STUDI KOMPARATIF USAHATANI PADI DAERAH HULU DAN HILIR DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(1)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

INTAN ADHITYA ROSMASARI 20120220082

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh

Derajat Sarjana Pertanian

Disusun Oleh :

INTAN ADHITYA ROSMASARI 20120220082

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

(4)

dustakan?” (Q.S Ar

-Rahman)

تاج د مْلعْلا اوتوأ ي َلاو ْمكنم اونماء ي َلا ه عفْ ي

يبخ ول ْعت ا ب هو

ر

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.S. Al-Mujadalah: 11)”

Dua hal yang tidak bisa ditunda dalam kehidupan yaitu berbakti pada orang tua dan melakukan kebaikan bagi sesama (Merry Riana)

Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya dan kenali lebih dalam, terpukaulah oleh lugunya sebuah pesona #kopi


(5)

Allah SWT dan Nabi Agung Muhammad SAW Pertama, mamaku Hikmah Mariatul Kiptiyah Kedua, mamaku Hikmah Mariatul Kiptiyah Ketiga, mamaku Hikmah Mariatul Kiptiyah

Selanjutnya untuk Alm. Papa Suroso dan Papa Henry Hartanto

Buat Keluarga the Big Mba Tia, Mas Jono, Mba Dian, Mas Wiwin, Teh Ani, Aa Andri dan Menis (Rahma), juga tak lupa Mak Cacuk yang ikut merawatku sampai sebesar ini. Semua keluarga yang tak hentinya mendorongku dan mendoakanku dalam kebaikan dunia dan akhirat. Allahu Akbar

Deny Irfan Saputra, abang kriwul sipit item terimakasih sudah menjadi pelengkap dan penutup cerita kuliah di Jogja kota teromantisku. Dank je untuk doa, motivasi dan pengertiannya.

Temen-temen Anak Kos Dodol, si curhat Iko Yuliasari anak Lampung, si sok kalem Latifatul Nerisa anak Madiun, si tum Denis Riantiza anak Magelang AKMIL, si bawel Lestari Handayani tonggo e, si Novita Sari anak Temanggung, si Umniyatul Mahmudah anak Purwodadi, dan si sunda Merina Putri Hutami anak Tasikmalaya Serta pemilik kos ibu Hariani dan Dinda serta machi (kucing

gemesin)

Para pejuang skripsi dari Tim Payung Penelitian Disertasi dari Bapak Triyono, terimakasih sudah mau memberi kesempatan kepada saya dan tim untuk ikut terlibat dalam penelitian dan dijadikan dalam skripsi kami. Jagalah solidaritas kita kawan seperti Habibullah uda Padang, Friska Arsalina uni Palembang, Muh. Imanudin budak Serang dan Mahendra Ardi cah Ponorogo. Tanpa kalian karya ini ndak selesai bro.

Temen-temen seperjalanan kuliah Agribisnis 2012, terimakasih untuk semangat, motivasi, dukungan, bantuan, kritik dan saran sejak dari awal kuliah hingga sekarang. Kita semua sodara.

Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini


(6)

v

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Komparatif Usahatani Padi Daerah Hulu Dan Hilir Di Daerah Istimewa Yogyakarta”, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tampa adanya bantuan dari semua pihak, baik dalam teknis ataupun non teknis, sehingga dengan penuh kerendahan hati dan rasa hormat. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tuaku Mama Hikmah Mariatul Kiptiyah, (Alm) Bapak Suroso, dan Papa Henri Hartanto dan kakak serta adek yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya. Dosen pembimbing skripsi Bapak Triyono, SP.,MP dan Dr. Ir. Triwara Budhhi S, MP. yang telah memberikan ilmu, waktu, nasihat hingga terselesaikan skripsi ini. Serta Ir. Hj Lestari Rahayu,MP sebagai dosen penguji.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk kedepannya supaya dapat digunakan sebagai perbaikan, sehingga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi semuanya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Yogyakarta, 26 April 2016


(7)

vi DAFTAR ISI


(8)

(9)

viii

DAFTAR TABEL


(10)

(11)

x

DAFTAR GAMBAR


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN


(13)

xii

STUDI KOMPARATIF USAHATANI PADI DAERAH HULU DAN HILIR DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Intan Adhitya Rosmasari

Triyono SP. MP / Dr. Ir. Triwara Buddhi S, MP

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi produksi padi dan mengetahui perbedaan biaya, pendapatan, dan keuntungan usahatani padi daerah hulu dan hilir di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan sampel menggunakan acak sederhana dengan total 60 petani. Data dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan perbandingan beda nyata. Hasil penelitian menunjukan faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi adalah benih, pupuk urea, lahan, dan tenaga kerja. Produksi padi di musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. produksi padi di daerah hulu lebih tinggi daripada daerah hilir. Produksi padi lebih rendah pada lahan milik sendiri. Biaya, pendapatan dan keuntungan daerah hulu dan hilir tidak ada perbedaan.


(14)

(15)

xiii

Daerah Istimewa Yogyakarta

Intan Adhitya Rosmasari

Triyono SP. MP / Dr. Ir. Triwara Buddhi S, MP Agribusiness Department Faculty of Agriculture

Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACT

THE COMPARATIVE STUDY OF RICE FARMING UPSTREAM AND DOWNSTREAM AREAS AT DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

This research aims to know the factors that influence to the production of rice and to knowing the differences in cost, revenue and profits of rice farming at upstream area and downstream area. This research uses simple random sampling with the numbers of respondents are the sixty farmer. The data were analyzed based of Cobb-Douglas production function and significancy differencent test. The results shows that factors of rice production which have influence are seed, fertilizer, land, and labor. Amount of rice production is increase in dry season and when it planted in upstream. Production of rice is decrease when rice planted in personal field. Cost, revenue dan profits of farming in the upstream and downstream area there is no difference.


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dalam perekonomian dunia saat ini masuk dalam kategori negara yang sedang berkembang, baik dalam sektor pembangunan, keuangan maupun sektor pertanian. Menurut Pasaribu (2012), sektor pertanian di Indonesia dibagi menjadi lima subsektor yaitu subsektor pertanian pangan, subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan. Subsektor pertanian bahan pangan menjadi satu sumber pangan utama penduduk Indonesia terutama padi. Kebutuhan beras terus meningkat karena jumlah penduduk yang terus bertambah, hal ini ditunjukkan pada tahun 2013 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 jiwa menjadi sebanyak 255.461.686 jiwa di tahun 2014. Oleh karena itu ketahanan pangan menjadi fokus pemerintah.

Ketahanan pangan akan tetap menjadi isu yang penting bagi bangsa Indonesia. Meskipun Indonesia pernah berhasil mencapai swasembada beras di tahun 1984, namun ketahanan pangan masih tetap menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan subsektor pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak bisa disubstitusi dengan bahan lain. Sementara, pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat memerlukan penyediaan bahan pangan dalam jumlah yang sangat besar (Yudhoyono, 2011).

Di samping itu, implementasi undang-undang nomor 7 tahun 1996 mengamanatkan pembangunan pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar


(17)

2

manusia, dan pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan, serta menjelaskan tentang konsep, komponen dan hak yang berperan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Oleh karenanya semua pihak menjadi penanggung jawab dari ketahanan pangan, terutama dalam sektor padi yang menjadi bahan pokok makanan masyarakat Indonesia

Padi mempunyai peranan paling penting dalam penyediaan pangan yang mendukung ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi rumah tangga petani. Oleh sebab itu, produksi padi perlu segera ditingkatkan untuk dapat memenuhi permintaan konsumsi beras masyarakat Indonesia yang sangat tinggi. Berdasarkan data BPS tahun 2009 konsumsi beras Indonesia mencapai 139,15 kg per kapita/per manusia lebih tinggi dari rata-rata konsumsi beras dunia sebesar 60 kg per kapita. Sebagai perbandingannya, masyarakat Jepang mengkonsumsi beras dengan jumlah 60 kg per kapita, Malaysia dan Brunei 80 kg per kapita dan Thailand 70 kg per kapita.

Setiobudi dan Fagi (2009) menyatakan bahwa Sekitar 70 persen produksi padi nasional berasal dari padi sawah irigasi dan Pulau Jawa menyumbang sekitar 57 persen produksi nasional. Tidak jauh dari Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta juga menjadi salah satu penyumbang hasil padi di Indonesia. Daerah produksi padi berada di Kabupaten Sleman dan Bantul. Hal ini merupakan salah satu upaya ketahanan pangan pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk meningkatkan produksi padi. Data tahun 2013, luas panen padi sawah di Kabupaten Bantul sebesar 32.621 hektar, dengan rata – rata produktivitasnya 64,11 kuintal per hektar dengan produksi sebesar 209,149 ton dan produksi padi


(18)

3

sawah di Kabupaten Sleman mencapai 307, 581 ton, rata – rata produktivitas padi sebesar 62,97 kuintal per hektar dengan luas panen padi sawah 48.584 hektar (Statistik Harga Produsen Gabah DIY, 2013).

Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang baik dan strategis merupakan salah satu komponen dalam mendukung keberhasilan pembangunan pertanian. Saat ini, sistem irigasi sungai dalam kondisi yang baik digunakan pada bidang pertanian. Kondisi ini juga dapat meningkatkan hasil produksi pertanian.

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai tersebut terdiri dari hulu, tengah dan hilir. Kabupaten Sleman merupakan daerah dataran bagian atas dan Kabupaten Bantul berada di dataran rendah yang sebagian besar daerahnya dekat dengan pantai laut selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan letak wilayahnya memungkinan ketersediaan dan kualitas air yang berbeda. Sehingga akan berdampak pada hasil produksi padi di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pengembangan padi di Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi Kabupaten Sleman dan Bantul. Kedua daerah tersebut memiliki kondisi daerah dan ketinggian tempat yang relatif berbeda. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang berada pada dataran bagian atas dan relatif dekat dengan sumber air, sedangkan sentra pengembangan padi di Kabupaten Bantul berada di bagian selatan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini membuat perbedaan pada besarnya produksi padi yang dihasilkan, dikarenakan volume dan kualitas air mempengaruhi usahatani padi. Hal ini menjadi pertanyaan seberapa besar produksi dari usahatani padi di daerah hulu maupun hilir sungai.


