PERAN MIGRANT CARE DALAM MENDORONG PENYELESAIAN KASUS TENAGA KERJA INDONESIA DI ARAB SAUDI TAHUN 2013-2015 Disusun oleh : Cadika Bonanda Fitriani 20120510017
PERAN MIGRANT CARE DALAM MENDORONG PENYELESAIAN
KASUS TENAGA KERJA INDONESIA DI ARAB SAUDI TAHUN
2013-2015
Disusun oleh :
Cadika Bonanda Fitriani 20120510017
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(2)
i SKRIPSI
PERAN MIGRANT CARE DALAM MENDORONG PENYELESAIAN
KASUS TENAGA KERJA INDONESIA DI ARAB SAUDI TAHUN
2013-2015
Roles of Migrant Care in Resolving Issues of Migrant Workers in Saudi Arabia in 2013 – 2015
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
CADIKA BONANDA FITRIANI 20120510017
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(3)
ii HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini berjudul :
PERAN MIGRANT CARE DALAM MENDORONG PENYELESAIAN KASUS TENAGA KERJA INDONESIA DI ARAB SAUDI TAHUN 2013-2015
Roles of Migrant Care in Resolving Issues of Migrant Workers in Saudi Arabia in 2013 – 2015
Disusunoleh :
CADIKA BONANDA FITRIANI 20120510017
Telahdipertahankan, dinyatakan LULUS dandisahkandihadapan Tim PengujiSkripsi Program StudiIlmuHubunganInternasionalFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitasMuhammadiyah
Yogyakarta, pada :
Hari/Tanggal : Rabu, 21 Desember 2016 Pukul : 08.00 WIB
Tempat : Ruang HI A
TIM PENGUJI KetuaPenguji
Adde Marup Wirasenjaya, S.IP., M.A. 19721017200004133064
RNYATAAN KEASLIAN Penguji I
Sugito, S.IP., M.A. 19770824200210163076
Penguji II
Wahyuni Kartikasari, S.T., S.IP, M.Si 19700616199904163061
(4)
iii SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya Menyatakan bahwa skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun perguruan tinggi lain.
Dalam Skripsi saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnnya dan apabila di kemudian hari terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta, 26 Desember 2016
(5)
iv UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur saya panjatkan atas segala nikmat dan karunia Allah SWT yang telah diberikan kepada saya hingga saat ini.
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, saya persembahkan karya sederhana kepada kedua orangtua saya Bpk Taufiq Andartilak dan Ibu Asri Hayati untuk semua kasih sayang dan doa dan support baik moral ataupun materi dalam mewujudkan mimpi-mimpi saya.
Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing dan mendukung saya dibalik pengerjaan skripsi dan selama menjadi mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
- Dosen Pembimbing Skripsi Bapak Adde Marup Wirasenjaya atas kesabarannya membimbing penulisan mulai dari pemilihan topik, penyusunan proposal hingga skripsi ini selesai.
- Keluarga Besar Sosromiharjo dan Hisyam Kadaresdi.
- Sahabat dan teman-teman yang tidak pernah berhenti memberikan support dengan candaan sampai skripsi ini diuji dalam ujian pendadaran, Mega Oktarina, Sethari Rumatika, Wahyunanda, Fatimah Artayu, Wahyunanda, Zahrina Firstya, Ayub Rohede, Andhina Ratri, Zuhdan Fuad Reisnansyah - Keluarga besar LPPM Nuansa UMY yang menjadi tempat belajar banyak
pengalaman berorganisasi dan relasi yang sangat bermanfaat mulai dari teman seangkatan masuk Mega, Adam, Nashwan, Aul, Dwi, Nanang. Kakak-kakak senior dan juga junior yang nggak kalah hebat. Terutama Divisi Humas
“bersaudara” Nina, Ghany, Awan, Dessi, Dimas, Tyas keep baqoh dan hits ya kalian
- Self Access Center PPB UMY, Lord Uke, Veda, Husnil, Jofi, Ola, Jen, Fitri, Fatah, Una dan semua teman-teman staff serta fasilitator tiada hari tanpa bully-an dari mereka. We don’t tease what we don’t love
- Teman-teman Komunitas 1000 Guru Jogja, tim inti maupun alumni volunteer. Tim Humas dan Publikasi dan khususnya alumni Traveling and Teaching 3
(6)
v KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Migrant
CARE Dalam Mendorong Penyelesaian Kasus TKI di Arab Saudi Tahun 2013-2015”
dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Strata-1 (S1) dari Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan sekaligus sebagai penerapan dari teori–teori yang telah penulis diperoleh selama berada di bangku kuliah. Ucapan terima kasih penulis dedikasikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam proses studi dan penulisan skripsi ini. Tentunya kepada:
1. Bapak Prof Dr. Bambang Cipto, MA, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Bapak Ali Muhammad, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Ibu Dra. Nur Azizah M.Si, selaku Kepala Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Bapak Adde Marup Wirasenjaya, S.IP., M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, serta memberi masukan kepada penulis.
5. Bapak Sugito S. IP., M. A, selaku dosen penguji 1 atas saran dan arahannya mengenai skripsi ini.
6. Ibu Wahyuni Kartikasari, S.T., S.IP., M.Si selaku dosen penguji 2 atas saran dan arahannya mengenai skripsi ini.
Tanpa bantuan dari pihak–pihak terkait, tentunya skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Penulis berharap agar skripsi ini kedepannya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Sekian dan terima kasih.
Yogyakarta, 23 Desember 2016
(7)
vi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
ABSTRAK ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Kerangka Pemikiran ... 6
D. Hipotesis ... 8
E. Jangkauan Penelitian ... 9
F. Metode Pengumpulan Data ... 9
G. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II ISU BURUH MIGRAN DAN MIGRANT CARE ... 11
A. Perkembangan Isu Buruh Migran ... 11
1. Pengiriman TKI Periode Tahun 90-an ... 12
2. Pengiriman TKI Periode Tahun 2000-an ... 13
B. Keterlibatan Non-Government Organization dalam Isu Buruh Migran ... 14
C. Sejarah Migrant CARE ... 16
1. Visi dan Misi Migrant CARE ... 18
2. Program Kerja Migrant CARE ... 19
BAB III PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DI LUAR NEGERI DAN PERMASALAHAN TKI DI LUAR NEGERI ... 22
A. Perlindungan Buruh Migran ... 22
1. Perlindungan Warga Negara Menurut Ketentuan Internasional ... 22
2. Perlindungan Buruh Migran Menurut Perundang-undangan Indonesia ... 26
B. Permasalahan TKI di Luar Negeri ... 30
(8)
vii BAB IV UPAYA MIGRANT CARE DALAM ADVOKASI TENAGA KERJA
INDONESIA DI ARAB SAUDI ... 39
A. Peran Penting Posisi Non-Government Organization dalam Penanganan Isu Buruh Migran ... 40
B. Advokasi dan Mobilisasi Massa Migrant CARE dalam Isu Buruh Migran di Arab Saudi ... 43
C. Kritik Migrant CARE terhadap Pemerintah Indonesia dalam Menangani Isu Buruh Migran ... 52
D. Tantangan yang Harus Dihadapi dalam menyelesaikan Isu Buruh Migran ... 58
BAB V KESIMPULAN ... 61
(9)
viii ABSTRACT
The research focus on the migrant worker issues between Indonesia and Saudi Arabia. The roles of Migrant CARE as Non-Government Organization to resolving and how Migrant CARE give aencouragement to Indonesian Government to take a diplomatic way to Saudi Arabia for protecting Indonesian Migrant Workers. Migrant CARE have an effort of protecting migrant worker by struggling for Human Rights of migrant workers and advocate them by accompaniment and give a legal aid.
Keyword : Migrant CARE, migrant worker issues in Saudi Arabia, advocate, grassroot mobilization.
(10)
(11)
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persoalan migrasi manusia akhir-akhir ini telah mengalami peningkatan yang
signifikan. Seiring dengan adanya arus globalisasi yang mendorong perubahan di
berbagai bidang seperti teknologi, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan
kesejahteraan masyarakat. Sehingga perpindahan manusia lintas-batas negara menjadi
semakin banyak dilakukan.
Alasan pendorong migrasi ada beberapa faktor yaitu faktor ekonomi, dimana
kebutuhan ekonomi manusia tidak terbatas sedangkan minimsnya lapangan pekerjaan
di negara asal kurang mampu memfasilitasi jumlah penduduk yang ada. Selain itu,
ada juga faktor sosial dan budaya yang tidak kalah penting. Keadaan sosial dan
budaya yang tidak jauh berbeda antara negara tujuan dengan negara asal akan lebih
menarik bagi para imigran. Sebab hal ini membuat imigran tidak terlalu sulit dalam
beradaptasi dengan lingkungan baru. Misalnya saja Malaysia yang memiliki bahasa
dan budaya yang tidak jauh berbeda dengan Indonesia, atau Arab Saudi yang
sama-sama negara mayoritas muslim seperti Indonesia. Ada juga faktor pribadi yang
berasal dari masing-masing individu.
Peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan di daerah tujuan merupakan hal
yang diharapkan oleh semua orang yang melalukan migrasi. Termasuk imigran yang
(12)
2 sebanyak 250 juta jiwa1, bagaimana ketersediaan lapangan kerja di Indonesia dengan
pengangguran yang semakin sulit dipecahkan sehingga tak jarang masyarakat dan
pemimpin bangsa menjadikan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sebagai solusi.
Akan tetapi hal yang masih disayangkan seringkali pengiriman tenaga kerja ini tidak
diikuti dengan sistem dan mekanisme untuk memperbaiki perlindungan bagi TKI.
Fenomena tersebut dapat terlihat dari meningkatnya arus migrasi dari tahun ke
tahun. BNP2TKI mencatat penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke berbagai
negara di dunia dari tahun 2011 hingga 2014 sebanyak 2.023.341 orang2. Menurut
Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, sebanyak
588.075 orang TKI berada di Arab Saudi3.
Begitu banyaknya jumlah tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi tak jarang
membuat para TKI ini mengalami persoalan. Pada tahun 2013 tercatat 3.769 TKI di
Arab Saudi menghadapi permasalahan4. Persoalan yang dihadapi oleh pekerja pada
umumnya seputar PHK sepihak oleh majikan, gaji yang tidak dibayarkan dan
perlakuan tidak manusiawi oleh majikan. Dibandingkan tahun 2012, pada tahun 2013
ini persoalan TKI di Arab Saudi menurun sebab diterapkannya moratorium dan
ketatnya proses seleksi pengiriman dan penempatan TKI.
