Perjanjian itu berisi pasal-pasal antara lain : 1. Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara de facto maupun de jure
kepada VOC. 2. Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh VOC menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram
sebagai pinjaman dari VOC. 3. Putera mahkota akan segera dinobatkan. Sembilan hari setelah penandatanganan perjanjian itu Pakubuwana II wafat.
Tanggal 15 Desember 1749 Baron van Hohendorff mengumumkan pengangkatan putera mahkota sebagai Susuhunan Pakubuwana III.
Perjanjian tersebut merupakan sebuah trgaedi karena Kerajaan Mataram yang pernah Berjaya di masa Sultan Agung harus menyerahkan kedaulatan
atas seluruh wilayah kerajaan kepada pihak asing. Hal ini semakin membuat kekecewaan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said, sehingga keduanya harus
meningkatkan perlawanannya terhadap kezaliman VOC.
Perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir setelah tercapai Perjanjian Giyanti pada tanggal 15 Februari 1755. Isi pokok perjanjian Giyanti : bahwa
Mataram dibagi dua. Wilayah bagian barat daerah Istimewa Yogyakarta diberikan kepada Pangeran Mnagkubumi dna berkuasa sebagai sultan
dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwana I, sedang bagian timur daerah Surakarta tetap diperintah oleh Pakubuwana III. Sementara perlawanan Mas
Said berakhir setelah tercapai Perjanjian salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas said diangkat sebagai penguasa di sebagian wilayah
Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.
1. Mengevaluasi Perang Melawan Penjajahan Kolonial HIndia Belanda 1. Perang Tondano
2. Perang Tondano I
Sekalipun hanya berlangsung sekitar satu tahun Perang Tonando dikenal dalam dua tahap. Perang Tonando I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada
saat datangnya bangsa Barat orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa Tondano Sulawesi Utara. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran
agama Kristen di tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan Gubernur Terante
Simon Cos mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan
kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawasi pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga Makasar yang bebas berdagang mulai tersingkir
karena ulah VOC. Apalagi waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju Filipina.
VOC berusaha memaksakan kehendak agar orang-orang Minahasa menjual berasnya kepada VOC. Oleh karena VOC sangat membutuhkan beras untuk
melakukan monopoli perdagangan beras di Sulawesi Utara. Tidak ada pilihan lain bagi VOC kecuali memerangi orang-orang Minahasa. Untuk melemahkan
orang- orang Minahasa, VOC membendung Sungai Temberan. Akibatnya aliran sungai meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para
pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan tempat tinggalnya di Danau Tondano dengan rumah-rumah apung. Pasukan VOC
kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa yang berpusat di Danau Tondano. Simon Cos kemudian memberikan ultimatum yang
isinya antara lain: 1 Orang-orang Tondano harus menyerahkan para tokoh pemberontak kepada VOC, 2 orang-orang Tondano harus membayar ganti
rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Simon Cos sangat kesal karena
ultimatumnya tidak berhasil. Setelah itu rakyat Tondano menghadapi masalah dengan hasil pertanian yang menumpuk, tidak ada yang membeli.
Dengan terpaksa mereka kemudian mendekati VOC untuk membeli hasil- hasil pertaniannya. Dengan demikian terbukalah tanah Minahasa oleh VOC.
Berakhirlah Perang Tondano I. Orang-orang Minahasa itu kemudian memindahkan perkampungannya di Danau Tondano ke perkampungan baru
di daratan yang diberi nama Minawanua ibu negeri.
1. Perang Tondano II