(19)

4

Apabila volume air yang diterima dan kualitas air yang baik maka dapat meningkatkan produksi padi menjadi lebih tinggi. Maka pendapatan maupun keuntungan yang didapat petani padi juga lebih tinggi. Selain itu adanya irigasi disekitar persawahan dapat menekan biaya usahatani yang dikeluarkan hal ini dikarenakan tidak memerlukan pompa atau pembuatan sumur misalnya. Dapat dilihat juga bagaimana perbedaan biaya, pendapatan dan keuntungan yang diperoleh dari usahatani padi dan disisi lain terdapat berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani padi di daerah hulu dan hilir sungai.

B. Tujuan

1. Mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi daerah hulu dan hilir Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Mengetahui perbedaan biaya, pendapatan, dan keuntungan usahatani padi daerah hulu dan hilir di Daerah Istimewa Yogyakarta.

C. Kegunaan

Penelitian dengan topik studi komparatif usahatani padi daerah hulu dan hilir sungai di Daerah Istimewa Yogyakarta, diharapkan dapat berguna bagi peneliti dalam menambah pengetahuan ilmu di bidang sosial ekonomi pertanian serta mengetahui langsung bagaimana kegiatan usahatani padi yang dilakukan di daerah hulu dan hilir sungai. Bagi pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan usahatani padi di daerah hulu dan hilir sungai.


(20)

5

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Padi

Padi termasuk famili Gramineae, subfamili Oryzidae, dan genus Oryzae. Dari 20 spesies anggota genus Oryzae yang sering dibudidayakan adalah Oryza sativa

L dan O. glaberima Steund. Oryza sativa berbeda dengan O. glaberima Steund

karena spesies ini memiliki cabang-cabang sekunder yang lebih panjang pada malai daun ligula. Namun, kedua spesies tersebut berasal dari leluhur yang sama yaitu O. Parennis Moench yang berasal dari Goudwanaland. Proses evolusi kedua kultigen tersebut berkembang menjadi 3 ras ekogeografik, yaitu sinic (japonica), indica, dan javanica.

Morfologi tanaman padi terdiri dari bagian vegetatif (akar, batang, dan daun), bagian generatif berupa malai dan bunga. Akar padi tergolong akar serabut. Akar yang tumbuh dari kecambah biji disebut akar utama (primer radikula). Akar lain yang tumbuh dekat buku disebut akar sekunder. Akar padi tidak memiliki pertumbuhan sekunder sehingga tidak banyak mengalami perubahan. Akar tanaman berfungsi untuk menompang batang, menyerap nutrien dan air serta untuk pernapasan.

Secara fisik batang padi berguna untuk menopang tanaman secara keseluruhan yang diperkuat oleh pelepah daun. Secara fungsional batang berfungsi untuk mengalirkan nutrien dan air ke seluruh bagian tanaman. Batang padi bentuknya bulat, berongga dan beruas-ruas. Antarruas dipisahkan oleh buku.


(21)

Pada awal pertumbuhan, ruas-ruas sangat pendek dan bertumpuk rapat. Setelah memasuki stadium reproduktif, ruas-ruas memanjang dan berongga. Oleh karena itu stadium reproduksi disebut juga stadium perpanjangan ruas. Ruas batang makin ke bawah makin pendek.

Daun padi tumbuh pada buku-buku dengan susunan berseling. Pada tiap buku tumbuh satu daun yang terdiri dari pelepah daun, helai daun, telinga daun (uricle), dan lidah daun (ligula). Daun yang paling atas memiliki ukuran terpendek disebut daun bendera. Daun keempat dari daun bendera merupakan daun terpanjang. Jumlah daun per tanaman tergantung varietas. Varietas unggul umumnya memiliki 14-18 daun.

Bagian generatif tanamana padi terdiri dari malai, bunga, dan buah padi. Malai padi terdiri dari 8-10 buku yang menghasilkan cabang-cabang primer. Buku pangkal malai umumnya hanya muncul satu cabang primer dan dari cabang primer tersebut muncul lagi cabang-cabang sekunder. Panjang malai diukur dari buku terakhir sampai butir gabah paling ujung. Kepadatan malai adalah perbandingan antara jumlah bunga tiap dengan panjang malai.

Bunga padi berkelamin dua dan memiliki 6 buah benang sari dengan tangkai sari pendek dan dua kandung serbuk di kepala sari. Bunga padi juga mempunyai dua tangkai putik dengan dua buah kepala putik yang berwarna putih dan ungu. Sekam mahkota ada dua dan yang bawah disebut lemma sedang yang atas disebut

palea. Buah padi (gabah) terdiri dari bagian luar yang disebut sekam dan bagian dalam yang disebut karyopsis. Sekam terdiri dari lemma dan palea. Biji yang sering disebut beras pecah kulit adalah karyopsis yang terdiri dari lenbaga


(22)

(embrio) dan endosperm. Endosperm diselimuti oleh lapisan aleuron, tegmen, dan perikarp (Suparyono, 1993).

2. DAS Hulu dan Hilir

Daerah aliran sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut : daerah hilir merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah esturia yang didominasi hutan bakau atau gambut. Daerah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda dari yang di atas (Asdak, 2010).

Irigasi atau pengairan mengalir dari sungai baik itu di hilir maupun di hulu. Irigasi adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian. Penyaluran air dilakukan secara tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan kemudian setelah air itu dipergunakan sebaik-baiknya secara tertib dan teratur pula mengalirnya (Siregar, 1981). Irigasi merupakan sumberdaya pertanian yang sangat strategis. Berbeda dengan input lain seperti


(23)

pupuk ataupun pestisida yang peranannya relatif terbatas pada proses produksi yang telah terpilih, peranan air irigasi itu sangat luas. Sumberdaya ini tidak hanya mempengaruhi produktivitas tetapi mempengaruhi spektrum penguasaan komoditi pertanian. Oleh karena itu, kinerja irigasi bukan hanya berpengaruh pada pertumbuhan produksi pertanian tetapi juga berimplikasi pada strategi pengusahaan komoditas pertanian dalam artian luas (Sumaryanto, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian oleh Sumaryanto (2006) dengan judul

“Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air Irigasi Melalui Penerapan Iuran Irigasi Berbasis Nilai Ekonomi Air Irigasi”, dapat disimpulkan bahwa dimasa yang

akan datang, upaya peningkatan produksi pangan akan semakin terkendala oleh meningkatnya kelangkaan air irigasi. Selain disebabkan oleh meningkatnya kompetisi penggunaan air antar sektor perekonomian, meningkatnya kelangkaan itu juga berkaitan dengan degradasi fungsi jaringan irigasi.

3. Usahatani Padi

Pertanian meruapakan suatu usaha atau kegiatan budidaya yang meliputi bidang tanaman, bidang peternakan dan bidang perikanan, serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi produksinya seperti iklim, tanah, hama, penyakit, dan teknologi yang digunakan, juga pengolahan dan pemasaran hasil. Usaha-usaha dibidang pertanian merupakan Usaha-usahatani. Klasifikasi Usaha-usahatani terjadi karena adanya perbedaan faktor fisik, ekonomis, produksi dan faktor lain (Fatah, 2007). Usahatani ialah bagaimana petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, dan modal. Produksi adalah suatu proses yang menggunakan beberapa barang dan jasa yang disebut input


(24)

diubah menjadi barang dan jasa lain yang disebut output. Hubungan antara input dan output ini dapat diberi tanda dengan menggunakan suatu fungsi produksi. Produksi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan usaha untuk menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang. Segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memproduksi disebut faktor produksi. Faktor produksi diantaranya ialah tanah, modal, tenaga kerja, alat, dan sarana produksi (Suratiyah, 2015).

Fungsi produksi dapat menggambarkan dan mendekati keadaan yang sebenarnya, oleh karenanya di perlukan analisis. Fungsi produksi yang digunakan ialah analisis Fungsi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi produksi yang memperlihatkan pengaruh input yang digunakan dengan

output yang dihasilkan. Sebelum data dapat diolah dan dianalisis lebih lanjut, data yang diperoleh harus terlebih dulu ditransformasikan ke dalam bentuk Logaritma Natural (Ln). Bentuk persamaaan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut:

LnY = ln b0 + b1lnX1+ b2ln X2+ b3ln X3+ ulne Dengan ketentuan :

Y = Produksi

X1, X2, X3 = Input Produksi bo = Intersep

b1…bn = Koefisien regresi u = Faktor pengganggu

Dengan menyelesaikan persamaan tersebut maka akan diperoleh besaran parameter penduga yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas masing-masing faktor input terhadap output (Soekartawi, 1994).


(25)

Berdasarkan hasil penelitian oleh Puspito (2011) dengan judul “Analisis Komparatif Usahatani Padi (Oryza Sativa L) Sawah Irigasi Bagian Hulu Dan Sawah Irigasi Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang Di Kabupaten Sragen”, menunjukan bahwa rata-rata produksi padi usahatani padi sawah irigasi bagian hulu sebesar 76,31 Kw/Ha sedangkan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir 74,87 Kw/Ha. Rata-rata penggunaan benih pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu 31,85 kg/Ha dan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir sebanyak 50,80 Kg/Ha. Pupuk urea pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu sebanyak 336,43Kg/Ha dan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir 401,14 Kg/Ha. Penggunaan pupuk SP-36 sebesar 217,56 Kg/Ha dan pupuk ZA 109,67 Kg/Ha pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan pada usahatani padi bagian hilir sebanyak 58,33 Kg/Ha pupuk SP-36 dan pupuk ZA 29,36 Kg/Ha. Penggunaan obat-obat kimia, yaitu zat pertumbuhan tanaman (ZPT), herbisida, dan pestisida pada kedua jenis usahatani menunjukan jumlah yang hampir sama. Secara total penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu sebanyak 159,08 HKP, sedangkan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir sebanyak 169,57 HKP.

4. Biaya, Pendapatan dan Keuntungan Usahatani

Biaya merupakan semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Biaya terbagi menjadi dua, yaitu biaya eksplisit dan biaya implisist. Biaya eksplisist adalah biaya yang


(26)

terlihat secara fisik, misalnya berupa uang. Sementara biaya implisist adalah biaya yang tidak terlihat secara langsung misalnya, penyusutan alat.

a. Biaya usahatani

Menurut Hernanto (1989), Biaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Total Fixed Cost (TFC): biaya yang dikeluarkan perusahaan atau petani yang tidak

mempengaruhi hasil output / produksi. Berapapun jumlah output yang dihasilkan biaya tetap itu sama saja. Contoh: sewa tanah, pajak, alat pertanian, iuran irigasi.

