ANALISIS KOMPARATIF USAHATANI PADI SAWAH IRIGASI BAGIAN HULU DAN SAWAH IRIGASI BAGIAN HILIR DAERAH IRIGASI BAPANG KABUPATEN SRAGEN
commit to user
i
ANALISIS KOMPARATIF USAHATANI PADI
(Oryza sativa
L
.)
SAWAH IRIGASI BAGIAN HULU DAN SAWAH IRIGASI BAGIAN HILIR
DAERAH IRIGASI BAPANG KABUPATEN SRAGEN
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Oleh :
Joko Puspito
H0307055
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
(2)
commit to user
ii
ANALISIS KOMPARATIF USAHATANI PADI
(Oryza sativa
L
.)
SAWAH IRIGASI BAGIAN HULU DAN SAWAH IRIGASI BAGIAN HILIR
DAERAH IRIGASI BAPANG KABUPATEN SRAGEN
Yang dipersiapkan dan disusun oleh Joko Puspito
H0307055
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 7 April 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Dewan Penguji
Ketua
Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP NIP. 19480808 197612 2 001
Anggota I
R. Kunto Adi, SP, MP NIP. 19731017 200312 1 002
Anggota II
Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001
Surakarta, 7 April 2011 Mengetahui,
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003
(3)
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin penulis panjatkan kehadirat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Komparatif Usahatani Padi (Oryza Sativa L.) Sawah Irigasi Bagian Hulu Dan Sawah Irigasi Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen” ini dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Ir. Agustono, M.Si selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku Ketua Komisi Sarjana yang telah menyetujui dan memberikan masukan dari penelitian ini.
4. Bapak R. Kunto Adi, SP. MP. selaku Pembimbing Akademik sekaligus pembimbing pendamping skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama menempuh studi di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Ibu Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP selaku pembimbing utama skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan dan masukan.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS selaku penguji tamu atas berbagai masukan dan arahan.
7. Seluruh dosen dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan pelayanan selama menempuh studi di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
8. Bapak, Ibu, dan Kakak yang senantiasa memberikan doa restu, semangat dan dukungan baik materi maupun moral dalam perjalanan hidup penulis.
(4)
commit to user
iv
9. Jajaran pemerintah Kabupaten Sragen, khususnya BAPPEDA, Dinas Pertanian dan DPU Bidang Pengairan yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
10. Seluruh responden yang telah membantu dalam melakukan penelitian di Desa Jembangan, Desa Sidokerto, Desa Jabung dan Desa Jono.
11. Seluruh teman-teman HIBITU (Himpunan Agrobisnis Rongewu Pitu), kakak-kakak dan adik-adik tingkat Jurusan Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan dan semangat.
12. Seluruh teman-teman Co.asissten dan praktikan Ekonomi Pertanian, Kewirausahaa, MSDM, Manajemen Pemasaran di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kejasamanya selama ini.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari berbagai pihak demi perbaikan dari skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, April 2011
(5)
commit to user
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
RINGKASAN ... xi
SUMMARY... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 5
C.Tujuan Penelitian ... 6
D.Kegunaan Penelitian ... 7
II. LANDASAN TEORI ... 8
A.Tinjauan Pustaka ... 8
B.Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 15
C.Hipotesis ... 18
D.Asumsi-asumsi ... 19
E. Pembatasan Masalah ... 19
F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ... 19
III. METODE PENELITIAN... 23
A.Metode Dasar Penelitian ... 23
B.Metode Penentuan Sampel ... 23
C.Jenis dan Sumber Data ... 25
D.Teknik Pengumpulan Data ... 26
E. Metode Analisis Data ... 27
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 30
A.Keadaan Geografi ... ` 30
B.Keadaan Penduduk... 33
C.Keadaan Pertanian ... 36
D.Keadaan Sarana Perekonomian... 37
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
A.Hasil Penelitian ... 39
B.Pembahasan... 53
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
A.Kesimpulan ... 67
B.Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA
(6)
commit to user
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1. Pembagian Wilayah Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen ... 3 Tabel 2. Luas Lahan Sawah, Luas Panen dan Produksi Padi di Kecamatan
Plupuh, Kecamatan Tanon dan Kabupaten Sragen Tahun 2008... 4 Tabel 3. Jumlah Sampel Petani Padi Sawah Irigasi di Daerah Irigasi
Bapang Kabupaten Sragen ... ... 25 Tabel 4. Spesifikasi Data Penelitian ... 26 Tabel 5. Luas Daerah dan Tata Guna Lahan di Kabupaten Sragen,
Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon Tahun 2008 ... 32 Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon Tahun 2008 ... 33 Tabel 7. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan
Plupuh dan Kecamatan Tanon Tahun 2008 ... 35 Tabel 8. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan dan Sayur-sayuran di
Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon Tahun 2008 ... 36 Tabel 9. Sarana Perekonomian di Kecamatan Plupuh dan Kecamatan
Tanon Tahun 2008 ... ... 37 Tabel 10. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian
Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 44 Tabel 11. Rata-rata Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja
Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir
Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 ... 46 Tabel 12. Rata-rata Biaya Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan
Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 ... 48 Tabel 13. Rata-rata Produksi, Harga dan Penerimaan Usahatani Padi Sawah
Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 ... 49 Tabel 14. Rata-rata Pendapatan dan Efisensi Usahatani Padi Sawah Irigasi
Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 ... 50 Tabel 15 Analisis Komparatif Produktivitas Lahan Usahatani Padi Sawah
Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 ... 51 Tabel 16. Analisis Komparatif Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi
Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 ... 53
(7)
commit to user
vii
Tabel 17. Analisis Komparatif Efisiensi Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 ... 53 Tabel 18. Analisis Komparatif Kemanfaatan Usahatani Padi Sawah Irigasi
Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 ... 54
(8)
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 1. Bagan Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 19
Gambar 2. Suplai Air Relatif (RWS) pada Daerah Irigasi ... 55
Gambar 3. Penggunaan Sarana Produksi ... 57
Gambar 4. Penggunaan Tenaga Kerja ... 59
(9)
commit to user
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1. Identitas Responden pada Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu Daerah Irigasi Bapang ... 70 Lampiran 2. Identitas Responden pada Usahatani Padi Sawah Irigasi
Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 71 Lampiran 3. Penggunaan Sarana Produksi pada Usahatani Padi Sawah
Irigasi Bagian Hulu Daerah Irigasi Bapang ... 72 Lampiran 4. Penggunaan Sarana Produksi pada Usahatani Padi Sawah
Irigasi Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 73 Lampiran 5. Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Sawah Irigasi
Bagian Hulu Daerah Irigasi Bapang ... 74 Lampiran 6. Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Sawah Irigasi
Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 76 Lampiran 7. Biaya Sarana Produksi pada Usahatani Padi Sawah Irigasi
Bagian Hulu Daerah Irigasi Bapang ... 78 Lampiran 8. Biaya Sarana Produksi pada Usahatani Padi Sawah Irigasi
Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 80 Lampiran 9. Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Sawah Irigasi
Bagian Hulu Daerah Irigasi Bapang ... 82 Lampiran 10. Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Sawah Irigasi
Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 83 Lampiran 11. Biaya Penyusutan Alat-alat Pertanian pada Usahatani Padi
Sawah Irigasi Bagian Hulu Daerah Irigasi Bapang... 84 Lampiran 12. Biaya Penyusutan Alat-alat Pertanian pada Usahatani Padi
Sawah Irigasi Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 86 Lampiran 13. Biaya Lain-lain pada Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian
Hulu Daerah Irigasi Bapang ... 88 Lampiran 14. Biaya Lain-lain pada Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian
Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 89 Lampiran 15. Total Biaya pada Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu
Daerah Irigasi Bapang ... 90 Lampiran 16. Total Biaya pada Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hilir
Daerah Irigasi Bapang ... 91 Lampiran 17. Produksi dan Penerimaan pada Usahatani Padi Sawah Irigasi
(10)
commit to user
x
Nomor Judul Halaman
Lampiran 18. Produksi dan Penerimaan pada Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 93 Lampiran 19. Produktivitas Lahan, Pendapatan dan Efisiensi Usahatani
Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu Daerah Irigasi Bapang ... 94 Lampiran 20. Produktivitas Lahan, Pendapatan dan Efisiensi Usahatani
Padi Sawah Irigasi Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 95 Lampiran 21. Kemanfaatan Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hilir
Daerah Irigasi Bapang ... 96 Lampiran 22. Uji Hipotesis Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan
Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang ... 97 Lampiran 23. Kuisioner ... 98 Lampiran 24. Surat Ijin Penelitian ... 102 Lampiran 25. Peta Indikasi Potensi Air Tanah dan Daerah Irigasi
Kabupaten Sragen ... 103 Lampiran 26. Layout Jaringan Irigasi Bapang Kabupaten Sragen ... 104 Lampiran 27. Penilaian Kondisi Fisik Jaringan Irigasi Kewenangan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 ... 107 Lampiran 28 Dokumentasi ... 112
(11)
commit to user
xi
ANALISIS KOMPARATIF USAHATANI PADI (Oryza sativa L.)
SAWAH IRIGASI BAGIAN HULU DAN SAWAH IRIGASI BAGIAN HILIR DAERAH IRIGASI BAPANG KABUPATEN SRAGEN
Joko Puspito H0307055 RINGKASAN
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang bertujuan mengetahui dan membandingkan produktivitas lahan, pendapatan, efisiensi dan kemanfaatan antara usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir daerah irigasi.
Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitik dan pelaksanaannya menggunakan teknik survey. Penelitian dilakukan di Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen yang meliputi Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon. Penentuan desa yang dijadikan daerah sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling), dengan pertimbangan desa tersebut berada di bagian hulu dan bagian hilir daerah irigasi. Desa Jembangan dan Desa Jabung dipilih mewakili bagian hulu sedangkan Desa Sidokerto dan Desa Jono dipilih mewakili daerah hilir. Pemilihan petani sampel menggunakan metode pengambilan sampel secara acak proporsional (proportion random sampling) yang berjumlah masing-masing 30 orang setiap jenis usahatani. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder yang dikumpulkan dengan teknik wawancara, pencatatan, dan observasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas lahan (76,31 Kw/Ha/MT), rata-rata pendapatan (Rp 12.031.016,67 /Ha/MT), rata-rata efisiensi (2,40) dan kemanfaatan (1,40) untuk usahatani padi sawah irigasi bagian hulu. Sedangkan rata-rata produktivitas lahan (74,87 Kw/Ha/MT), rata-rata pendapatan (Rp 9.578.920,83 /Ha/MT), rata-rata efisiensi (1,94) dan rata-rata kemanfaatan (0,94) untuk usahatani padi sawah irigasi bagian hilir. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa produktivitas lahan, pendapatan, efisiensi dan kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi daripada produktivitas lahan, pendapatan, efisiensi dan kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih memberikan kemanfaatan daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir karena dapat meningkatkan penerimaan usahatani sekaligus mengurangi biaya usahatani, khususnya dalam biaya pengairan.
(12)
commit to user I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sasaran pembangunan pertanian Indonesia adalah untuk menciptakan ketahanan pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani. Tujuan peningkatan ketahanan pangan, terutama pada komoditas bahan makanan pokok dilakukan dengan menerapkan empat usaha pokok (Catur Usaha) yaitu intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi pangan.
Di antara berbagai sumber bahan makanan pokok di Indonesia, padi memegang peranan paling penting dalam penyediaan pangan yang mendukung ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi rumah tangga petani. Bukan hanya dari segi kuantitas, tetapi kualitas padi yang menyangkut selera pasar, rasa, aroma, dan kandungan nutrisi menjadi hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan padi ke depan (Haryanto, 2008). Oleh sebab itu produksi padi perlu segera ditingkatkan untuk dapat memenuhi permintaan konsumsi beras masyarakat Indonesia yang sangat tinggi.
Berdasarkan data BPS dan FAO tahun 2009 saja konsumsi beras Indonesia mencapai 139,15 kg/kapita lebih tinggi dari rata-rata konsumsi beras dunia sebesar 60 kg/kapita. Sebagai perbandingan untuk konsumsi beras Jepang 60 kg/kapita, Malaysia dan Brunai 80 kg/kapita dan Thailand 70 kg/kapita. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan pokok Indonesia. Menurut Suryana (2001 : 39) dalam Triyanto (2006 : 3), Produksi beras Indonesia jauh tertinggal dari permintaan, sementara tingkat partisipasi konsumsi beras baik di kota maupun di desa, di Jawa maupun diluar Jawa cukup tinggi yaitu 97-100 persen, ini berarti hanya 3 persen rumah tangga yang tidak mengkonsumsi beras.
Salah satu pilihan strategis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi padi adalah melalui penyediaan pengairan atau irigasi yang cukup bagi usahatani padi, terutama pada lahan-lahan yang mempunyai tingkat
(13)
commit to user
produktivitas rendah seperti sawah irigasi hilir dan lahan kering.Tidak dapat dibantah lagi, sumberdaya air merupakan unsur pendukung utama dalam kehidupan, termasuk dalam bidang pertanian. Budidaya tanaman padi sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya ini sehingga peranannya sangat penting.
Seiring berjalannya waktu, sumberdaya air dalam konteks pemanfaatan di bidang pertanian semakin mengalami keterbatasan dalam pengalokasiannya akibat makin banyak dan beragam jenis penggunaan air di bidang lain, khususnya industri. Selain itu jumlah ketersediaan air juga makin berkurang, baik karena proses alam maupun akibat campur tangan manusia. Kedua masalah tersebut jika tidak ditangani dengan baik ke arah peningkatan efisien dan keadilan, maka akan menimbulkan banyak kemubadziran dan tidak mengarah kepada keberlanjutan.
Menurut Fagi (2006 : 41), air untuk keperluan usaha pertanian, utamanya untuk tanaman padi dan palawija akan semakin terbatas, maka akan menjadi faktor penghambat utama produksi padi dan palawija di masa yang akan datang. Petani sebagai salah satu kelompok pengguna air terbesar perlu mendapatkan informasi dan penyadaran akan perlunya bertani yang hemat air. Bagi petani padi sawah irigasi, air masih merupakan sarana produksi yang dianggap harus tersedia dengan sendirinya (taken for granted) pada setiap musim tanam. Pandangan yang demikian harus diubah, bahwa air adalah sarana produksi yang terbatas ketersediaannya.
Pentingnya penyediaan dan pelayanan pengairan bagi pertanian diwujudkan pemerintah melalui pembangunan sarana dan jaringan irigasi, khususnya di daerah sentral penghasil padi. Setiobudi dan Fagi (2009 : 243) menyatakan bahwa sekitar 70 persen produksi padi nasional berasal dari padi sawah irigasi, dimana Pulau Jawa menyumbang sekitar 57 persen produksi nasional. Sejalan dengan pernyataan tersebut, menurut Sudjarwadi (1990) dalam Suroso et al (2007 : 55), pembangunan saluran irigasi untuk menunjang penyediaan bahan pangan nasional sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber
(14)
commit to user
air permukaan, khususnya sungai. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat jumlah, tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis.
Salah satu daerah sentral penghasil padi di Provinsi Jawa Tengah adalah Kabupaten Sragen. Berdasarkan data BPS Kabupaten Sragen, pada tahun 2008 Kabupaten Sragen memiliki luas panen padi sawah sebesar 77.098 Ha dengan jumlah produksi padi sebesar 441.369 ton. Pendukung keberhasilan pertanian padi sawah di Kabupaten Sragen, salah satunya adalah tersedia sarana irigasi yang cukup untuk pengairan. Terdapat dua daerah irigasi dengan kategori utuh kabupaten dibawah kewenangan Provinsi Jawa Tengah yang dikelola Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air (PSDA) di Kabupaten Sragen, yaitu Daerah Irigasi Bapang (2.814 Ha) dan Daerah Irigasi Bonggo (1.811 Ha).
Daerah Irigasi Bapang di Kabupaten Sragen merupakan salah satu dari sekian banyak infrastruktur irigasi yang telah dibangun pemerintah pada periode tahun 1980. Daerah Irigasi Bapang ditargetkan dapat memberikan pelayanan irigasi pada lahan sawah di Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon. Secara teknis, Daerah Irigasi Bapang dibagi menjadi bagian hulu, tengah dan hilir menurut letaknya dari sumber air, yaitu Waduk Menjing. Pembagian lokasi dan luas sawah target pengairan seperti pada tabel berikut : Tabel 1. Pembagian Wilayah Daerah Irigasi Bapang
Nama Saluran Strata Lokasi Kecamatan Desa Luas Sawah Target
Pengairan (Ha) Saluran Menjing Kanan Hulu Plupuh Jembangan 10
Hilir Plupuh Sidokerto 144 Saluran Menjing Kiri Hulu Plupuh Jabung 148 Plupuh Pungsari 20 Plupuh Manyarjo 66 Plupuh Cangkol 60 Plupuh Gedongan 181 Tengah Plupuh Sumomorodukuh 60
Plupuh Plupuh 94 Plupuh Sambirejo 204 Plupuh Dari 176 Plupuh Karanganyar 183 Plupuh Gentan Banaran 179 Plupuh Karungan 235 Plupuh Karangwaru 189
(15)
commit to user
Hilir Tanon Jono 279
Tanon Slogo 70
Tanon Gawan 219
Tanon Kalikobok 2
Tanon Tanon 30
Tanon Suwatu 7
Tanon Padas 238
Tanon Kecik 70
Sumber : DPU Bidang Pengairan Kabupaten Sragen Tahun 2009
Wilayah administratif Daerah Irigasi Bapang meliputi Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon. Kecamatan Plupuh menjadi bagian hulu sedangkan Kacamatan Tanon yang merupakan bagian hilir dari Daerah Irigasi Bapang. Namun tidak seluruhnya lahan sawah yang berada di Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon menjadi target pelayanan irigasi dari Daerah Irigasi Bapang.
Kecamatan Plupuh memiliki luas lahan sawah lebih kecil daripada Kacamatan Tanon. Jika dibandingkan, luas panen Kecamatan Plupuh lebih besar dari Kecamatan Tanon. Hal tersebut menunjukkan ketersediaan air irigasi berpengaruh terhadap intensitas tanam padi yang selanjutnya berpengaruh pada jumlah produksi padi di dua kecamatan tersebut. Luas lahan sawah, luas panen dan produksi padi di dua kecamatan tersebut pada tahun 2008 seperti pada tabel berikut :
Tabel 2. Luas Lahan Sawah, Luas Panen dan Produksi Padi di Kecamatan Plupuh, Kecamatan Tanon dan Kabupaten Sragen Tahun 2008
Uraian Kecamatan
Plupuh (Hulu) Tanon (Hilir)
1. Luas Lahan Sawah (Ha) 2.612 2.932
a. Irigasi teknis 1.815 1.027
b. Irigasi Setengah Teknis - 480
c. Irigasi Sederhana - 385
d. Irigasi Tadah Hujan 698 1040
e. Lainnya 99 -
2. Luas Panen (Ha) 5.112 4.720
3. Produksi (Ton) 29.532 27.469
Sumber : Kabupaten Sragen Dalam Angka 2009
Daerah Irigasi Bapang telah berumur hampir 30 tahun. Kondisi sarana irigasi yang ada saat ini banyak yang mengalami kerusakan dan terbengkalai.