1 TKI di 3 Negara Arab ini Paling Sering Hadapi Masalah | http://bisnis.liputan6.com/read/809548/tki-di-3-negara-arab-ini-paling-sering-hadapi-masalah diakses pada 20/10/2015 jam 8.52 am
2
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI | www.bnp2tki.go.id/readfull/980/sepanjang-2014-BNP2TKI-Mencatat-Penempatan-TKI-429.872-Orang diakses pada 20/10/2015 jam 2.36 am 3
Siaran Pers Nomor : 01/Humas PMK/1/2015| http://www.kemenkopmk.go.id diakses pada 20/10/2015 jam 2.58 am
4 TKI di 3 Negara Arab ini Paling Sering Hadapi Masalah | http://bisnis.liputan6.com/read/809548/tki-di-3-negara-arab-ini-paling-sering-hadapi-masalah diakses pada 20/10/2015 jam 8.52 am
(13)
3 Menanggapi hal tersebut tentu pemerintah Indonesia tidak tinggal diam,
pemerintah Indonesia terus berupaya untuk melindungi warga negaranya di luar
negeri. Berdasarkan UU Nomor 39 tahun 2004 perlindungan TKI dijelaskan sebagai
upaya untuk “melindungi kepentingan calon TKI/TKW dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum selama maupun sesudah bekerja”. Akan tetapi dalam upayanya pemerintah Indonesia juga menemui hambatan dan benturan diantaranya adalah
problematika kultural, dimana di Arab Saudi umumnya TKI dianggap sebagai
budak.Hal ini menimbulkan adanya eksploitasi terhadap TKI tanpa mengindahkan
hak-hak TKI tersebut. Salah satu hak TKI yang acap kali menimbulkan permasalahan
adalah upah. Besarnya upah yang diterima dianggap terlalu kecil jika dibandingkan
dengan beban pekerjaan yang harus ditanggung. Bahkan terkadang upah yang
seharusnya dibayarkan tidak diberikan sebagaimana semestinya. Budaya di Arab
Saudi berpandangan bahwa budak merupakan hak majikan sepenuhnya, sehingga
bagaimana cara memperlakukannya juga menjadi urusan pribadi masing-masing
majikan.
Selain kendala dalam hal perbedaan pandangan budaya, ada juga hambatan
dalam hal hukum. Antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi belum ada
pernjanjian atau MoU Ketenagakerjaan.Dalam prinsip hukum internasional, suatu
negara berdaulat dilarang melakukan tindakan yang bersifat pelaksanaan kedaulatah
terhadap negara berdaulat lainnya. Oleh sebab itu Indonesia tidak bisa
(14)
4 Di tengah sistem kapitalisme dan neoliberalisme sendiri hambatan bagi
Indonesia untuk memperjuangkan keadilan bagi para pekerjanya semakin kompleks.
Potensi sumber daya alam yang seharusnya dapat dimaksimalkan oleh negara untuk
mencukupi kebutuhan warga negaranya justru semakin terkikis oleh kerakusan
perusahaan berskala multinasional dan transnasional ataupun skala nasional semakin
memperparah nasib buruh. Dimana operasional perusahaan-perusahaan besar tersebut
melekat sekali dengan image “eksploitasi buruh”.
Dilihat dari segi pemerintah Indonesia, menurut BPK yang dikutip dari News
Letter Migrant CARE pada tahun 2011, BPK menekankan bahwa kedua lembaga
pemerintah yang ditugaskan untuk mengurusi TKI tidak benar-benar menjalankan
tugas utama mereka dalam melindungi dan menjamin keselamatan TKI yang bekerja
di luar ngeeri sesuai hak-hak dasar mereka. 5 Penyelesaian dan penanganan TKI
bermasalah di luar negeri masih bersifat parsial, pemerintah Indonesia juga tidak
memiliki kebijakan tegas dan sistem yang terintegrasi sehingga tidak mendukung
penyiapan tenaga kerja yang legal dan prosedural. Dalam penempatannya data yang
dimiliki juga tidak akurat dan menyebabkan semakin kesulitan dalam upaya
perlindungan TKI.
Pemberangkatan TKI seharusnya disertai dengan dokumen dan data-data yang
resmi dari pemerintah Indonesia. Hal ini diperlukan untuk mempermudah apabila
terjadi masalah yang tidak diduga. Sebab banyak kasus TKI yang terhambat dan
tidak dapat ditangani oleh pemerintah Indonesia akibat dari tidak adanya
5
(15)
5 dokumen tersebut. Misalnya saja pada kasus penyiksaan Kokom binti Bama, TKI asal
Jawa Barat di Arab Saudi pada tahun 2014 lalu. Kokom merupakan tenaga kerja yang
statusnya ilegal dan pekerjaannya berpindah-pindah setelah melarikan diri dari
majikan pertamanya. Menurut data dari Kementrian Luar Negeri menyebutkan sejak
2011 hingga awal 2014 ada kurang lebih 249 WNI yang terancam hukuman mati,
termasuk 20 kasus terakhir pada awal tahun 2014 6.
Permasalahan yang timbul selain karena faktor perlakuan majikan,
kasus-kasus TKI yang bermunculan juga disebabkan karena kurangnya persiapan yang
dilakukan sebelum keberangkatan dan penempatan TKI sendiri. Pemberangkatan TKI
hendaknya dibekali oleh keterampilan, persiapan dan pelatihan kompetensi tertentu.
Misalnya saja kemampuan bahasa setempat maupun bahasa internasional, pengenalan
budaya adat istiadat dan kebiasaan hidup sehari-hari, keterampilan dalam
menggunakan tekhnologi, peraturan, hukum negara, etika saat dalam lingkungan
kerja dan sebagainya. Pengetahuan umum mengenai keadaan politik negara tujuan
juga mungkin diperlukan seperti informasi yang berkaitan dengan hubungan bilateral
antara negara asal dengan negara tujuan. Hal ini akan meminimalisir terjadinya
masalah-masalah yang tidak diinginkan. Pemerintah selayaknya juga memberlakukan
seleksi yang ketat sebelum keberangkatan sehingga TKI yang diberangkatkan adalah
TKI yang memang benar-benar siap secara fisik dan juga mental.
6 TKI Satinah Menunggu Hukuman Mati di Saudi |
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/02/140211_nasib_tki_satinah_mati diakses pada jam 9.40
(16)
6 Semakin maraknya kasus TKI yang semakin hari semakin bertambah
mendorong munculnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia yang
bergerak memperjuangkan hak-hak para buruh migran. Contohnya adalah Migrant
CARE di Indonesia yang memiliki fokus dalam memperjuangkan dan memproteksi
nasib para buruh migran. Migrant CARE mulai didirikan pada tahun 2004 dan
bertujuan untuk memperkuat perlindungan atas hak-hak pekerja migran melalui
program-programnya. Upaya perlindungan tersebut diwujudkan dengan memberikan
advokasi bagi pekerja migran sera membangun jaringan, khususnya di kawasan Asia
Tenggara7.
Tidak hanya di lingkungan internasional, Migrant CARE juga bekerjasama
dengan sejumlah lembaga pemerintah. Pada tahun 2007 Migrant CARE
menandatangani MoU dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan untuk program
pengawasan pelayanan publik bagi perempuan pekerja migran8.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana upaya Migrant CARE dalam mendorong penyelesaian kasus TKI yang
bermasalah di Arab Saudi pada tahun 2013-2015?
C. Kerangka Pemikiran
Konsep Non-Government Organization (NGO)
7 Migrant CARE, Profile | http://www.mampu.or.id/en/partner/migrant-CARE diakses pada 20/10/2015
8 Ibid
(17)
7 Non-government Organization, sering disingkat dengan NGO atau dikenal
juga dengan istilah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) adalah suatu
perkumpulan/lembaga yang bersifat non pemerintah, non profit, volunteering,
berkelanjutan, dermawan dan alturuistik9. Karakteristik utama yang mendasar dari
NGO adalah independen dari kontrol negara.
Maksud dari non-pemerintah disini adalah NGO membuat keputusannya
secara mandiri tanpa campur tangan pemerintah. Dalam menjalankan programnya
sebuah NGO tidak diperbolehkan mengambil keuntungan apapun bagi para
anggotanya untuk kepentingan pribadi. NGO bersifat sukarela yang artinya dalam
keanggotaannya harus benar-benar karena keinginan pribadi untuk berpartisipasi
tanpa ada paksaan. NGO juga harus memiliki program yang berkelanjutan tidak
hanya sementara waktu. Sebuah NGO tidak memiliki prospek dalam mendapatkan
pembayaran, jutru anggota NGO lah yang seharusnya menggalang dana untuk
berlangsungnya kegiatan mereka dari berbagai sumber. Altruistik maksudnya adalah
tujuan NGO semata-mata untuk kepentingan orang lain atau masyarakat secara
umum10.
NGO dapat menjadi pengawas terhadap berlangsungnya pemerintahan, sebab
NGO memiliki kemampuan untuk menghimpun massa atau menjadi wakil dari jutaan
orang yang mempunyai kepentingan yang sama namun tidak memiliki kekuatan
politik. Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara NGO dengan masyarakat
cukup dekat. Mereka memiliki point of view yang sama seperti masyarakat sebab
9
Salamon dan Anheier (1994) 10
(18)
8 mereka melihat sendiri bagaimana keadaan dan penderitaan yang dirasakan
masyarakat. Hal ini membuat NGO memiliki peran dalam membantu pemerintahan
suatu negara untuk menyelesaikan problem yang dihadapi.
Menurut Philip Eldridge, NGO dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan
jaraknya dengan pemerintah yaitu high level partnership, high level politics dan
empowerment at the grassroot.
NGO yang masuk dalam kategori high level partnership adalah NGO yang prinsipnya partisipatif dan kegiatannya lebih diutamakan pada hal-hal yang berkaitan
dengan pembangunan daripada yang bersifat advokasi. Ruang gerak NGO ini tidak
bersinggungan dengan proses politik namun memiliki tujuan untuk mempengaruhi
kebijakan pemerintah. Kemudian NGO yang masuk dalam kategori high level politics
adalah NGO yang cenderung aktif dalam kegiatan politik dan menempatkan perannya
sebagai pembela masyarakat. NGO kategori ini bersifat advokatif terutama dalam
memobilisasi massa untuk mendapatkan tempat dalam kehidupan politik. Dan yang
terakhir adalah kategori empowerment at the grassroot, dimana LSM ini memiliki fokus pada peningkatan kesadaran dan pemberdayaan masyarakat akan hak-haknya,
NGO ini memiliki prinsip bahwa perubahan akan muncul sebagai akibat dari
meningkatnya kapasitas masyarakat. 11
David Corten membagi NGO menjadi 2 kategori yaitu NGO yang bergerak
dalam bidang community development, yaitu NGO yang menggunakan pendekatan
mikro dalam memecahkan persoalan sosial. Pada kategori ini biasanya LSM
melakukan pendampingan pada proyek-proyek pengembangan sosial ekonomi di
11
(19)
9 pedesaan. Dan yang kedua adalah NGO advokasi, yakni NGO yang memiliki
pemikiran bahwa untuk merubah tatanan masyarakat yang adil maka tekanan harus
diberikan pada kebijakan sehingga LSM jenis ini berusaha untuk mengubah
kebijakan yang menyebabkan ketidakadilan.12
D. Hipotesis
Upaya Migrant CARE dalam mendorong penyelesaian kasus TKI di Arab
Saudi melalui dua cara. Pertama, Migrant CARE melakukan mobilisasi massa, yaitu
dapat menggerakkan massa untuk terlibat dan berpartisipasi dalam isu perlindungan
TKI.
