Pemodelan spasial kerawanan pencurian kayu menggunakan sistem informasi geografis di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

PEMODELAN SPASIAL KERAWANAN PENCURIAN KAYU
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DI KPH MADIUN PERUM PERHUTANI
UNIT II JAWA TIMUR

WAHYU SULUNG PRATIWI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

PEMODELAN SPASIAL KERAWANAN PENCURIAN KAYU
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DI KPH MADIUN PERUM PERHUTANI
UNIT II JAWA TIMUR

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor


WAHYU SULUNG PRATIWI
E14102023

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian

:

Pemodelan Spasial Kerawanan Pencurian Kayu
Menggunakan Sistem Informasi Geografis di
KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur

Nama


: Wahyu Sulung Pratiwi

NRP

:

E 14102023

Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS
NIP. 131284620

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

NIP. 131430799

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 April 1984 di Kabupaten Magetan Jawa
Timur. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak
Suprapto dan Ibu Yatmini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri
Magetan 4 dari tahun 1990-1996, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1
Magetan tahun 1996-1999. Sejak tahun 1999-2002 penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Magetan dan pada tahun
yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Mahasiswa IPB) sebagai mahasiswa Departemen manajemen
Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Dalam masa studi penulis mengikuti kegiatan Praktek Umum Kehutanan
(PUK) pada tahun 2005 di Cilacap-Baturaden, Jawa Tengah dan Praktek
Pengenalan Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di Getas kabupaten Ngawi, Jawa
Timur. Pada tahun 2006 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
PT. SBA Wood Industries, Palembang-Sumatra Selatan. Penulis juga aktif sebagai

asisten praktikum mata ajaran Dendrologi

tahun ajaran (2003/2004) dan

(2004/2005) serta Tehnik Pengukuran Dimensi dan Pendugaan Potensi Tegakan
(2004/2005) pada Program Strata -1 dan Diploma III. Selama menjadi mahasiswa
Institut Pertanian Bogor, penulis mempunyai pengalaman organisasi yaitu
International Forest Student Asociation (IFSA), Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM), serta DKM Ibadurrahman.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada
Program Studi Manajemenn Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
penulis menyusun skripsi berjudul “Pemodelan Spasial Kerawanan Pencurian
Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Madiun Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur” di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul
“Pemodelan Spasial Kerawanan Pencurian Kayu Menggunakan Sistem
Informasi Geografis di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur”,

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
pada Fakultas Kehutanan, institute Pertanian Bogor.
Sejak awal masuk IPB, masa-masa perkuliahan, penelitian hingga selesai
tugas ini, banyak hal dan peristiwa terjadi dan menyadarkan penulis tentang
pentingnya arti perjuangan yang tulus, dan ketelitian serta kesabaran akan
datangnya rizki Allah. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak tersebut di bawah ini :
1. Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS selaku orang tua dan dosen pembimbing
yang telah banyak membantu, meluangkan waktu untuk membimbing dan
mengarahkan

penulis

dalam

penelitian

hingga

terselesaikannya


penyusunan karya ilmiah ini,
2. Ayahanda Suprapto dan Ibunda Yatmini, adik-adikku Bastian dan Septi
Prima Yesti atas do’a dan kasih sayang yang selalu mengiringi serta
dorongan semangat yang tiada henti,
3. KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur atas segala bantuannya,
4. Keluarga Tugiyo, Keluarga Suprayoga dan Keluarga Anang atas segala
dukungan, semangat dan bantuan moril maupun materiil.
5. Edwin Alqurmani Pamungkas atas dorongan dan semangat yang telah
memberi arti selama ini.
6. keluarga besar IMPATA, sahabat-sahabatku yang selalu ada dalam
kebersamaan : Nurul, Ivon, Desi, Pipi, Pipit dan rekan-rekan selaboratorium Perencanan Hutan, MNH, BDH, THH, KSH Angk.’39,
keluarga besar FAHUTAN dan warga WA.
7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih
atas segala dukungan dan bantuannya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari keterbatasan kemampuan
dalam menyusun Karya Ilmiah ini, oleh karena itu penulis menyampaikan

permohonan maaf serta kritik dan saran dari pembaca yang sangat diharapkan
oleh penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat serta kebaikan dalam setiap langkah perjalannya. Amin.

Bogor, Januari 2007

Penulis

RINGKASAN
Wahyu Sulung Pratiwi. E14102023. Pemodelan Spasial Kerawanan
Pencurian Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Madiun
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dibimbing oleh Dr. Ir. M. Buce
Saleh, MS.
Salah satu bentuk gangguan hutan yang menyebabkan kerugian yang
paling besar adalah masalah pencurian kayu. Selain menyebabkan kerugian
material, pencurian kayu juga mengancam kelestarian pengelolaan dan fungsi
hutan. Kondisi tersebut di atas menuntut adanya informasi yang cepat, tepat, dan
akurat serta mencakup wilayah yang luas guna memformulasikan kebijakan
dalam upaya pencegahan, pengendalian, dan pengawasan serta perkembanganya
dalam perencanaan program pengelolaan hutan. Perkembangan teknologi saat ini
memungkinkan pencapaian tuntutan tersebut, diantaranya adalah teknologi Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang sangat berguna dalam usaha pengumpulan,

penyimpanan, pemanggilan, transformasi dan penampilan data spasial untuk
keperluan tertentu.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan peta sebaran lokasi
kerawanan pencurian kayu serta peta peramalan tingkat pencurian kayu sampai
tahun 2011 serta pemodelan spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di wilayah
KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan hipotesis bahwa
semakin rendah kelerengan suatu tempat maka semakin rawan terjadi pencurian
kayu di lokasi tersebut, semakin dekat dengan jalan maka semakin rawan terjadi
pencurian kayu di lokasi tersebut, semakin tinggi kelas umur hutan maka semakin
rawan terjadi pencurian kayu di lokasi tersebut, semakin dekat dengan lokasi
pemukiman maka semakin rawan terjadi pencurian kayu di lokasi tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus
2006 di wilayah kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan mengambil
lokasi di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Data Spasial Digital (Peta administrasi KPH Madiun,
Peta jaringan jalan, Peta topografi, Peta kelas hutan) dan data tabuler mengenai
laporan kejadian gangguan keamanan hutan (pencurian kayu) dalam kurun waktu
10 tahun terakhir serta data sampel 500 plot tercuri dua tahun terakhir. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah personal computer yang dilengkapi
perangkat lunak ArcView GIS 3.3, GPS, kamera dan alat tulis.

