Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

2 sebanyak 250 juta jiwa 1 , bagaimana ketersediaan lapangan kerja di Indonesia dengan pengangguran yang semakin sulit dipecahkan sehingga tak jarang masyarakat dan pemimpin bangsa menjadikan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sebagai solusi. Akan tetapi hal yang masih disayangkan seringkali pengiriman tenaga kerja ini tidak diikuti dengan sistem dan mekanisme untuk memperbaiki perlindungan bagi TKI. Fenomena tersebut dapat terlihat dari meningkatnya arus migrasi dari tahun ke tahun. BNP2TKI mencatat penempatan tenaga kerja Indonesia TKI ke berbagai negara di dunia dari tahun 2011 hingga 2014 sebanyak 2.023.341 orang 2 . Menurut Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, sebanyak 588.075 orang TKI berada di Arab Saudi 3 . Begitu banyaknya jumlah tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi tak jarang membuat para TKI ini mengalami persoalan. Pada tahun 2013 tercatat 3.769 TKI di Arab Saudi menghadapi permasalahan 4 . Persoalan yang dihadapi oleh pekerja pada umumnya seputar PHK sepihak oleh majikan, gaji yang tidak dibayarkan dan perlakuan tidak manusiawi oleh majikan. Dibandingkan tahun 2012, pada tahun 2013 ini persoalan TKI di Arab Saudi menurun sebab diterapkannya moratorium dan ketatnya proses seleksi pengiriman dan penempatan TKI. 1 TKI di 3 Negara Arab ini Paling Sering Hadapi Masalah | http:bisnis.liputan6.comread809548tki- di-3-negara-arab-ini-paling-sering-hadapi-masalah diakses pada 20102015 jam 8.52 am 2 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI | www.bnp2tki.go.idreadfull980sepanjang- 2014-BNP2TKI-Mencatat-Penempatan-TKI-429.872-Orang diakses pada 20102015 jam 2.36 am 3 Siaran Pers Nomor : 01Humas PMK12015| http:www.kemenkopmk.go.id diakses pada 20102015 jam 2.58 am 4 TKI di 3 Negara Arab ini Paling Sering Hadapi Masalah | http:bisnis.liputan6.comread809548tki- di-3-negara-arab-ini-paling-sering-hadapi-masalah diakses pada 20102015 jam 8.52 am 3 Menanggapi hal tersebut tentu pemerintah Indonesia tidak tinggal diam, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk melindungi warga negaranya di luar negeri. Berdasarkan UU Nomor 39 tahun 2004 perlindungan TKI dijelaskan sebagai upaya untuk “melindungi kepentingan calon TKITKW dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum selama maupun sesudah bekerja ”. Akan tetapi dalam upayanya pemerintah Indonesia juga menemui hambatan dan benturan diantaranya adalah problematika kultural, dimana di Arab Saudi umumnya TKI dianggap sebagai budak.Hal ini menimbulkan adanya eksploitasi terhadap TKI tanpa mengindahkan hak-hak TKI tersebut. Salah satu hak TKI yang acap kali menimbulkan permasalahan adalah upah. Besarnya upah yang diterima dianggap terlalu kecil jika dibandingkan dengan beban pekerjaan yang harus ditanggung. Bahkan terkadang upah yang seharusnya dibayarkan tidak diberikan sebagaimana semestinya. Budaya di Arab Saudi berpandangan bahwa budak merupakan hak majikan sepenuhnya, sehingga bagaimana cara memperlakukannya juga menjadi urusan pribadi masing-masing majikan. Selain kendala dalam hal perbedaan pandangan budaya, ada juga hambatan dalam hal hukum. Antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi belum ada pernjanjian atau MoU Ketenagakerjaan.Dalam prinsip hukum internasional, suatu negara berdaulat dilarang melakukan tindakan yang bersifat pelaksanaan kedaulatah terhadap negara berdaulat lainnya. Oleh sebab itu Indonesia tidak bisa memberlakukan hukumnya di negara lain, termasuk Arab Saudi. 4 Di tengah sistem kapitalisme dan neoliberalisme sendiri hambatan bagi Indonesia untuk memperjuangkan keadilan bagi para pekerjanya semakin kompleks. Potensi sumber daya alam yang seharusnya dapat dimaksimalkan oleh negara untuk mencukupi kebutuhan warga negaranya justru semakin terkikis oleh kerakusan perusahaan berskala multinasional dan transnasional ataupun skala nasional semakin memperparah nasib buruh. Dimana operasional perusahaan-perusahaan besar tersebut melekat sekali dengan image “eksploitasi buruh”. Dilihat dari segi pemerintah Indonesia, menurut BPK yang dikutip dari News Letter Migrant CARE pada tahun 2011, BPK menekankan bahwa kedua lembaga pemerintah yang ditugaskan untuk mengurusi TKI tidak benar-benar menjalankan tugas utama mereka dalam melindungi dan menjamin keselamatan TKI yang bekerja di luar ngeeri sesuai hak-hak dasar mereka. 5 Penyelesaian dan penanganan TKI bermasalah di luar negeri masih bersifat parsial, pemerintah Indonesia juga tidak memiliki kebijakan tegas dan sistem yang terintegrasi sehingga tidak mendukung penyiapan tenaga kerja yang legal dan prosedural. Dalam penempatannya data yang dimiliki juga tidak akurat dan menyebabkan semakin kesulitan dalam upaya perlindungan TKI. Pemberangkatan TKI seharusnya disertai dengan dokumen dan data-data yang resmi dari pemerintah Indonesia. Hal ini diperlukan untuk mempermudah apabila terjadi masalah yang tidak diduga. Sebab banyak kasus TKI yang terhambat dan tidak dapat ditangani oleh pemerintah Indonesia akibat dari tidak adanya dokumen- 5 News Letter Migrant CARE edisi Mei-Juni 2011 hal. 6 5 dokumen tersebut. Misalnya saja pada kasus penyiksaan Kokom binti Bama, TKI asal Jawa Barat di Arab Saudi pada tahun 2014 lalu. Kokom merupakan tenaga kerja yang statusnya ilegal dan pekerjaannya berpindah-pindah setelah melarikan diri dari majikan pertamanya. Menurut data dari Kementrian Luar Negeri menyebutkan sejak 2011 hingga awal 2014 ada kurang lebih 249 WNI yang terancam hukuman mati, termasuk 20 kasus terakhir pada awal tahun 2014 6 . Permasalahan yang timbul selain karena faktor perlakuan majikan, kasus- kasus TKI yang bermunculan juga disebabkan karena kurangnya persiapan yang dilakukan sebelum keberangkatan dan penempatan TKI sendiri. Pemberangkatan TKI hendaknya dibekali oleh keterampilan, persiapan dan pelatihan kompetensi tertentu. Misalnya saja kemampuan bahasa setempat maupun bahasa internasional, pengenalan budaya adat istiadat dan kebiasaan hidup sehari-hari, keterampilan dalam menggunakan tekhnologi, peraturan, hukum negara, etika saat dalam lingkungan kerja dan sebagainya. Pengetahuan umum mengenai keadaan politik negara tujuan juga mungkin diperlukan seperti informasi yang berkaitan dengan hubungan bilateral antara negara asal dengan negara tujuan. Hal ini akan meminimalisir terjadinya masalah-masalah yang tidak diinginkan. Pemerintah selayaknya juga memberlakukan seleksi yang ketat sebelum keberangkatan sehingga TKI yang diberangkatkan adalah TKI yang memang benar-benar siap secara fisik dan juga mental. 6 TKI Satinah Menunggu Hukuman Mati di Saudi | http:www.bbc.comindonesiaberita_indonesia201402140211_nasib_tki_satinah_mati diakses pada jam 9.40 6 Semakin maraknya kasus TKI yang semakin hari semakin bertambah mendorong munculnya Lembaga Swadaya Masyarakat LSM di Indonesia yang bergerak memperjuangkan hak-hak para buruh migran. Contohnya adalah Migrant CARE di Indonesia yang memiliki fokus dalam memperjuangkan dan memproteksi nasib para buruh migran. Migrant CARE mulai didirikan pada tahun 2004 dan bertujuan untuk memperkuat perlindungan atas hak-hak pekerja migran melalui program-programnya. Upaya perlindungan tersebut diwujudkan dengan memberikan advokasi bagi pekerja migran sera membangun jaringan, khususnya di kawasan Asia Tenggara 7 . Tidak hanya di lingkungan internasional, Migrant CARE juga bekerjasama dengan sejumlah lembaga pemerintah. Pada tahun 2007 Migrant CARE menandatangani MoU dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan untuk program pengawasan pelayanan publik bagi perempuan pekerja migran 8 . B. Rumusan Masalah Bagaimana upaya Migrant CARE dalam mendorong penyelesaian kasus TKI yang bermasalah di Arab Saudi pada tahun 2013-2015?