Kedua, Migrant CARE melakukan advokasi terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah dan undang-undang untuk mewujudkan keadilan bagi tenaga kerja
migran.
E. Jangkauan Penelitian
Jangkauan penelitian dalam penulisan skripsi ini meliputi kasus para tenaga
kerja Indonesia yang berada di luar negri khususnya Arab Saudi dan peran serta
Migrant CARE dalam mendorong pemerintah untuk menyelesaian kasus tersebut
pada tahun 2013-2015. Namun tidak menutup kemungkinan bagi penulis untuk
mengambil data dan fakta pada tahun sebelumnya.
F. Metode Pengumpulan Data
Penulis menggunakan metode pengumpulan data yang bersifat studi pustaka
untuk lebih mengakuratkan penelitian dari sisi keilmuan. Metode ini dilaksanakan
dengan topik permasalahan yang diangkat melalui penelitian terhadap buku, tulisan,
12 Ibid
(20)
10 artikel skripsi sebelumnya. Penulis juga mencari data yang relevan yang bersumber
dari media elektronik yang reliable.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini secara sistemaatis berdasarkan kaidah yang berlaku
dalam penulisan ilmiah dibagi dalam beberapa bab dengan pembagian pembahasan
dalam wilayahhnya sendiri namun saling berkaitan. Yang terdiri dari :
Bab I Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan,
rumusan masalah, kerangka pemikiran, hipotesis, jangkauan
penelitian, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.
Bab II Berisi mengenai perkembangan isu buruh migran di Indonesia dan
Migrant CARE sejak berdirinya dan program kerjanya.
Bab III Bab ini akan memaparkan tentang perlindungan buruh migran dan
permasalahan tenaga kerja migran di luar negeri.
Bab IV Berisi tentang upaya advokasi yang dilakukan Migrant CARE
terhadap kasus TKI di Arab Saudi
(21)
11 BAB II
ISU BURUH MIGRAN DAN MIGRANT CARE
Bab ini akan menjelaskan tentang awal mula munculnya isu buruh migran di
Indonesia, pada bab ini penulis akan mencoba memaparkan tentang kondisi buruh
migran dan permasalahan yang dihadapi oleh buruh migran Indonesia di Arab Saudi.
Faktor apa saja yang memicu munculnya problem dan apa saja bentuk permasalahan
tersebut. Sebagaimana pembahasan penelitian ini akan membahas tentang Migrant
CARE sebagai Non-Government Organization. Pembahasan tentang sejarah baik dari
latar belakang berdirinya organisasi maupun founder tentu tak luput dari pembahasan
bab ini. Serta program kerja apa yang telah dilakukan oleh Migrant CARE dalam
menangani persoalan TKI khususnya di Arab Saudi.
A. Perkembangan Isu Buruh Migran
Sejarah perkembangan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri secara historis
dimulai sejak jaman Hindia Belanda, yakni tahun 1800-an. Pemerintah Hindia
Belanda mengirimkan sekitar 32.986 orang TKI asal Jawa untuk bekerja sebagai kuli
kontrak di Suriname yang menjadi jajahan Belanda di Amerika Selatan. Tujuan
pengiriman TKI tersebut untuk menggantikan tugas para budak asal Afrika yang telah
dibebaskan1.Gelombang pertama TKI yang diberangkatkan dari Batavia berjumlah 94
orang, sedangkan pada gelombang kedua sebanyak 614 orang tiba di Suriname
1
Jan Breman, Mengunakkan Sang Kuli, Politik Kolonial pada awal abad ke 20, 1997, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta (hal 14)
(22)
12 dengan kapal SS Voorwarts. Kegiatan pengiriman TKI ini berjalan terus hingga tahun
1914 dengan menggunakan kurang lebih 77 kapal laut.
Penempatan TKI yang berdasarkan pada kebijakan pemerintah Indonesia baru
terjadi tahun 1969 yang dilaksanakan oleh Departemen Perburuhan, dengan
dikeluarkannya PP No. 4 Tahun 1970 yaitu memperkenalkan program Antar Kerja
Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN), maka penempatan TKI di
luar negeri mulai melibatkan pihak swasta.
1. Pengiriman TKI pada periode tahun 90-an
Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto diatur
dalam kebijakan penempatan buruh migran yaitu dalam UU No. 14 tahun 1967
tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan juga hanya terkandung satu pasal tentang
penempatan buruh migran. Kebijakan mengenai pekerja migran ini hanyalah
kebijakan reaktif dari adanya migrasi tenaga kerja yang sebelumnya dilakukan secara
perorangan ataupun melalui jalur-jalur tradisional. Hal ini disebabkan pada masa itu
Indonesia masih memiliki sumber ekonomi dari perminyakan sehingga sektor pekerja
migran belum menjadi isu yang ditangani secara serius.
Sektor pengiriman TKI menjadi sorotan pemerintah berawal dari mencuatnya
bisnis penempatan buruh migran ke Arab Saudi. Ini menjadikan sektor buruh migran
menjadi bisnis baru dan memunculkan perusahaan-perusahaan penempatan TKI.
Dalam waktu dua dekade, fenomena buruh migran ini menggeser kebijakan yang
(23)
13 periode ini pula terjadi penataan penempatan buruh migran ke Malaysia. Jika
sebelumnya migrasi buruh ini terjadi secara spontan maka setelah adanya kebijakan
regulasi ini harus diatur melalui perusahaan pengerah tenaga kerja. Dan mulailah
proses kriminalisasi pada tenaga kerja migran yang tidak melalui perusahaan
penyalur dan dikenal istilah TKI ilegal. Dalam upaya perlindungan TKI, pemerintah
Indonesia membentuk Badan Koordinasi Penempatan TKI pada tahun 1999 melalui
Kepres No. 29 Tahun 1999.
2. Pengiriman TKI Periode tahun 2000-an
Perkembangan lebih lanjut tentang penempatan dan perlindungan TKI
adalah dengan diterbitkannya UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pasal 5 menyatakan bahwa
“Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi
penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri”.
Penempatan TKI pun mulai mengalami pergeseran dari sektor informal ke
sektor formal, meskipun pergeseran ini belum terjadi secara signifikan, tapi hal ini
sudah menjadi rencana baru bagi pemerintah untuk mengirimkan TKI ke luar
negeri. Menurut data penempatan yang dikeluarkan oleh Deplu pada tahun 2007,
penempatan di sektor informal masih mendomonasi yakni sebesar 78%. Di
kawasan Asia Pasifik dan Amerika penempatan TKI telah banyak pada sektor
(24)
14 presentase penempatan pada sektor informal masih sangat tinggi yaitu di angka
90% tahun 2007.
B. Keterlibatan Non-Government Organization dalam Isu Buruh Migran
Berdasarkan upaya yang dijalankan pemerintah melalui kebijakan dan
peraturan yang berlaku nyatalah bahwa jaminan terhadap pekerja migran merupakan
tanggung jawab negara sebagaimana telah diatur dalam konstitusi. Akan tetapi dari
berbagai kasus TKI yang ada menunjukkan bahwa terdapat kelemahan perlindungan
TKI yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada pekerja migran karena
beberapa alasan. Yang pertama, belum efektifnya sistem perlindungan hukum yang
dijalankan oleh pemerintah. Kedua, lemahnya koordinasi antar pihak-pihak
berwenang yang terlibat. Ketiga, perlindungan TKI belum sepenuhnya menjadi
semangat yang mendasari pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan.
Pada tahun 2004 saat UU No. 39 disahkan, menurut data dari BP2TKI
kematian buruh migran di luar negeri mencapai 153 orang dan pada tahun 2009
bertambah menjadi 1.018 orang. Tentu hal ini menjadi tamparan bagi pemerintah
yang gagal melindungi warga negaranya.
Menghadapi kenyataan demikian dan keterbatasan pemerintah dalam
menangani kasus para buruh migran, muncullah para aktivis dan hak asasi manusia
untuk turut serta dalam isu buruh migran. Salah satu NGO yang bergerak menangasi
kasus-kasus buruh migran adalah Migrant CARE. Terkait dengan rendahnya peran
(25)
15 melaksanakan program dengan maksud melindungi kehidupan, kesehatan dan
menjamin hak-haknya sebagai manusia. Migrant CARE berupaya untuk membantu
TKI dimanapun keberadaan TKI tersebut dengan kemampuan yang dimiliki lembaga
dalam komunitas nasional maupun internasional dan berusaha untuk mencegah dan
mengurangi penderitaan manusia yang tidak terbatas oleh wilayah.
Meskipun bukan berarti semua bisa terjamin keselamatan dan terpenuhi
hak-haknya. Hal ini karena banyaknya permasalahan yang terjadi dan juga sangat
bervariasi. Selain itu Migrant CARE juga mengikuti alur prosedur atau sistem
penyelesaian yang dilaksanakan oleh negara.
Dalam menjalankan kasi kemanusiaannya Migrant CARE memegang prinsip
mandiri dan memberikan prioritas kepada kasus yang paling mendesak marabahaya.
Tidak bermaksud sama sekali untuk membeda-bedakan kasus pekerja migran
berdasarkan kebangsaan, ras, jenis kelamin, agama atau pendapat politik. Migrant
CARE juga tidak membedakan TKI yang berdokumen ataupun tidak, selama bisa
ditelusuri siapa agency di negara penempatan dan PJTKI yang mengirim kasus
tersebut tetap akan berusaha diselesaikan meskipun memakan waktu yang cukup
lama.
Migrant CARE juga tidak pernah berpihak pada stakeholder yang terlibat
kasus yang menimpa TKI. Pada umumnya penyelesaian kasus perkara pasti ada
perdebatan yang sangat pelik utuk mencari siapa yang bersalah dan siapa yang harus
(26)
16 kasus tersebut, sejauh ini Migrant CARE selalu mengutamakan kepentingan pekerja
migran dalam mendapatkan hak-haknya.
C. Sejarah Migrant CARE
Migrasi yang dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia ke luar negeri semakin
hari semakin besar jumlahnya. Hal ini disebabkan karena permasalahan
ketenagakerjaan di dalam negeri yang belum dapat teratasi. Krisis yang tidak
kunjung selesai semakin mendorong percepatan migrasi.
Jumlah buruh migran Indonesia yang berada di luar negeri diperkirakan
mencapai 4,5 juta orang. Sebagian besar mereka adalah perempuan dan ditempatkan
di sektor informal dan manufaktur. Dilihat dari sisi usia sebagian besar TKI berada
pada usia produktif yakni 18 hingga 35 tahun. Akan tetapi ada juga yang masih
berusia anak-anak dimana dalam proses keberangkatannya identitas dokumen
perjalanan mereka dipalsukan.