(16)
commit to user
Selain faktor umur ekonomi bangunan dan kerusakan akibat alam, juga dikarenakan kurangnya anggaran dana pemeliharaan dan perbaikkan sarana fisik irigasi oleh pemerintah. Kurangnya rasa memiliki, khususnya oleh petani pemakai air menyebabkan kesadaran untuk menjaga dan memelihara sarana irigasi yang ada juga sangat rendah. Upaya peningkatan kemampuan petani yang masih terbatas, khususnya dalam manajeman pengairan di tingkat pemakai menyebabkan efisiensi penggunaan air tidak tercapai. Akibat dari berbagai permasalahan tersebut menyebabkan perbedaan penyediaan dan pelayanan air untuk irigasi di lahan sawah dalam kesatuan Daerah Irigasi Bapang, khususnya lahan sawah di bagian hulu dan hilir jaringan irigasi.
B.Rumusan Masalah
Perbedaan bagian hulu dan bagian hilir Daerah Irigasi Bapang berdampak pada jumlah air irigasi yang diterima petak-petak sawah untuk usahatani padi di dua lokasi tersebut. Jumlah air irigasi yang diterima di bagian hulu lebih banyak daripada di bagian hilir jaringan irigasi karena lebih dekat dengan bendungan sebagai sumber utama pengairan. Selain faktor lokasi, kondisi sarana irigasi seperti bangunan utama, saluran pembawa, bangunan pengatur dan bangunan pelengkap di Daerah Irigasi Bapang telah banyak yang mengalami kerusakan dan pendangkalan saluran sehingga distribusi air irigasi dari hulu sampai dengan hilir menjadi tidak merata.
Ketersediaan air irigasi untuk pengairan pada usahatani padi sawah akan mempengaruhi penggunaan masukan-masukan produksi, seperti penggunaan benih, pupuk, obat-obat kimia pengendali hama, penyakit dan gulma, tenaga kerja dan biaya usahatani lainnya. Secara agronomis benih padi varietas unggul sangat responsif terhadap pemupukan, dengan syarat apabila tersedia air yang cukup. Hal ini berarti, tersedianya air irigasi yang cukup akan mampu meningkatkan produktivitas padi.
Ketersediaan air sangat berpangaruh dalam biaya operasional pengairan. Lahan sawah dimana air irigasi dapat diperoleh dari jaringan irigasi, seperti di bagian hulu jaringan irigasi, petani cukup membayar iuran irigasi sedangkan
(17)
commit to user
jika air irigai sulit atau tidak dapat diperoleh dari jaringan irigasi maka petani harus menggunakan pompa air untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi yang nilainya jauh lebih besar dibandingkan iuran irigasi. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apakah produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi dibandingkan produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen?
2. Apakah pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi dibandingkan pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen?
3. Apakah usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih efisien dibandingkan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen?
4. Apakah usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih memberikan kemanfaatan dibandingkan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Mengetahui dan membandingkan produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dengan produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen.
2. Mengetahui dan membandingkan pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dengan pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen.
3. Mengetahui dan membandingkan efisiensi usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dengan efisiensi usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen.
4. Mengetahui dan membandingkan kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dengan kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen.
(18)
commit to user
D.Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, penelitian ini dilaksanakan untuk menambah wawasan tentang penelitian dan melengkapi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi pemerintah, sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan pengambilan kebijakan dalam upaya pembangunan sektor pertanian, terutama dalam penyediaan kebutuhan air untuk tanaman komoditas pertanian melalui pembangunan dan rehabilitasi saluran irigasi
3. Bagi petani, khusus di Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen sebagai salah satu bahan evaluasi untuk perbaikan dalam pengelolaan irigasi. 4. Bagi pihak lain, sebagai bahan informasi dan referensi dalam penelitian
(19)
commit to user II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian Terdahulu
Dampak pembangunan jaringan irigasi terhadap usahatani padi sawah dapat diketahui berdasarkan hasil penelitian oleh Dwi Haryono (2004) dengan judul “Dampak Pembangunan Jaringan Irigasi Terhadap Produksi, Pendapatan dan Distribusi Pendapatan” yang mengambil lokasi penelitian di Daerah Irigasi (DI) Punggur Utara Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung dan mempergunakan data sekunder mengenai analisis usahatani padi dari Dinas Pengairan Kabupaten Lampung Tengah (sebelum pembangunan jaringan irigasi tahun 1991/1992) dan Lembaga Penelitian Universitas Lampung (setelah pembangunan jaringan irigasi tahun 1996/1997), dapat diketahui bahwa dengan dibangunnya jaringan irigasi mampu meningkatkan jumlah penggunaan input produksi.
Penggunaan benih meningkat dari 28,84 Kg/Ha menjadi 57,67 Kg/Ha, pupuk dari 227,74 Kg/Ha menjadi 455,48 Kg/Ha, dan pestisida dari 1,39 gba/Ha menjadi 2,78 gba/Ha. Konsekuensi logis dari peningkatan input produksi ini adalah terjadinya peningkatan produktivitas padi sawah hampir dua kali lipat, dari 1.408,90 Kg/Ha menjadi 2.617,81 Kg/Ha. Peningkatan produktivitas padi sawah tersebut diikuti dengan
peningkatan pendapatan usahatani padi sawah, yaitu dari Rp 216.308,13/Ha menjadi Rp1.211.219,35/Ha. Pembangunan jaringan
irigasi sebagai suatu teknologi baru, secara ekonomis juga layak untuk dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari nilai B/C rasio sebesar 1,99 (> 1) yang berarti kemanfaatan usahatani padi yang diberikan kepada petani setelah pembangunan irigasi lebih tinggi daripada sebelum pembangunan irigasi.
Selanjutnya untuk mengetahui kondisi jaringan irigasi di Daerah Irigasi Bapang, dapat diketahui berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh I’ied Tunas Atmaja (2009) yang berjudul “Evaluasi dan Peningkatan
(20)
commit to user
Kinerja Jaringan Irigasi Bapang Kabupaten Sragen”. Daerah Irigasi (DI) Bapang terletak dalam Wilayah Kerja Administrasi Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. DI Bapang berada di bawah pengelolaan Satuan Kerja DPS (Daerah Pengelolaan Sungai) Cemoro, Balai PSDA (Pengelola Sumber Daya Air) Bengawan Solo, Dinas PSDA Propinsi Jawa Tengah. Fungsi DI Bapang adalah untuk mengairi sawah di Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon.
Dalam perkembangannya kerusakan yang terjadi di DI Bapang juga tidak dapat diabaikan. Kerusakan-kerusakan yang terdapat di DI Bapang antara lain pendangkalan saluran irigasi yang diakibatkan oleh sedimentasi. Longsornya saluran irigasi serta kerusakan pada bangunan utama, bangunan pengambilan, bagi dan sadap. Namun demikian dana rehabilitasi dari pemerintah yang tersedia belum tentu mencukupi untuk seluruh kebutuhan sehingga diperlukan analisis prioritas.
Kondisi usahatani padi sawah di bagian hulu dan bagian hilir yang dipengaruhi oleh perbedaan ketersediaan air irigasi dapat digambarkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fatimah Rambe yang berjudul “Analisis Komparatif Usahatani Padi Sawah antara Petani Pengguna Pompa Air dan Petani Pengguna Irigasi pada Lahan Irigasi di Kabupaten Deli Serdang”. Hasil penelitian tersebut, diketahui rata-rata biaya usahatani padi dengan pompa air (Rp 5.400.870,00/Ha) lebih besar daripada rata-rata biaya usahatani padi irigasi (Rp 5.170.720,00/Ha).
Rata-rata produktivitas padi sawah dengan pompa air sebesar 7.505,09 Kg/Ha lebih rendah daripada rata-rata produktivitas padi usahatani padi irigasi sebesar 9.577 Kg/Ha. Rata-rata penerimaan usahatani padi dengan pompa air, Rp 8.282.780,00/Ha lebih rendah dari rata-rata penerimaan usahatani padi irigasi sebesar Rp 10.712.360,00/Ha, menyebabkan rata-rata pendapatan bersih usahatani padi dengan pompa air (Rp 2.881.910,00/Ha) lebih rendah dari rata-rata pendapatan bersih usahatani padi irigasi (Rp 5.541.670,00).
(21)
commit to user 2. Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput-rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Subdiviso : Angiospermae Kelas : Monotyledonae Ordo : Poales
Famili : Gramineae (Poaceae) Genus : Oryza
Species : Oryza spp.
Terdapat 25 species Oryza, dua di antaranya ialah : Oryza sativa L. Dan Oryza glaberima Steund
Sedangkan subspecies Oryza sativa L, dua di antaranya ialah : a. Indica (padi bulu)
b. Sinica (padi cere), dahulu dikenal Japonica. (Anonim, 1990 : 172). Tumbuhan padi adalah tumbuhan yang tergolong tanaman air (waterplant). Sebagai tanaman air bukan berarti tanaman padi itu hanya bisa tumbuh di atas tanah yang terus menerus digenangi air, baik penggenangan itu terjadi secara alamiah sebagaimana terjadi pada tanah rawa-rawa, maupun penggenangan itu disengaja sebagaimana terjadi pada tanah-tanah sawah. Dengan megahnya juga tanaman padi itu dapat tumbuh di tanah daratan atau tanah kering, asalkan curah hujan mencukupi kebutuhan tanaman akan air (Siregar, 1981 : 39).