2. Total Variable Cost (TVC) yaitu biaya yang besarnya berubah searah dengan berubahnya

jumlah output yang dihasilkan. 3. Total Cost (TC) = FC + VC.

Menurut T.Gilarso dalam Nurdin (2010) Biaya yang digunakan dalam usahatani dapat dibedakan menjadi :

1. Biaya implisit adalah biaya yang secara ekonomis harus ikut diperhitungkan sebagai biaya produksu meskipun tidak dibayar dalam bentuk uang. Misalnya upah tenaga kerja sendiri dan lahan milik sendiri.

2. Biaya eksplisit adalah semua pengeluaran yang dipergunakan untuk membayar faktor produksi, bahan-bahan, transport, energi dan sebagainya.

b. Pendapatan usahatani.

Menurut Soekartawi (2002) pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total baiaya dalam suatu proses produksi. Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: NR = TR-TC

Dengan ketentuan:

NR : Pendapatan usahtani

TR : Total penerimaan (total revenue) TC : Total biaya (total cost).


(27)

Menurut Suratiyah (2006), keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya eksplisit dan implisit yang dikeluarkan. Keuntungan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Π = TR – TC ( eksplisit + implisit ) Keterangan :

Π : Keuntungan

TR : Penerimaan Total

TC (eksplisit + implisit) : Total Biaya (eksplisit + implisit).

Berdasarkan hasil penelitian oleh Puspito (2011) dengan judul Analisis Komparatif Usahatani Padi (Oryza Sativa L) Sawah Irigasi Bagian Hulu Dan Sawah Irigasi Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang Di Kabupaten Sragen, menunjukan bahwa rata-rata biaya usahatani padi sawah irigasi bagian hulu sebesar Rp 8.602.098,41. Pengeluaran terbesar adalah pada kelompok biaya tenaga yang mencapai 73,97 persen dari total biaya usahatani sedangkan kelompok biaya sarana produksi sebesar 18,07 persen dan sisanya adalah biaya lain-lain, yang meliputi biaya penyusutan, pajak tanah, IPAIR, operasi pompa air dan selamatan. Berbeda dengan biaya usahatani padi sawah irigasi bagian hulu, rata-rata biaya usahatani padi sawah irigasi bagian hilir adalah sebesar Rp 10.507.170,98 dengan persentase pengeluaran untuk biaya tenaga kerja sebesar 64,55 persen dari total rata-rata biaya usahatani. Pengeluaran biaya lain-lain sebesar 18,93 persen dan sisanya adalah untuk biaya sarana produksi. Rata-rata penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu sebesar Rp 20.663.115,08 dan penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir sebesar Rp 20.086.091,81. Rata-rata pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu


(28)

adalah Rp 12.031.016,67/Ha. Usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Rp 9.578.920,83/Ha.

B. Kerangka berfikir

Usahatani merupakan bentuk cara-cara penentuan, pengorganisasian dan pengkoordinasian penggunaan faktor-faktor produksi secara efektif, efisien dan berkesinambungan untuk menghasilkan produksi dan pendapatan usahatani yang tinggi. Usahatani yang dimaksud ialah usahatani padi pada daerah hulu dan hilir. Kedua daerah usahatani tersebut menggantungkan pada ketersediaan air. Selain itu faktor produksi juga berperan dalam menentukan produksi dala usahatani padi. Produksi yang dinilai secara ekonomi bertujuan untuk memperoleh pendapatan bagi keluarga petani yang selanjutnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani dapat digunakan untuk menilai keberhasilan petani dalam mengelola usahataninya. Usahatani bertujuan untuk memperoleh pendapatan bagi keluarga petani yang selanjutnya dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pendapatan yang diperoleh petani akan menunjukan tingkat keuntungan yang didapat.


(29)

Gambar 1. Kerangka Berfikir C. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian, dapat diajukan sebagai hipotesis seperti berikut:

1. Diduga benih, pupuk, pestisida, luas lahan, tenaga kerja, musim, lokasi dan status kepemilikan lahan akan mempengaruhi produksi usahatani padi di hulu dan hilir Daerah Istimewa Yogyakarta.

Usahatani Padi Hulu dan Hilir pada musim hujan dan kemarau

Harga Output

Harga Input

Produksi

Biaya Implisit: 1. Biaaya TKDK

2. Biaya sewa lahan milik sendiri

3. Biaya bunga modal milik sendiri

Penerimaan

Biaya Explisit :

1. Biaya penyusutan alat 2. Biaya benih

3. Biaya pupuk urea 4. Biaya pupuk ponska 5. Biaya pupuk kandang, 6. Biaya pestisida

7. Biaya TKLK 8. Biaya lain-lain

Pendapatan Faktor Produksi :

Benih, Pupuk, Pestisida, Luas Lahan, dan Tenaga Kerja


(30)

2. Diduga ada perbedaan biaya, pendapatan dan keuntungan pada usahatani padi antara daerah hulu dengan daerah hilir di Daerah Istimewa Yogyakarta.


(31)

16

penelitian yaitu berupa populasi dan sampel, variabel penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskripsi ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2011). Pada penelitian ini kegiatan yang akan dilakukan berupa pencarian data untuk menggambarkan secara faktual suatu peritiwa atau suatu gejala secara apa adanya. Metode yang digunakan untuk memperoleh gambaran usahatani padi daerah hulu dan hilir sungai di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung disertasi dengan judul Efisiensi Dan Keberlanjutan Usahatani Padi di Daerah Istimewa Yogyakarta” oleh Bapak Triyono, SP., MP

Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive. Metode purposive adalah pengambilan sampel daerah secara sengaja dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki daerah hulu dan hilir seperti pada tabel 1.


(32)

Tabel 1. Lokasi Penentuan Sampel Lokasi Usahatani Padi Hulu dan Hilir di DIY Daerah Sumber irigasi Daerah irigasi Kelompok

Tani

Jumlah Anggota

Hulu

Sungai Konteng Margodadi Seyegan Beran 23 Sidomoyo Godean Mekarsari 58 Sungai Bedog Sidoarum Godean Margo

Rukun 15

Sungai Kuning

Wukirsari Cangkringan Sido mukti 23 Widodomartani Ngemplak Mugi

makmur 42

Sungai Gajah

Wong Pakembinangun Pakem

Tani

Mulyo 30

Hilir

Sungai Konteng Argomulyo Sedayu Karang

mulyo 45

Sungai Bedog

Guwosari Pajangan Ngudi

Makmur 114

Wijirejo Pandak Tani Rejo

II 92

Sungai Kuning Sitimulyo Piyungan Sido

Makmur 50

Sungai Gajah

Wong Tegaltirto Berbah

Ngudi

Raharjo 54 Tamanan Banguntapan Krobokan 48 Sumber : Diolah dari berbagai sumber (Dinas PU-ESDAM Bantul dan Sleman 2013, BPS Bantul 2013 dan BPS Sleman 2013).

A. Metode pengambilan sample

Metode pengambilan sampling dengan cara simple ramdom sampling yaitu penentuan ke 6 lokasi di daerah hulu dan hilir secara sengaja dengan pertimbangan-pertimbangan. Kemudian masing-masing lokasi di ambil satu kelompok tani secara acak, kelompok tani yang diambil ialah kelompok yang menggunakan sumber air irigasi dari sungai yang telah disebutkan. Pengambilan responden dengan cara diundi oleh ketua kelompok tani dengan mengambil 5 petani yang bisa di diwawancarai. Di setiap lokasi diambil 5 petani secara acak. Hal ini dilakukan karena sampel tersebut sudah mewakili jumlah petani di dilokasi penelitian. Responden yang akan diambil total sebanyak 60 petani.


(33)

B. Metode Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan pada penelitian ini berupa data : 1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap responden maupun pengamatan dilapangan. Wawancara dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada petani di hulu dan hilir menggunakan pertanyaan yang berstruktur

(Quisoner) sebagai panduan wawancara. Data tersebut meliputi identitas petani padi, penguasaan lahan, penggunaan alat usahatani, sarana produksi, penerimaan usahatani padi daerah hulu dan hilir sungai.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Instansi yang terkait seperti BPS Yogyakarta, Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sumber Daya Air di Kabupaten Sleman dan Bantul. Data ini merupakan data yang mendukung data primer, sehingga diperoleh hasil yang jelas untuk mendukung penelitian ini. Data tersebut berupa hasil dari literatur, arsip, monografi dan buku-buku catatan.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah 1. Asumsi

a. Tidak membedakan teknologi budidaya padi yang ada di hulu maupun hilir Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Jenis padi dan pola tanam yang digunakan dianggap sama semua, baik di hulu maupun hilir Daerah Istimewa Yogyakarta.


(34)

c. Input-input prorduksi diperoleh dari pembelian dan hasil produksi (gabah kering) habis terjual pada saat penelitian berlangsung.

d. Adapun bantuan dari dinas terkait berupa faktor input produksi maka dianggap petani membeli dengan harga yang berlaku di waktu dan tempat penelitian.

e. Debit air yang diterima oleh setiap petak lahan petani baik di hulu maupun di hilir dianggap sama.

f. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah tingkat suku bunga tabungan bank BPD DIY.

2. Pembatasan Masalah

Penelitian ini terjadi pada musim hujan dan kemarau di akhir tahun 2013 dan awal tabun 2014 pada usahatani padi sawah irigasi daerah hulu dan hilir Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Definisi Operasional Data dan Pngukuran Variabel

1. Usahatani padi sawah pada irigasi hulu adalah usahatani yang membudidayakan tanaman padi pada lahan sawah irigasi yang berada di daerah hulu.

2. Usahatani padi sawah pada irigasi hilir adalah usahatani yang membudidayakan tanaman padi pada lahan sawah irigasi yang berada di daerah hilir.

3. Benih adalah benih padi yang digunakan pada usahatani padi sawah hulu dan hilir dalam satu musim tanam, dihitung dalam satuan kilogram (Kg) dan dinilai dalam rupiah per meter per musim tanam (Rp/m2/MT).


(35)

4. Pupuk adalah jenis dan jumlah pupuk yang digunakan dalam usahatani padi sawah irigasi hulu atau hilir dalam satu musim tanam yang diukur dalam satuan kilogram dan dinilai dalam rupiah per meter per musim tanam (Rp/ m2/MT).