Bekerja di luar negeri sebagai buruh migran memang menjanjikan gaji yang
besar, namun resiko yang ditanggung juga tidak kalah besar. Permasalahan yang
dihadapi sudah diawali sejak perekrutan dari daerah asal. Meskipun pemerintah
seringkali melaknat praktek percaloan sebagai biang masalah, namun tidak pernah
ada tindakan serius untuk memberantas percaloan penyaluran calon TKI. Dan hampir
sebagian besar TKI yang berangkat melalui perantara-perantara ini. Oleh sebab itu
(27)
17 Pada masa kerja di lapangan, tenaga kerja Indonesia bekerja pada
sektor-sektor yang penuh resiko namun minim proteksi. Di Timur Tengah terutama Arab
Saudi, tenaga kerja Indonesia yang menjadi korban kekerasan dan pemerkosaan
majikan mencapai jumlah ribuan. Data resmi yang dikeluarkan oleh KBRI Arab
Saudi dan KBRI Kuwait, jumlah TKI yang melarikan diri ke KBRI untuk mencari
perlindungan dari tindak kekerasan dalam masa kerjanya mencapai sekitar 3.627
orang pertahun.2
Di negara-negara lain buruh migrant mengalami berbagai persoalan. Di
Hongkong para TKI ada yang menerima gaji di bawah standar. Di Taiwan banyak
gaji yang tidak dibayarkan dan PHK sepihak. Selain itu, banyak terjadi
penyelundupan serta perdagangan perempuan. Tidak hanya di negara tempat mereka
bekerja saja, akan tetapi permasalahan yang dihadapi juga sampai pada saat TKI
pulang ke tanah air. Para TKI acap kali mengalami pemerasan di Bandara Soekarno
Hatta saat sampai ke Indonesia.
Dari sekian banyak hal yang terlihat kompleks dalam permasalahan yang
dialami oleh para buruh migran Indonesia, jika ditarik benang merah akar
persoalannya adalah minimnya perlindungan yang diberikan oleh negara. Oleh sebab
itu memperkuat institusi agar dapat memberikan perlindungan bagi rakyat adalah hal
yang perlu dilakukan.
Tingginya jumlah tenaga migran yang terus meningkat dari tahun ke tahun
semakin memperbesar pula angka kasus yang dihadapi oleh buruh migran asal
2
(28)
18 Indonesia di luar negeri. Perjuangan penegakan kedaulatan hak-hak buruh migran
juga terus dilakukan, belum adanya titik terang dalam penyelesaian dan penanganan
kasus yang menimpa TKI mendorong Migrant CARE untuk turun tangan dalam
membantu penyelesaian permasalahan tersebut.
Migrant CARE berdiri pada tahun 2004 tepatnya pada tanggal 8 Juni.
Organisasi non pemerintah ini dibentuk karena keprihatinan terhadap permasalahan
yang dihadapi para TKI khususnya yang bekerja pada sektor informal seperti ART.
Selain itu tidak adanya pengakuan secara hukum terhadap ART sebagai pekerja
formal dan lemahnya perlindungan hukum bagi buruh migran menjadi faktor
pendorong semakin banyaknya persoalan yang dihadapi. Sehingga Migrant CARE
sebagai NGO yang memiliki fokus pada upaya perlindungan TKI berkomitmen untuk
memperjuangkan hak-hak pekerja migran. Komitmen ini dibuktikan dengan adanya
advokasi, campaign, informasi dan dokumentasi serta capacity building.
Visi dan Misi Migrant CARE
Migrant CARE memiliki visi yakni memperkuat gerakan buruh sebagai
bagian dari gerakan sosial untuk mewujudkan keadilan global. Kekuatan yang
terdapat di dalam gerakan ini merupakan bagian dari gerakan sosial untuk
mewujudkan keadilan global sesuai dengan hukum yang berlaku bagi warna negara
yang berada di luar negeri. Sebagai jalan untuk ketercapaia visi tersebut, Migrant
(29)
19 terwujudnya kehidupan buruh migran Indonesia dan keluarganya yang bermartabat,
melakukan pengorganisasian dan penguatan kesadaran para buruh migran akan
hak-haknya sebagai pekerja, memperkuat jaringan di berbagai tingkatan, melakukan
penanganan kasus dan bantuan hukum terhadap buruh migran yang mendapat
perlakuan tidak adil, dan memperkuat kapasitas organisasi dan kelembagaan untuk
meningkatkan kinerja dan mengupayakan ustainability sesuai dengan visi dan misi
yang sudah ditetapkan.
Program Kerja Migrant CARE
Dengan visi dan misi yang sudah dijelaskan, Migrant CARE membuktikan
komitmen dan kepeduliannya pada krisis yang dihadapi para pekerja migran
Indonesia dengan menjalankan program kerja yang beragam. Yang mana dari sekian
program kerja yang dikerjakan oleh Migrant CARE tentu secara umum bertujuan
untuk memperjuangkan nasib para pekerja Migran.
Pada dasarnya ada tiga program utama yang dijalankan oleh Migrant CARE
yang pertama adalah upaya pengembangan wacana keadilan global bagi pekerja
migran. Migrant CARE berupaya agar para buruh migran serta masyarakat luas
memiliki informasi serta wawasan yang memadai bagaimana tantangan yang
sesungguhnya tengah mereka hadapi. Dengan cara menyebarkan isu-isu keadilan
global untuk buruh migran di berbagai forum, baik di forum nasional maupun
regional. Mereka juga mengadakan kajian-kajian mengenai keadilan global bagi
(30)
20 mempublikasikan dan mendokumentasikannya dalam bentuk jurnal dan reportase,
dan juga menyusun laporan mengenai situasi buruh migran.
Program yang kedua adalah pengembangan kapasitas organisasi. Program ini
bertujuan untuk memperkuat Migrant CARE dari sisi kelembagaan, yaitu dengan
mengembangkan kapasitas SDM, manajemen lembaga serta fundrising.
Yang ketiga yakni program penguatan kerjasama dan advokasi terhadap buruh
migran, yang mana program ini baru dijalankan di kawasan Asia Tenggara.
Bekerjasama dengan gerakan buruh migran di kawasan Asia Tenggara, mereka
melakukan pembelaan terhadap buruh migran bermasalah di kawasan Asia Tenggara
secara bersama-sama dan melakukan advokasi terhadap sekretariat ASEAN agar
mempunyai agenda soal buruh migran.
Selain tiga program pokok yang dijalankan oleh Migrant CARE, dalam
prakteknya masih banyak upaya yang dikerjakan oleh organisasi non-pemerintah ini
untuk kesejahteraan buruh migran. Misalnya saja dalam bidang advokasi, Migrant
CARE mendesak pemerintah untuk menyediakan perundang-undangan sebagai
landasan hukum yang memiliki kelegalan bagi perlindungan buruh migran untuk
keberlangsungan migrasi aman. Migrant CARE menargetkan akan ada amandemen
pasal-pasal perundang-undangan yang ekploitatif terhadap buruh migran. Pemerintah
Indonesia juga didesak untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 189 serta
kebijakan-kebijakan negara yang dibutuhkan sebagai bentuk implementasinya. Penerapan
(31)
21 pengawasan publik. Dalam hal ini Migrant CARE berada sebagai perwakilan
masyarakat.
Menurut pendirinya, Migrant CARE tidak hanya mendampingi para TKI yang
bermasalah hingga kasusnya selesai perkasus saja, namun lebih dari itu Migrant
CARE berupaya untuk menyiapkan teman-teman TKI dan juga keluarganya agar
memiliki kesadaran akan hak-haknya melalui pendidikan. Misalnya saja memberikan
pemahaman dan kajian tentang HAM atau persoalan hukum yang seringkali mereka
hadapi. Hal ini dilakukan agar suatu saat ketika mereka menghadapi persoalan yang
sama, mereka dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri dan tidak menutup
kemungkinan mereka akan membantu rekannya yang tengah tertimpa kasus.
Hingga saat ini Migrant CARE tengah menggarap program jangka panjang
yaitu membentuk desa peduli buruh migran. Dimana desa ini merupakan desa yang
sebagian besar penduduknya adalah TKI yang merantau ke luar negeri dengan
harapan memperbaiki nasibnya.
Pada tahun 2015, untuk mengoptimalkan advokasi penegakam hal-hak buruh
migran Indonesia dan anggota keluarganya dan memperkuat jaringan Migrant CARE
membuka kantor di Kuala Lulmpur, Malaysia. Kantor baru Migrant CARE di
Malaysia disebut dengan “Rumah Kita” beralamat di kompleks DAMAI No. 4C, Kuala Lumpur, Malaysia.
(32)
22 BAB III
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DI LUAR NEGERI DAN PERMASALAHAN TKI DI LUAR NEGERI
Bab ini akan memaparkan tentang perlindungan tenaga kerja migran baik
menurut ketentuan internasional seperti Vienna Convention, ILO dan ketentuan
menurut perundang-undangan Indonesia serta problem perlindungan buruh migran
yang dihadapi oleh Indonesia. Lemahnya posisi negara dalam penanganan kasus
migrant worker serta campur tangan NGO sebagai kontrol langkah-langkah kebijakan pemerintah dan seberapa penting peran NGO dalam penanganan kasus buruh migran
akan diuraikan pada bab ini.
A. Perlindungan Buruh Migran
1. Perlindungan Warga Negara Asing Menurut Ketentuan Internasional
Vienna Convention 1961 dan 1963 sebagai aturan baku dalam hubungan
diplomatik dan konsuler antar negara telah membahas mengenai perlindungan warga
negara asing sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip piagam PBB tentang
persamaan dan keamanan internasional serta untuk memajukan hubungan
persahabatan antar negara bangsa.
Pemberian perlindungan warga negara asing oleh perwakilan negara diatur
pada Vienna Convention 1961 pasal 3 ayat 1 “ melindungi di dalam negara penerima, kepentingan-kepentingan negara pengirim dan warga negara-warga negaranya di dalam batas-batas yang diijinkan oleh hukum internasional”1.
1
(33)
23 Sedangkan fungsi perwakilan konsuler salah satunya adalah “...melindungi di
negara penerima, kepentingan-kepentingan negara pengirim dan warga negara-warga negaranya, yang meliputi individu-individu dan badan-badan hukum, di dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum internasional.”2
PBB sebagai lembaga yang universal memiliki tanggung jawab untuk
menjalankan apa yang tertuang dalam piagam PBB. Deklarasi Universal PBB tentang
hak asasi manusia yang dibuat pada tahun 1948 ini merupakan suatu standar
pelaksanaan umum bagi semua bangsa dan negara. Perlindungan terhadap warga
negara asing khususnya bagi pekerja migran dalam Deklarasi Universal tentang Hak
Asasi Manusia ini dapat diartikan melalui ketentuan-ketentuan yang terkandung di
dalamnya. Pada pasal 4, ditegaskan larangan praktek-praktek perjambaan dan
perdagangan budak dalam bentuk apapun. Pasal ini menyatakan “Tidak seorangpun
boleh diperbudak atau diperhambakan, perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun dilarang”
Pada pasal 2 juga dijelaskan bahwa setiap negara harus menjamin persamaan
derajat dan martabat setiap individu yang berada di wilayahnya dengan tidak
memandang asal usul kewarganegaraannya. Pasal 2 berbunyi “...tidak akan diadakan
perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum ataupun kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal”. Dengan demikian, setiap warga negara asing berhak mendapat pengakuan bagi hak asasi mereka secara
universal.