Rangkaian metode penelitian terdiri atas tahap persiapan, penelitian di
lapangan, analisis spasial, penentuan kelas kerawanan, pengolahan data dan
penyajian hasil, validasi model, simulasi tingkat kerawanan pencurian kayu
Berdasarkan dari 500 plot data yang diambil, kelas umur berpengaruh
terhadap pencurian kayu, sehingga variabel kelas umur ini digunakan dalam
analisis regresi. Secara spasial kelas lereng tidak digunakan dalam analisis regresi
karena berdasarkan data yang diambil, nilai sebaran data kelas lereng tidak
berpengaruh terhadap pencurian kayu, variabel jarak desa ini tidak digunakan
dalam analisis regresi karena nilai sebaran datanya tidak menunjukkan adanya
pengaruh terhadap pencurian kayu,

variabel jarak jalan ini digunakan dalam analisis regresi karena nilai sebaran
datanya menunjukkan adanya pengaruh terhadap pencurian kayu. Secara spasial
pencurian kayu di KPH Madiun sering dilakukan pada tegakan dengan kelas umur
tua, dilakukan pada tegakan dengan kelas lereng yang relatif datar, yang jauh dari
desa dan jauh dari jalan
Dalam penentuan kelas kerawanan terdapat 4 kelompok kelas umur yaitu
kelas umur 1 dan kelas umur 2, kelas umur 3 dan kelas umur 4, kelas umur 5 dan
kelas umur 6, kelas umur 7 keatas yaitu kelas umur 8 samapi dengan kelas umur
10. Setiap kelas kerawanan diupayakan memiliki rentang nilai yang relatif sama

yang didasari atas nilai standar deviasi
Model spasial pencurian kayu yang sesuai di KPH Madiun berdasarkan
data adalah Y = -1,94 + 1,91 X1 + 0,000865 X4. Pada validasi model,
perbandingan antara data lapang dengan data analisis regresi diperoleh bahwa
persentase kelas tidak rawan memiliki selisih atau kurang teliti 17,6% yang under
estimate sedangkan kelas agak rawan memiliki selisih atau kurang teliti 28,6%
yang over estimate dan pada kelas rawan memiliki selisih atau kurang teliti 11%
yang under estimate. Pada model yang telah dibangun telah dapat
memplotposisikan kejadian pencurian kayu pada ketiga kelas kerawanan pada
data aktual lapang, maka dapat diyakini bahwa model yang dibangun telah
mampu menjelaskan tingkat kerawanan pencurian yang ada di KPH Madiun.
Dari model persamaan regresi yang digunakan maka tingkat kerawanan
untuk wilayah KPH Madiun termasuk ke dalam kelas tidak rawan. Dari hasil
simulasi tingkat kerawanan di KPH Madiun selama sepuluh tahun terdapat
perubahan untuk setiap lokasi. Pada tahun 2005, KPH Madiun masuk ke dalam
kelas tidak rawan. Pada tahun 2010, KPH Madiun masuk ke dalam kelas agak
rawan. Pada tahun 2015, KPH Madiun masuk ke dalam kelas tidak rawan. Untuk
kasus di KPH Madiun dapat dikatakan bahwa pola pencurian kayu di KPH
Madiun adalah semakin bertambah kelas umur akan semakin rawan, semakin
rendah kelerengan akan semakin rawan, semakin jauh dari pemukiman maupun

jalan, akan semakin rawan.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan ..................................................................................................... 2
Manfaat ................................................................................................... 2
Hipotesis .................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Keamanan Hutan .......................................................................................4
Sistem Informasi Geografis (SIG) ......................................................... .8
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 11
Data dan Alat Penelitian .......................................................................... 11
Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 11
KONDISI UMUM
Letak......................................................................................................... 17
Keadaan Lapangan ................................................................................... 17
Tanah ........................................................................................................ 19
Iklim ......................................................................................................... 19
Sosial Ekonomi ........................................................................................ 19
Bagian Hutan ............................................................................................ 20
Pembagian Wilayah ................................................................................. 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gangguan Keamanan KPH Madiun ......................................................... 22
AnalisisVariabel yang Mempengaruhi Pencurian Kayu .......................... 26
Penentuan Kelas Kerawanan .................................................................... 34
Analisis Spasial Kejadian Pencurian Kayu .............................................. 40

Validasi Model ......................................................................................... 42
Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu KPH Madiun. .............. 44
Simulasi Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu. ...................................... 46
Pengamanan Hutan ................................................................................. 54
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan................................................................................................55
Saran..........................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................56
LAMPIRAN......................................................................................................58

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Peta wilayah penelitian KPH Madiun ...............................................11
Gambar 2 Diagram alir pembuatan peta kerawanan pencurian
kayu KPH Madiun..............................................................................16
Gambar 3 Persentase kehilangan pohon per tahun .............................................22
Gambar 4 Diagram persentase kehilangan pohon per BKPH ............................23
Gambar 5 Grafik kerugian finansial pencurian kayu per tahun ..........................24
Gambar 6 Grafik kerugian finansial pencurian kayu per BKPH .......................24
Gambar 7 Hubungan antara volume tercuri dengan kelas umur ........................26
Gambar 8 Peta sebaran kelas umur KPH Madiun serta plot pencurian ..............27
Gambar 9 Diagram persentase kelas umur pada plot tercuri ..............................27
Gambar 10 Hubungan antara volume tercuri dengan kelas lereng .......................28
Gambar 11 Peta sebaran kelas lereng KPH Madiun serta plot pencurian ............29
Gambar 12 Diagram persentase kelas lereng pada plot tercuri ............................29
Gambar 13 Hubungan antara volume tercuri dengan jarak desa ..........................30
Gambar 14 Peta sebaran jarak desa KPH Madiun serta plot pencurian ................31
Gambar 15 Diagram persentase jarak desa pada plot tercuri ................................31
Gambar 16 Hubungan antara volume tercuri dengan jarak jalan ..........................32
Gambar 17 Peta sebaran jarak jalan KPH Madiun serta plot pencurian ...............33
Gambar 18 Diagram persentase jarak jalan pada plot tercuri ...............................33
Gambar 19 Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 1 dan KU 2 .......35
Gambar 20 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 1 dan KU 2 ...........36
Gambar 21 Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 3 dan KU 4 .......37
Gambar 22 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 3 dan KU 4 ...........37
Gambar 23 Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 5 dan KU 6 .......38
Gambar 24 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 5 dan KU 6 ...........39
Gambar 25 Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 7, KU 8,
KU 10 ................................................................................................40
Gambar 26 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 7, KU 8,
KU 10 ................................................................................................40
Gambar 27 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu berdasarkan
pada data ............................................................................................42