5. Pestisida meliputi obat pemberantas hama dan zat pertumbuhan tanaman adalah jenis (pestisida, herbisida, ZPT) dan jumlah yang digunakan dalam usahatani padi hulu dan hilir dalam satu musim tanam yang diukur dalam satuan liter dan dinilai dalam rupiah per meter per musim tanam (Rp/ m2/MT).

6. Lahan adalah lahan garapan usahatani padi sawah irigasi secara monokultur di daerah irigasi bagian hulu dan hilir dalam satu musim tanam yang diukur dalam satuan meter (m2).

7. Tenaga kerja adalah keseluruhan tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi sawah irigasi dalam satu musim tanam, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Semua tenaga kerja dikonversikan ke dalam tenaga kerja pria dan diukur dalam HKO, sedangkan nilai tenaga kerja berdasarkan upah dalam rupiah per HKO (Rp/HKO).

8. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang budidaya tanaman.

9. Biaya total adalah semua biaya yang digunakan dalam proses produksi, terdiri dari biaya implist dan biaya eksplisit yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).


(36)

10. Biaya Impilisit adalah pengeluaran atas faktor-faktor yang dimilki petani itu sendiri, seperti tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan milik sendiri dan bunga modal milik sendiri dalam bentuk rupiah (Rp).

11. Biaya Explisit adalah semua biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani selama produksi usahatani berlangsung yang terdiri dari penyusutan alat, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja luar keluarga dan biaya lain-lain (Rp). 12. Harga output adalah jumlah uang yang digunakan untuk menggantikan satu

kilogram gabah kering panen dengan satuan rupiah (Rp).

13. Produksi adalah jumlah padi yang dihasilkan oleh petani dalam bentuk gabah kering panen dengan satuan Kg

14. Penerimaan usahatani padi adalah produk total dari usahatani padi sawah irigasi hulu dan hilir yang dihasilkan dalam satu musim tanam yang diterima oleh petani. Penerima dihitung dengan mengalikan jumlah produksi gabah kering panen dengan harga jual produk per kilogram (Rp/Kg) yang dinyatakan dalam rupiah per meter per musim tanam (Rp/ m2/MT).

15. Pendapatan usahatani padi adalah pendapatan bersih dari usahatani padi sawah irigasi hulu dan hilir yang dihasilkan dalam satu musim tanam yang diperhitugkan dari selisih antara total penerimaan petani dengan total biaya mengusahakan yang dikeluarkan petani dalam satu musim tanam, dinyatakan dalam rupiah per meter per musim tanam (Rp/ m2/MT).

16. Keuntungan adalah total penerimaan dari usahatani padi sawah hulu dan hilir dikurangi dengan total biaya dinyatakan dalam rupiah (Rp).


(37)

E. Teknik Analisis

Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisi deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif untuk menggambarkan keadaan dan kondisi usahatani padi di daerah hulu dan hilir di Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi produksi padi dan biaya, pendapatan serta keuntungan.

1. Analisis fungsi produksi

Untuk menguji hipotesis yang pertama digunanakan analisis fungsi produksi. Analisis fungsi produksi dilakukan guna memperoleh informasi bahwa dengan sumber daya yang terbatas seperti benih, pupuk, pestisida, luas lahan dan tenaga kerja, dapat dikelola dengan sebaik–baiknya agar diperoleh keuntungan yang maksimum. Metode penelitian dengan pendekatan model fungsi produksi tipe Cobb-Douglas.

Fungsi Cobb-Douglas adalah fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen yang menjelaskan (X) (Soekartawi,2006). Dalam penelitian ini yang termasuk variabel independen (X) antara lain: benih, pupuk, pestisida, luas lahan dan tenaga kerja, sedangkan variabel dependen (Y) adalah produksi padi.

Fakor-faktor yang mempengaruhi produksi menggunakan analisis regresi linier berganda fungsi Cobb-Douglas yang di logaritmakan persamaannya. Bentuk persamaaan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut:


(38)

Agar fungsi produksi dapat ditaksir dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, maka perlu ditransformasikan ke dalam bentuk fungsi linier sebagai berikut:

LnY = ln bo + b1lnX1+ b2ln X2+ b3ln X3 + b4ln X4.+ b5ln X5+ b6ln X6 + b7ln X7 + d1 D1 + d2D2 + d3 D3 u

Dengan ketentuan :

Y = Produksi Padi (Kg) X1 = Benih (Kg)

X2 = Pupuk Urea (Kg) X3 = Pupuk Ponska (Kg) X4 = Pupuk Kandang (Kg) X5 = Pestisida (Kg)

X6 = Luas Lahan (Ha) X7 = Tenaga kerja (HKO) D1 = Lokasi

Lokasi penelitian sebagai Variabel dummy, angka 1 bila usahatani dilokasi hulu dan angka 0 bila usahatani dilokasi hilir

D2 = Musim Tanam

Angka 1 untuk musim hujan dan angka 0 untuk musim kemarau D3 = Status kepemilikan lahan

Angka 1 untuk lahan milik sendiri dan angka 0 untuk selain lahan milik sendiri (sewa dan sakap)

bo = Intersep

b1 – b7 = Koefisien regresi d1- d3 = Koefisien dummy u = kesalahan (eror)

Untuk mengetahui ketepatan model yang digunakan diuji dengan koefisien determinasi (R2 ). Menurut Sugiyono (2010), nilai R2 dapat dirumuskan sebagai berikut :

R2 = Keterangan :

R2 = Koefisien determinasi

ESS = Explained sum of square (jumlah rerata kuadrat) TSS = Total sum of square (jumlah total kuadrat)


(39)

Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran kesesuaian yang digunakan untuk mengetahui ketepatan model yang digunakan. Nilai berkisar antara 0 sampai 1. Model dianggap baik bila nilai R2 mendekati satu.

Selanjutnya untuk menguji pengaruh variabel independent secara bersama-sama terhadap variabel dependen pada model di atas digunakan uji secara bersama-sama yaitu menggunakan uji F. Menurut Sugiyono (2010), penghitungan dengan uji F sebagai berikut :

Ho : bi = 0, artinya tidak ada pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Ha : salah satu dari bi ≠ 0, artinya ada pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

ℎ�� =

( 2/�)

1−R2 (nk1)

� = �; � − � −1 ; �%

Keterangan :

k = Banyaknya koefisien n = Banyaknya sampel

α = Tingkat kesalahan Kaidah uji :

− � ≤ ℎ�� ≤ � , maka Ho diterima, artinya faktor produksi secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap produksi padi.

ℎ�� > � � ℎ�� < − � , maka Ho di tolak, artinya faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi padi


(40)

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing–masing variabel independen (X) dan dependen (Y). Menurut Sugiyono (2010), uji t dapat di cari dengan perhitungan sebagai berikut :

Ho : bi = 0 artinya secara parsial faktor–faktor produksi ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi (Y).

Ho : bi ≠ 0 artinya secara parsial faktor–faktor produksi ke-i berpengaruh nyata terhadap produksi padi (Y).

t hitung = �

t tabel = t(α%(n-k-1) Keterangan :

bi = Parameter yang diestimasi

Sbi = Standart error parameter yang diestimasi Kaidah uji :

thit < ttab, keputusannya adalah menerima Ho thit > t tab, keputusannya adalah menolak Ho 2. Analisis Usahatani.

a. Total biaya

Menurut Soekartawi (2006), total biaya yaitu biaya eksplisit ditambah dengan biaya implisit, dirumuskan seperti berikut :

TC= TC eksplisit+TC implisit Keterangan :

TC= total biaya (total cost)

TC eksplisit : Total biaya Eksplisit (total cost eksplisit).


(41)

b. Pendapatan

Menurut Soekartawi (2006), untuk mengetahui pendapatan petani dalam satu kali produksi/ musim tanam, dapat ,menggunakan rumus sebagai berikut :

NR=TR-TCE Dengan ketentuan:

NR : Pendapatan usahtani

TR : Total penerimaan (total revenue)

TCE : Total biaya Eksplisit (total cost eksplisit).

c. Keuntungan usahatani

Menurut Soekartawi (2006), menghitung keuntungan yang didapat [etani dapat menggunakan penghitungan sebagai berikut :

Π = TR – TC(E+I)

Keterangan :

Π : Keuntungan

TR : Penerimaan Total

TC (eksplisit + implisit) : Total Biaya (eksplisit + implisit).

Selanjutnya untuk mengetahui perbandingan biaya, pendapatan dan keuntungan usahatani daerah hulu dan hilir menggunakan pengujian secara komparasi. Menurut Sugiyono (2010), pengujian secara komparasi antara hulu dan hilir menggunakan uji t (t-test) yang besarnya nilai t-hitung dapat diketahui dengan rumus :

1) Biaya usahatani padi Rumusan hipotesis :

Ho = � 1 = � 2 , maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan biaya usahatani padi di hulu dan hilir per Ha.


(42)

Ha = � ≠ �1 2 , maka Ha diterima, artinya ada perbedaan biaya usahatani padi di hulu dan hilir per Ha.

Kriteria pengujian:

thit < ttab , maka ho diterima dan ha di tolak thit > ttab , maka ho ditolak dan ha diterima

Pengujian hipotesis dilakukan pada tingkat kesalahan 10%

�ℎ�� = � −1 �2 �12

�1 +

�22

�2 Dengan ketentuan :

= Rata-rata biaya usahatani padi daerah hulu = Rata-rata biaya usahatani padi daerah hilir S1 = Standar deviasi biaya usahatani padi daerah hulu S2 = Standar deviasi biaya usahatani padi daerah hilir �1 = Jumlah petani usahatani padi daerah hulu

�2 = Jumlah petani usahatani padi daerah hilir 2) Pendapatan usahatani padi

Rumusan hipotesis :

Ho = � 1 = � 2 , maka Ho diterima, artinya tidak terdapat perbedaan pendapatan usahatani padi di hulu dan hilir per Ha.

Ha = � ≠ �1 2 , maka Ha diterima, artinya terdapat perbedaan pendapatan usahatani padi di hulu dan hilir per Ha.