2
(34)
24 Diterangkan secara eksplisit pengaturan tentang perlindungan warga negara
asing termasuk pekerja migran diatur pada bagian ke III dari International Convenant
on Economic, Social and Culture Right (ICESCR) tentang perlindungan hak-hak
pekerja, hak pendidikan dan budaya pada pasal 6 hingga pasal 15. Pada pasal 6
dikatakan bahwa tiap negara wajib mengakui dan mengambil langkah-langkah yang
dianggap perlu, misalnya pembinaan teknis dan kejuruan serta program latihan untuk
menjamin hak-hak atas pekerjaan termasuk hak atas kesempatan mencari nafkah
sesuai dengan pekerjaan yang dikehendaki individu tersebut. Pasal 7 ICESCR
mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi pekerjaan yang adil dan
menguntungkan khususnya jaminan dlam hal upah, kondisi kerja yang aman dan
kesempatan yang sama mendapatkan jabatan, istirarat dan pembatasan jam kerja.
Hal yang sering dialami oleh tenaga kerja Indonesia mencakup apa yang telah
disebutkan diatas, yaitu mengenai upah yang tidak dibayarkan atau tidak sesuai
dengan beban kerja, jam kerja yang tidak manusiawi, dan jaminan keamanan dalam
bekerja yang acap kali justru menimbulkan persoalan yang masuk kategori kriminal
sebab para pekerja migran mendapat ketidakamanan atau bahkan siksaan dari
majikannya sendiri.
Menurut International Labour Organization (ILO), dari sekian banyak
konvensi yang diselenggarakan oleh ILO dari tahun 1919 hingga tahun 2001 ada 2
konvensi yang mengatur mengenai perlindungan hak bagi pekerja migran. Kedua
konvensi tersebut adalah Konvensi nomor 97 tahun 1949, Convention Concerning Migration for Employment dan nomor 143 tahun 1975, Converntion Concerning
(35)
25
Migrations in Abusive Conditions and the Promotions of Equality of Opportunity and Treatment of Migran Workers.
Pada konvensi nomor 97, mewajibkan setiap negara untuk memberikan
informasi yang berkaitain dengan kebijakan nasional yang berhubungan dengan
hukummdan peraturan perundang-undangan tentang emigrasi dan imigrasi, ketentuan
khusus mengenai pekerja migran, perjanjian umum ataupun khusus mengenai pekerja
migran yang telah dibuat oleh negara-negara pihak konvensi. Pada pasal 4 dijelaskan
bahwa setiap negara pihak konvensi berkewajiban membantu dan memberikan
informasi yang akurat pada pekerja migran mengenai hal yang dibutuhkan. Jaminan
kenyamanan dan layanan perjalanan pekerja migran saat akan diberangkatkan
diberikan oleh negara asal sejak keberangkatan, dalam perjalanan dan kedatangan.
Konvensi Tenaga Kerja Migran ini memberlakukan ketentuan-ketentuannya tanpa
adanya diskriminasi dan perlakukan yang sama terhadap hal-hal yang berhubungan
dengan kebangsaan, ras, agama dan jenis kelamin. Perlakuan yang sama dengan
warga negara penerima ini meliputi pengawasan administratif antara lain upah,
tunjangan, jam kerja, lembur, usia minimum untuk bekerja. Selain itu juga dalam hal
keamanan sosial dan pajak. Jika terjadi kasus hukum yang melibatkan pekerja migran
maka negara penerima memberikan akses untuk berkomunikasi ke pihak berwenang
dari negara asalnya, hal ini diatur dalam pasal 7 Konvensi ILO tahun 1949.
Konvensi ILO nomor 143 ini diberlakukan atas dasar penegakan Hak Assai
Manusia dari seluruh pekerja migran seperti yang tertuang pada pasal 1 yang
menegaskan kepada setiap negara secara sistematik untuk menentukan apakah
(36)
26 perjanjian bilateral maupun multilateral atau bertentangan dengan hukum dan
perundang-undangan negaranya atau tidak. Sebab pada bab 3 pada konvensi ini
negara penerima dapat mengambil tindakan yang dirasa perlu sesuai dengan
yurisdiksinya dalam rangka untuk menentang agen-agen pekerja migran yang ilegal.
Bagi negara yang akan mengambil langkah-langkah tersebut hendaknya membangun
hubungan sistematik dan bertukar informasi dengan negara yang bersangkutan
ataupun organisasi yang memperjuangkan hak-hak pekerja migran.
Pada konvensi ILO yang diselenggarakan tahun 1975 ini juga memberikan
ruang bagi organisasi-organisasi yang peduli akan nasib buruh migran untuk turut
serta dalam membantu kasus yang dihadapi oleh buruh migran. Hal ini dijelaskan di
pasal 7 yang memaparkan bahwa ini diberlakukan untuk mencegah tindakan
sewenang-wenang terhadap pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam konvensi ini.
Berdasarkan konvensi ini pula para pekerja migran bisa menikmati persamaan
dengan hak warganegara-warganegara negara penerima. Sebab pada umumnya
konvensi pekerja migran tahun 1975 mewajibkan negara yang terikat untuk membuat
suatu kebijakan dalam negaranya dalam memberikan jaminan dan menggunakan
metode yang sesuai dengan keadaan dan praktek di negaranya serta mengumumkan
kepada negara-negara pengirim.
2. Perlindungan Buruh Migran Menurut Perundang-undangan Indonesia
Menurut Darwan Prints, hak adalah sesuatu yang harus diberikan karena
kedudukan atas status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah prestasi baik
(37)
27 kedudukannya. 3 Tenaga kerja Indonesia di luar negeri memiliki hak-hak sesuai
dengan yang telah tercantum dalam undang-undang di Indonesia, diantaranya sebagai
berikut :
1) Mendapatkan upah/gaji (Pasal 1602 KUH Perdata, Pasal 88 s/d 97
Undang- Undang No. 13 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah No. 8
Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah)
2) Hak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 4 UU No. 13
Tahun 2003)
3) Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan
kemampuan yang dimiliki (Pasal 5 UU No. 13 Tahun 2003)
4) Hak atas pesmbinaan keahlian (Pasal 9 sampai 30 UU No. 13 Tahun
2003)
5) Hak mendirikan dan menjadi anggota persarikatan tenaga kerja (UU
No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh)
6) Hak istirahat tahunan (Pasal 79 UU No. 13 Tahun 2003)
7) Hak untuk melakukan perundingan atau penyelesaian perselisihan
hubungan industrrial melalui mediasi, konsiliasi, arbitrase dan
penyelesaian melalui jalur hukum di pengadilan (Pasal 6 UU No. 2
Tahun 2004)
Indonesia dalam hal perlindungan tenaga kerja Indonesia nampaknya terfokus
pada soal membebaskan WNI yang terancam hukuman mati atau mengatasi
persoalan-persoalan yang sudah muncul dan kini tengah dihadapi. Peran kelembagaan
3
(38)
28 berwenang dan terkait belum terlihat dominan4. Hal ini membuat pemerintah
Indonesia harus mengalami masa-masa sulit dalam posisi bargaining saat berdiplomasi. Padahal upaya perlindungan berdasarkan peraturan
perundang-undangan juga penting diberlakukan secara tegas dan menyeluruh agar Indonesia
memiliki martabat dan posisi hukum yang kuat.
Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon
TKI / TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama maupun sesudah masa kerja.
Namun dalam prakteknya undang-undang nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan
dan Perlilndungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri masih banyak mengalami
tumpang tindih.
Penempatan tenaga kerja pada suatu bidang kerja sangat memerlukan suatu
instansi yang ahli sehingga kepentingan masing-masing pihak dapat terlindungi. 5
Dalam pasal 5 hingga 7 UU No. 39 Tahun 2004 pemerintah memiliki tugas
untuk mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi pennyelenggaraan
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri pemerintah bertanggung jawab
untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI sebagai berikut :
Pasal 5
1. Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri
4
Ade Ma’rup Wirasenjaya Perlindungan TKI asa pe erintahan Joko i.
5 Imam Soepomo, hukum perburuhan : bidang keselamatan kerja (perlindungan buruh) PT. Pradnya Paramita Jakarta pada thesis Kewajban Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Indinesia Untuk Melindungi Tenaga Kerja di Saudi Arabia – DENIE AMIRUDDIN 2005
(39)
29
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah dapat melimpahkan sebagi wewenangnya dan/atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Pasal 6
Pemerintah bertanggungjawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri
Pasal 7
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 pemerintah berkewajiban :
a. Menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri
b. Mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI
c. Membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri
d. Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan
e. Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelumnya pemberangkaran, masa penempatan dan masa purna penempatan.
(40)
30 B. Permasalahan TKI di Luar Negeri
Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri semakin hari semakin
kompleks. Menurut laporan dari BNP2TKI persoalan yang kerap diadukan oleh TKI
adalah gaji yang tidak dibayarkan, TKI yang melewati batas masa tinggal atau
overstay,TKI yang mengalami tindak kekerasan dari majikan, tidak dipulangkan sesuai dengan kontrak kerja, gagal berangkat dan masih banyak lagi.
Faktor-faktor yang mendorong munculnya permasalahan pada TKI
disebabkan oleh beberapa pihak, baik dari individu TKI sendiri, pihak PJTKI bahkan
dari negara. Faktor yang mendorong munculnya masalah dari individu misalnya saja
kemampuan atau skill yang dimiliki oleh TKI sendiri tidak mumpuni dalam bekerja.
Hal ini disebabkan karena rendahnya pendidikan dan kurangnya perhatian dalam
persiapan pra-keberangkatan. Seharusnya sebelum diberangkatkan para calon TKI
dibekali oleh kemampuan-kemampuan dalam mengoperasikan peralatan rumah
tangga atau kemampuan berbahasa yang mendukung proses komunikasi di negara
tujuan.
Penyimpangan kontrak kerja juga kerap kali menimpa TKI di luar negeri,
terlebih lagi di Arab Saudi. Setidaknya ada tiga sebab mengapa acap kali terjadi
perselisihan perjanjian kerja. Yang pertama, calon TKI tidak sepenuhnya membaca
seluruh isi perjanjian kerja sebelum berangkat dan menandatangani perjanjian
tersebut begitu saja. Kasus seperti ini kebanyakan dikarenakan keterbatasan waktu
yang diberikan oleh PJTKI kepada TKI untuk memahami isi perjanjian tersebut.