Gambar 28 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu berdasarkan pada
analisi regresi .....................................................................................43
Gambar 29 Perbandingan persentase kelas kerawanan pencurian kayu
berdasar data lapang dan analisis reegresi .........................................43
Gambar 30 Peta tingkat kerawanan pencurian kayu KPH Madiun 2005 .............44
Gambar 31 Peta gabungan data grafis dan data tabuler Pencurian Kayu
KPH Madiun ......................................................................................46
Gambar 32 Peta tingkat kerawanan pencurian kayu KPH Madiun 2010 .............47
Gambar 33 Peta tingkat kerawanan pencurian kayu KPH Madiun 2015 .............47
Gambar 34 Jumlah petak tercuri pada setiap kelas kerawanan pencurian
kayu tahun 2005 .................................................................................48
Gambar 35 Persentase jumlah pencurian kayu pada setiap kelas kerawanan
tahun 2005 ..........................................................................................48
Gambar 36 Jumlah petak tercuri pada setiap kelas kerawanan pencurian
kayu tahun 2010 .................................................................................49
Gambar 37 Persentase jumlah pencurian kayu pada setiap kelas kerawanan
tahun 2010 ..........................................................................................49
Gambar 38 Jumlah petak tercuri pada setiap kelas kerawanan pencurian
kayu tahun 2010 .................................................................................50
Gambar 39 Persentase jumlah pencurian kayu pada setiap kelas kerawanan
tahun 2015 .........................................................................................50
Gambar 40 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2005 ...................51
Gambar 41 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2010 ...................52
Gambar 42 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu tahun 1015 ...................53

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Data statistik KU 1 dan KU 2 ..................................................................34
Tabel 2 Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 1 dan KU 2 ..........................35
Tabel 3 Data statistik KU 3 dan KU 4 ..................................................................36
Tabel 4 Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 3 dan KU 4 .........................36
Tabel 5 Data statistik KU 5 dan KU 6 ..................................................................37
Tabel 6 Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 5 dan KU 6 ..........................38
Tabel 7 Data statistik KU 7, KU 8, KU 10 ..........................................................39
Tabel 8 Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 7, KU 8, KU 10 ...................39

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Peta hasil analisis perubahan tingkat kerawanan KPH Madiun
tahun 2005 ..........................................................................................59
Lampiran 2 Peta hasil analisis perubahan tingkat kerawanan KPH Madiun
tahun 2010 ..........................................................................................60
Lampiran 3 Peta hasil analisis perubahan tingkat kerawanan KPH Madiun
tahun 2015 ..........................................................................................61

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dewasa ini, laju pertumbuhan penduduk di Indonesia mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu, hal ini mendorong pula kebutuhan akan
sandang, pangan, dan papan. Seiring dengan peningkatan laju penduduk dan
kebutuhan hidup ditambah dengan kondisi politik dan resesi ekonomi yang
berkepanjangan, dirasakan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup
semakin sulit, sehingga banyak masyarakat khususnya masyarakat yang berada di
sekitar hutan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya melakukan tekanan
pada sumberdaya alam yang ada dan terasa semakin kuat termasuk tekanan sosial
ekonomi masyarakat desa hutan terhadap hutan di sekitarnya.
Berbagai macam tekanan yang mengancam kelestarian hutan tersebut
berkaitan antara lain dengan kebutuhn lahan garapan, kebutuhan kayu
pertukangan untuk bahan bangunan dan meubel, kebutuhan kayu bakar, kebutuhn
pakan ternak, dan kebutuhan hasil hutan lainnya. Tekanan ini menyebabkan
timbulnya masalah penyerobotan lahan, perencekan hutan, penggembalaan liar,
pencurian hasil hutan, dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan kelestarian hutan baik
hasil, pengelolaan dan manfaatnya di Pulau Jawa, yang dikelola oleh Perum
Perhutani akhir-akhir ini terancam. Luas lahan Perhutani di Madiun 31.221,90
hektar pada tahun 2003, sekarang diperkirakan menyusut sepuluh persen (10 %).
Secara menyeluruh di Jawa Timur luas areal Perhutani meliputi hutan lindung dan
hutan produksi yang tahun 2003 diperkirakan 1.128.455,70 hektar. Diperkirakan
sat ini luas hutan tersebut berkurang meskipun jumlah pastinya belum diketahui
(Astuti, 2006).
Salah satu bentuk gangguan hutan yang menyebabkan kerugian yang
paling besar adalah masalah pencurian kayu. Selain menyebabkan kerugian
material, pencurian kayu juga mengancam kelestarian pengelolaan dan fungsi
hutan. Jawa Timur ternyata daerah paling parah soal pencurian kayu hutan atau
illegal logging yang dikelola Perum Perhutani apabila dibandingkan dengan
kawasan hutan lain di Pulau Jawa. Ilegal logging mengakibatkan terjadinya
kerusakan hutan di Jombang, Tuban, Saradan, Madiun, Kediri dan Bojonegoro.

2

Ilegal logging di Jawa Timur merugikan Negara senilai Rp 37 milyar, sedangkan
kerugian Perhutani akibat illegal logging Rp 69 milyar, jadi separuh kerugian
Perhutani ada di Jawa Timur (Sriswastuti, 2006).
Kondisi tersebut di atas menuntut adanya informasi yang cepat, tepat, dan
akurat serta mencakup wilayah yang luas. Informasi tersebut sangat berguna
dalam upaya pencegahan, pengendalian, dan pengawasan serta perkembanganya
sangat membantu dalam hal memformulasikan

kebijakan dalam perencanaan

program pengelolaan hutan. Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan
pencapaian tuntutan tersebut, diantaranya adalah teknologi Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang sangat berguna dalam usaha pengumpulan, penyimpanan,
pemanggilan, transformasi dan penampilan data spasial untuk keperluan tertentu.

Tujuan
1. Untuk menghasilkan peta sebaran lokasi kerawanan pencurian kayu serta peta
peramalan tingkat pencurian kayu sampai tahun 2011 di KPH Madiun, Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur.
2. Pemodelan spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di wilayah

Perum

Perhutani Unit II Jawa Timur .