3. Sawah
Menurut Wirawan dalam Pasandaran (1991 : 41), sawah adalah lahan usahatani yang secara fisik permukaannya rata, dibatasi oleh pematang yang berfungsi untuk menahan dan mengatur permukaan air guna tujuan pengusahaan tanaman padi. Pada lahan sawah, padi merupakan tanaman utama. Tanaman pangan lain diusahakan sebagai tanaman ikutan.
(22)
commit to user
Areal persawahan menurut pengairannya dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu :
1. Sawah Irigasi, yaitu sawah yang memperoleh kebutuhan akan airnya dari saluran irigasi yang diselenggarakan oleh Dinas Irigasi dan Departemen Pekerjaan Umum
2. Sawah Irigasi Desa, yaitu sawah yang memperoleh kebutuhan akan airnya dari saluran-saluran/ bandar-bandar/ parit-parit yang diselenggarakan dan dipelihara oleh masyarakat desa/ petani di suatu daerah tertentu
3. Sawah Irigasi Hilir, atau di luar Jawa dan Madura disebut “sawah berbandar langit”, yaitu sawah yang memperoleh kebutuhan airnya semata-mata dari curah hujan (Siregar, 1981 : 269)
4. Irigasi
Definisi irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian, pemberian mana dilakukan secara tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan kemudian setelah air itu dipergunakan sebaik-baiknya secara tertib dan teratur pula mengalirnya ke saluran pembuangan air (Siregar, 1981 : 269)
Air irigasi merupakan sumberdaya pertanian yang sangat strategis. Berbeda dengan input lain seperti pupuk ataupun pestisida yang dimensi peranannya relatif terbatas pada proses produksi yang telah dipilih, peranan air irigasi mempunyai dimensi yang lebih luas. Sumberdaya ini tidak hanya mempengaruhi produktivitas tetapi juga mempengaruhi spektrum pengusahaan komoditas pertanian. Oleh karena itu kinerja irigasi bukan hanya berpengaruh pada pertumbuhan produksi pertanian tetapi juga berimplikasi pada strategi pengusahaan komoditas pertanian dalam arti luas (Sumaryanto, 2006)
Suatu sistem produksi pertanian khususnya produksi tanaman pangan yang tangguh perlu didukung oleh sistem irigasi yang tangguh. Suatu sistem irigasi yang tangguh mempunyai ciri-ciri keterandalan, ketahanan, kemantapan dan keluwesan dalam menangani berbagai gejolak
(23)
commit to user
yang terjadi, baik dari dalam maupun dari luar sistem irigasi yang bersangkutan. Gejolak-gejolak yang terjadi apabila tidak dapat diatasi dapat menurunkan tingkat keragaan di bawah suatu ambang keragaan yang ditentukan dalam sistem irigasi (Pasandaran, 1991 : 23).
Menurut Wirawan dalam Pasandaran (1991 : 148), dilihat dari segi konstruksi jaringan irigasinya, Direktorat Jendral Pengairan mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi 4 macam, yaitu :
a. Irigasi sederhana, yaitu sistem irigasi yang konstruksinya dilakukan dengan sederhana tidak dilengkapi dengan pintu pengaturan dan alat pengukuran sehingga air irigasinya tidak dapat diatur dan tidak terukur, dan disadari efisiensinya rendah.
b. Irigasi setengah teknis, yaitu suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat ukur pada bangunan pengambil saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja dan diharapkan efisiensinya sedang.
c. Irigasi teknis yaitu suatu sistem irigasi yang dilengkapi alat pengatur dan pengukur air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya tinggi.
d. Irigasi teknis maju yaitu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan teratur pada seluruh jaringan dan diharapkan efisiensinya tinggi sekali. Pada saat ini yang ada di lapang adalah irigasi teknis, setengah teknis dan sederhana, sedangkan irigasi teknis maju belum ada.
Menurut Dibyo Prabowo dalam Mardikanto (1994 : 21), berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya pemborosan dalam penggunaa air pengairan (irigasi) oleh petani, yakni sebagai berikut :
a. Faktor ekonomi : keroyalan petani dalam menggunakan air karena tidak perlu “membayar”
b. Faktor fisik : rusaknya beberapa bangunan dan saluran serta alat-alat pengukur pengairan
(24)
commit to user
c. Faktor sosial / institusionil : kurangnya integritas pejabat setempat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi di wilayahnya. 5. Produksi dan Produktivitas
Produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang dan jasa yang disebut input diubah menjadi barang dan jasa lain yang disebut output. Hubungan antara input dan output ini dapat diberi ciri dengan menggunakan suatu fungsi produksi. (Bishop dan Taussaint, 1979 : 47)
Menurut Mubyarto (1989 : 68), Produktivitas dapat pula diartikan sebagai efisiensi usaha (fisik) yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang ddapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Usahatani yang produktif berarti usahatani itu produktivitasnya tinggi. Pengertian produktivitas ini merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah, secara matematis dapat dituliskan :
garapan lahan
Luas
usahatani produksi
Hasil Lahan
tas
Produktivi =
6. Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani a. Biaya Usahatani
Menurut Hadisapoetra (1973 : 6), biaya yang digunakan dalam usahatani dapat dibedakan atas :
1) Biaya alat-alat luar, yaitu semua pengorbanan yang diberikan dalam usahatani untuk memperoleh pendapatan kotor, kecuali bunga seluruh aktiva yang dipergunakan dan biaya untuk kegiatan pengusaha (keuntungan pengusaha) dan upah tenaga keluarga sendiri. Biaya alat-alat luar terdiri dari :
a) Jumlah upah tenaga kerja luar yang berupa uang, bahan makanan, perumahan, premi, dan lain-lain
b) Pengeluaran-pengeluaran untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan pengeluaran-pengeluaran lain yang berupa uang, misalnya untuk pajak, pengangkutan, dan sebagainya
c) Pengeluaran tertentu berupa bahan untuk kepentingan usahatani, misalnya untuk slametan dan sebagainya
(25)
commit to user
d) Pengurangan dari persediaan akhir tahun
e) Penyusutan, yaitu pengganti kerugian atau pengurangan nilai disebabkan karena waktu dan cara penggunaan modal tetap seperti bangunan-bangunan, alat-alat dan mesin-mesin, ternak, dan sebagainya.
2) Biaya mengusahakan, yaitu biaya alat-alat luar ditambah dengan upah tenaga keluarga sendiri, yang diperhitungkan berdasarkan upah yang dibayarkan kepada tenaga luar.
3) Biaya menghasilkan, yaitu biaya mengusahakan ditambah dengan bunga dari aktiva yang dipergunakan di dalam usahatani.
b. Penerimaan Usahatani
Menurut Bishop dan Toussaint (1979 : 67), sekali suatu fungsi produksi fisik diperoleh, jumlah penerimaan yang akan diterima dari suatu proses produksi tertentu dapat ditentukan dengan mengalikan jumlah hasil produksi yang dihasilkan dengan harga produksi tersebut. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : TR = Y x Py
dimana :
TR : total penerimaan (total revenue)
Y : produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py : harga produksi
c. Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi (2001 : 60) pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pd = TR – TC, dimana : Pd : pendapatan usahatani
TR : total penerimaan (total revenue) TC : total biaya (total cost)
(26)
commit to user 7. Efisiensi dan Kemanfaatan Usahatani
a. Efisiensi Usahatani
Efisiensi pada umumnya menunjukkan perbandingan antara nilai-nilai output terhadap nilai-nilai input. Suatu metode produksi dikatakan lebih efisien daripada yang lain apabila metode itu menghasilkan output yang lebih tinggi nilainya untuk per kesatuan input yang digunakan (Bishop dan Toussaint, 1979 : 48).
R/C ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Semakin besar R/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh petani (Soekartawi, 2001 : 62). R/C ratio dirumuskan sebagai berikut :
C R Ratio C
R = , dimana
R = Besarnya penerimaan usahatani C = Besarnya biaya usahatani
Dengan kriteria jika nilai R/C ratio > 1, maka usahatani telah efisien dan jika nilai R/C ratio ≤ 1, maka usahatani tidak efisien
Menurut Mubyarto (1989 : 70) apabila hasil bersih usahatani besar maka ini mencerminkan rasio yang baik dari nilai hasil dan biaya. Makin tinggi rasio ini berarti usahatani yang dilakukan makin efisien.
b. Kemanfaatan Usahatani
Kemanfaatan usahatani dapat diketahui dengan menggunakan Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio). Menurut Kadariah (1988), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio) menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit dapat diperoleh dari cost yang dikelurkan, sehingga Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio) dirumuskan sebagai berikut :
Net B / C Ratio = C B
, dimana : B = Pendapatan bersih C = Biaya
(27)
commit to user
Kriteria Net B/C Ratio adalah jika nilai Net B/C Ratio lebih dari satu (> 1) maka usahatani layak dijalankan (memberikan kemanfaatan) sedangkan jika nilai Net B/C Ratio kurang dari satu (< 1) maka usahatani tidak layak dijalankan (tidak memberikan kemanfaatan).
B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Usahatani merupakan bentuk cara-cara penentuan, pengorganisasian dan pengkoordinasian penggunaan faktor-faktor produksi dengan efektif, efisien, dan berkesinambungan untuk menghasilkan produksi dan pendapatan usahatani yang tinggi. Usahatani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir. Kedua usahatani tersebut bertujuan untuk memperoleh pendapatan bagi keluarga petani yang selanjutnya dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani dapat digunakan untuk menilai keberhasilan petani dalam mengelola usahataninya. Besarnya pendapatan yang diterima petani dari kegiatan usahatani dipengaruhi oleh besarnya biaya yang ditanggung atau dikeluarkan dan penerimaan petani dalam waktu tertentu.
Biaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biaya mengusahakan. Biaya mengusahakan adalah biaya alat-alat luar seperti biaya untuk pembelian benih, pupuk, obat-obat kimia, upah tenaga kerja luar, pajak, iuran irigasi, operasi pompa air, penyusutan dan selamatan ditambah dengan upah tenaga keluarga sendiri, yang diperhitungkan berdasarkan upah yang dibayarkan kepada tenaga luar. Jumlah produksi yang dihasilkan mempengaruhi produktivitas lahan. Produktivitas lahan adalah perbandingan hasil produksi usahatani padi sawah irigasi yang dihasilkan pada satu musim tanam dengan luas lahan garapan. Besarnya produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
(28)
commit to user
(Ha) garapan lahan
Luas
(Kw/MT) tanam
musim satu
dalam padi produksi Hasil
Lahan tas
Produktivi =
Penerimaan adalah keseluruhan nilai produk dari usahatani padi sawah
irigasi yang diterima oleh petani. Besarnya penerimaan yang diperoleh dari usahatani padi sawah irigasi dapat diketahui dengan mengalikan jumlah produksi gabah kering panen (Kw) dengan harga jual produk per Kw (Rp/Kw) yang berlaku pada saat penelitian berlangsung.
Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya. Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan yang diterima petani dengan biaya mengusahakan yang dikeluarkan petani dalam kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Besarnya pendapatan bersih yang diperoleh petani yang mengusahakan padi sawah irigasi dapat dihitung dengan rumus :
Pd = TR – TC
= Y x Py - Bm, dimana
Pd = Pendapatan bersih usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Rp/Ha/MT)
TR = Total penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Rp/Ha/MT)
TC = Total biaya usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Rp/Ha/MT)
Y = Hasil produksi (Kw)
Py = Harga produk per Kw (Kw/Rp) Bm = Biaya mengusahakan (Rp/Ha/MT)
Penerimaan yang diperoleh dan biaya yang ditanggung petani, dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi dari suatu usahatani. Efisiensi usahatani padi sawah irigasi dapat diketahui dengan menggunakan Revenue Cost Ratio, yang dirumuskan sebagai berikut :
(29)
commit to user C
R Ratio C
R = , dimana
R = Besarnya penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Rp/ Ha/ MT)
C = Besarnya biaya mengusahakan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Rp/ Ha/ MT) Dengan kriteria jika nilai R/C ratio > 1, maka usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir telah efisien. Namun, jika nilai R/C ratio ≤ 1, maka usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir tidak efisien.
Kemanfaatan dari usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir dapat diketahui menggunakan Net B/C Ratio, dengan rumus sebagai berikut :
Net B / C Ratio = C B
, dimana : B = Pendapatan bersih
C = Biaya Kriteria :
Net B/C Ratio > 1 Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir layak dijalankan (memberikan kemanfaatan)
Net B/C Ratio < 1 Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir tidak layak dijalankan (tidak memberikan kemanfaatan)
Berdasarkan uraian di atas dapat disusun skema kerangka teori pendekatan masalah sebagai berikut :
(30)
commit to user
Gambar 1. Bagan Kerangka Teori Pendekatan Masalah C. Hipotesis
1. Produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi dibandingkan produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen
2. Pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi dibandingkan pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen
3. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih efisien dibandingkan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen
Biaya Usahatani Produktivitas
Lahan
Usahatani Padi Sawah Irigasi Daerah Irigasi Bapang
Kabupaten Sragen Bagian Hilir Bagian Hulu
Luas Lahan
Produksi Padi Produksi Padi
Harga
Pendapatan Usahatani
Penerimaan Usahatani Penerimaan
Usahatani
Pendapatan Usahatani Produktivitas
Lahan
Efisiensi Usahatani Luas Lahan
Harga
Biaya Usahatani
Efisiensi Usahatani
Kemanfaatan Usahatani
Kemanfaatan Usahatani
(31)
commit to user
4. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih memberikan kemanfaatan dibandingkan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen
D. Asumsi-asumsi
1. Keadaan alam (tanah, iklim, ketinggian tempat dan topografi) di daerah penelitian dianggap berpengaruh normal terhadap proses produksi.
2. Teknologi usahatani padi sawah irigasi dan irigasi yang digunakan selama penelitian dianggap tetap.
3. Input-input produksi seluruhnya diperoleh dari pembelian.
4. Hasil produksi terjual semua dan harga sarana produksi serta hasil produksi sesuai dengan harga yang berlaku di lokasi penelitian pada saat penelitian berlangsung.
5. Variabel-variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini, pengaruhnya diabaikan selama penelitian berlangsung.
E. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dilakukan di Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir untuk satu musim tanam yaitu musim tanam pertama (MT I) bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.
F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
1. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu adalah usahatani yang membudidayakan tanaman padi pada lahan sawah irigasi yang berada di bagian hulu daerah irigasi.
2. Usahatani padi sawah irigasi bagian hilir adalah usahatani yang membudidayakan tanaman padi pada lahan sawah yang berada di bagian hilir daerah irigasi.
3. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian.
4. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan utama dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk
(32)
commit to user
pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangannya
5. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi meliputi wilayah hulu sampai dengan hilir.
6. Petani sampel adalah petani pemilik penggarap yang mengusahakan atau membudidayakan tanaman padi di lahan sawah irigasi bagian hulu atau bagian hilir jaringan irigasi.
7. Lahan adalah lahan garapan usahatani padi sawah irigasi secara monokultur di daerah irigasi bagian hulu atau daerah irigasi bagian hilir dalam satu musim tanam yang diukur dalam satuan hektar (Ha).
8. Tenaga kerja adalah keseluruhan tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi sawah irigasi dalam satu musim tanam, baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja luar. Semua tenaga kerja dikonversikan ke dalam tenaga kerja pria dan diukur dalam satuan HKP, sedangkan nilai tenaga kerja berdasarkan upah dan dinyatakan dalam rupiah per HKP (Rp/HKP).
9. Benih adalah benih padi yang digunakan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani sawah irigasi bagian hilir dalam satu musim tanam dengan varietas IR 64, dihitung dalam satuan kilogram (Kg) dan dinilai dalam rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).
10.Pupuk adalah jenis dan jumlah pupuk yang digunakan dalam usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani sawah irigasi bagian hilir dalam satu musim tanam yang diukur dalam satuan kilogram atau liter dan dinilai dalam rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT)
11.Obat-obat kimia meliputi obata pemberantas hama dan zat pertumbuhan tanaman adalah jenis (pestisida, herbisida, zat pertumbuhan tanaman) dan jumlah yang digunakan dalam usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir dalam satu musim tanam yang diukur dalam satuan liter (l) dan dinilai dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT)
(33)
commit to user
12.Biaya pengairan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk mendapatkan pengairan bagi usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagain hilir, seperti operasi pompa air dan IPAIR yang dinilai dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT) 13.IPAIR (Iuran Penggunaan Air) adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani
karena mendapatkan pelayanan pengairan atau irigasi dari jaringan irigasi yang dinilai dalam satuan rupiah per musim tanam (Rp/MT)
14.Biaya usahatani adalah biaya mengusahakan yang merupakan biaya alat-alat luar (pembelian benih, pupuk, obat-obatan, upah tenaga kerja luar, biaya pengairan dan lain-lain) ditambah dengan upah tenaga keluarga sendiri, yang diperhitungkan berdasarkan upah yang dibayarkan kepada tenaga luar yang dinyatakan dalam rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).
15.Produktivitas lahan adalah hasil produksi padi usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagain hilir yang dihasilkan dalam bentuk gabah kering panen (GKP) per satu musim tanam dibagi luas lahan garapan dan dinyatakan dalam satuan kwintal per hektar per musim tanam (Kw/Ha/MT).
16.Penerimaan usahatani padi adalah nilai produk total dari usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagian hilir yang dihasilkan dalam satu musim tanam yang diterima oleh petani. Penerimaan dihitung dengan mengalikan jumlah produksi gabah kering panen (Kw) dengan harga jual produk per kilogram (Rp/Kw) yang dinyatakan dalam rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).
17.Pendapatan usahatani padi adalah pendapatan bersih dari usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagian hilir yang dihasilkan dalam satu musim tanam yang diperhitungkan dari selisih antara total penerimaan petani dengan total biaya mengusahakan yang dikeluarkan petani dalam satu musim tanam, dinyatakan dalam rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).
(34)
commit to user
18.Efisiensi usahatani adalah perbandingan antara penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagian hilir dengan biaya mengusahakan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagian hilir dengan kriteria jika nilainya lebih dari satu (>1) maka usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagian hilir tersebut efisien dan jika nilainya kurang dari atau sama dengan satu (≤ 1) maka usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagian hilir tersebut tidak efisien.
19.Kemanfaatan usahatani adalah perbandingan antara pendapatan bersih usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagian hilir dengan biaya usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagian hilir dengan kriteria jika nilainya lebih dari satu (>1) maka usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagian hilir layak dijalankan (memberikan kemanfaatan) dan jika nilainya kurang dari satu (<1) maka usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau sawah irigasi bagian hilir tidak layak dijalankan (tidak memberikan kemanfaatan).