Kriteria pengujian:

thit < ttab , maka ho diterima dan ha di tolak thit > ttab , maka ho ditolak dan ha diterima

Pengujian hipotesis dilakukan pada tingkat kesalahan 10%

�1

�1


(43)

Menurut Sugiyono (2010), komparasi pendapatan usahatani daerah hulu dan hilir menggunakan rumus sebagai berikut :

�ℎ�� = � −1 �2 �12

�1 +

�22

�2 Dengan ketentuan :

= Rata-rata pendapatan usahatani padi daerah hulu = Rata-rata pendapatan usahatani padi daerah hilir S1 = Standar deviasi pendapatan usahatani padi daerah hulu S2 = Standar deviasi pendapatan usahatani padi daerah hilir �1 = Jumlah petani usahatani padi daerah hulu

�2 = Jumlah petani usahatani padi daerah hilir 3) Keuntungan usahatani padi

Rumusan hipotesis :

Ho = � 1 = � 2 , maka Ho diterima, artinya tidak terdapat perbedaan keuntungan usahatani padi di hulu dan hilir per Ha.

Ha = � ≠ �1 2 , maka Ha diterima, artinya terdapat perbedaan keuntungan usahatani padi di hulu dan hilir per Ha.

Kriteria pengujian:

thit < ttab , maka ho diterima dan ha di tolak thit > ttab , maka ho ditolak dan ha diterima

Pengujian hipotesis dilakukan pada tingkat kesalahan 10%

Menurut Sugiyono (2010), komparasi keuntungan usahatani daerah hulu dan hilir menggunakan rumus sebagai berikut :

�1

�1


(44)

�ℎ�� = � −1 �2 �12

�1 +

�22

�2 Dengan ketentuan :

= Rata-rata keuntungan usahatani padi daerah hulu = Rata-rata keuntungan usahatani padi daerah hilir S1 = Standar deviasi keuntungan usahatani padi daerah hulu S2 = Standar deviasi keuntungan usahatani padi daerah hilir �1 = Jumlah petani usahatani padi daerah hulu

�2 = Jumlah petani usahatani padi daerah hilir

�1

�1


(45)

30

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Fisik Daerah

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Kota Yogyakarta. Berdasarkan bentang alam secara topografi, wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu fisiografi Gunungapi Merapi, Pegunungan Selatan atau Penggunungan Seribu, Pegunungan Kulon Progo dan Dataran Rendah. Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana, dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah yang timpang.

Batas-batas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut, a. Sebelah barat : Kabupaten Purworejo Jawa Tengah

b. Sebelah Timur : Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah

c. Sebelah utara : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten Jawa Tengah

d. Sebelah Selatan : Samudra Hindia

Luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 3.185,80 km2 (0,17 % dari luas wilayah Indonesia sebesar 1.860.359,67 km) dan merupakan wilayah administrasi terkecil kedua setelah DKI Jakarta di Negara Indonesia. Luas wilayah tersebut terdiri dari 5 Kabupaten, 78 Kecamatan, 169 kota, 264 desa dan


(46)

4.508 dukuh. Kota Yogyakarta memiliki luas 32,50 km (1,02%) , Kabupaten Kulon Progo memiliki luas 586,27 (18,40%), Kabupaten Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 km (46,63%), Kabupaten Bantul memiliki luas 506,85 km (15,91%) dan Kabupaten Sleman dengan luas 574,82 km (18,04%). Dua Daerah Aliran Sungai yang besar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu DAS Progo di bagian barat dan DAS Opak-Oya di bagian timur. Sungai-sungai yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Sungai Serang, Progo, Code, Winongo, Gajah Wong, Kuning, Konteng, Bedog, Opak, Oya dan Boyong.

Berdasarkan wilayah tersebut, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki daerah hulu dan hilir. Dilihat dari ketinggian tempat dan Daerah Aliran Sungai. Daerah Hulu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berada di wilayah Kabupaten Sleman dengan luas wilayah 574,82 km. Terbentang mulai 110º 13´ 00´´ sampai dengan 110º 33´ 00´´ Bujur Timur dan mulai dari 7º 34´ 51´´ sampai dengan 7º 47´ 03´´ lintang selatan, dengan ketinggian antara 100 - 2.500 meter di atas permukaan air laut. Jarak terjauh utara-selatan kira-kira 32 km, timur-barat kira-kira 35 km, terdiri dari 17 kecamatan, 86 desa dan 1212 padukuhan. Bagian utara berbatasan Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah.

Daerah Hilir Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berada di wilayah Kabupaten Bantul. Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah di Provinsi


(47)

DIY yang berada di bagian selatan dan berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia. Letak astronominya antara 110º12΄34˝ sampai 110º31΄08˝ Bujur Timur

dan antara 7º44΄04˝ sampai 8º00΄27˝ Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 0- 100 meter di atas permukaan air laut. Kabupaten Bantul terbagi menjadi 17 kecamatan, 75 desa dan 933 dusun. Wilayah Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat, serta kawasan pantai di sebelah selatan. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebelah utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

B. Kependudukan dan sarana prasarana

Demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan, meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan (Wikipedia, 2009). Kependudukan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarakan jenis kelamin. Sarana prasarana merupakan upaya penunjang kegiatan penduduk di suatu tempat. Sarana prasarana yang ada di suatu daerah ialah sarana pendidikan, sarana ekonomi dan sarana jalan maupun sarana irigasi untuk kebutuhan pertanian dan rumah tangga.


(48)

Struktur penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul pada sensus penduduk di tahun 2010, sebagai berikut :

Tabel 1. Struktur penduduk menurut jenis kelamin Kabupaten Sleman dan Bantul

Jenis kelamin Kabupaten Persentase (%)

Sleman Bantul

Laki-laki 574891 469981 51

Perempuan 566793 477085 49

Jumlah 1141684 947066 100

Sumber : Bappeda Kabupaten Sleman dan Bantul

Dilihat dari struktur penduduk di Kabupaten Sleman dan Bantul terdapat perbedaan. Di Kabupaten Sleman didominasi oleh penduduk dengan jenis kelamin laki-laki. Sebaliknya di Kabupaten Bantul penduduknya lebih banyak berjenis kelamin perempuan. Secara keseluruhan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki mencapai 51% di kedua kabupaten. Keseluruhan penduduk kedua kabupaten mencapai 2.088.750 jiwa.

2. Sarana prasarana

Sarana prasarana merupakan penunjang kegiatan pendudukan suatu daerah. Semakin banyak sarana prasarana yang ada di suatu daerah, akan mempengaruhi perkembangan pendudukannya lebih maju. Berikut diantara sarana prasaran yang ada di Kabupaten Sleman dan Bantul.

a. Sarana pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu indikator dalam upaya peningkatan kecerdasan suatu masyarakat. Pendidikan juga berpengaruh pada tingkat kedewasaan maupun sikap seseorang. Oleh karennya sarana pendidikan yang dibangun oleh dinas terkait ikut membantu meningkatkan kemajuan sumber daya


(49)

manusia masyarakatnya. Berikut jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Sleman dan Bantul.

Tabel 2. Jumlah sarana menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul

Uraian Sleman Bantul

TK 492 504

SD Negeri 377 286

SD Swasta 124 76

SLTP Negeri 54 47

SLTP Swasta 56 42

SMU Negeri 16 19

SMU Swasta 26 16

SMK Negeri 8 13

SMK Swasta 50 35

SLB Negeri 1 2

SLB Swasta 28 16

Sumber : BPS Kabupaten Sleman dan Bantul

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat 1056 sarana pendidikan di Kabupaten Bantul dan di Kabupaten Sleman sebanyak 1232 sekolah. Kabuapten Sleman memiliki lebih banyak sekolah dari jenjang SD sampai dengan SLB. Hal ini bisa menunjukan bahwa SDM di Kabupaten Sleman lebih tinggi minat penduduk untuk bersekolah, sehingga dapat meningkatkan kecerdasan penduduknya.

b. Sarana perekonomian

Penunjang perekonomian yang baik dapat dilihat dari banyaknya sarana yang disediakan untuk kegiatan bertukar maupun simpan pinjam di suatu sarana perekonomian. Sarana prasarana perekonomian yang ada di Kabupaten Sleman dan Bantul dapat di lihat sebagai berikut.


(50)

Tabel 3. Jumlah sarana perekonomian di Kabupaten Sleman dan Bantul

Uraian Sleman Bantul

Pasar Kabupaten 37 27

Pasar desa 40 29

Pasar hewan 5

Pasar ikan 16

Pasar seni 1

Koperasi 600 453

KUD 17 17

Sumber : Bappeda Kabupaten Sleman dan Bantul

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa keberadaan pasar di suatu daerah akan mempengaruhi distribusi perekonomian di suatu daerah. Kabupaten Sleman memiliki pasar dengan jumlah terbanyak. Pasar yang ada di daerah Kabupaten Sleman juga beragam, sesuai kegunaan dan ketepatan barang yang diperjual belikan. Sedangkan ciri khas dari Kabupaten Bantul ialah adanya pasar seni. Pasar ini memfasilitasi karakter masyarakat Kabupaten Bantul yang lebih banyak di bidang kesenian. Lembaga perekonomian yang menunjang di daerah kedua kabuapaten tersebut ialah KUD dan koperasi yang jumlahnya lebih banyak di Kabupaten Sleman.

Salah satu faktor yang dapat menjelaskan dan mendukung keberhasilan perekonomian suatu daerah adalah tersedianya fasilitas perekonomian bagi masyarakat. Sarana perekonomian yang juga penting keberadaannya di daerah adalah sarana penyedia layanan simpan dan pinjam untuk usaha. Sarana ini berupa KUD maupun lembaga ekonomi di kelompok tani. Keberadaan sarana perekonomian berperan dalam penyediaan dana untuk pinjaman usahatani maupun menyimpanan hasil usahatani berupa uang. Selain hal tersebut, KUD juga dimanfaatkan sebagai tempat penjualan hasil produksi pertanian baik berupa gabah kering maupun sudah menjadi beras, tempat pembelian saprodi dengan


(51)

harga yang relatif murah dan sesuai dengan kebutuhan petani. Selain itu penyedia dana untuk usahatani di kalangan petani ialah kelompok tani. Pinjaman yang diberikan oleh kelompok tani semata-mata untuk usahatani. petani lebih memilih kelompok tani dikarenakan bunga yang diberikan cukup terjangkau bagi petani.

c. Sarana jalan

Sarana penghubungan darat merupakan jalur vital untuk menunjang perekonomian disuatu daerah. Selain aksesnya mudah dan terjangkau, menjadikan jalur darat menjadi banyak pilihan masyarakat. Sarana prasarana jalan yang ada di Kabupaten Sleman dan Bantul dapat di lihat sebagai berikut.

