3.3.4 Tahapan Pembuatan Histopatologi
Pada saat ayam berumur lima minggu, dua ekor ayam dari masing-masing kelompok dinekropsi, kemudian sampel hati dan ginjal diambil. Setiap sampel
organ diiris setebal ± 0,5 cm. Organ tersebut kemudian dimasukkan kedalam tissue cassette
. Kemudian cassette dimasukkan kedalam wadah khusus, lalu diproses dalam automatic tissue processor. Di dalam alat tersebut secara otomatis
jaringan akan mengalami dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat alkohol 70, 80, absolut. Setelah itu jaringan dimasukkan ke dalam xylol
untuk melarutkan alkohol yang terdapat dalam jaringan, untuk selanjutnya
diinfiltrasi oleh paraffin.
Proses pembuatan preparat selanjutnya adalah embedding, yaitu suatu proses penanaman jaringan ke dalam blok paraffin. Setelah itu disimpan dalam
refrigerator 4-6ºC. Setiap blok paraffin yang berisi jaringan dipotong dengan
menggunakan mikrotom dengan tebal irisan 3 m. Potongan jaringan tersebut diletakkan di atas permukaan air hangat agar jaringan tidak berkerut, selanjutnya
jaringan diletakkan di atas gelas obyek untuk diinkubasi selama ± 24 jam agar jaringan benar-benar melekat. Keesokan harinya dilakukan proses pewarnaan.
Pewarnaan yang dilakukan adalah Hematoxylin-Eosin. Setelah proses pewarnaan selesai preparat direkatkan dengan cover glass
dengan menggunakan Permount®, lalu diberi label. Pengamatan histopatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 40x.
3. 3.5 Metode Pengamatan
Dalam melakukan pengamatan, digunakan metode penghitungan skoring melalui uji non-parametrik. Penghitungan dilakukan terhadap suatu lesio patologis
yang muncul dan bukan dihitung dari jumlah yang sebenarnya namun hanya menggunakan parameter tertentu yang dapat menunjukan adanya lesio patologis
yang muncul pada suatu lapang pandang. Pada pengamatan lesio histopatologi digunakan 20 lapang pandang pada setiap preparat yang digunakan dan diamati
pada perbesaran mikroskop 40x. Metode skoring ini sama-sama digunakan baik untuk preparat organ ginjal maupun organ hati, dan skoring yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1. 0 = jaringan normal
2. 1 = kongesti
3. 2 = degenerasi sel secara fokal
4. 3 = degenerasi sel secara difusemenyebar
5. 4 = pendarahan
6. 5 = infiltrasi sel radang
7. 6 = fokus nekrotik fokal atau multifokal
3.3.6 Analisis Data
Angka skoring yang telah didapatkan sebagai data penelitian akan dianalisis menggunakan uji statistika Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan
nyata dari masing-masing kelompok perlakuan. Selanjutnya uji lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan sel melalui persentasi lesio
hitopatologi yang muncul. Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan uji Dunn.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil Evaluasi Data Kematian Ayam
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa ayam yang hanya diinfeksi dengan virus tanpa diberi ekstrak temu ireng Curcuma aeroginosa Roxb.
mempunyai persentasi kematian yang sangat tinggi, yaitu 100 Tabel 2. Sedangkan pada ayam yang diinfeksi dengan virus dan diberi ekstrak temu ireng
menunjukkan hasil bahwa kematian dapat dihambat dengan persentasi kematian hanya 50 Tabel 2.
Tabel 2. Data kematian ayam pada kelompok kontrol positif dan pada kelompok perlakuan pemberian ekstrak temu ireng Curcuma aeroginosa Roxb. setelah
infeksi virus Avian Influenza H5N1
Kelompok Perlakuan
Persentasi Perlakuan
Kematian K1
Infeksi Virus 100
P1 Ekstrak + Infeksi Virus
50
Keterangan: K1: kelompok kontrol positif,
P1: kelompok perlakuan yang diberi ekstrak dan diinfeksi virus.
Infeksi virus Avian Influenza H5N1 merupakan penyakit yang akut sehingga dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat dan menyeluruh
Webster 2006. Dapat dilihat pada tabel 1 bahwa ayam yang hanya diinfeksi dengan virus tanpa diberi ekstrak temu ireng mempunyai persentasi kematian
yang sangat tinggi, yaitu 100. Pada ayam yang diinfeksi dengan virus dan diberi ekstrak temu ireng, jumlah kematian berkurang. Data yang sama juga
disampaikan oleh Setiyono 2008. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak temu ireng berpotensi dalam meningkatkan kekebalan tubuh dalam menunda kematian
populasi akibat infeksi virus Avian Influenza H5N1. Mekanisme kerja dari senyawa aktif dalam ekstrak temu ireng dalam meningkatkan kekebalan tubuh
belum terlalu banyak diketahui, namun dapat dianalogikan bahwa senyawa aktif dalam ektrak temu ireng yang mampu melindungi sel dari kerusakan akibat
infeksi virus H5N1 mampu mengurangi kerusakan jaringan dan bahkan organ sehingga daya survival individu lebih tinggi.
4. 2 Hasil Evaluasi Histopatologi pada Hati