(35)
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik, yaitu metode penelitian yang menuturkan dan menafsirkan data sehingga kegiatannya tidak hanya mengumpulkan dan menyusun data namun juga menganalisis dan menginterpretasikan arti data tersebut. Metode deskriptif analitik mempunyai ciri bahwa metode ini memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual, dan data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisis (Surakhmad, 1994 : 139).
Menurut Narbuko dan Achmadi (2004 : 44), metode deskriptif bertujuan untuk pemecahan masalah secara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi sehingga mempunyai ciri sebagai berikut : 1. Pada umumnya bersifat menyajikan potret keadaan yang bisa mengajukan
hipotesis atau tidak
2. Merancang cara pendekatannya, hal ini meliputi macam datanya, penentuan sampelnya, penentuan metode pengumpulan datanya, melatih para tenaga lapanga dan sebagainya
3. Mengumpulkan data 4. Menyusun laporan
Sedangkan teknik pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi yang menggunakan kuesioner sebagai alat pengambil data pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995 : 3).
B. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen yang ditentukan secara sengaja (purposive) yaitu cara pengambilan sampel karena pertimbangan-pertimbangan tertentu yang didasarkan pada tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995 : 169). Daerah Irigasi Bapang
(36)
commit to user
(2.814 Ha) merupakan daerah irigasi dengan kategori utuh kabupaten terbesar di Kabupaten Sragen menurut Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Jawa Tengah. Penentuan desa dalam penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir daerah irigasi akibat perbedaan jumlah penerimaan air irigasi sehingga kriteria yang digunakan untuk menentukan desa sampel , yaitu :
1. Desa secara administratif termasuk dalam Daerah Irigasi Bapang.. 2. Desa memiliki lokasi yang berbeda berdasarkan jaringan irigasi, yaitu
bagian hulu dan bagian hilir.
3. Desa merupakan wilayah dengan target area irigasi terbesar.
Berdasarkan kedua kriteria tersebut diketahui Daerah Irigasi Bapang meliputi 2 saluran primer, yaitu Saluran Menjing Kanan dan Saluran Menjing Kiri yang meliputi 23 desa. Desa Jembangan dipilih untuk mewakili bagian hulu dan Desa Sidokerto mewakili bagian hilir dari Saluran Menjing Kanan. Sedangkan untuk Saluran Menjing Kiri dipilih Desa Jabung untuk mewakili bagian hulu dan Desa Jono mewakili bagian hilir. Desa Jabung terletak paling ujung bagian hulu jaringan irigasi Bapang, sedangkan Desa Jono termasuk dalam bagian hilir dan merupakan desa dengan target irigasi terbesar dari jaringan irigasi Bapang. Daftar kecamatan dan desa yang termasuk area pelayanan pengairan atau irigasi Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen seperti pada Tabel 1.
2. Metode Pengambilan Sampel
Pada awal pembangunan jaringan irigasi Bapang, berdasarkan data target luas lahan sawah penerima pelayanan irigasi dari Dinas Pekerjaan Umum Bagian Pengairan Kabupaten Sragen, seluruh lahan sawah untuk usahatani padi di Desa Jembangan, Desa Sidokerto, Desa Jabung dan Desa Jono termasuk dalam area pelayanan irigasi. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995 : 171), data yang dianalisis menggunakan analisa statistik parametrik maka harus menggunakan jumlah sampel yang cukup besar
(37)
commit to user
sehingga distribusi nilai atau skornya dapat mengikuti distribusi normal. Sampel berdistribusi normal adalah sampel yang jumlahnya lebih besar atau sama dengan 30 dan diambil secara acak. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah proportion random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak dengan jumlah sampel setiap lokasi terpilih (4 desa) ditentukan secara proporsional. Pembagian jumlah sampel petani setiap lokasi seperti pada tabel berikut :
Tabel 3. Jumlah Sampel Petani Padi Sawah Irigasi di Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen
Sampel Desa Populasi Petani (orang)
Sampel Petani (orang) Bagian Hulu
1. Jembangan 162 14
2. Jabung 187 16
Jumlah 349 30
Bagian Hilir
1. Sidokerto 223 8
2. Jono 611 22
Jumlah 834 30
Sumber : Analisis Data Sekuder
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden dan pengamatan langsung di lapang (observasi). Data primer merupakan hasil wawancara petani sampel di Desa Jembangan, Desa Jabung, Desa Sidokerto dan Desa Jono.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mengutip data laporan maupun dokumen dari lembaga atau instansi yang ada hubungannya dengan penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Pekerjaan Umum Bidang Pengairan Kabupaten Sragen serta Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah.
(38)
commit to user
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden (Singarimbun dan Effendi, 1995 : 193). Teknik ini dilakukan untuk pengumpulan data primer berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner). 2. Pencatatan (Analisis Data Sekunder)
Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang diperlukan dalam penelitian, yaitu dengan mencatat data yang telah ada pada instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995 : 11).
3. Observasi
Obsevasi atau pengamatan adalah alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diteliti. (Narbuko dan Achmadi, 2004 : 70).
Tabel 4. Spesifikasi Data Penelitian
No Jenis Data Sumber Data
Teknik Pengumpulan
Data 1 Luas lahan sawah dan
produksi padi sawah - BPS Kab. Sragen - Pencatatan 2 Peta, layout jaringan,
kondisi jaringan irigasi dan pembagian wilayah Daerah Irigasi Bapang
- Dinas PSDA Jawa Tengah
- DPU Bidang Pengairan Kab. Sragen
- Wawancara - Pencatatan - Observasi 3 Lokasi Penelitian
- Sampel desa - Kondisi umum
- BPS Kab.Sragen - DPU Bidang Pengairan - Monografi Desa
- Wawancara - Pencatatan 4 Pengambilan sampel petani
- Jumlah sampel - Identitas petani
- Monografi Desa - Petani
- Wawancara - Pencatatan 5 Analisis Usahatani Padi
Sawah Irigasi - Teknik Budidaya - Produktivitas lahan,
Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan Efisiensi
- PPL dan Petani - Petani
- Wawancara - Pencatatan - Observasi
(39)
commit to user
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui produktivitas lahan sawah irigasi menggunakan rumus :
(Ha) hektar satu garapan lahan
Luas
(Kw/MT) tanam
musim satu
padi produksi Hasil
Lahan tas
Produktivi =
2. Untuk mengetahui pendapatan usahatani padi sawah irigasi menggunakan rumus :
Pd = TR - TC
= Y x Py - Bm, dimana :
Pd = Pendapatan bersih usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Rp/ Ha/ MT)
TR = Penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Rp/ Ha/ MT)
TC = Biaya usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Rp/ Ha/ MT)
Y = Hasil produksi (Kw)
Py = Harga produk per Kw (Rp/Kw) Bm = Biaya mengusahakan (Rp/ Ha/ MT)
3. Untuk menilai efisiensi usahatani padi sawah irigasi menggunakan Revenue Cost Ratio, dirumuskan sebagai berikut :
C R Ratio C
R =
Keterangan :
R = Besarnya penerimaan usahatani (Rp/ Ha/ MT) C = Besarnya biaya mengusahakan (Rp/ Ha/ MT) Kriteria :
R/C ratio > 1, berarti usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir efisien
R/C ratio ≤ 1, berarti usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir tidak efisien
(40)
commit to user
4. Untuk menilai kemanfaatan dari usahatani padi sawah irigasi menggunakan Net B/C Ratio, dengan rumus sebagai berikut :
Net B / C Ratio = C B
, dimana : B = Pendapatan bersih
C = Biaya Kriteria :
Net B/C Ratio > 1 Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir layak dijalankan (memberikan kemanfaatan)
Net B/C Ratio < 1 Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau usahatani padi sawah irigasi bagian hilir tidak layak dijalankan (tidak memberikan kemanfaatan)
5. Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dimana :
Ho : X1 £ X2 = produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih rendah atau sama dengan produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir
Ha : X1 > X2 = produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi daripada produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir
maka digunakan uji komparasi dengan uji t (t-test) yang besarnya nilai t-hitung dapat diketahui dengan rumus :
(41)
commit to user
Rumus
ë
û
(
+)
- êëé + úûù + -= 2 1 2 1 2 1 2 1 1 12 n n
n n SS SS X X
t , dimana =
å
-å
n X X
SS i i
2
2 ( )
(Nazir, 1983) Keterangan :
1
X = Rata-rata produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu
2
X = Rata-rata produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir SS1 = Sumsquare produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi
atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu SS2 = Sumsqure produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau
kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir n1 = Jumlah petani sampel usahatani padi sawah irigasi bagian hulu n2 = Jumlah petani sampel usahatani padi sawah irigasi bagian hilir
Dengan kriteria sebagai berikut :
1. Jika thitung > ttabel, maka hipotesis alternatif (Ha) diterima. Jadi produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir.
2. Jika thitung ≤ ttabel, maka hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Jadi produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih rendah atau sama dengan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir.
(42)
commit to user
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Geografi
1. Letak dan Batas Wilayah
Daerah Irigasi (DI) Bapang terletak dalam wilayah kerja administrasi Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Secara geografis Kabupaten Sragen terletak antara 110045’ dan 111010’ BT serta 7015’ dan 7030’ LS. Kabupaten Sragen mempunyai luas wilayah sebesar 941,55 Km2 terbagi dalam 20 kecamatan dan 208 desa/kelurahan. Adapun batas-batas wilayahnya yaitu :
Sebelah utara : Kabupaten Grobogan
Sebelah timur : Kabupaten Ngawi (Propinsi Jawa Timur) Sebelah selatan : Kabupaten Karanganyar
Sebelah barat : Kabupaten Boyolali
Daerah Irigasi Bapang berada di bawah pengelolaan Satuan Kerja DPS (Daerah Pengelolaan Sungai) Cemoro, Balai PSDA (Pengelola Sumber Daya Air) Bengawan Solo, Dinas PSDA Propinsi Jawa Tengah. Fungsi DI Bapang adalah untuk mengairi sawah seluas 2.184 Ha di Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon.
