiducia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.

Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Djohansah, J. “ Pengadilan Niaga” di dalam Rudy Lontoh (Ed).,Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001.

Djohansjah, J. dalam Emmy Yuhassarie (ed), Undang-Undang Kepailitan Dan Perkembangannya, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2004.

Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Fuady, Munir. Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

________________,Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.


(2)

_______, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Hasan, Djuhaendah.Lembaga Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Harahap, M. Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.

Hartono, Siti Soemarti. Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1993.

Hoff, Jerry. Indonesian Bankruptcy Law, Tatanusa, Jakarta, 1999.

Irawan, Bagus. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan;Perusahaan; dan Asuransi, PT. Alumni, Bandung, 2007.

Kartono. Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Pradnya Paramita, Jakarta, 1999.

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin,Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000.

Lubis, M. Solly.Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994. Mahadi.Falsafah Hukum: Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2003.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta 2003.

Miru, Ahmad. Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.

Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.

Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan,PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2004.

________________________., PedomanMenangani Perkara Kepailitan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.


(3)

Muhammad, Abdulkadir.Hukum Perikatan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990. Patrik, Purwahid. Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian Dan Dari Undang-Undang), CV. Mandar Maju, Bandung, 1994. Perangin, Effendi. Praktek Penggunaan Tanah sebagai Jaminan Kredit, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Purwosutjipto, HMN. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Jilid 8, Djambatan, Jakarta, 1992.

Prodjohamidjojo, Martiman.Proses Kepailitan, Mandar Maju, Bandung, 1999. Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka,

Jakarta, 1995.

Prodjodikoro, R. Wiryono. Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,Sumur, Bandung, 1974.

________________________.,Azas-Azas Hukum Perdata, P.T.Bale, Bandung, 1986. Radjagukuguk, Erman. “Latar Belakang dan Ruang Lingkup Undang-Undang Nomor

4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan”, di dalam Ruddhy Lontoh (Ed)., Penyelesaian Utang Piutang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ,Alumni, Bandung, 2001.

Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 1995.

_______, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.

_______, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Syahrani, Riduan. Seluk Beluk dan Asas – Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1992.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.


(4)

________________, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986.

Suyudi, Aria dan Erjanto Nugroho dan Herni Sri Nurbayani, Analisis Hukum Kepailitan Indonesia di Negeri Pailit, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2004.

Suyudi, Aria dkk,Kepailitan Di Negeri Pailit, Dimensi, Jakarta, 2004.

Shubhan, M. Hadi. Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana, Jakarta, 2008.

Siregar, Mustafa. Pengantar Beberapa Pengertian Hukum Perbankan, USU Press, Medan, 1991.

Situmorang, Victor M. dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan Di Indonesia, Rineka Cipta: Jakarta, 1994.

Subekti, R.Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982. Subekti,Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1996.

_______, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1986.

_______,Pokok-Pokok Hukum Perdata,cet. 29, Penerbit Intermasa, Jakarta, 2001. _______, R dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya

Paramita, Jakarta, Cet. -XIV, Tahun 1981.

________________________., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Pradnya Paramita, Jakarta, 2001.

Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, PT. Sofmedia, Jakarta, 2010.

Suherman, E.Faillissement (Kefailitan), Binacipta, Bandung, 1988. Suyatno, Thomas.Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta, 1991.


(5)

Supadmo, Djoko. Seri-B Bagian Pertama Ketentuan-ketentuan dan Komentar Mengenai Jual Beli, Tukar Menukar, Sewa Menyewa, Dalam Praktek Teknik Pembuatan Akta,Bina Ilmu, Surabaya, 1995.

Sunggono, Bambang.Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Sumarto, Parwoto Wignjo. Hukum Kepailitan Selayang Pandang, PT. Tatanusa, 2003.

Syahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan, Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2002.

________________________., Hukum Kepailitan; memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang kepailitan, Grafity, Jakarta, 2009.

________________________., Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993.

________________________., Hak Tanggungan: Azas-Azas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah-Masalah Yang Dihadapi Perbankan, Alumni, Bandung, 1999.

Tengker, F.Hukum Suatu pendekatan Elementer, Penerbit Nova, Bandung, 1993. Usman, Rahmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, 2001.

Unger, Roberto Mangabeira. Gerakan Studi Hukum Kritis, Jakarta: Lembaga Studi Advokasi Masyarakat, 1999.

Winardi,Kamus Ekonomi Inggris-Indonesia, Alumni, Bandung, 1980.

Widjanarto.Hukum Dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1993.

Wuisman, J. J. J. Penyunting M. Hisyam,Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1996.

Yani, Ahmad dan Gumawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis, Kepailitan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.


(6)

________________________., Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.

B. Peraturan Perundang - Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang kepailitan.

C. Jurnal, Artikel (Majalah/Makalah) dan Tesis

Bayanihan, Hortina. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Kepailitan Perusahaan, Mkn, USU, Medan 2010.

Khairandy, Ridwan & Siti Anisah, Perlindungan Yang Seimbang Dalam Undang-Undang kepailitan : Telaah Teoritis Terhadap Para Pihak Yang Berhak Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit, Artikel pada Jurnal Hukum Bisnis, Volume 17/2002, Jakarta.

Kamelo, Tan. Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan PPs-USU, 2002.

Sjahdeini, Sutan Remy. “Pengertian Utang dalam Kepailitan”, Jurnal Hukum Bisnis Vol 17 (Januari 2002).

________________________., Hak Jaminan Dan Kepailitan, Makalah Pembanding Dalam Seminar Sosialisasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Jakarta, 2000.

D. Internet

Kelik Pramudya,Hukum Kepailitan Indonesia, dalam


Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

8 151 149

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

PEMBATALAN PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT OLEH MAHKAMAH AGUNG (Studi Putusan No. 02/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg dan No. 522 K/Pdt.Sus/2012)

0 6 80

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI PT TELEKOMUNIKASI SELULER ATAS PUTUSAN PAILIT PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 704 K/Pdt.Sus/2012).

0 2 16