Kemudian, TKI juga tidak memahami isi perjanjian yang sudah mereka tandatangani.
(41)
31 perjanjian kerja dan tidak memberikan penjelasan detai pada TKI yang akan
diberangkatkan.
Prosedur yang tidak sesuai dengan ketetapan ini pula yang kerap kali
menghambat penyelesaian kasus-kasus TKI di negara kita. Padahal berdasarkan
Kepmen No 204 tahun 1999 prosedur keberangkatan TKI diawali dengan surat
perjanjian kerja (SPK) yang dibuat oleh agen di luar negeri dan telah ditandatangani
oleh calon pengguna(majikan) sebagai pihak pertama dan diketahui oleh agen dan
Konsulat Jenderal ataupun KBRI. Kemudian SPK dikirimkan ke PJTKI untuk
dipahami dan ditandatangani oleh calon TKI yang telah memenuhi kriteria dari calon
majikan tersebut. Jika calon TKI belum jelas atau ragu-ragu mengenai isi perjanjian
kerja maka diberikan kesempatan untuk bertanya baik pada petugas PJTKI atau
Depnaker. Dan sesuai peraturan pemerintah penandatanganan SPK harus dilakukan di
balai yang berwenang dan disaksikan oleh pejabat kantor Depnaker. Namun pada
kenyataannya penandatanganan SPK dapat dilakukan dimana saja tergantung
situasinya.
Ketidaksesuaian prosedur penandatanganan SPK dengan peraturan yang
sudah ditetapkan ini tentu akan merugikan TKI di kemudian hari. Jika pemerintah
atau instansi terkait tidak dilibatkan dalam prosedur awal tentunya pada akhir
penyelesaian kasus maka pemerintah secara politik tidak memiliki kekuatan atau
bergaining yang memadai untuk melindungi para pekerja migran. Yang mana pada
akhirnya pemerintah tidak dapat berbuat banyak untuk menjamin keselamatan warga
negaranya di luar negeri yang bekerja sebagai tenaga kerja migran. Munculnya
(42)
32 pada ketidakstabilan politik antar kedua negara Indonesia dan Arab Saudi. Tingginya
angka TKI yang dipenjara atau dijatuhi hukuman oleh pemerintah Arab Saudi
menunjukkan kegagalan Indonesia memberikan pemahaman hukum dan budaya serta
persiapan yang kurang maksimal pada saat persiapan keberangkatan.
2011 pemerintah Malaysia merealisasikan program pemutihan terhadap
tenaga kerja asing yang bekerja di Malaysia dan kurang lebih ada sekitar dua juta
tenaga kerja asing yang terkena program pemutihan tersebut. Tenaga kerja asing ini
berasal dari India, Bangladesh dan juga Indonesia. TKI yang dipulangkan dari
Malaysia ini dianggap sebagai TKI ilegal dan overstayer. Pada Agustus 2011 sebanyak 1300 TKI legal dan ilegal dipulangan ke Indonesia. Sebelumnya pada tahun
2002 juga terjadi hal serupa yaitu pemulangkan sejumlah TKI dari Malaysia.
Mayoritas TKI yang dipulangkan bekerja sebagai buruh perkebunan, kuli, supir, dan
pekerja rumah tangga. Pada masa pemutihan menurut pemberitaan dari media Tempo
(5/8/2011) terjadi pungutan liar yang dialami oleh tenaga kerja yang akan mengurus
dokumen. Menurut KBRI berita dari pemerintah Malaysia biaya untuk pemutihan
adalah 35 ringgit bagi yang akan kembali bekerja di Malaysia dan tidak ada pungutan
bagi yang bersedia dipulangkan. Namun di lapangan yang terjadi TKI yang akan
pulang atau mengurus dokumen dipungut biaya sampai 350 ringgit bahkan lebih.
Sehingga program pemutihan ini dinilai sangat merugikan pekerja Indonesia karena
adanya pungutan liar tersebut.
Kasus pemulangan TKI overstayers dan bermasalah juga terjadi di Arab Saudi pada awal tahun 2011. Menurut data dari BNP2TKI hingga tanggal 14 - 19 Maret
(43)
33 mencapai hampir 3000 orang. Para TKI tersebut dipulangkan dengan menggunakan
kapal KM Labobar milik PT Pelni.6
Ditahun yang sama, terjadi kasus TKI Ruyati binti Satubi yang meninggal
karena hukuman pancung di Arab Saudi. Tim dari Migrant CARE sempat melakukan
survey atau menggali informasi lebih dalam lagi pada kasus ini. Dari penggalian
tersebut diperoleh informasi bahwa terjadi perbedaan pendapat antara 3 majikan
Ruyati, yaitu majikan yang pertama dan kedua menilai bahwa Ruyati memiliki
kemampuan kerja yang baik selama bekerja dengan mereka dan merasa heran atas
kejadian yang menimpa Ruyati. Pihak Migrant CARE mempertanyakan vonis
hukuman mati dan eksekusi tanpa notifikasi ke pemerintah Indonesia sehingga
keluarga Ruyati tidak memperoleh informasi sama sekali perihal eksekusi tersebut.
Hal ini tentu menyalahi prinsip Mandatory Consular Notification yang diatur dalam
Vienna Convention1963.
Selain kasus Ruyati, yang menjadi perhatian dan pemberitaan media adalah
kasus Darsem binti Dawud yang berasal dari Subang, Jawa Barat. Darsem terbebas
dari hukuman gantung oleh putusan peradilan pemerintah Arab Saudi. Sebelumnya
Darsem dinyatakan bersalah karena membunuh majikannya, menurut keterangan
Darsem melakukan hal itu sebagai bentuk pembelaan diri ketika akan diperkosa.
Sehingga pada Mei 2009, ia dijatuhi vonis hukuman mati. Pasca kasus Ruyati yang
menjadi pemberitaan di berbagai media nasional, pihak keluarga Darsem berusaha
menghubungi DPRD Subang untuk mengupayakan pembebasan Darsem. Meskipun
6
Pemulangan BMI overstayers dan Bermasalah dari Arab Saudi. Newsletter Migrant CARE edisi Mei-Juni 2011. Halaman 8
(44)
34 pemerintah Indonesia telah berhasil bernegosiasi dengan pihak majikan Darsem dan
mendapatkan pengampunan akan tetapi Darsem harus membayar uang tebusan atau
disebut dengan diyat sebesar 4,7 Milyar. Dengan pemberitaan tersebut Darsem
memperoleh simpati dari masyarakat Indonesia yang menyumbangkan uang untuk
pembebasannya.7 Darsem merupakan TKI yang cukup beruntung dapat dibebaskan,
di luar sana masih banyak TKI yang tidak seberuntung nasib Darsem adalah TKI
Sumiati asal Dompu, Nusa Tenggara Barat yang dianiaya oleh majikannya, Kholid
Saleh Al Akhmin. Sumiati mengalami penyiksaan fisik dan ditemukan luka bakar
bahkan kakinya nyaris lumpuh dan kulit kepalanya melepuh. Disamping itu juga ada
kasus Kikim Komalasari, asal Cianjur yang bekerja di Arab Saudi sejak tahun 2009.
Kikim Komalasari ditemukan meninggal di tempat pembuangan sampah pada
November 2010.
Tahun 2014 tepatnya bulan November, dua PRT migran yang bekerja di Hong
Kong ditemukan dalam kondisi yang mengenaskan. TKI tersebut diidentifikasi
sebagai Sumartiningsih, TKI asal Cilacap Jawa Tengah dam Seneng Mujiasih asal
Muna Barat, Sulawesi Tenggara. Jasad TKI ditemukan di dalam koper di sebuah
apartemen seorang Bankir asal Inggris di Distrik Wan Chai Hongkong.8
C. Lemahnya Posisi Negara Dalam Mengatasi Permasalahan Buruh Migran Hambatan yang dialami oleh pemerintah Indonesia dalam perlindungan TKI
sebenarnya tidak murni disebabkan karena negara tidak memiliki bargaining position
7
Investigasi Tim Advokasi Ruyati dan TKI Arab Saudi. News Letter Migrant CARE edisi Juli-Agustus 2011. Halaman 12
8
Berikan Keadilan Bagi Dua PRT Migran Korban Mutilasi di Hong Kong. News letter Migrant CARE edisi Juli-Desember 2014 halaman 6
(45)
35 yang kuat, akan tetapi juga diperparah dengan permasalahan pokok ketenagakerjaan.
Misalnya saja rendahnya mutu dan kompetensi yang dimiliki oleh SDM, dimana hal
ini tentu sangat berpengaruh pada kelancaran proses selama bekerja. Kurangnya
keterampilan angakatan kerja dalam berwirausaha sehingga kurang dapat membuka
lapangan pekerjaan di Indonesia, sehingga pengangguran masih tinggi. Banyaknya
jumlah tenaga kerja migran yang berada di luar negeri didorong dengan kondisi
lapangan kerja dalam negeri yang belum mencukupi untuk menampung jumlah calon
pekerja Indonesia. Sehingga orang Indonesia merasa perlu merantau ke luar negeri
karena negara belum bisa mencukupi kebutuhan mereka dengan menyediakan
lapangan pekerjaan.
Dilihat dari adanya ketetapan internasional mengenai perlindungan warga
negara asing perta perundang-undangan Indonesia tentang perlindungan warga negara
maka dapat dilihat secara umum bahwa Indonesia sebagai negara yang berdaulat
memiliki kewajiban dan juga upaya dalam melindungi warga negaranya. Meskipun
pada prakteknya memang negara dalam hal ini pemerintah tak jarang memiliki
kendala dan keterbatasan dalam mengawal dan mengatasi permasalahan pekerja
migran yang semakin hari semakin kompleks. Kendala dan keterbatasan pemerintah
tentu akan berpengaruh pada berjalannya pelaksanaan perlindungan sendiri dan posisi
negara dalam menangani kasus-kasus ketenagakerjaan khususnya di luar negeri.
Hal-hal yang menghambat pemerintah atau melemahkan posisi pemerintah Indonesia
yakni sebagai berikut :
a. Aturan dan perundang-undangan yang tidak dipatuhi dalam prosedural
(46)
36 b. Pemerintah Indonesia belum memiliki perjanjian bilateral dengan
negara-negara yang menjadi tujuan penempatan TKI
c. Adanya pengiriman TKI secara ilegal dan skill para TKI yang tidak mumpuni untuk bekerja, hal ini disebabkan karena minimnya pendidikan
dan pelatihan TKI yang hendak diberangkatkan
d. Koordinasi antara instansi yang berwenang dalam sektor ini masih sangat
lemah
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 104A/MEN/2002
bertujuan untuk pelaksana program nasional yaitu dalam upaya peningkatan
kesejahteraan tenaga kerja serta pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan kualitas kompetisi tenaga kerja dengan memanfaatkan pasar kerja
internasional yang disertai dengan perlindungan yang optimal sejak keberangkatan
hingga kepulangan kembali di Indonesia.