Manfaat
1. Peta yang dihasilkan dapat digunakan sebagai masukan dalam pembuatan
kebijkan pencegahan dan pengendalian pencurian kayu di Perhutani unit II
Jawa Timur.
2. Dapat memberikan informasi yang aktual dan kongkrit tentang pencurian kayu
jati sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam kegiatan pengambilan
keputusan

bagi

manajer

pengusahaan

hutan

dalam

perencanaan

penanggulangan gangguan keamanan hutan akibat pencurian kayu.
Hipotesis
1. Semakin rendah kelerengan suatu tempat

maka semakin rawan terjadi

pencurian kayu di lokasi tersebut.
2. Semakin dekat dengan jalan maka semakin rawan terjadi pencurian kayu di
lokasi tersebut.

3

3. Semakin tinggi kelas umur hutan maka semakin rawan terjadi pencurian kayu
di lokasi tersebut.
4. Semakin dekat dengan lokasi pemukiman maka semakin rawan terjadi
pencurian kayu di lokasi tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Keamanan Hutan
Hutan bukanlah seperti pekarangan rumah yang bisa dipagari atau ladang
dan perkebunan yang dikelola secara intensif. Letak hutan tersebar di segenap
pelosok terpencar-pencar, sangat luas dan dikelilingi oleh perkampungan yang
padat penduduknya serta memiliki corak yang beraneka ragam. Padahal sejak
pohon ditanam sampai dapat dipungut hasilnya, membutuhkan waktu yang lama.
Sebagai contoh, jati baru dapat ditebang habis, setelah mencapai umur 80 tahun.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila selama itu gangguan terhadap
keamanan hutan merupakan persoalan yang tidak mudah diatasi (Perum
Perhutani, 1980).
Gangguan terhadap keamanan hutan terdiri dari : (Perum Perhutani, 1980)
- Pencurian hasil huatan
- Penggembalaan liar
- Perladangan liar (penyerobotan tanah)
- Kebakaran
Salah satu bentuk gangguan hutan yang menyebabkan kerugian yang besar
adalah pencurin kayu. Selain menyebabkan kerugian material, pencurian kayu
juga mengancam kelestarian pengelolaan dan fungsi hutan. Hutan bekas pencurian
akan mengalami perubahan bahkan pencurian merupakan penyebab pula
timbulnya kebakaran hutan dan terjadinya masalah hama dan penyakit (Proyek
Pembinaan KSAH, 1986).
Pencurian kayu atau hasil hutan lainnya marupakan pemungutan kayu atau
hasil hutan lainnya dari kawasan hutan secara tidak sah atau diluar ketentuan
hukum yang berlaku (Institut Pertanian Bogor, 1977).
Pencurian hasil hutan adalah memungut hasil hutan tanpa ijin pejabat
berwenang. Pencurian hasil hutan berupa kayu di tempat tumbuhnya di hutan
disebut sebagai pencurian kayu. Pencurian kayu semakin terus meningkat baik
kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini beranjak dari perbuatan mengambil kayu
dari hutan tanpa ijin pihak yang berwenang, yang bertalian dengan kebutuhan
sehari-hari masyarakat desa tepi hutan terhadap pertukangan untuk dipakai

5

sendiri. Kegiatan pengambilan itu kemudian berkembang menjadi kebutuhan
bisnis sebagai mata pencaharian. Selanjutnya untuk diperlukan sebagai barang
perdagangan dalm bentuk bahan mentah atau kayu olahan. Selanjutnya berkaitan
dengan adanya penampung atau penadah yang mengarah ke industri pengolahan
kayu maupun perdagangan (Proyek Pembinaan KSAH, 1986).
Perkembangan pencurian hasil hutan erat sekali hubungannya dengan
perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di dekat hutan.
Masyarakat yang tinggal di dekat hutan menurut adat yang turun menurun
menganggap bahwa mereka mempunyai hak atas hasil hutan dan karena itu
pengambilan hasil hutan seperti kayu perkakas, kayu bakar, daun, getah dan
sebagainya dianggap tidak mencuri (Institut Pertanian Bogor, 1977).
Suratmo (1974), menjelaskan bahwa masyarakat yang mengambil hasil
hutan tanpa ijin biasanya tidak datang dari jauh, tetapi berasal dari desa-desa
sekitar hutan. Keadaan hutan yang tersebar dan dikelilingi desa dan dekat jalan
besar merupakan hutan yang mudah dicuri hasilnya.
Masalah khusus beberapa daerah di Indonesia terutama di daerah jati, hasil
hutan yang dicuri berbentuk kayu pertukangan, kayu bakar, daun dan arang.
Dalam melakukan pencurian jumlah pencuri dapat terdiri hanya seorang, tetapi
ada juga yang bergerombol dan terorganisasi rapi. Sedangkan hasil hutan yang
dicuri ada yang digunakan untuk mencukupi keperluannya sendiri, tapi ada pula
yang dijual (Suratmo, 1969).
Menurut Suratmo (1974), latar belakang pencurian kayu di Indonesia
antara lain disebabkan oleh :
a. Sosial ekonomi : dalam arti penghasilan dari masyarakat masih rendah. Upah
masih relatif sabgat rendah.
b. Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Sulitnya mencari penghasilan
dari pekerjaan lain dengan upah yang lebih baik.
c. Kebutuhan masyarakat akan hasil hutan tak dapat dipenuhi karena tak terbeli
atau jumlahnya di pasaran terbatas.
d. Pekerjaan mencuri relatif masih memberikan hasil yang besar dengan pekerjaan
yang relatif ringan dan ancaman hukuman yang ringan pula dibandingkan
pekerjan yang syah.