C. Kerangka Pemikiran

Konsep Non-Government Organization NGO 7 Migrant CARE, Profile | http:www.mampu.or.idenpartnermigrant-CARE diakses pada 20102015 8 Ibid 7 Non-government Organization, sering disingkat dengan NGO atau dikenal juga dengan istilah LSM Lembaga Swadaya Masyarakat adalah suatu perkumpulanlembaga yang bersifat non pemerintah, non profit, volunteering, berkelanjutan, dermawan dan alturuistik 9 . Karakteristik utama yang mendasar dari NGO adalah independen dari kontrol negara. Maksud dari non-pemerintah disini adalah NGO membuat keputusannya secara mandiri tanpa campur tangan pemerintah. Dalam menjalankan programnya sebuah NGO tidak diperbolehkan mengambil keuntungan apapun bagi para anggotanya untuk kepentingan pribadi. NGO bersifat sukarela yang artinya dalam keanggotaannya harus benar-benar karena keinginan pribadi untuk berpartisipasi tanpa ada paksaan. NGO juga harus memiliki program yang berkelanjutan tidak hanya sementara waktu. Sebuah NGO tidak memiliki prospek dalam mendapatkan pembayaran, jutru anggota NGO lah yang seharusnya menggalang dana untuk berlangsungnya kegiatan mereka dari berbagai sumber. Altruistik maksudnya adalah tujuan NGO semata-mata untuk kepentingan orang lain atau masyarakat secara umum 10 . NGO dapat menjadi pengawas terhadap berlangsungnya pemerintahan, sebab NGO memiliki kemampuan untuk menghimpun massa atau menjadi wakil dari jutaan orang yang mempunyai kepentingan yang sama namun tidak memiliki kekuatan politik. Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara NGO dengan masyarakat cukup dekat. Mereka memiliki point of view yang sama seperti masyarakat sebab 9 Salamon dan Anheier 1994 10 http:www.ngo.orgngoinfodefine.html