Tabel 4. Sarana prasarana jalan di Kabupaten Sleman dan Bantul

Uraian Sleman Bantul

Jalan provinsi 139,69 km 122,97 km

Jalan negara 61,65 km 74,46 km

Jalan Kabupaten 1085,13 km 873,32 km

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Sleman dan Bantul

Berdasarkan tabel di atas daerah Sleman maupun Bantul dilalui 3 jalan yang ada yaitu jalan provinsi, negara dan kabupaten. Keberadaan jalan ini mennjadi salah satu penunjang kegiatan perekonomian di kedua daerah tersebut. Terutama distribusi dalam bidang pertanian. Semakin cepat distribusi suatu barang ke suatu daerah, akan mempercepat pula proses kemajuan ekonomi daerah tersebut.

C. Luas Penggunaan Lahan

Secara keseluruhan luas daerah Kabupaten Sleman yang lebih banyak daerah hulu sungai sebesar 57.482 ha. Luas penggunaan lahan daerah Sleman dimanfaatkan untuk pekarangan, sawah, tegal, hutan, tanah tandus dan lainnya. Penggunaan lahan tersebut diusahankan oleh masyarakat untuk memaksimalkan manfaat dari lahan itu sendiri. Ditahun 2013 luas pekarangan sebesar 18.561 ha,


(52)

sawah sebesar 24.774 ha, tegal sebesar 3.924 ha, hutan sebesar 530 ha, tanah tandus sebesar 1.263 ha dan lainnya sebesar 8.430 ha. Sawah irigasi di Kabupaten Sleman sebesar 22.152 ha sedangkan sawah non irigasi sebanyak 2.622 ha. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Bantul dimanfaatkan untuk sawah sebesar 15.471 ha dan lahan bukan sawah meliputi tegal/kebun, hutan rakyat, tambak, kolam/tebat/empang dan lainnya tercatat 14.125 ha dan lahan bukan pertanian meliputi tanah untuk bangunan dan pekarangan, hutan negara, lahan tidak ditanami/rawa dan tanah lainnya tercatat seluas 21.089 ha. Sawah irigasi di Kabupaten Bantul sebesar 12.349 ha, sedangkan sawah non irigasi sebanyak 2.188 ha. Selama ini irigasi yang ada berasal dari fasilitas pengairan yang diambil dari satu buah sungai yang mengalir pada suatu daerah.

D. Iklim

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain (Wikipedia, 2015). Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, hari hujan terbanyak dalam satu bulan selama tahun 2013 adalaj 27 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi 492,9 mm. Kecepatan angin maksimum 7,4 m/s dan minimum 2,6 m/s. Sementara kelembaban nisbi udara tertinggi 96,7 % dan terendah 55,0 %. Temperatur udara tertinggi 31,8 ºC dan terendah 21,5 ºC. Sedangkan Kabupaten Bantul curah hujan tertinggi tercatat 907 mm, hari hujan tertinggi berkisar 0-29 hari atau rata-rata hari hujan dalam satu bulan adalah 9 hari hujan dan curah hujan rata-rata 198,4 mm.


(53)

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa curah hujan daerah Kabupaten Sleman lebih tinggi daripada Kabupaten Bantul. Hal ini berpengaruh terhadap pola lahan pertanian di dua Kabupaten tersebut. Pola tanam di Kabupaten Sleman adalah 3 kali padi, sedangkan di Kabupaten Bantul pola tanamnya padi-padi-palawija.

E. Keadaan pertanian

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki potensi yang cukup tinggi dibidang pertanian. Hal ini terlihat dari penggunaan lahan yang ada, yaitu 55,336.00 ha adalah lahan sawah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani juga banyak. Selain itu pertanian terutama tanaman pangan pangan di pengaruhi oleh volume air yang masuk ke lahan untuk proses selama budidaya oleh karenanya daerah Kabupaten Sleman dilalui oleh mata air dan hulu-hulu sungai, hal ini dilihat juga dari ketinggian tempat daerah tersebut. Sedangkan daerah Kabupaten Bantul cenderung berada di pesisir laut, hal ini menunjukan daerah tersebut merupakan hilir dari sungai-sungai dari daerah hulu. Kondisi tersebut juga tercermin pada pertanian di Kabupaten Sleman yang memiliki daerah hulu sungai dan Kabupaten Bantul merupakan daerah hilir sungai di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dilihat dari lokasi kedua daerah tersebut, dapat di tujukan pada luas panen dan produksi tanaman pangan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.


(54)

Tabel 5. Luas panen dan produksi produksi tanaman bahan makanan di Kabupaten Bantul dan Sleman tahun 2013

Kabupaten Bantul Kabupaten Sleman

Jenis Tanaman Produksi (Ton) Jenis tanaman Produksi (ton)

Padi Sawah 209.149 Padi sawah 307.869

Jagung 19.077 Jagung 34.460

Ubi Kayu 34.865 Ubi kayu 11.480

Kedelai 2.203 Kedelai 54

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui di Kabupaten Sleman maupun Bantul, padi menjadi komoditi utama dengan luas dan produksi terbesar daripada tanaman pangan lainnya. Selain dikarenakan kondisi alam yang cocok untuk budidaya, juga karena adanya upaya pemerintah daerah beserta petani untuk lebih meningkatkan produksi padi agar ketrsediaan bahan makanan berupa beras terpenuhi. Dan lokasi bisa mempengaruhi produksi padi di kedua daerah tersebut.

Selain itu, berdasarkan lokasi ketersediaan air yaitu ada di hulu dan di hilir, kedua daerah tersebut dapat di lihat dari budidaya perikanannya, dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 6. Produksi ikan di daerah Kabupaten Sleman dan Bantul tahun 2013

Kabupaten Sleman Kabupaten Bantul

Kolam Mina padi Keramba Kolam Keramba Tambak 255.304 146.740 206.710 11.206 15.130 580.598 Sumber : BPS Kabupaten Sleman dan Bantul

Berdasarkan tabel di atas, lokasi keberadaan budidaya ikan juga mempengaruhi produksi. Daerah hulu yang memiliki volume air yang berlimpah dan tersedia setiap saat akan menghasilkan produksi ikan lebih banyak dibandingkan dengan daerah hilir yang jumlah airnya di atur pemakainnya dengan jaringan irigasi yang ada.


(55)

Irigasi menjadi suatu kebutuhan untuk bidang pertanian. Pasokan air untuk bidang pertanian sangat banyak, sehingga membutuhkan jaringan irigasi yang lancar dan baik. Berikut tabel jaringan irigasi yang ada di Kabupaten Sleman dan Bantul.

Tabel 7. Jaringan irigasi daerah Kabupaten Sleman dan Bantul

Uraian Sleman Bantul

Panjang saluran Irigasi primer 346,8 km 149,3 km Panjang saluran Irigasi sekunder 421,4 km 224,3 km Panjang saluran irigasi tersier 1960,9 km 1741,8 km Sumber : Dinas Sumber Daya Air Kabupaten Sleman dan Bantul

Berdasarakan tabel di atas dapat dilihat jaringan irigasi yang ada di daerah Kabupaten Sleman yang menjadi hulu sungai di daerah istimewa yogyakarta dan Kabupaten Bantul sebagai daerah hilir. Dilihat dari panjangnya saluran irigasi dari primer sampai tersier lebih panjang di daerah Sleman. Hal ini dikarenakan daerah Sleman lebih banyak aliran sungai dan mata air.


(56)

41

Petani sebagai pengelola usahatani tentunya di tuntut untuk cerdas dalam melaksanakan usahatani, hal ini dilakukan untuk meningkatkan produksi, kualitas kuantitas dan pendapatan dalam berusahatani. Petani merupakan manajer dalam usahataninya. Peran petani diantaranya dalam mengelola lahan, tenaga kerja, modal dan sumber daya lainnya untuk memperoleh pendapatan yang maksimal.

Identitas petani padi merupakan gambaran secara umum tentang keadaaan yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan petani dalam menjalankan usahatani tersebut. Identitas petani ini digunakan sebagai tolok ukur tingkat kemampuan petani dalam melakukan usahatani terutama padi. Identitas petani meliputi umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama berusahatani dan hak kepemilikan lahan. Petani dalam penelitian ini adalah petani yang mengusahakan sawahnya untuk ditanami padi dengan sumber irigasi sungai dari daerah hulu maupun daerah hilir sungai Daerah Istimewa Yogyakarta. Identitas tersebut akan menentukan bagaimana penerapan dalam usahataninya.

1. Umur

Umur akan berpengaruh pada kepiawaian petani dalam mengelola usahatani padi. Hal ini dikarenakan kemampuan fisik sangat dibutuhkan selama proses budidaya padi di sawah. Umur para petani yang ada di hulu maupun hilir sungai dapat dilihat pada tabel berikut.


(57)

Tabel 1. Sebaran Umur Petani Padi di Daerah Hulu Dan Hilir

Umur Hulu Hilir

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

32 – 47 5 17 5 17

48 – 63 13 43 17 57

>64 12 40 8 27

Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui umur petani yang mengusahakan lahan pertanian untuk padi sawah berada di usia produktif. Untuk daerah hulu dengan persentase 43% adalah berumur 48-63 tahun sebanyak 13 orang, sedangkan di daerah hilir berjumlah 17 orang dengan persentase 57%. Umur dapat menunjukan bahwa sebagian besar petani secara fisik mampu mengelola usahataninya dengan baik, hal ini dapat menunjang keahlian dan kecarmatan dalam berusahatani padi sawah. Selain itu masih ada petani yang berumur > 64, dengan jumlah di daerah hulu lebih banyak daripada daerah hilir yaitu sebesar 40%. Kondisi ini masih memungkinkan petani untuk mengelola usahataninya.

Penduduk usia matang akan pengalaman dan tenaga masih dimungkinkan untuk meningkatkan ketrampilan dan menambah pengetahuan dalam mengelola teknologi baru untuk memajukan usahatani padi. Meningkatnya ketrampilan dan pengetahuan petani maka diharapkan dapat meningkatkan produksi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani padi sawah.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam menerima dan menerapkan inovasi teknologi baru di samping kemampuan dan keterampilan dalam usahatani padi sawah. Tingkat pendidikan petani umumnya akan


(58)

mempengaruhi cara berfikir petani. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh maka akan semakin mudah penerapan dalam mengelola usahatani. pendidikan para petani yang ada di hulu maupun hilir sungai dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Tingkat Pendidikan Petani Padi di Daerah Hulu Dan Hilir Tingkat

Pendidikan

Hulu Hilir

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak sekolah/ tidak

tamat sekolah

1 3 2 7

SD 11 37 10 33

SMP 4 13 6 20

SMA 10 33 11 37

Pendidikan Lain 4 13 1 3

Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh petani bervariasi. Daerah hulu menunjukan sebagian besar tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh pada pendidikan SD dengan presentase 37%, sedangkan daerah hilir sebagian besar pada jenjang SMA sebanyak 11 orang. SMA disini setara dengan SMK dan STM. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan terakhir yang di tempuh para petani padi sawah masih rendah, para petani hanya mengandalkan keterampilan bertani turun-temurun dan pengalaman dari orang lain. Selain itu pendidikan lain yang dimaksud ialah pendidikan formal seperti perguruan tinggi.