6

e. Adanya penampung (penadah) hasil pencurian misalnya adanya industri kecil
yang menampung hasil pencurian atau orang yang ingin mencari untung dari
masalah pencurian akan merangsang pencurian.
f. petugas atau penjaga kehutanan yang harus diperbaiki dalam sosial ekonomi,
peralatan, pos dan tenaganya.
g. Masalah mental, kebiasaan dan sebab-sebab kasus lainnya.
Motivasi pencurian kayu di hutan cenderung didahului atau dibarengi oleh
cara-cara terselubung seperti kebutuhan akan lahan usaha tani sebagai dalih untuk
memanfaatkan tegkan hutan. Pengerjaan dalam suatu malam atas kayu yang
diambil dari hutan menjadi sebuah rumah yang keesokan paginya dijual dengan
dalih menjual rumah bukan hasil hutan sehingga sulit ditindak (Ditjen PH, PHPA,
IPB, 1986).
Akibat pencurian hasil hutan adalah kerugian finansial yang diderita oleh
pemerintah karena lolosnya sebagian dari kekayaan negara. Pencurian dapat
mengacaukan rencana perusahaan yang telah dibuat sekaligus mengancam
tercapainya asas kelestarian dalam pengusahaan hutan. Disamping itu, kerugian
yang mungkin tidak dapat atau tidak mudah dinilai dengan uang ialah berupa
terganggunya fungsi perlindumgan hutan, apabila pencurian itu dilakukan dari
hutan lindung (Institut Pertanian Bogor, 1977).
Menurut Proyek Pembinaan KSAH (1983), menyatakan tentang akibat
yang ditimbulkan oleh penebangan liar atau pencurian kayu (langsung dan tidak
langsung) adalah :
a. Kelestarian produksi hasil hutan terganggu.
b. Terganggunya sistem pasaran kayu, sebagai akibat hanya kayu
gelap yang tidak sesuai dengan sistem pasar yang berlaku.
c. Dengan adanya rangsangan dari luar (sistem calo, penadah, pemilih
modal dan lain-lain) maka akan timbul persaingan (kompetisi)
dalam proses ilegal dan sebagainya.
d. Karena tebangan yang tidak terkontrol tersebut, mengakibatkan
pembukaan lahan yamg tidak terkontrol pula.
e. Terganggunya ekosistem seperti habitat satwa, fungsi hidrologi dan
lain-lain.

7

f. Dapat menurunkan nilai hutan secara umum dan dapat berakibat
berkurangnya penghasilan negara di sektor kehutanan.
g. Dapat menimbulkan ketidakpastian hutan dalam pengusahaan
hutan.
h. Kemungkinan hilangnya jenis-jenis pohon yang dilindungi.
Kriteria tingkat kerawanan wilayah terhadap pencurian kayu tersusun
sebagai berikut :
1. Ringan : dilakukan oleh perorangan, kelompok kecil (5-10) bersifat
pasif, setiap gerakan menebang maksimum 10 pohon, nilai
kerugian kurang dari Rp 1 juta dalam satu tahun.
2. Sedang : dilakukan kelompok 10 orang atau lebih yang
terorganisasi, berani melawan petugas, bersifat aktif, frekwensi
pencurian sampai 4 kali sebulan, dan setiap gerakan pencurian
minimum menebang 10 pohon, dengan nilai kerugian sebesar Rp
1-5 juta dalam satu tahun.
3. Berat : dilakukan oleh kelompok 10 orang atau lebih dan
terorganisasi, berani melawan petugas, bersifat aktif, frekwensi
minimum 5 kali dalam sebulan, dengan nilai kerugian sebesar Rp
5-10 juta dalam satu tahun.
4. Gawat : sama dengan berat, dan ada unsur-unsur politik/subversi,
dengan kerugian lebih besar Rp 10 juta dalam satu tahun (Mu’min
et al., 1982).
Perum Perhutani (1980), menyatakan bahwa usaha pengamanan hutan
dilaksanakan dengan berbagai jalan, baik yang bersifat preventif maupun represif.
Kegiatan ini antara lain meliputi :
- Inventarisasi kayu (pohon).
- Peningkatan perondaan hutan.
- Pengadaan pos-pos Pemeriksa Hasil Hutan.
- Peningkatan penggeledahan terhadap penampungan kayu gelap.
- Pemasangan jaringan komunikasi dengan penggunaan peralatan VHF.
Untuk mencegah dan memberantas pencurian kayu perlu dilkukan usahausaha sebagai berikut (Suratmo, 1974) :

8

1. Memberi lapangan kerja masyarakat di sekitar hutan misalnya
dengan mengikut sertakan dalam aktivitas kehutanan.
2. Menyediakan hasil hutan yang diperlukan untuk kehidupan
masyarakat.
3. pos-pos penjagaan, keadaan ekonomi yang baik, alat dan tenaga
yang cukup untuk menjaga keamanan hutan.
4. Proses pengendalian yang cepat dengan sanksi hukuman yang
sepadan (membuat pencuri jera).
5. Menindak para pengusaha HPH/panglong yang mengadakan
pencurian hasil hutan dengan sanksi berat.
6. Usaha-usaha khusus lainnya yang disesuaikan dengan latar
belakang setempat.

Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis adalah sistem yang berbasiskan komputer
yang digunkan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi.
SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis obyek-obyek
dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau
kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang
memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi
geografis : masukan, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data),
analisis dan manipulasi data, dan keluaran (Aronoff, 1989).
Prahasta (2002), menjelaskan bahwa SIG adalah sistem yang terdiri dari
perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia (brainware), organisasi dan
lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisa dan
menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi.
Sistem

Informasi

Geografis

meliputi

kegiatan-kegiatan

yang

pengelompokkannya terstruktur dengan komputer dan prosedur kerjanya meliputi
masukan, penyimpanan dan manipulasi, presentasi dan pemanggilan kembali data
berdasarkan dan berkaitan secara spasial. Stiap bit data secara spasial dirujukkan
dan diproses secara digital dalam komputer (Howard, 1996).

9

Menurut Aronoff (1989) Sistem Informasi Geografis memiliki empat
komponen dasar yaitu masukan data (data input), manajemen data (management
data), manipulasi dan analisis data (manipulation and analysis) dan penyajian data
(data output).
Sistem manajemen dalam SIG meliputi fungsi-fungsi penyimpanan dan
pengambilan data dari data base. Metode yang digunakan dalam peralatan yang
dipakai mempengaruhi bagaimana menjalankan smua sistem operasi terhadap data
dan pengorganisasian data ke dalam files yang dapat dibaca oleh komputer secara
efisien. Struktur data dan files dapat digabungkan satu sama lain, dimana data
dapat diambil kembali dengan mudah dan cepat (Aronoff, 1989).
SIG merupakan sistem komputer yang sangat powerfull baik dalam
menangani masalah basisdata spasial (peta digital) maupun basisdata non-spasial
(atribut). Sistem ini merelasikan lokasi geografi (data spasial) dengan informasiinformasi deskripsinya (non-spasial) sehingga para penggunanya dapat membuat
peta (digital dan analog) dan menganalisa informasinya dengan berbagai cara
(Prahasta, 2002).
Sedangkan menurut Machfudh (1996), penerapan SIG dalam kegiatan
kehutanan yaitu khususnya pemanfaatan lahan. Seperti pengelompokan lahan
berdasarkan segi pengkelasan secara :
- Ekologis.
- Fungsi.
- Pembagian hutan berdasarkan keperluan pengusahaan (penentuan kelas
perusahaan hutan, pembagian petak-petak tebangan).
- Penentuan lokasi, sarana dan prasarana pengusahaan hutan.
- Perhitungan ekonomi pembuatan jalan hutan dari segi cut and fill dan lainlain.
Machfudh (1997), menyatakan bahwa prosedur yang ditawarkan dalam
pendekatan pemodelan keruangan (spatial modelling) adalah prosedur yang
dipakai untuk mengekspresikan sumberdaya kebumian dalam suatu seri operasi
peta dan kemudian mengubahnya menjadi suatu peta ‘pemecahan masalah’.
Sebagai contoh, para rimbawan dapat mengetahui suplai kayu secara detil dan

