Pengelompokan Hewan Pemberian Ekstrak Tanaman Temu Ireng Curcuma aeroginosa Roxb. Tahapan Pembuatan Histopatologi

kelompok perlakuan K2, 8 ekor untuk kelompok perlakuan P1, dan 2 ekor untuk kelompok perlakuan P2. Ayam pada kelompok P1 dan K1 digunakan untuk mengetahui persentasi kematian akibat infeksi virus. Sedangkan pada pembuatan preparat histopatologi hanya digunakan 2 ekor ayam pada masing-masing kelompok.

3.3.1.2 Ekstrak Tanaman Temu Ireng Curcuma aeroginosa Roxb.

Ekstrak tanaman obat didapatkan dari BALITRO Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor berupa larutan dalam botol yang berlabelkan nama tanaman obat yang digunakan. Setiap botol ekstrak tanaman temu ireng Curcuma aeroginosa Roxb. mempunyai volume sebanyak 100 ml dengan konsentrasi 10.

3.3.2 Pengelompokan Hewan

Hewan dikelompokan atas dasar perlakuan yang dilakukan Tabel 1. Tabel 1. Pengelompokan hewan berdasarkan perlakuan No Kelompok Perlakuan Keterangan 1. P1 ekstrak + infeksi Perlakuan +; dicekok dengan ekstrak temu ireng dan ditantang dengan virus AI 2 P2 ekstrak Perlakuan -; dicekok dengan ekstrak temu ireng tetapi tidak ditantang virus AI 3. K1 kontrol positif Kontrol +; tidak dicekok ekstrak temu ireng dan ditantang virus AI 4. K2 kontrol negatif Kontrol -; tidak dicekok ekstrak temu ireng dan tidak ditantang virus AI

3.3.3 Pemberian Ekstrak Tanaman Temu Ireng Curcuma aeroginosa Roxb.

dan Infeksi Virus H5N1 Pemberian ekstrak temu ireng dilakukan pada saat ayam telah berumur 1 minggu selama 3 minggu berturut-turut dan diberikan sebanyak 1 ml satu kali sehari pada masing-masing ayam yang telah ditentukan sesuai kelompok perlakuannya. Infeksi virus H5N1 diberikan pada kelompok perlakuan yang telah ditentukan selama 1 minggu pada saat ayam berumur 4 minggu dan dilakukan pada kandang khusus BSL 3 PT. Vaksindo Satwa Nusantara. Virus diberikan dengan dosis 10 4,0 EID 50 0,1ml dengan rute pemberian secara intra nasal.

3.3.4 Tahapan Pembuatan Histopatologi

Pada saat ayam berumur lima minggu, dua ekor ayam dari masing-masing kelompok dinekropsi, kemudian sampel hati dan ginjal diambil. Setiap sampel organ diiris setebal ± 0,5 cm. Organ tersebut kemudian dimasukkan kedalam tissue cassette . Kemudian cassette dimasukkan kedalam wadah khusus, lalu diproses dalam automatic tissue processor. Di dalam alat tersebut secara otomatis jaringan akan mengalami dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat alkohol 70, 80, absolut. Setelah itu jaringan dimasukkan ke dalam xylol untuk melarutkan alkohol yang terdapat dalam jaringan, untuk selanjutnya diinfiltrasi oleh paraffin. Proses pembuatan preparat selanjutnya adalah embedding, yaitu suatu proses penanaman jaringan ke dalam blok paraffin. Setelah itu disimpan dalam refrigerator 4-6ºC. Setiap blok paraffin yang berisi jaringan dipotong dengan menggunakan mikrotom dengan tebal irisan 3 m. Potongan jaringan tersebut diletakkan di atas permukaan air hangat agar jaringan tidak berkerut, selanjutnya jaringan diletakkan di atas gelas obyek untuk diinkubasi selama ± 24 jam agar jaringan benar-benar melekat. Keesokan harinya dilakukan proses pewarnaan. Pewarnaan yang dilakukan adalah Hematoxylin-Eosin. Setelah proses pewarnaan selesai preparat direkatkan dengan cover glass dengan menggunakan Permount®, lalu diberi label. Pengamatan histopatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 40x. 3. 3.5 Metode Pengamatan Dalam melakukan pengamatan, digunakan metode penghitungan skoring melalui uji non-parametrik. Penghitungan dilakukan terhadap suatu lesio patologis yang muncul dan bukan dihitung dari jumlah yang sebenarnya namun hanya menggunakan parameter tertentu yang dapat menunjukan adanya lesio patologis yang muncul pada suatu lapang pandang. Pada pengamatan lesio histopatologi digunakan 20 lapang pandang pada setiap preparat yang digunakan dan diamati pada perbesaran mikroskop 40x. Metode skoring ini sama-sama digunakan baik untuk preparat organ ginjal maupun organ hati, dan skoring yang digunakan adalah sebagai berikut :