Pendidikan merupakan identitas suatu masyarakat. Apabila pendidikan yang ditempuh oleh sebagian besar masyarakat tinggi, dapat diartikan lingkungan masyarakat tersebut mampu dengan mudah menerima pengetahuan baru. Terkait teknologi yang baru di dunia pertanian khususnya dalam usahatani padi.


(59)

3. Anggota Keluarga

Keluarga petani meliputi kepala keluarga dan anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi tingkat kerja petani. Anggota keluarga berperan sebagai tenaga kerja dalam keluarg yang membantu kepala keluarga dalam proses usahatani. jumlah anggota keluarga petani padi sawah daerah hulu dan hilir dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Padi di Daerah Hulu Dan Hilir Jumlah Tanggungan

Hulu Hilir

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

0-3 17 57 19 63

4-6 10 33 10 33

>7 3 10 1 4

Jumlah 30 100 30 100

Jumlah anggota keluarga petani di daerah hulu dan hilir yang menjadi tanggungan petani dari tidak ada tanggungan sampai tiga orang sebanyak 17 keluarga untuk daerah hulu dan 19 keluarga di daerah hilir. Semakin banyak anggota keluarga yang dimiliki petani, maka semakin banyak pula pengeluaran petani, sehingga dimungkinkan tidak mampu dalam mengembangkan usahatani yang dikelola dan pendapatan yang diterima cenderung untuk biaya hidup, khusunya biaya kebutuhan pokok keluarga petani.

4. Pengalaman Bertani

Tingkat pengalaman berusahatani yang dimiliki petani secara tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir. Petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama akan lebih mampu merencanakan ushatani dengan lebih baik, karena


(60)

sudah memahami segala aspek dalam berusahatani. Sehingga semakin lama pengalaman yang didapat memungkinkan produksi menjadi lebih tinggi. Lamanya petani dalam mengusahakan usahataninya untuk daerah hulu dan hilir dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Pengalaman Bertani Petani Padi di Daerah Hulu Dan Hilir Pengalaman Bertani

Hulu Hilir

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1-19 11 37 11 37

20-39 6 20 8 26

>40 13 43 11 37

Jumlah 30 100 30 100

Petani yang paling lama pengalaman dalam berusahatani padi sawah daerah hulu selama > 40 tahun sedangkan untuk daerah hilir pengalaman beratani selama nol sampai sembilan belas tahun dan lebih dari empatpuluh tahun sama jumlahnya yaitu sebanyak 11 orang atau 37% persentasenya. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama pengalaman yang didapatkan dalam berusahatani semakin baik pemahaman dalam budidaya padi sawah. Sedangkan untuk pengalaman petani yang baru juga besarnya sama dengan petani yang mendapatkan pengalaman, hal ini dimungkinkan daerah tersebut masih dalam tahap memunculkan lagi semangat dalam bertani padi sawah.

Belajar dengan mengamati pengalaman petani lain sangat penting, karena merupakan cara yang lebih baik untuk mengambil keputusan daripada melalukan tindakan sendiri. Pengalaman bertani didapatkan dari keikutsertaan petani dalam kelompok tani dan kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh instansi terkait. Biasanya pertemuan kelompok tani di adakan setiap 30-40 hari sekali tergantung


(61)

dengan kesepakatan bersama di antara anggota kelompok tani. Sedangkan untuk penyuluhan, diadakan oleh pegawai penyuluh dari Badan Penyuluhan Pertanian di kecamatan masing-masing dengan waktu yang tidak pasti. Penyuluhan diadakan saat awal akan tanam, ketika tanaman terserang hama yang tidak terkontrol dan ketika ada masalah-masalah lain terkait usahatani padi sawah.

5. Status Kepemilikan Lahan

Pola pengusaan lahan sawah yang menjadi tempat dalam mengusahakan usahtani padi. Lahan milik sendiri ialah bentuk pengusaan lahan secara kekal dan didapatkan dari turun-temurun dan dapat diwariskan pada ahli warisnya kelak. Sewa lahan ialah bentuk pengusaaan lahan untuk budidaya dengan menggunakan lahan milik orang lain yang kemudian membayar sewa sesuai kesepakatan. Sedangkan sakap dapat di artikan bentuk pengusaan lahan milik orang lain yang lahannya di budidayakan petani lain untuk berusahatani padi dan hasil dari budidaya tersebut di bagi sama rata antara pemilik lahan dan petani penggarapnya. Tabel 5. Status Lahan Padi di Daerah Hulu Dan Hilir

Status Lahan

Hulu Hilir

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Hak Milik 16 53 13 43

Sewa 3 10 7 23

Sakap 11 37 10 33

Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui status kepemilikan lahan garapan petani padi sawah. Persentase terbanyak untuk kepemilikan lahan baik hulu maupun hilir ialah kepemilikan lahan milik pribadi, daerah hulu sebesar 53% dan hilir sebanyak 43%. Status kepemilikan lahan ini akan mempengaruhi biaya


(1)

103

1726m2 . Dilihat dari t-testnya menunjukan bahwa pendapatan usahatani di daerah hulu dan hilir Daerah Istimewa Yogyakarta tidak ada perbedaan atau Ho diterima. Hal yang menunjukan bahwa Ho diterima yaitu hasil nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel dari tingkat kesalahan 10% (0,845<1,66). Hal ini juga terjadi pada usahtani dalam hektar. Nilai t hitung lebih kecil daripada t tabel. maka pendapatan usahatani padi di daerah hulu dan hilir tidak beda nyata. Bisa diartikan bahwa pendapatan usahatani padi pada hulu dan hilir Daerah Istimewa Yogyakarta sama secara analisis komparasi. Akan tetapi potensi peningkatan pendapatan mungkin bisa terjadi. Hal ini dengan ditujukan dari jumlah produksi padi yang dihasilkan. Produksi padi di daerah hulu yang lebih tinggi bisa berpotensi meningkatan pendapatan petani padi.

Tabel 15. Rincian pendapatan usahatani padi sawah daerah hulu dan hilir

Rincian Per UT Per Ha

Hulu Hilir Hulu Hilir

Penerimaan 4.990.946 3.914.230 22.011.193 22.975.068 Biaya Eksplisit 2.524.070 1.785.623 10.042.398 10.970.500 Pendapatan 2.466.876 2.128.607 11.968.796 12.004.568

Sumber : Data primer diolah

Dilain sisi secara nyatanya, selisih pendaptan sebesar Rp338.269. Pendapatan didapatkan dari penerimaan dikurangi biaya eksplisit. Besarnya penerimaan yang diperoleh oleh petani rata-rata sebesar Rp 4.990.946,- dengan rata-rata produksi yang dihasilnya sebanyak 1148,5 kg dengan harga Rp 4.428,- untuk daerah hulu. Daerah hilir besarnya produksi mencapai 902 kg dengan rata-rata harga jual gabah kering sebesar Rp 4471,- sehingga penerimaan yang didapat sebesar Rp 3.914.230,-. Dilihat dari produksi dan harga jual gabah kering di kedua daerah sudah menunjukan perbedaan. Hal ini karena produksi dan harga jual gabah kering menentukan penerimaan yang didapat. Oleh karena itu tanpa analisis, daerah hulu dan hilir tetap mengalami perbedaan di pendapatan yang di peroleh oleh petani padi sawah yang menggunakan irigasi

3. Perbandingan keuntungan pada Usahatani Padi Daerah Hulu dan Hilir Hipotesis yang diajukan adalah biaya pada usahatani padi daerah hulu dan hilir memiliki perbedaan. Analisis komparatif biaya usahatani padi di daerah hulu dan hilir Daerah Istimewa Yogyakarta seperti pada tabel berikut:


(2)

104

Tabel 16. Hasil T-Test Perbandingan Keuntungan Usahatani Padi Daerah Hulu Dan Hilir untuk Dua Musim

Uraian Per usahatani Per Ha

Hulu Hilir Hulu Hilir

Rata-rata keuntungan 1.964.100 1.674.507 9.875.410 9.042.882 Standart deviasi 2225013,215 1842201,127 12143856,37048 8025322,47639

Group 1 2 1 2

N 60 60 60 60

t-hitung 0,777 0,443

t-tabel(10%) 1,66 1,66

Sig. (2 tailed) 0,439 0,659

Sumber : Data primer diolah

Berdasarkan hasil analisis keuntungan usahatani padi pada hulu dan hilir Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukan bahwa keuntungan pada usahatani padi di daerah hulu adalah 1.964.1002505/m2, sedangkan daerah hilir hanya sebesar 1.674.507/ 1726m2 . Dilihat dari t-testnya menunjukan bahwa keuntungan usahatani di daerah hulu dan hilir Daerah Istimewa Yogyakarta tidak ada perbedaan atau H0 diterima. Hal yang menunjukan bahwa H0 diterima yaitu hasil nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel dari tingkat kesalahan 10% (0,777<1,66). Bisa diartikan bahwa keuntungan usahatani padi pada hulu dan hilir Daerah Istimewa Yogyakarta sama. Hal tersebut juga sama terjadi ketika usahatani padi tersebut dikonversi ke skala hektar. Analisis perbandingan tidak terdapat perbedaan. Hanya saja kemungkinkan ada potensi peningkatan keuntungan jika dilihat dari jumlah produksi padi, terutama di daerah hulu yang berpotensi mendapatkan keuntungan lebih tinggi daripada di daerah hilir.