10

melakukan

prediksi-prediksinya

penyaradan dan pengangkutan.

dengan

mempertimbangkan

asesibilitas

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian tentang Pencurian Kayu ini akan dilaksanakan di wilayah kerja
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan mengambil lokasi di Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun pada bulan Juni sampai Agustus 2006.
480000

490000

500000

510000

52 0000
9150000

9150000

470000

#
#
#

#

##

#

PETA ADMINISTRASI
KPH MADIUN

#

##

N

#
#

#
#
#
#

9140000

9140000

#
#
#

#
#

#

#

#

#

#

#
#
#

#
#

#

9130000

9130000

S

#

#
#

#

#

#
#
#
#
#
#

#

#

#

#

#
#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#
#

9120000

9120000

#

#

#

#

#

E

#

#

#

W

#

#

LEGENDA
Desa/Pemukiman
Jalan Utama
Batas Administrasi
Bagian Hutan
Caruban
Pagotan
Ponorogo Barat
Ponrogo Timur
#

#
#

#

#
#
#

#
#
#

#

#

#

#

2

#

#

#
#

#

#

9110000

#
#
#
#

0

2

4

Kilometer

#
#

#
#

#

#

#

#
#

#
#

9110000

#

#
#

#

#
#

#
#

470000

480000

490000

500000

510000

52 0000

Gambar1. Peta Wilayah Penelitian KPH Madiun

Data dan Alat Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data Spasial Digital
ƒ

Peta administrasi KPH Madiun

ƒ

Peta jaringan jalan

ƒ

Peta topografi

ƒ

Peta kelas hutan

2. Data tabular, berupa data mengenai laporan kejadian gangguan keamanan
hutan (pencurian kayu) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, data 500
plot pencurian kayu, data mengenai keadaan penduduk (pendapatan,
administrasi kecamatan) dan data lainnya.

12

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
ƒ

Personal computer yang dilengkapi perangkat lunak ArcView GIS
3.3, Minitab 13 dan Microsoft office.

ƒ

Kamera dan alat tulis.

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Tahapan penelitian terdiri dari :
1. Tahap persiapan.
2. Analisis spasial di laboratorium.
3. Penelitian di lapangan.
4. Pengolahan dan penyajian hasil penelitian.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, kegiatan penelitian terdiri dari : a.) Pengumpulan data, b.)
Pengkajian dan studi pustaka untuk memperoleh informasi awal penelitian, c.)
Konsultasi awal, penulisan proposal dan perbaikan usulan penelitian, d.)
Pengurusan ijin penelitian dan persiapan peralatan survei.
2. Analisis Spasial
z Digitasi, adalah proses memindahkan data analog ke dalam bentuk
digital yang terkomputerisasi. Data yang memerlukan proses
digitasi adalah peta jaringan jalan, peta topografi
z Manipulasi dan analisis data spasial dengan SIG. Kegiatan
manipulasi dan analisis data spasial dengan memakai software
ArcView 3.3, meliputi proses analisis data spasial, data tabular,
overlay, manipulasi, dan pembuatan model.
3. Penelitian di Lapangan
Kegiatan pengamatan di lapangan yang dilakukan adalah untuk
mengetahui kondisi biofisik lapangan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar
hutan.
4. Penentuan Kelas Kerawanan
Untuk menentukan kelas, pada data pencurian kayu dikelompokkan
berdasarkan kelas umur yang memiliki ukuran diameter yang relatif sama.

13

Dari hasil perhitungan volume tercuri, diperoleh nilai minimum , nilai maksimum,
mean (nilai tengah) dan standar deviasi untuk masing-masing kelompok umur.
Setiap kelas kerawanan diupayakan memiliki rentang nilai yang relatif sama yang
didasari atas nilai standar deviasi dari data nilai kelas kerawanan.
5. Pengolahan Data dan Penyajian Hasil
z Model Persamaan yang Digunakan
Berdasarkan studi pustaka yang diperoleh maka didapatkan fungsi
persamaan tingkat pencurian kayu sebagai berikut :
Yi = f (X1i, X2i … ,X6i, εi )
Dimana Yi adalah pencurian kayu, i adalah pengamatan. X1i adalah
kelerengan, X2i adalah jarak dari jalan, X3i adalah kelas umur, X4i adalah
jarak dari pemukiman miskin, X5i adalah jarak dari pemukiman sedang, X6i
adalah jarak dari pemukiman kaya.
Untuk

menganalisis

variabel-variabel

yang

menpengaruhi

terjadinya pencurian kayu digunakan metode Analisis Regresi Linier
Berganda. Yang dimaksud regresi linier dalam analisis ini adalah suatu
regresi yang linier dalam parameter, dimana harapan bersyarat dari Y, E
(Y/Xi) adalah fungsi linier dari parameter βi fungsi tersebut mungkin linier
atau tidak dalam variabel X. Sehingga model persamaan regresi berganda
yang dimaksud dapat dinotasikan sebagai berikut :
Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + … + β4X4i+ εi
Dimana :
Yi

= Variabel tak bebas, yaitu berupa kejadian pencurian kayu.