Kecamatan Plupuh merupakan daerah hulu dari Daerah Irigasi Bapang. Luas wilayah Kecamatan Plupuh adalah 4.836 Ha, terdiri dari 16 Desa yang terbagi dalam 169 Dukuh dan 264 RT. Kecamatan Plupuh terletak ± 40 km sebelah barat dari ibu kota Kabupaten Sragen dengan batas wilayah adalah :
Sebelah utara : Kecamatan Tanon Sebelah timur : Kecamatan Masaran Sebelah selatan : Kabupaten Karanganyar Sebelah barat : Kecamatan Gemolong
Kecamatan Tanon termasuk dalam daerah hilir dari Daerah Irigasi Bapang. Luas wilayah Kecamatan Tanon adalah 5.100 Ha, terdiri dari 16 Desa yang terbagi dalam 168 Dukuh dan 390 RT. Kecamatan Tanon
(43)
commit to user
terletak di sebelah barat ibu kota Kabupaten Sragen, berjarak ± 14 km dengam batas wilayah adalah :
Sebelah utara : Kecamatan Modokan Sebelah timur : Kecamatan Sidoharjo Sebelah selatan : Kecamatan Plupuh Sebelah barat : Kecamatan Gemolong 2. Topografi Daerah
Kabupaten Sragen mempunyai topografi berupa dataran rendah dengan ketinggian wilayah berkisar antara 84 – 190 m dari permukaan air laut (mdpl). Wilayah tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Ketinggian 0 – 100 mdpl : Kecamatan Ngrampal, Kecamatan Sambungmacan, Kecamatan Karangmalang, Kecamatan Sragen, Kecamatan Sidoharjo, Kecamatan Sukodono, Kecamatan Masaran, Kecamatan Gondang, Kecamatan Tangen, dan Kecamatan Tanon. b. Ketinggian 101 – 500 mdpl : Kecamatan Mondokan, Kecamatan Miri,
Kecamatan Kedawung, Kecamatan Jenar, Kecamatan Kalijambe, Kecamatan Sumberlawang, Kecamatan Gesi, Kecamatan Gemolong, Kecamatan Plupuh, dan Kecamatan Sambirejo.
Berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Sragen ideal untuk budidaya tanaman padi, termasuk diantaranya adalah Kecamatan Plupuh (141 mdpl) dan Kecamatan Tanon (97 mdpl). Hal ini karena tanaman padi cocok untuk dibudidayakan pada lokasi yang mempunyai ketinggian tempat antara 0–650 mdpl (Siregar, 1981 : 40).
3. Keadaan Iklim
Wilayah Kabupaten Sragen memiliki kondisi iklim tropis dengan suhu rata-rata harian antara 190C - 310C. Jumlah curah hujan pada tahun 2008 berjumlah 1.822 mm atau rata-rata sebanyak 152 mm/bulan dengan jumlah hari hujan tahun 2008 sebanyak 86 hari atau rata-rata 7 hari/bulan. Kecamatan Plupuh berdasarkan data pengamatan dari stasiun pengamatan cuaca Bapang, pada tahun 2008 curah hujan mencapai 1.668 mm atau
(44)
rata-commit to user
rata 139 mm/bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 69 hari atau 6 hari/bulan. Sedangkan di Kecamatan Tanon berdasarkan data pengamatan dari stasiun pengamatan Ketro, pada tahun 2008 memiliki jumlah curah hujan sebesar 781 mm atau rata-rata 65 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 38 hari atau 3 hari/bulan.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa curah hujan daerah Kecamatan Plupuh lebih tinggi daripada di Kecamatan Tanon. Hal ini berpengaruh terhadap pola lahan pertanian di dua kecamatan tersebut. Pola tanam di Kecamatan Plupuh adalah padi-padi-padi/palawija sedangkan di Kecamatan Tanon dengan pola tanam padi-padi/palawija-bero. Kondisi yang cocok untuk budidaya tanaman padi adalah daerah dengan curah hujan sekitar 1.500-2.000 mm/tahun.
4. Luas Daerah dan Tata Guna Lahan
Luas daerah dan tata guna lahan di Kabupaten Sragen, Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 5. Luas Daerah dan Tata Guna Lahan di Kabupaten Sragen, Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon Tahun 2008
No Jenis Lahan
Kab. Sragen Kec. Plupuh Kec. Tanon Luas
(Ha) %
Luas (Ha) %
Luas (Ha) % 1 Lahan Sawah 40.339 42,84 2.612 54,01 2.932 57,49
a. Irigasi Teknis 18.779 19,94 1.815 37,53 1.027 20,14 b. Irigasi ½ Teknis 3.865 4,10 - - 480 9,41 c. Irigasi Sederhana 2.194 2,33 - - 385 7,55 d. Tadah Hujan 13.842 14,70 698 14,43 1.040 20,39 e. Lain-lain 1.659 1,76 99 2,05 - - 2 Lahan Kering 53.816 57,16 2.224 45,99 2.168 42,51 a. Bangunan, Halaman 23.096 24,53 1.186 24,52 1.386 27,18 b. Tegal/Ladang/ Huma 18.892 20,06 850 17,58 520 10,20 c. Kolam/Empang 41 0,04 - - - - d. Tan.Kayuan/Perkebu
nan Negara/Swasta 852 0,90 - - - - e. Hutan Negara 2.964 3,15 - - - - f. Lain-lain 7.971 8,47 188 3,89 262 5,14
Jumlah 94.155 100,00 4.836 100,00 5.100 100,00 Sumber : Kabupaten Sragen dalam Angka Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa penggunaan lahan terluas di Kabupaten Sragen adalah untuk lahan kering yang mencapai 53.816 Ha atau sebesar 57,16 persen dari total luas Kabupaten
(45)
commit to user
Sragen. Penggunaan lahan terluas di Kecamatan Plupuh adalah untuk lahan sawah yang mencapai 2.612 Ha atau sebesar 54,01 persen dari total luas Kecamatan Plupuh, dimana sebagian besar dari lahan sawah tersebut merupakan lahan sawah irigasi.
Hal yang sama dengan Kecamatan Tanon, penggunaan lahan terbesar adalah untuk lahan sawah seluas 2.932 Ha atau 57,49 persen dari luas lahan Kecamatan Tanon. Perbedaan yang cukup jelas adalah lahan sawah irigasi di Kecamatan Plupuh lebih besar daripada Kecamatan Tanon. Namun untuk lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Plupuh lebih kecil daripada Kecamatan Tanon.
B. Keadaan Penduduk
1. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Keadaan penduduk menurut umur merupakan penggolongan penduduk berdasarkan umur sehingga dapat diketahui jumlah penduduk yang produktif dan tidak produktif yang terdapat pada suatu wilayah tertentu. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen, golongan umur non produktif adalah golongan umur antara 0 – 14 tahun dan golongan umur lebih dari atau sama dengan 65 tahun, sedangkan golongan umur produktif adalah golongan umur antara 15 – 64 tahun.
Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon Tahun 2008
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Kec. Plupuh Kec. Tanon Jumlah
(Jiwa) %
Jumlah
(Jiwa) %
A. Umur
1. Umur 0 – 14 12.796 27,64 18.776 34,54 2. Umur 15 – 64 29.932 64,65 33.139 60,95
3. Umur 65 ≤ 3.568 7,71 2.451 4,51
Jumlah 46.296 100,00 54.366 100,00
B. Jenis Kelamin
1. Laki-laki 22,808 49,27 26.799 49,29
2. Perempuan 23,488 50,73 27.567 50.71
Jumlah 46,296 100,00 54.366 100,00
(1)
commit to user 5. Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir selain dipengaruhi oleh produksi atau produktivitas lahan juga dipengaruhi oleh harga gabah yang mendasarkan pada kualitas gabah jika kondisi pasar diasumsikan normal. Harga gabah yang diterima oleh petani cukup bervariasi, baik petani di bagian hulu dan bagian hilir. Jika dibandingkan, secara umum menunjukkan harga gabah yang diterima petani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi daripada harga gabah yang diterima petani padi sawah irigasi bagian hilir.
Harga gabah yang lebih rendah di bagian hilir disebabkan waktu tanam yang lebih lambat sehingga waktu panen tertinggal dari waktu panen bagian hulu. Harga gabah yang diterima pada waktu panen bagian hulu cenderung lebih tinggi karena pedagang berlomba mendapatkan gabah yang sebelumnya pada musim tanam ketiga (musim kemarau) terjadi kekurangan suplai gabah. Saat bagian hilir memasuki waktu panennya, suplai gabah sudah melimpah (waktu panen raya) yang mengakibatkan harga gabah menurun di pasar (hukum permintaan-penawaran). Hal inilah yang selanjutnya mengakibatkan harga gabah yang diterima petani padi sawah irigasi bagian hilir menjadi lebih rendah dibandingkan bagian hulu.
Waktu tanam di bagian hilir menjadi lebih lambat, tidak bersamaan dengan bagian hulu dikarenakan petani menunggu musim hujan memasuki hari-hari hujan yang lebih tinggi intensitasnya. Kegiatan pengolahan lahan, persemaian dan pembibitan memerlukan pengairan yang lebih banyak dan intensif untuk memperkecil resiko usahatani padi karena pengolahan lahan yang kurang maksimal (tanah kurang gembur) dan benih yang gagal tumbuh menjadi bibit padi.