Tabel 17. Rincian Keuntungan dalam Usahtani Padi Daerah Hulu dan Hilir

Rincian Per UT Per Ha

Hulu Hilir Hulu Hilir

Pendapatan 2.466.876 2.128.607 11.968.796 12.004.568 Biaya Implisit 502.776 454.100 2.093.385 2.961.686 Keuntungan 1.964.099 1.674.507 9.875.410 9.042.882

Sumber : Data primer diolah

Perbedaan keuntungan usahtani padi sawah irigasi daerah hulu dan hilir tidak terpaut jauh dari nilai dalam rupiah. Untuk per usahatani atau per 2505m2 terpaut Rp 289.592,- antara keuntungan di daerah hulu dan hilir, sedangkan dalam per Ha terpaut Rp 832.528,-. Oleh karena dalam analisis komparasi keuntungan tidak terlihat perbedaan secara nyata, akan tetapi secara perhitungan keuntungan di usahatani padi sawah yang dilakukan di daerah hulu maupun hilir memiliki


(3)

105

perbedaan meskipun tidak terlalu jauh selisihnya. Hal ini karena keuntungan dipengaruhi oleh biaya implisit yang terdiri dari biaya yang dibayarkan untuk biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya sewa lahan sendiri dan bunga modal sendiri yang dalam kenyataannya biaya-biaya itu tidak dikeluarkan untuk pembiayaan dalam usahatani pada umumnya. Bunga modal sendiri diambil dari lembaga keungan Bank Pembangunan Daerah (BPD DIY). Biaya sewa lahan milik sendiri di dapatkan dari biaya yang umumnya dibayar untuk menyewa seluas lahan untuk kegiatan pertanian atau usahatani padi sawah.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Studi Komparatif Usahatani Padi Daerah Hulu Dan Hilir Di Daerah Istimewa Yogyakarta” dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas diketahui bahwa peningkatan faktor produksi benih, pupuk urea, lahan, dan tenaga kerja akan meningkatkan produksi padi. Sedangkan penggunaan pestisida mengurangi produksi padi. Pada musim kemarau produksi padi dapat lebih tinggi dari musim hujan. Produksi padi tertinggi jika di tanam di daerah hulu dan produksi padi lebih rendah hasilnya jika di tanam pada lahan milik sendiri.

2. Analisis perbandingan usahatani padi antara daerah hulu dan hilir menunjukan biaya, pendapatan dan keuntungan tidak ada perbedaan, akan tetapi ada potensi untuk meningkatkan pendapatan dan keuangan di daerah hilir.

B. Saran

1. Untuk meningkatkan produksi perlu ditingkatkan faktor produksi seperti benih, pupuk urea, luas lahan, dan tenaga kerja.

2. Upaya dalam menjaga produksi padi yang tetap, maka diperlukan upaya pemilihan jenis padi yang tahan terhadap hama, kuat dari terpaan angin dan air bah sehingga tidak roboh dan menghasilkan bulir padi yang


(4)

106

banyak. Mengurangi penggunaan pestisida. Perlu adanya penelitian lanjutan, baik akademisi maupun pihak terkait mengenai penggunaan irigasi dan penggunaan varietas yang cocok untuk musim tertentu serta dampak lahan pertanian yang kian hari semakin menyempit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tampa adanya bantuan dari semua pihak, baik dalam teknis ataupun non teknis, sehingga dengan penuh kerendahan hati dan rasa hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tuaku Mama Hikmah Mariatul Kiptiyah, (Alm) Bapak Suroso, dan Papa Henri Hartanto dan kakak serta adek yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya. Dosen pembimbing skripsi Bapak Triyono, SP.,MP yang telah menerima dan membimbing saya dalam penelitian payungnya dan ibu Dr. Ir. Triwara Budhhi S, MP yang telah memberikan ilmu, waktu, nasihat, dan membantu hingga terselesaikan skripsi ini. Terimakasih juga untuk teman agribisnis 2012 UMY dan tim penelitian payung, sukses untuk kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., Wahyunto, Robert L. W, Sidik H.T dan Sutono. 2004. Land use changes and their effects on environmental functions of agriculture dalam Bambang Irawan 2005 Konversi lahan sawah: potensi dampak, pola pemanfaatannya, dan faktor determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No.1 , 1-18.

Anonim. 2014. Analisis regresi berganda. Dipetik Februari 1, 2016, (Online) dari www.portal-statistik.com: http://www.portal-statistik.com/2014/05/analsis-regresi-linier-berganda-dengan.html?m=1

Anonim. 2009. Demografi. Dipetik Maret 3, 2016, (Online) dari wikipedia: www.wikipedia.com/wikipedia

Anonim. 2015. Iklim. Dipetik Maret 3, 2016, (Online) dari wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Iklim

Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Badan Pusat Statistik. 2014. Bantul Dalam Angka tahun 2014. Bantul: BPS. ________________. 2009. Konsumsi Beras Indonesia. Jakarta.

________________. 2014. Sleman Dalam Angka tahun 2014. Sleman: BPS. ________________. 2013. Statistik Harga Produsen Gabah DIY. Yogyakarta.

BAPPEDA. 2014. Kependudukan Bantul dan Sleman. Bantul dan Sleman: BAPPEDA Kabupaten.

Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2013. Luas panen dan produksi tanaman bahan makanan. Yogyakarta: Dispertan.

Dinas Sumber Daya Air. 2013. Jaringan irigasi Kabupaten. Yogyakarta: Dinas SDA.

Dinas Pekerjaan Umum. 2014. Sarana prasarana jalan . Bantul dan Sleman: DPU.Effendi, I., & Oktariza, W. 2006. manajemen agribisnis perikanan. jakarta: penebar swadaya.


(5)

107

Fatah, L. 2007. Dinamika Pembangunan Pertanian Dan Perdesaan. Banjarmasin: Pustaka Banua.

Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya.

Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak Pola Pemanfaatannya, dan faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No. 1, , 1-16.

Irawan, B., A. Setyanto, B. Rahmanto, N. Agustin, A. Askin. 2002. Analisis Nilai Ekonomi Sumberdaya Lahan Pertanian dalam Bambang Irawan 2005 Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak Pola Pemanfaatannya, dan faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No. 1, , 1-16

Kartasapoetra, A., & Sutedjo, M. M. 1994. Teknologi Pengairan Pertanian irigasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Kenkyu, S. 1998. An economic evolution of external economies from agriculture by the replacement cost method dalam Bambang Irawan 2005. Konversi lahan sawah: potensi dampak, pola pemanfaatannya, dan faktor determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 23 No.1 , 1-18.

Naluri, S., Riptanti, E. W., & Ani, S. W. 2011. Analisis Komparatif usahatani Beras Merah Organik dan Beras Putih Organik. Jurnal Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret .

Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurdin, H. S. 2010. Analisis Penerimaan Bersih Usaha Tanaman Pada Petani Nenas di Desa Palaran Samarinda. Jurnal Eksis Politeknik Negeri Samarinda , Vol.6 No.1, Maret 2010: 1267-1266.

Pasaribu, A. M. 2012. Kewirausahaan Berbasis Agribisnis. Yogyakarta: Andi.

Puspito, J. 2011. Analisis Komparatif Usahatani Padi (Oryza sativa L) sawah irigasi bagian hulu dan sawah irigasi bagian hilir daerah irigasi bapang di kabupaten Sragen. Skripsi Fakultas Pertanian UNS

Puspito, J., Supardi, S., & Adi, R. K. 2011. Analsis Komparatif Usahatani Padi (Oryza sativa L) Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Sawah Irigasi Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang Di Kabupaten Sragen. SEPA : Vol 8 No. 1 September 2011 , 22-34.

Rangkuti, K. S. 2014. Pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap pendapatan petani jagung. Agrium Volume 19 No. 1 Fakultas Pertanian Univesitas Muhammadiyah Sumatera Utara , 52-58.

Saptutyningsih, H. d. 2002. Processing SPSS 10.0 & Eviews 3.0. Yogyakarta: Unit Penerbitan Fakultas Ekonomi UMY.

Satoto, Y.Widyastuti, U. Santoso, dan M. J. Mejaya. 2013. Perbedaan hasil padi antarmusim di lahan sawah irigasi. IPTEK Tanaman Pangan Volume 8 No. 2 , 55-61.

Setiobudi, D., & A. M, F. 2009. Pengelolaan Air pada Sawah Irigasi : Antisipasi Kelangkaan Air. Balai Besar Penelitian Tanaman PAdi , 243-272.

Sipaseuth, J. B. 2009. Consistency of genotypic perfirmance of lawland rice in wet and dry season in Lao PDR dalam Satoto et al. 2013. Perbedaan hasil padi antarmusim di lahan sawah irigasi. IPTEK Tanaman Pangan Volume 8 No. 2 , 55-61.

Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Bogor: Sastra hudaya. Soekartawi. 2002. Ilmu Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. _________ . 2006. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia. ________ . 1994. Prinsip Dasar Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press.

Suhendrik. 2013. Analisis Efisiensi Usahtani Bawang Merah Lahan Pasir Pantai di Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul. UMY Yogyakarta: Skripsi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian.


(6)

108

Sumaryanto. 2006. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air Irigasi Melalui Penerapan Iuran Irigasi Berbasis Nilai Ekonomi Air Irigasi . Forum Penelitian Agro Ekonomi , Vol.24 No.2.

Suparyono, A. S. 1993. Padi. Jakarta: Penebar Swadaya . Suratiyah, K. 2002. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. __________. 2015. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Toha, H. K. 2008. Pengaruh waktu tanam terhadap pertumbuhan, hasil dan komponen hasil beberapa varietas padi sawah irigasi dataran menengah dalam Satoto, Yuni Widyastuti, Untung Susanto, dan Made J. Mejaya.2013. Perbedaan Hasil Padi antarmusim di lahan sawah irigasi. IPTEK Tanaman Pangan Volume 8 No.2 , 55-61. Triyanto, J. 2006. Analisis produksi padi di Jawa Tengah. Semarang : Tesis Magister Ilmu

Ekonomi dan Studi Pengembangan Fakultas Pasca Sarjana UNDIP.

Triyono. 1997. Studi Komparatif Usahatani Perkarangan Petani Peserta dan Non Peserta Proyek Diversifikasi Pangan dan Gizi di Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulonprogo. Yogyakarta: Skripsi Fakultas Pertanian UGM.

Widyaningsih, O. T. 2014. Efisiensi usahatani padi organik di Desa Wijirejo Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul. UMY Yogyakarta: Skripsi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian.

Yang, W. S.-S. 2008. Yield gap analysis between dry and wet season rice crop grown under high yielding management condition dalam Satoto et al.2013. Perbedaan hasil padi antarmusim di lahan sawah irigasi. IPTEK Tanaman Pangan Volume 8 No. 2 , 55-61.