Menurut Kepmenakertrans No. 104A ini melimpahkan tanggung jawab
perlindungan TKI di luar negeri kepada PJTKI sedangkan pihak lain seperti konsultan
hukum, lembaga asuransi dan perwakilan Indonesia hanya mitra dalam pelaksanaan
pemberian perlindungan kepada TKI. Namun mekanisme perlindungan tentu saja
tidak cukup sebab PJTKI adalah lembaga non pemerintah yang terbatas lingkup
geraknya untuk berinteraksi dengan aktor-aktor lain setingkat negara seperti yang
berlaku menurut hukum internasional.
Hal ini menimbulkan kesan bahwa pemerintah Indonesia belum terlalu serius
menjadikan persoalan buruh migran sebagai permasalahan yang harus diselesaikan
(47)
37 bahwa negara adalah aktor tertinggi dalam hubungan internasional, sehingga negara
memiliki posisi yang paling berwenang dalam upaya melindungi warga negaranya,
bukan lembaga lain.
Perbedaan hukum antara Indonesia dengan Arab Saudi juga menyebabkan
Indonesia lemah dalam upaya penyelesaian kasus TKI. Arab Saudi memiliki
konstitusi yang berlandaskan syariat Islam, sedangkan Indonesia memiliki hukum
perundang-undangan dan konstitusinya sendiri. Menurut prinsip hukum internasional,
suatu negara berdaulat dilarang melakukan tindakan yang bersifat pelaksanaan
kedaulatan terhadap negara berdaulat lainnya. Oleh sebab itu Indonesia tidak
mungkin memberlakukan hukumnya di negara tujuan. Untuk menyelesaikan
permasalahan tenaga kerja migran antara Indonesia dan Arab Saudi diperlukan
kerjasama bilateral dalam sebuah perjanjian.
Antara Indonesia dengan Arab Saudi juga belum ada perjanjian bilateral yang
bertujuan untuk perlindungan tenaga kerja migran khususnya tenaga kerja migran
yang bekerja di sektor informal. Ketiadaan perjanjian membuat posisi negara menjadi
lemah dalam hal hukum. Padahal Indonesia telah lama mengusulkan kerjasama untuk
menyelesaikan kasus TKI ini namun tidak ada tanggapan yang baik dari pemerintah
Arab Saudi dengan alasan tidak ingin terikat. Arab Saudi hanya menyetujui perjanjian
sampai tahap adanya surat perjanjian kerja (SPK) sebelum penempatan.
Upaya pemerintah Indonesia dalam perlindungan warga negaranya
ditunjukkan dengan memberlakukan moratorium atau pemberhentian pengiriman TKI
ke Arab Saudi pada tahun 2011. Akan tetapi Indonesia tetap dinilai kalah dalam
(48)
38 pemberhentian pemberian visa kerja kepada tenaga kerja migran asal Indonesia.
Selama masa moratorium tahun 2011, Indonesia masih juga kecolongan dengan
adanya pemberangkatan TKI ke Arab Saudi oleh PJTKI yang hanya mementingkan
keuntungan pribadi. Sebab TKI yang diberangkatkan pada masa moratorium tentu
tidak memiliki dokumen-dokumen perjalanan yang seharusnya dan akan berdampak
pada perlindungan serta pemenuhan atas hak-haknya. Negara juga tidak menindak
tegas oknum yang ada dibalik keberangkatan TKI pada masa moratorium.9
Kegagalan pemerintah Indonesia dalam melindungi warga negaranya juga dapat
dilihat pada tahun 2015, kasus yang menimpa TKI Karni binti Medi Tarsim yang
dieksekusi mati pemerintah Arab Saudi atas kasus pembunuhan yang dilakukannya
pada 2012. Yang menjadi persoalan lebih kompleks adalah eksekusi dilakukan
dengan tidak adanya pemberitahuan ke pemerintah Indonesia. 10
9
News Letter Migrant Care edisi Juli –Agustus Moratoriu “etengah Hati 10
Kemlu : TKI Karni Sembelih Anak Majikan, Disorot Luas di Saudi |
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150416195459-20-47258/kemlu-tki-karni-sembelih-anak-majikan-disorot-luas-di-saudi/ diakses 20/10/2015 jam 10.14 am
(49)
39 BAB IV
UPAYA MIGRANT CARE DALAM ADVOKASI TENAGA KERJA INDONESIA DI ARAB SAUDI
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, Migrant CARE memiliki
posisi atau peran penting dalam isu migrant worker, termasuk tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Arab Saudi lebih spesifik lagi pekerja migran di sektor domestik /
informal. Dalam kiprahnya di dunia buruh migran selama kurang lebih 12 tahun,
Migrant CARE melakukan aksi-aksi untuk menggerakkan masyarakat Indonesia agar
terlibat dan memiliki kepedulian akan isu buruh migran.
Hal ini dibuktikan dengan rekam berita yang dimuat oleh berbagai media
nasional maupun yang dipublikasikan secara independent oleh Migrant CARE. Secara berkala LSM yang berdiri sejak tahun 2004 ini menerbitkan newsletter yang berisi tentang isu-isu perkembangan di dunia buruh migran. Baik mengangkat profile
mengenai kasus buruh migran yang tengah marak menjadi sorotan publik maupun
yang tidak mendapat tempat di pemberitaan media nasional. Newsletter yang diterbitkan oleh Migrant CARE juga memuat tentang kebijakan atau sikap
pemerintah dalam menanggapi isu tersebut. Selain menerbitkan newsletter, Migrant CARE juga menyuarakan aktivitas yang dilakukannya melalui website resmi mereka.
Pada website resmi ini telah dimuat banyak artikel, opini dan berita-berita yang
(50)
40 termasuk di Arab Saudi. Migrant CARE mencatat pada tahun 2013 sekitar 420 buruh
migran asal Indonesia terancam hukuman mati di luar negeri. 1
A. Peran Penting Posisi Non-Government Organization dalam Penanganan Isu Buruh Migran
Upaya perlindungan tenaga kerja Indonesia dimulai sejak sebelum
keberangkatan termasuk membekali calon TKI dengan keterampilan dan pemahaman
akan undang-undang serta hak-haknya sebagai pekerja. Namun sayangnya hal ini
belum dilakukan secara menyeluruh oleh pemerintah Indonesia. Sehingga mendorong
para aktivis yang peduli akan nasib pekerja migran pun akhirnya turun tangan.
Termasuk Migrant Care dalam menangani kasus-kasus yang dialami para pekerja
migran, dalam hal ini di Arab Saudi. Sebagai Non-Government Organization,
Migrant Care memainkan perannya dalam mendorong negara untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang menimpa tenaga kerja migran di luar negeri.
Pada bulan Juni 2016 pertepatan dengan International Day for Domestic Workers, Migrant Care bekerjasama dengan JALA PRT menyuarakan kepada pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 189 dan segera
membahas serta mengesahkan RUU PRT atas nama perlindungan dan penghormatan
kemanusiaan terhadap pekerja di sektor domestik. Upaya ini merupakan langkah
konkrit dan mutlak dilakukan sebagai komitmen pemerintah untuk mewujudkan
1 Buruh Migran Terancam Hukuman Mati, Rabu 1 Mei 2013
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/05/01/420-buruh-migran-terancam-hukuman-mati diakses pada Sabtu 3 Desember 2016
(51)
41 situasi kerja layak bagi semua pekerja seperti yang dinyatakan oleh Menaker Hanif
Dhakiri saat berpidato di International Labour Conference awal tahun 2016 lalu. 2 Pada dasarnya DPR RI telah memiliki inisiatif untuk membahas RUU PRT
atas masukan masyarakat sejak tahun 2010, namun kurang menjadi prioritas sehingga
sampai sekarang sektor kerja PRT tidak diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan
karena dianggap sebagai pekerja informal. Begitu pula dalam perlindungan TKI
migran juga masih menghadapi tanyangan dalam proses revisi RUU Perlindungan
Pekerja Indonesia di luar negeri yang disebabkan karena mindset orang Indonesia
yang masih memfokuskan pengiriman TKI sebagai bisnis yang menguntungkan dan
mengesampingkan perlindungan serta pemenuhan hak-haknya.
Dua badan dunia di bawah PBB yakni UNDP dan ILO mengeluarkan laporan
global mengenai situasi kerja termasuk buruh migran. UNDP merelease laporan
tahunan Human Development Report 2015 yang berjudul Work for Human Development, dan ILO mengeluarkan laporan ILO Global Estimates on Migrant Workers. Dua laporan itu menjelaskan bahwa masalah buruh migran sudah menjadi isu global dan makin diperhitungkan seiring dengan masuknya masalah buruh migran
dalam agenda dan tujuan Sustainable Development Goals yang disepakati oleh negara-negara anggota PBB. Dari dua laporan badan dunia tersebut menjelaskan
bahwa tidak ada kekuatan yang bisa membendung arus migrasi pekerja di berbagai
sektor yang mayoritas diisi oleh kaum buruh migran.
2
Siaran Pers Migrant Care , 16 Juni 2016 http://migrantcare.net/segera-ratifikasi-konvensi-ilo-189-dan-pengesahan-ruu-perlindungan-prt/
(52)
42
Human Development Report 2015 melaporkan tentang kerentanan yang potensial dialami oleh buruh migran adalah kondisi kerja yang tidak layak, kurangnya
perlindungan serta terjebak dalam kondisi kerja paksa bahkan perdagangan manusia.
Kawasan Asia Pasifik merupakan kawasan yang mempunyai korban paling banyak
menghadapi situasi terburuk dari isu migran workers, termasuk Indonesia.3
Melihat laporan dari dua badan dunia tersebut, Migrant Care beranggapan
bahwa permasalahan buruh migran yang kini menjadi isu global adalah alasan yang
sangat relevan untuk kembali mendesak pemerintah Indonesia agar lebih serius
menjalankan konstitusinya melindungi warga negara yang bekerja sebagai buruh
migran di luar negeri.
Kelengahan pemerintah Indonesia kembali terlihat pada kasus Siti Zaenab dan
Karni yang dieksekusi mati tahun 2015 lalu. Hingga akhir tahun 2015 setidaknya ada
281 nama buruh migran yang berada di urutan nama keputusan hukum di Arab Saudi,
bahkan diantaranya sudah mendapatkan vonis tetap. Pemerintah Indonesia hampir
tidak memiliki legitimasi moral dan politik untuk memperkarakan hukuman mati
pada buruh migran Indonesia. Seiring dengan berkembangnya fenomena buruh
migran, Migrant Care semakin mendesak pemerintah untuk serius menjadi bagian
dari Konvensi Internasional dalam Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan anggota
keluarganya untuk menjadi dasar mengambil kebijakan tingkat nasional maupun
diplomasi politik di ranah regional, multilateral dan internasional. 4
3
http://migrantcare.net/meneguhkan-komitmen-perlindungan-buruh-migran-indonesia/ 4 Meneguhkan K
omitmen Perlindungan Buruh Migran Indonesia , edisi 18 Desember 2015
(53)
43 Selain mendesak kebijakan-kebijakan dan langkah pemerintah dalam upaya
perlindungan TKI, Migrant Care juga berperan dalam perlindungan TKI sebelum
keberangkatan. Migrant Care menginisiasi adanya DESBUMI yaitu Desa Peduli
Buruh Migran. Hingga saat ini setidaknya sudah ada 7 provinsi yang memiliki desa
peduli buruh migran. DESBUMI merupakan inisiatif lokal yang dibangun untuk
mendorong terwujudnya perlindungan terhadap buruh migran terutama perempuan
sejak dari desa sebelum diberangkatkan.