Rata-rata harga gabah kering panen usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir pada musim tanam pertama berkisar antara Rp 260.000,00 sampai dengan Rp 280.000,00 per kwintal karena harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen ditetapkan
(2)
commit to user
sebesar Rp 2.640,00 tidak berbeda dengan HPP sebelumnya. HPP menjadi dasar dalam pembelian produk-produk pertanian, termasuk gabah dan beras. Hal tersebut dirasakan sangat merugikan petani karena harga masukan-masukan produksi mengalami kenaikan dan barang-barang kebutuhan konsumsi semakin mahal.
Meningkatnya biaya produksi harus ditutup dengan peningkatan penerimaan, yaitu dengan meningkatkan harga gabah. Padahal selama ini harga lebih ditentukan oleh pemerintah dan mekanisme pasar. Inilah sebab mengapa sampai sekarang petani padi masih dalam posisi price
taker. Meningkatkan penerimaan usahatani padi dengan peningkatan
produksi sulit untuk dilakukan sehingga dengan biaya usahatani yang tetap meningkatnya rata-rata harga gabah berpengaruh positif terhadap kesejahteraan petani karena adanya peningkatan pendapatan usahatani
Rata-rata harga gabah tersebut dapat semakin rendah karena bertepatan dengan masa panen raya yang terjadi pada bulan Februari untuk tahun 2011. Produksi padi yang melimpah menyebabkan harga gabah terdepresiasi di bawah harga rata-rata. Padahal Rata-rata harga GKP sepanjang bulan Januari 2011 menurut pantauan pemerintah Kabupaten Sragen sebesar Rp 3.300,00/kg. Kondisi harga gabah yang rendah juga tidak dapat dilepaskan dari peran para tengkulak yang bermunculan pada saat masa panen. Petani ingin segera mendapatkan penerimaan dari penjualan gabah guna memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan modal untuk persiapan masa tanam berikutnya.
6. Pendapatan dan Efisiensi Usahatani
Perbedaan ketersediaan air irigasi di bagian hulu dan bagian hilir Daerah Irigasi Bapang terbukti berpengaruh terhadap rata-rata pendapatan dan efisiensi usahatani padi sawah irigasi. Berdasarkan analisis dari rata-rata penerimaan dan biaya usahatani menunjukkan selisih rata-rata pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir sebesar Rp 2.452.095,84/Ha. disebabkan karena rata-rata produksi padi dan penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu
(3)
commit to user
lebih tinggi sedangkan rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan lebih rendah daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir.
Nilai rata-rata efisiensi usahatani sebesar 2,40 pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu terbukti lebih tinggi daripada rata-rata efisiensi usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang, sebesar 1,94. Efisiensi usahatani merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya usahatani. Suatu usahatani dapat memiliki efisiensi usahatani yang lebih tinggi daripada usahatani lain melalui 4 cara. Pertama, usahatani tersebut memiliki penerimaan yang lebih tinggi daripada penerimaan usahatani lain dengan biaya usahatani yang sama. Kedua, usahatani tersebut dapat menekan biaya usahatani sehingga lebih kecil dari biaya usahatani lain dengan penerimaan usahatani yang sama.
Ketiga, penerimaan dan biaya usahatani lebih tinggi dari penerimaan dan biaya usahatani lain namun dengan nilai margin penerimaan dan biaya yang lebih tinggi Keempat, karena usahatani tersebut memiliki penerimaan yang lebih tinggi serta mampu menekan biaya usahatani lebih kecil dari biaya usahatani lain. Berdasarkan analisis yang dilakukan, efisiensi usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi daripada bagian hilir karena mengikuti cara keempat, yaitu memiliki penerimaan yang lebih tinggi dan mampu menekan biaya usahatani, yaitu dengan penggunaan masukan-masukan produksi seperti benih, pupuk, obat kimia dan tenaga kerja yang lebih sedikit dan biaya lain-lain yang lebih kecil, terutama untuk biaya irigasi.
7. Kemanfaatan Usahatani
Nilai kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir merupakan perbandingan pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir dengan biaya usahatani padi irigasi bagian hulu dan bagian hilir sehingga analisis kemanfaatan usahatani penelitian menggunakan NetBenefit-Cost Ratio (Net B/C ratio).
(4)
commit to user
Hasil analisis menunjukkan bahwa kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu sebesar 1,40 (Nilai net B/C ratio >1) yang berarti usahatani padi sawah irigasi bagian hulu layak untuk dijalankan karena secara ekonomi memberikan nilai kemanfaatan. Sedangkan kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir sebesar 0,94 (Nilai net B/C ratio <1) yang berarti usahatani padi sawah irigasi bagian hilir tidak layak untuk dijalankan karena secara ekonomi tidak memberikan nilai kemanfaatan.
Kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu diperoleh karena dapat meningkatkan penerimaan usahatani dan sekaligus mampu menekan biaya usahatani, khususnya biaya pengairan dibandingkan dengan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir. Biaya pengairan yang dapat ditekan adalah dalam pengoperasian pompa air irigasi dimana untuk usahatani padi sawah irigasi bagian hilir harus mengeluarkan biaya tersebut dengan lebih besar untuk memenuhi kebutuhan air irigasi bagi pertumbuhan tanaman padi.
Jika berdasarkan nilai net B/C ratio usahatani padi sawah irigasi bagian hilir tidak layak untuk dijalankan, namun kondisi untuk terus mengusahakan usahatani tersebut selain, dikarenakan pola usahatani yang turun menurun, juga dikarenakan keputusan usahatani petani yang kurang berani mengambil resiko untuk mengusahakan usahatani alternatif yang dapat memberikan nilai kemanfaatan yang lebih tinggi.
Uji komparasi (t-test) terhadap kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir yang memberikan nilai t-hitung (7,64) lebih besar daripada nilai t-tabel (1,70). Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis diterima yang menyatakan bahwa usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih memberikan kemanfaatan daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang.
(5)
commit to user
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir Daerah Irigasi Bapang di Kabupaten Sragen, dapat diambil kesimpulan antara lain :
1. Produktivitas lahan pada usahatani padi sawah irigasi di bagian hulu (76,31 Kw/Ha/MT) terbukti lebih tinggi daripada produktivitas lahan pada usahatani padi sawah irigasi di bagian hilir (74,87 Kw/Ha/ MT).
2. Pendapatan dari usahatani padi sawah irigasi di bagian hulu (Rp 12.031.016,67/Ha/MT) terbukti lebih tinggi daripada pendapatan dari
usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Rp 9.578.920,83/Ha/ MT). 3. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu (R/C ratio = 2,40) lebih efisien
daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (R/C ratio = 1,94). 4. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu (Net B/C ratio = 1,40) lebih
memberikan kemanfaatan daripada efisiensi usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Net B/C ratio = 0,94).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan antara lain :
1. Bagi Petani Padi Sawah Daerah Irigasi Bapang
a. Teknik budidaya padi sawah irigasi, seperti penggunaan air irigasi, benih, pupuk anorganik dan obat-obat kimia yang berlebihan dan tidak berimbang perlu segera diperbaiki, antara lain dengan :
1) Mematuhi jadwal tanam dan pengairan yang telah ditetapkan serta meningkatkan keterampilan dalam pengelolaan air irigasi pada tingkat usahatani.
2) Penggunaan Varietas Unggul Baru (VUB) yang lebih tinggi
produksi padi dan tahan hama penyakit disesuaikan kondisi daerah setempat sesuai rekomendasi Dinas Pertanian.
(6)
commit to user
3) Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) untuk mengatur aplikasi pemupukan agar lebih efektif dan efisien
4) Penggunaan bahan organik, baik dalam bentuk aplikasi pupuk maupun obat-obat pengendalian hama, penyakit dan gulma untuk memperbaiki kualitas lahan dan air irigasi.
5) Untuk petani padi sawah di bagian hilir khususnya,
direkomendasikan untuk mengaplikasikan system of rice
intensification (SRI) karena sesuai dengan kondisi keterbatasan air
irigasi di daerah tersebut. 2. Bagi Pemerintah Kabupaten Sragen
a. Kinerja bangunan dan jaringan irigasi Bapang perlu segera ditingkatkan melalui perbaikkan dan rehabilitasi.
b. Peningkatan peran petani dalam pengelolaan dan pemeliharaaan jaringan irigasi melalui pengaktifan kembali dan pembinaan kelembagaan P3A. c. Dalam meningkatkan keberhasilan usahatani padi sawah irigasi dapat
dilakukan pemerintah antara lain :
1) Pemberian subsidi terhadap input produksi, khususnya pupuk dan memperlancar pendistribusiannya untuk mencegah kelangkaan. 2) Mengusahakan pemberian kredit lunak tanpa agunan dan menjadi
penjamin bagi petani padi.
3) Meningkatkan peran Bulog daerah dalam menjaga keseimbangan
harga, khususnya harga gabah petani pada saat musim panen raya dengan penetapan HPP (harga pembelian pemerintah) yang kompetitif untuk melindungi petani dari pengaruh pasar.
3. Perlu adanya penelitian lanjutan, baik dari akademisi maupun pihak terkait mengenai efisiensi penggunaan air irigasi dan dampak keberadaan Daerah Irigasi Bapang terhadap keberlanjutan usahatani padi pada khususnya dan tanaman budidaya lainnya pada umumnya.