Perubahan Suhu PERUBAHAN SELAMA PROSES CO-COMPOSTING

21

4.3.1. Perubahan Suhu

Suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi aktivitas mokroorganisme dalam proses pengomposan. Oleh karena itu, selama proses co-composting bagas dengan blotong berlangsung dilakukan pengukuran suhu secara teratur untuk mengetahui apakah proses pengomposan berjalan dengan baik atau tidak. Grafik perubahan suhu kompos dengan pelakuan aerasi 0,4 dan 1,2 Lmenit.kg bahan dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. Hasil pengamatan suhu pada perlakuan pembedaan nilai CN awal yaitu 30,40, dan 50 pada Gambar 6 dan 7 menunjukkan kecenderungan pola yang yang hampir sama. Pada kedua gambar terlihat bahwa kompos yang nilai CN awalnya 30 memiliki peningkatan suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kompos yang memiliki nilai CN awal 40 dan 50. Hal ini disebabkan karena kompos dengan nilai CN awalnya 30 komposisi bagas dalam campuran bahan lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai CN awalnya 40 maupun 50. Bagas pada campuran dengan nilai CN awal 30 tersebut sangat rendah sehingga pada saat proses pengomposan berlangsung bahan karbon organik yang dapat didegradasi oleh mikroorganisme lebih sedikit. Berbeda dengan kompos yang memiliki nilai CN awal 40 dan 50, campuran pada kompos tersebut memiliki kandungan bagas yang lebih banyak sehingga kandungan bahan karbon organiknya lebih banyak dan proses pendegradasiannya Gambar 6. Perubahan suhu pada aerasi 0,4 lmenit kg bahan Gambar 7. Perubahan suhu pada aerasi 1,2 lmenit kg bahan 22 lebih baik. Pada saat kecepatan dekomposisi bahan karbon organik di awal fase semakin cepat, maka panas yang ditimbulkan meningkat semakin cepat. Seiring dengan kecepatan dekomposisi yang mulai konstan, suhu berkurang perlahan-lahan. Di akhir proses pengomposan, bahan karbon organik yang dicerna sudah habis sehingga terjadi penurunan suhu. Oleh karena itu, campuran dengan persentase bagas lebih sedikit maka kenaikan suhunya akan lebih rendah jika dibandingkan dengan campuran yang persentase bagas lebih banyak. Pengamatan pada perlakuan aerasi 0,4 dan 1,2 lmenit kg bahan tidak berpengaruh terhadap perubahan suhu selama pengomposan berlangsung. Hal ini terlihat pada grafik perubahan suhu antara aerasi 0,4 dan 1,2 lmenit kg bahan cenderung memiliki kesamaan. Temperatur pengomposan pada kedua perlakuan tersebut sama, yaitu cenderung naik pada minggu pertama dan mengalami penurunan mulai minggu kedua. Akan tetapi suhu maksimum pada campuran dengan aerasi 1,2 lmenit.kg bahan lebih tinggi dibandingkan campuran dengan aerasi 0,4 lmenit.kg bahan. Suhu maksimum terjadi pada saat hari kedua sampai keempat setelah proses pencampuran atau hari pertama sampai ketiga setelah proses aerasi. Hasil pengamatan terhadap interaksi antar perlakuan, yaitu pembedaan nilai CN awal dengan pemberian aerasi aktif dengan laju aerasi yang berbeda menunjukkan hasil yang relatif sama. Suhu dengan nilai CN awal 30 pada laju aerasi 0,4 dan 1,2 lmenit.kg bahan mengalami peningkatan suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan yang nilai CN awalnya 40 dan 50. Suhu pada nilai CN awal 30 meningkat dari 24 o C pada aerasi 0,4 lmenit.kg bahan menjadi 32,5 o C dan pada aerasi 1,2 lmenit.kg bahan suhu meningkat dari 24 o C menjadi 34,1 o C. Nilai CN awal 40, pada aerasi 0,4 lmenit.kg bahan memiliki suhu yang meningkat dari 24 o C menjadi 35,25 o C dan pada aerasi 1,2 lmenit.kg bahan suhu mengalami peningkatan dari 24 o C menjadi 35,8 o C. Nilai CN awal 50 dengan aerasi 0.4 Lmenit.kg bahan memiliki suhu 24 o C yang meningkat menjadi 35,75 o C dan pada aerasi 1,2 lmenit.kg bahan suhu mengalami peningkatan dari 24 o C menjadi 37,75 o C. Proses kenaikan suhu cenderung turun setelah hari keempat setelah proses aerasi dan mulai dari minggu ketiga, suhu mendekati stabil pada suhu ruang. Hal ini menandakan proses degradasi mulai menurun karena bahan karbon organik yang diuraikan mulai berkurang, dimana bahan karbon organik tersebut telah diubah menjadi gas CO 2 , air, dan panas kalor. Suhu kompos yang telah stabil mencapai suhu ruang menandakan proses pendegradasian sumber bahan karbon organik telah selesai dan itu berarti proses pengomposan telah hampir selesai. Data suhu selama pengomposan dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 8. Perubahan suhu pada kontrol 23 Saat dibandingkan dengan kontrol, yaitu campuran bahan tanpa diberi aerasi aktif, terlihat hasil yang berbeda dibandingkan hasil perubahan suhu pada perlakuan kedua aerasi aktif. Temperatur pada campuran kontrol Gambar 8 menunjukkan bahwa kenaikan suhu tertinggi terjadi pada campuran bahan dengan nilai CN awal 40, sedangkan yang mengalami kenaikan suhu paling rendah adalah pada campuran dengan nilai CN awal 50. Pada perlakuan dengan aerasi aktif, kenaikan suhu terendah terjadi pada campuran dengan nilai CN awal 30 dan yang tertinggi pada campuran dengan nilai CN awal 50. Hal ini menunjukkan bahwa proses pendegradasian bahan karbon organik pada campuran kontrol dengan nilai CN awal 50 membutuhkan udara lebih banyak agar proses degradasi berjalan lebih baik. Sedangkan untuk campuran dengan nilai CN awal 40 dan 30 tingkat kenaikan suhunya relatif sama dengan yang diberi perlakuaan aerasi aktif. Temperatur maksimum yang dihasilkan selama pengomposan tidak mencapai temperatur termofilik 45-65 o C. Menurut Indrasti dan Wimbanu 2006, temperatur kompos yang tidak mencapai suhu termofilik disebabkan dimensi gundukan yang terlalu kecil sehingga panas yang dihasilkan dari proses degradasi tidak tertahan dalam bahan dan ikut terbawa bersama udara. Pada penelitian ini tinggi tumppukan memang titak terlalu besar. Tinggi tumpukan tersebut hanya sekitar 30 cm, sedangkan tinggi tumpukan ideal untuk pengoposan sekitar 1 meter.

4.3.2. Perubahan Derajat Keasaman pH