Melalui desa peduli buruh migran ini diharapkan dapat berperan aktif dalam
melayani dan melindungi warganya, inisiatif terbentuknya desa peduli buruh migran
merupakan kerjasama antara organisasi masyarakat sipil, komunitas keluarga buruh
migran dan pemerintah desa. 5
B. Advokasi dan Mobilisasi Massa Migrant CARE dalam Isu Buruh Migran di Arab Saudi
Menurut David Korten, ciri yang menonjol pada NGO generasi ketiga adalah
memobilisasi massa dan advokasi 6. Dalam hal ini yang disebut dengan massa adalah
masyarakat sipil pada umumnya yang tidak memiliki kekuatan politik, sesuai dengan
ciri-ciri LSM yaitu independent dan mandiri dari campur tangan pemerintah7. Dalam
menjalankan program dan menyuarakan aspirasinya, Migrant CARE tak jarang
menggelar aksi baik berupa demonstrasi yang bersifat menuntut kebijakan pemerintah
5
Desa Peduli Buruh Migran (DESBUMI) http://migrantcare.net/desbumi/
6Da id C. Korten, Third Generation NGO “trategis : A Key to People-centered De elop ent , tahun 1987.
7
(54)
44 maupun aksi damai serta memberikan bantuan hukum dan advokasi bagi TKI
bermasalah di Arab Saudi.
Pada 2013 Migrant CARE mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan
revisi UU TKI 2013. Hal ini ditujukan untuk memperkuat peran pemerintah dan
mengurangi peran PJTKI yang masih saja menjadikan pengiriman dan penempatan
TKI sebagai lahan bisnis. Selain revisi UU TKI 2013, Migrant CARE juga meminta
untuk mengaplikasikan Konvensi PBB terkait perlindungan buruh migran yang telah
diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Konvensi yang bersifat transnasional tersebut
dinilai dapat menjadi landasan kerja saat diplomasi dalam upaya perlindungan buruh
migran. 8 Pemantauan sidang parlemen DPR juga dilakukan oleh Migrant CARE
pada Oktober hingga Desember 2014. Ini dilakukan agar revisi UU No. 39 Tahun
2004 segera diproses dan pemerintah menjadikan RUU PRT sebagai agenda
Prolegnas 2015. Prolegnas tahun 2014 menghasilkan Draft RUU PPILN dan menjadi
Hak Inisiatif Komisi IX DPR RI dan membentk TIM Pengawas Perlindungan TKI
(TIMWAS TKI) yang berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap
permasalahan TKI dan mendorong penuntasan pembahasan RUU PPILN yang masih
pada pembahasan tingkat I.9
Menanggapi kasus eksekusi hukuman mati pada TKI Siti Zaenab dan Karni
binti Medi Tarsim tahun 2015, Migrant CARE menggelar aksi protes dan mengutuk
keras sikap pemerintah Arab Saudi dan meminta Indonesia agar mengusir dubes Arab
8
Migrant CARE : Segera Revisi UU TKI 2013 http://www.antarakalbar.com/berita/309269/migrant-CARE-segera-revisi-uu-tki-2013 diakses pada Senin, 5/12/2016 jam 13.25 WIB
9
Monitoring Parlemen, Memastikan Revisi UU No 39/2004 Masuk Priorotas Prolegnas, Newsletter Migrant CARE edisi Juli-Desember 2014 halaman 14
(1)
60
Persoalan-persoalan yang ditinggalkan setelah masa pemerintahan Presiden SBY tentu menyisakan beban dan tanggungjawab pada pemerintahan selanjutnya yakni Presiden Joko Widodo. Seperti menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang menimpa buruh migran dan PRT migran seperi kekerasan, penganiayaan dan perdagangan manusia. Catatan Migrant Care setidaknya Presiden Joko Widodo memiliki tanggungan kurang lebih 261 orang yang terancam hukuman mati. Selain itu banyaknya buruh migran ilegal juga menjadi PR sendiri yang harus diselesaikan.
26
Dengan situasi tersebut, pemerintah dan lembaga non pemerintah sudah selayaknya bekerjasama dalam menangani hal tersebut. Sebab Migrant CARE mengambil perannnya sebagai NGO yang tidak memiliki wewenang dan otoritas dalam mengambil keputusan atau kebijakan yang dapat dilakukan sebagaimana negara.
26
Siaran Pers MigranT CARE, Selamatkan Buruh Migran Indonesia dari Perbudakan Modern. Newsletter Migrant CARE edisi Juli-Desember 2014 halaman 19
(2)
68 DAFTAR PUSTAKA
Buku:
David C. Korten, “Third Generation NGO Strategis : A Key to People-centered
Development”, tahun 1987.
Claude E. Welch, Protecting Humas Rights in Africa : Roles and Strategies of Non-governmental Organization (Philadelphia : University of Pennsylvania Press, 1995) Jan Breman, Mengunakkan Sang Kuli, Politik Kolonial pada awal abad ke 20, 1997, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta
Darwan Prints, 2000, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Imam Soepomo, hukum perburuhan : Bidang Keselamatan Kerja (Perlindungan Buruh) PT. Pradnya Paramita, Jakarta
Shuto M, Laobur Migration adn Human Security in East and Southeast Asia in Migration, Regional Integration and Human Security The Formation and Mintenance of Transnational Spaces 2006
Syamsuddin Mohd. Syaufii. Norma Pelindungan Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bakti Persada
Tesis:
Denie Amiruddin : Kewajban Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Indinesia Untuk Melindungi Tenaga Kerja di Saudi Arabia, Universitas Gajah Mada
Perundang-undangan:
- Vienna Convention 1961 - Vienna Convention 1963
(3)
69
- Konferensi ILO 189
- Deklarasi Universal PBB 1948
- UU 39/2004 Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negri - UU 37/1999 Hubungan Luar Negri
- Peraturan Menlu 4/2008 Pelayanan Warga Pada Perwakilan RI di Luar Negri - Kepmen No. 104 A/ MEN/2002 Penempatan TKI ke Luar Negri
News Letter:
- News Letter Migrant Care edisi Mei-Juni 2011 - News Letter Migrant Care edisi Juli – Agustus 2011 - News Letter Migrant Care edisi Juli – Desember 2014 - News Letter Migrant Care edisi Januari – Juni 2015
Situs Internet:
- TKI di 3 Negara Arab ini Paling Sering Hadapi Masalah |
http://bisnis.liputan6.com/read/809548/tki-di-3-negara-arab-ini-paling-sering-hadapi-masalah diakses pada 20/10/2015 jam 8.52 WIB
- Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI |
www.bnp2tki.go.id/readfull/980/sepanjang-2014-BNP2TKI-Mencatat-Penempatan-TKI-429.872-Orang diakses pada 20/10/2015 jam 2.36 am
- Siaran Pers Nomor : 01/Humas PMK/1/2015| http://www.kemenkopmk.go.id diakses pada 20/10/2015 jam 2.58 am
(4)
70
- TKI di 3 Negara Arab ini Paling Sering Hadapi Masalah |
http://bisnis.liputan6.com/read/809548/tki-di-3-negara-arab-ini-paling-sering-hadapi-masalah diakses pada 20/10/2015 jam 8.52 am
- TKI Satinah Menunggu Hukuman Mati di Saudi |
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/02/140211_nasib_tki_s atinah_mati diakses pada jam 9.40
- Pemerintah Upayakan Perjanjian Terkait TKI dengan Saudi
http://www.voaindonesia.com/a/pemerintah-upayakan-perjanjian-terkait-tki-dengan-saudi--110221419/86437.html diakses pada Kamis, 1 Desember 2016 pukul 19:43 WIB
- Kemlu : TKI Karni Sembelih Anak Majikan, Disorot Luas di Saudi | http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150416195459-20-47258/kemlu-tki-karni-sembelih-anak-majikan-disorot-luas-di-saudi/ diakses 20/10/2015 jam 10.14 am
- Siaran Pers Migrant Care , 16 Juni 2016 http://migrantcare.net/segera-ratifikasi-konvensi-ilo-189-dan-pengesahan-ruu-perlindungan-prt/ diakses pada Sabtu, 29 November 2016 jam 10.16 am
- Meneguhkan Komitmen Perlindungan Buruh Migran Indonesia , Siaran Pers Migran Care edisi 18 Desember 2015 http://migrantcare.net/meneguhkan-komitmen-perlindungan-buruh-migran-indonesia/ diakses pada Sabtu 26 November 2016 pukul 10.34 WIB
(5)
71
- Desa Peduli Buruh Migran (DESBUMI) http://migrantcare.net/desbumi/ diakses pada Sabtu 26 November 2016 pukul 11.03 WIB
- Buruh Migran Terancam Hukuman Mati, Rabu 1 Mei 2013
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/05/01/420-buruh-migran-terancam-hukuman-mati diakses pada Sabtu 3 Desember 2016
- Migrant CARE : Segera Revisi UU TKI 2013
http://www.antarakalbar.com/berita/309269/migrant-CARE-segera-revisi-uu-tki-2013 diakses pada Senin, 5/12/2016 jam 13.25 WIB
- 2TKI Dihukum Mati, Usir Dubes Arab. Liputan6.com edisi 17 April 2015 http://news.liputan6.com/read/2215349/migrant-CARE-2-tki-dihukum-mati-usir-dubes-arab
- Menyoal Hukuman Mati terhadap Buruh Migran
http://migrantCARE.net/menyoal-hukuman-mati-terhadap-buruh-migran/ diakses pada Senin 05/12/2016 jam 13.35 WIB
- TKI Dihukum Mati Lagi, Migrant CARE Demo Kedubes Arab Saudi http://www.solidaritas.net/2015/04/tki-dihukum-mati-lagi-migrant-CARE-demo.html diakses pada Senin 05/12/2016 jam 14.40 WIB
- Opini Migrant CARE : Bermain dengan Nyawa edisi Juli 2016 http://migrantCARE.net/bermain-dengan-nyawa/ diakses pada Senin 05/12/2016 jam 21.28 WIB
(6)
72
- Membangun Desa Peduli Buruh Migran di Indramayu. Kabar Migrant CARE edisi 19 Oktober 2016 http://migrantCARE.net/membangun-desa-peduli-buruh-migran-di-indramayu/ diakses pada Senin 05/12/2016 jam 22.13 WIB