X1i

= Kelerengan (%)

X2i

= Kelas umur (Tahun)

X3i

= Jarak dari desa/pemukiman (meter)

X4i

= Jarak dari jalan (meter)

β0

= Intersep

βi

= Koefisien regresi

ε

= Galat

i

= Satuan pengukuran/ pengamatan/data berupa anak petak

14

z Metode Analisis Regresi
Metode regresi yang digunakan adalaSh metode kuadrat terkecil
biasa (Ordinary Least Squares atau OLS), yang bersifat tidak bias dan
paling efisien (mempunyai variance yang minimum) atau biasa disebut
BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Pada pendugaan model regresi
dengan OLS tersebut, maka terdapat asumsi-asumsi sebagai berikut :
a. Peubah X bersifat tetap (fixed), maka : E (Xε) = 0
b. Tidak ada hubungan liner antar dua atau lebih peubah-peubah
bebas (noncollinearity) → matriks (X’X) non singular :│X’X│≠ 0
c. Rataan galat (error) saling menghapuskan : E (ε) = 0
d. Bagian galat (errors) bersifat tersebar bebas (tidak berkorelasi) dan
ragam (variance) yang konstan (homoskedasitas) : (εε’) = σ2
z Pemilihan Model Persamaan Terbaik
Untuk mendapatkan model persamaan terbaik dilakukan dengan
cara membandingkan nilai R2 yang disesuaikan (R2 adjusted) dan
banyaknya variabel yang berpengaruh secara nyata dalam model tersebut.
Jika model persamaan tersebut mempunyai nilai R2 adjusted yang paling
tinggi dan jumlah variabel yang berpenga ruh nyata secara statistik yang
lebih banyak, maka akan dianggap sebagai model persamaan terbaik.
Selain itu model tersebut juga perlu dibandingkan dari segi
logikanya, yaitu logis tidaknya arah pengaruh setiap variabel bebas
terhadap variabel tak bebas, dan elastisitas hubungan antara variabel bebas
dengan variabel tak bebas.
z Pengujian Hipotesis
Untuk menguji apakah variabel-variabel bebas secara keseluruhan
ataui secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, maka
dilakukan Uji-F. dari hasil uji tersebut dapat dilihat apakah suatu persamaan
sudah layak digunakan untuk menduga suatu populasi dan dengan demikian
dapat diketahui apakah hipotesis yang diajukan bisa dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis : H0 : βi = 0
H1 : Sekurang-kurangnya ada satu βi ≠ 0

15

F hitung =

JK Re gresi /(k − 1)
JKGalat /(n − k )

Dimana : JK = jumlah kuadrat
n

= jumlah contoh

k

= banyaknya peubah bebas

Kriteria keputusan :
Jika : F hitung ≤ F tabel, maka H0 diterima
F hitung ≥ F tabel, maka H0 ditolak
Sedangkan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel tak bebas digunakan Uji Parsial atau Uji-t. Hipotesa dan
kriteria dari Uji-t ini sama dengan Uji-F, dengan nilai t hitung :

t hitung =

βˆ − β
; dimana β̂ =
σˆ βˆ

∑ xiyi
∑ xi
2

,dan

σˆ βˆ =

N


i =1

(xi − x )2
N −1

Penolakan H0 berarti peubah bebas tersebut berpengaruh nyata
terhadap Y, sehingga dari model persamaan akhir terpilih dapat ditentukan
variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata maupun sangat nyata
terhadap variabel tak bebas.

6. Validasi Model
Untuk mengetahui keakuratan model apakah berlaku secara umum, maka
perlu dilakukan validasi terhadap model dengan memasukkan data-data pencurian
kayu ke dalam model terbaik.

7. Simulasi Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu
Simulasi dilakukan dalam kurun waktu sepuluh tahun kedepan dengan
memasukkan data pada model terpilih dan telah divalidasi untuk membuat peta
kerawanan pencurian kayu.

16
Peta KPH Madiun
Peta Jaringan Jalan
Peta Topografi
Peta Kelas Hutan

Data Tabuler /
Data Statistik

Digitasi

Data Atribut:
-Lokasi Pencurian
-Volume Pencurian

Data Base Spasial:
-Kelas Lereng
-Jalan
-Perkampungan
-Kelas Umur

Penentuan Tingkat Kerawanan

Analisis Regresi

Validasi Model

Simulasi Tingkat
Kerawanan
Pencurian Kayu

Peta Kerawanan Pencurian Kayu
di KPH

Gambar 2. Diagram alir pembuatan peta kerawanan pencurian kayu di KPH.

KONDISI UMUM
Letak
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun dengan luas wilayah
hutannya seluas 31.229,2 Ha yang dibedakan menjadi dua kelas perusahaan, yaitu
kelas perusahaan jati seluas 27.485,72 Ha dan kelas perusahan kayu putih seluas
3736,1 Ha.
Letak KPH Madiun secara administrative ketataprajaan berada di Daerah Tingkat
II Kabupaten Madiun, Ponorogo dan Magetan dengan batas-batas hutan sebagai
berikut :
1. Bagian Utara

: Berbatasan dengan KPH Saradan.

2. Bagian Timur

: Berbatasan dengan KPH Saradan dan Lawu Ds.

3. Bagian Selatan

: Berbatasan dengan KPH Lawu Ds.

4. Bagian Barat

: Berbatasan dengan KPH Lawu Ds. dan KPH
Ngawi.

Sedangkan secara geografis atau berdasarkan Garis Lintang, wilayah KPH
Madiun terletak pada :
4° 30´ sampai dengan 4°50 ´ BT dan 7° 30´ sampai dengan 7° 50´ LS
Kantor KPH Madiun berkedudukan di Madiun.
Secara administratif KPH Madiun terletak dalam 3 (tiga) kabupaten, yaitu :
- Kabupaten Madiun

: 16.553,8 Ha

- Kabupaten Ponorogo

: 12.961,9 Ha

- Kabupaten Magetan

: 1.733,6 Ha

Jumlah

: 31.229,2 Ha

Keadaan Lapangan
Wilayah hutan kawasan hutan KPH Madiun mempunyai kemiringan
lereng, landai, bergelombang sampai dengan bergunung-gunung. Sungai yang ada
yaitu anak sungai Madiun yang membentang dari arah Selatan ke Utara. Wilayah
kawasan hutan KPH Madiun termasuk DAS Solo Hulu dan merupakan salah satu
penyangga kestabilan serta keseimbangan ekosistem pada sub DAS Solo Hulu.

