Avian Influenza TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Umum Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Industri ayam broiler Indonesia diperkirakan meningkat hingga 889 juta ekor pada tahun 2007 jika dibandingkan produksi pada tahun 2006 yaitu sekitar 840 juta ekor, dan akan terus meningkat tajam menjadi 889 ekor pada tahun 2008. Konsumsi perkapita dari daging broiler diharapkan dapat mencapai angka 3,7 kg kapita tahun pada 2009-2010. Walaupun konsumsi per kapita dari daging broiler relatif rendah, sektor peternakan broiler Indonesia tetap diharapkan mampu berkembang. Saat ini beberapa masalah terus-menerus mengancam produksi peternakan seperti penyakit, bahan pakan impor, ketersediaan bibit unggul, dan asuransi pemerintah yang tidak konsisten Sundu 2005. Peternakan unggas Indonesia sering mengalami pasang surut dalam hal produksi. Terkait dalam hal ini yang mempengaruhi adalah pemberian pakan dan pengendalian penyakit. Penyakit yang menyerang unggas khususnya ayam bermacam-macam seperti Marek, Infectious Laryngotracheeitis ILT, dan Newcastle Disease ND. Flu burung adalah salah satu penyakit yang menggemparkan dunia perunggasan dan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Penting bagi peternak dan pemelihara kesehatan ayam di peternakan untuk mengondisikan keadaan ayam semaksimal mungkin agar tidak terpapar penyakit dengan mudah. Usaha-usaha yang termasuk didalamnya antara lain penambahan ekstrak tanaman obat sebagai campuran dalam pakan unggas. Peternak melakukan hal ini sebagai tindakan antisipasi terpaparnya hewan dengan pengaplikasian tanaman obat manusia untuk hewan.

2.2 Avian Influenza

Avian Influenza merupakan penyakit infeksius dan zoonosis, sehingga penyakit ini dapat menginfeksi hewan dan manusia. Virus ini mempunyai banyak tipe dan hanya virus influenza tipe A yang bersifat zoonosis. Dari 16 subtipe virus Avian Influenza , adalah subtype H5N1 yang paling berbahaya dan dapat menyebabkan wabah flu burung Nidom 2006. Berdasarkan hasil kajian secara genomik, dikenal beberapa subtipe dari avian influenza, namun demikian selama 6 tahun terakhir hanya subtipe H5, H7 dan H9 yang diketahui mampu menyebar dari unggas ke manusia Webster 2006. Virus ini dikenal cerdik dan susah diberantas karena sifatnya yang mudah berubah asam intinya. Selain itu, penyebaran melalui udara juga menyebabkan virus ini cepat berpindah. Obat yang ditetapkan Pemerintah Indonesia untuk penderita flu burung adalah oseltamivir carboxylate Tamiflu. Obat ini bekerja sebagai inhibitor neuraminidase, yang bahan bakunya berasal dari tanaman Star anise Illicium verum yang harus diimpor seluruhnya dari Vietnam atau China dengan biaya relatif mahal. Obat lainnya adalah Amantadine, yang bekerja sebagai ion chanel blocker , namun dilaporkan telah memicu resistensi pada virus. Pada bulan Januari 2006 dilaporkan bahwa 16 dari kasus H5N1 pada manusia mempunyai tipe virus yang resisten terhadap TamifluĀ®. Banyak hal mengapa virus ini mendapat perhatian khusus, diantaranya adalah virus H5N1 sangat patogen dan dapat bermutasi dengan cepat serta tercatat mempunyai kecenderungan untuk memperoleh gen dari virus yang menginfeksi binatang bahkan manusia. Penyakit ini muncul di China sebelum tahun 1997 dan menyerang ternak unggas di seluruh Asia Tenggara, serta secara rutin tidak terduga dapat melintasi batas antar kelas Perkins 2003. Kemampuannya untuk menyebabkan penyakit yang berat pada manusia diketahui melalui dua cara penularan yaitu dengan peranan inang antara dan penularan langsung. Penyebaran penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasi telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, Cina, Indonesia, Pakistan, Irak ,dan Turki. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi. Penemuan gejala-gejala klinik dan laboratorium demam, batuk, diare, sesak napas, limfopeni, dan kelainan pada foto toraks dan adanya riwayat kontak dengan unggas mungkin akan sangat membantu dalam mengindentifikasi pasien yang terinfeksi virus ini Hasniah et al. 2005.

2.3 Hati Ayam