18

Gambaran secara lebih terinci kondisi setiap Bagian Hutan adalah sebagai berikut
a. Bagian hutan caruban
keadaan lapangan rata-rata bergelombang sebelah Tenggara curam, secara
keseluruhan miring kea rah Barat Laut (daerah Kecamatan Balerejo).
b. Bagian Hutan Pagotan
keadaan lapangan rata, bergelombang, lapangan pada umumnya miring ke
Barat.
c. Bagian Hutan Ponorogo Barat
Sebelah Utara Kali Galah lapangan bergelombang miring ke Tenggara,
sungai di areal ini ke arah Tenggara mengalir ke Kali Galah menuju ke Kali
Madiun sedangkan sebelah Selatan Kali Galah bergunung-gunung sampai dengan
curam dengan aliran sungai ke arah Timur merupakan hulu Kali Madiun.
d. Bagian Hutan Ponorogo Timur
Keadaan lapangan bergunung-gunung miring sampai dengan gununggunung antara lain Gunung Rayangkaki dan Gunung Tumpak Pring. Pada lereng
sebelah Utara dan barat Laut miring ke Utara/ Barat sehingga aliran sungai daerah
ini menuju ke arah Barat, sedangkan di bagian barat laut bertemu dengan Kali
Madiun. Sedangkan sebelah Selatan dan Tenggara miring kearah tersebut dengan
aliran sungai sampai ke arah Timur menuju ke Daerah Tingkat II Trenggalek serta
bermuara di Samudra Indonesia.
e. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu
yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu
kesatu8an dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut
dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumbersumber air lainnya yang penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata
berdasarkan hukum-hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah
tersebut (PP 3 tahun 1970 pasal 1 ayat 1).
Sungai yang ada di wilayah KPH Madiun yaitu Sungai Catur yang melintasi
Bagian Hutan Caruban dan Bagian Hutan Pagotan yang bermuara di Kali Madiun
terus ke Bengawan Solo.

19

Tanah
Sebagian besar jenis tanah dikawasan hutan KPH Madiun untuk SKPH
Madiun Utara terdiri dari Mediterane Coklat Kemerahan dan Litosol Coklat
Kemerahan, sedangkan diwilayah SKPH Madiun Selatan terdiri dari jenis Aluvial
Kelabu Tua, Glei humus dan Mediterania Coklat Kemerahan.

Iklim
Wilayah hutan KPH Madiun terletak pada suatu daerah dengan musim
hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah
hutan terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga dari data stasiun hujan tersebut
dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering.
Berdasarkan pembagian iklim Scmith Ferguson KPH Madiun termasuk
Tipe iklim C dengan nilai Q = 59 % untuk SKPH Madiun Utara dan Q = 51 %
untuk SKPH Madiun Selatan. Curah hujan pada lima tahun terakhir antara 1.492
– 1.828 mm/th dengan hujan rata – rata 1.660 mm / th. Ketinggian tempat KPH
Madiun berada diantara 60 – 150 m dpl dan suhu berkisar antara 230c – 370c.

Sosial Ekonomi
a. Pengembangan Desa Hutan
Tingkat kemampuan suatu desa dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang berkaitan dengan sosial ekonomi, dinyatakan pengembangan desanya
dengan status swakarya, swadaya, dan swasembada. Desa-desa di lingkungan
kawasan hutan KPH Madiun pada umumnya mempunyai katagori Desa
Swasembada.

b. Kependudukan
Jumlah penduduk dalam kecamatan yang masuk dalam wilayah kerja KPH
Madiun adalah 804.789 orang, terdiri dari 393.121 laki-laki dan 411.667
perempuan.
c. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di sekitar hutan KPH Madiun didominasi
petani sekitar 52.22 % dan buruh sekitar 16.36 %.

20

- Petani

: 52.22 %

- Pedagang

: 11.80 %

- Pensiunan

: 0.15 %

- Buruh

: 16.36 %

- Pegawai/ABRI

: 10.50 %

- Lain-lain

: 8.95%

Bagian Hutan
Bagian Hutan (BH) adalah suatu areal hutan yang ditetapkan serbagai
kesatuan kelestarian pengelolaan hutan. Artinya dalam satu bagian hutan dapat
dilakukan kegiatan penanaman sampai dengan tebangan secara terus-menerus.
Luas Kawasan Hutan KPH Madiun adalah 31.229,2 Ha dengan rincian Klas
Perusahaan Jati 27.528,2 Ha dan Klas Perusahaan Kayu Putih 3.701,1 Ha yang
dibagi menjadi 4 (Empat) Bagian Hutan yaitu :
- Bagian Hutan Caruban

: 11.999,4 Ha

- Bagian Hutan Pagotan

: 4.076,0 Ha

- Bagian Hutan Ponorogo Timur

: 6.260,3 Ha

- Bagian Hutan Ponorogo Barat

: 8.893,5 Ha

Jumlah

: 31.229,2 Ha

Masing-masing bagian hutan dibagi lagi dalam petak-petak yang berfungsi
sebagai kesatuan manajemen dan kesatuan administrasi yang terkecil. Secara
administratif KPH Madiun dibagi menjadi 2 sub KPH, 10 BKPH, dan 34 RPH.

Pembagian Wilayah
KPH Madiun dibagi menjadi 2 SKPH yaitu SKPH Madiun Utara dan
SKPH Madiun Selatan, masing – masing dibagi menjadi beberapa
dengan pembagian sebagai berikut :
I. SKPH Madiun Utara
Membawahi 6 (Enam) BKPH yaitu :
1. BKPH Brumbun

: 1.756,2 Ha

2. BKPH Caruban

: 3.316,8 Ha

3. BKPH Dagangan

: 2.240,4 Ha

BKPH

21

4. BKPH Dungus

: 3.456,9 Ha

5. BKPH Mojorayung

: 2.833,5 Ha

6. BKPH Ngadirejo

: 2.238,5 Ha

Jumlah

: 16.075,4 Ha

II. SKPH Madiun Selatan
Membawahi 5 (Lima) BKPH yaitu :
1. BKPH Bondrang

: 2.925,5 Ha

2. BKPH Pulung

: 2.207,4 Ha

3. BKPH Sampung

: 3.613,5 Ha

4. BKPH Sukun

: 3.701,1 Ha

5. BKPH Somoroto

: 2.538,6 Ha

Jumlah

: 15.153,8 Ha

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gangguan Keamanan KPH Madiun

Gangguan keamanan yang terjadi di KPH Madiun dapat dinyatakan oleh
kerugian secara fisik/material serta kerugian secara finansial. Kerugian secara
fisik/material berupa jumlah pohon yang hilang selama sepuluh tahun dari tahun
1996 sampai dengan 2005 yang dapat disajikan dalam grafik kerawanan pencurian
kayu sebagai berikut:

2002
10%

2003
14%
2004
15%

2001
18%

2000
8% 1999
8%

1996
1998 1997
4% 5%