PERBEDAAN RESILIENSI PADA REMAJA AWAL DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembentukan identitas merupakan tugas utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada akhir masa remaja. Menurut Piaget (Hurlock, 1980) secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Selama masa ini, remaja mulai memiliki suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, suatu perasaan bahwa ia adalah manusia yang unik. Ia mulai menyadari sifat-sifat yang melekat pada dirinya, seperti kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan– tujuan yang diinginkan tercapai di masa mendatang, kekuatan dan hasrat untuk mengontrol kehidupannya sendiri (Desmita, 2006).

Akan tetapi, karena peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa di satu pihak, dan kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis di pihak lain, masa selama tahap pembentukan identitas ini seorang remaja mungkin merasakan penderitaan paling dalam dibandingkan pada masa-masa lain akibat kekacauan peranan-peranan atau kekacauan identitas (identity confusion). Kondisi demikian menyebabkan remaja merasa terisolasi, hampa, cemas, dan bimbang. Mereka sangat peka terhadap cara-cara orang lain memandang dirinya, dan menjadi mudah tersinggung dan merasa malu. Selama masa kekacauan identitas ini tingkah laku remaja tidak konsisten dan tidak dapat diprediksikan. Pada suatu saat ia mungkin lebih tertutup terhadap siapapun, karena takut ditolak, atau dikecewakan. Namun pada saat lain ia mungkin ingin jadi pengikut atau pencinta, dengan tidak mempedulikan konsekuensi-konsekuensi dari komitmennya (Hall& Lindzey, 1993, dalam Desmita, 2006).

Menurut beberapa definisi, masa remaja dianggap sebagai masa dengan periode stress tertinggi (Spear, 2000; Casey et. al., 2010) karena banyak perubahan yang dialami secara bersamaan, termasuk kematangan fisik, dorongan untuk merdeka, pentingnya peningkatan interaksi sosial dan teman sebaya, dan


(2)

2

perkembangan otak (Blakemore, 2008; Casey, Getz, & Galvan, 2008a; Casey, Jones, & Hare, 2008b).

Pada usia remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus dipenuhi oleh individu. Konopka (1973, dalam Agustiani, 2009) secara umum membagi masa remaja menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Masa remaja awal (12-15 tahun), pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya; 2) Masa remaja pertengahan (15-19 tahun), Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Pada masa ini teman sebaya masih berperan penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self directed); 3) Masa remaja akhir (19-22 tahun), masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Remaja pada masa ini memiliki keinginan yang kuat untuk diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa. Pada tahap ini remaja menjadi lebih matang.

Menurut Buchanan dan Holmbeck (1998; Arnett, 1999), awal masa remaja adalah masa yang sulit dalam hidup bagi anak-anak dan orang tua atau guru mereka. Buchanan dan Holmbeck melaporkan bahwa mahasiswa dan orang tua dari remaja awal lebih mungkin memiliki masalah seperti gejala gangguan internal (misalnya, kecemasan, rasa tidak aman, dan depresi) dan mengalami risiko atau pemberontakan (misalnya, kecerobohan, impulsif, dan kekasaran).

Sebuah studi kontemporer juga telah menetapkan bahwa konflik dengan orang tua meningkat pada masa remaja awal dibandingkan dengan masa pra-remaja. Hal tersebut biasanya masih tetap tinggi selama beberapa tahun sampai akhirnya menurun pada masa remaja akhir (Laursen, Coy, &Collins, 1998; Paikoff & Brooks-Gunn, 1991; Smetana, 1989; Arnett, 1999).

Laursen dkk (Arnett, 1999) dalam analisis terbarunya juga menyimpulkan bahwa dalam masa remaja, frekuensi konflik tertinggi adalah pada masa remaja awal, sedangkan intensitas konflik tertinggi adalah pada masa pertengahan remaja.

Sebagai manusia, remaja mempunyai berbagai kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi. Hal itu merupakan sumber timbulnya berbagai masalah pada masa


(3)

3

remaja. Masalah-masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan yang tidak bisa terpenuhi seutuhnya sehingga menimbulkan masalah yang dapat mengakibatkan remaja mengalami konflik.

Konflik-konflik yang terjadi dapat mengakibatkan remaja melakukan hal-hal yang menyimpang. Seperti pada berita yang dilaporkan oleh Kompas (Kompas.com) bahwa telah terjadi tawuran antar kelompok remaja yang diduga remaja Kebon Singkong dan remaja Kavling PLN di Jalan Cipinang Muara III, Jakarta Timur, terjadi pada Senin (23/5/2011) pukul 20.30 WIB. Dua siswa SMP menderita luka.

Fakta lain yang diberitakan oleh Beritamanado.com bahwa DA (bukan nama sebenarnya), gadis remaja berusia 17 tahun yang sementara duduk di bangku kelas 3 SMA, mencoba bunuh diri di dalam kamar mandi. Warga Gorontalo yang kos di Bahu bersama saudaranya mengiris tangannya menggunakan silet didalam kamar mandi karena patah hati sekitar pukul 20.00 WITA, Rabu (27/04).

Bagi seorang remaja, keadaan atau konflik-konflik yang terjadi pada masa remaja tersebut sungguh menggangu dan tidak menyenangkan. Untuk menghadapi kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan tersebut, sejumlah ahli psikologi memandang perlu untuk membangun kekuatan individu. Dalam hal ini resiliensi dianggap sebagai kekuatan dasar yang menjadi fondasi dari semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan psikologikal seseorang (Desmita, 2006). Upaya mengatasi kondisi-kondisi adversity atau kondisi yang tidak menyenangkan dan resiliency remaja, yang oleh Grotberg (1994, dalam Desmita 2006) disebut sebagai tiga sumber dari resiliensi (three sources of resilience), yaitu I

have (Aku punya), I am (Aku ini), dan I can (Aku dapat).

Resiliensi merupakan hasil kombinasi dari faktor-faktor I have, I am, dan I

can. Untuk menjadi seseorang yang resilien, tidak cukup hanya memiliki satu faktor

saja, melainkan harus ditopang oleh faktor-faktor lain. Misalnya, seorang remaja mungkin dicintai (I have), tetapi jika ia tidak mempunyai kekuatan dalam dirinya (I am), atau tidak memiliki keterampilan-keterampilan interpersonal dan sosial (I can), maka ia tidak dapat menjadi resilien. Demikian juga, seorang remaja mungkin mempunyai harga diri (I am), tetapi jika ia tidak mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan orang lain atau memecahkan masalah (I can) dan tidak ada


(4)

4

orang yang membantunya (I have), maka ia tidak menjadi resilien. Tanpa adanya resiliensi, tidak akan ada keberanian, ketekunan, tidak ada rasionalitas, tidak ada

insight. Sejumlah riset yang telah dilakukan meyakinkan bahwa gaya berpikir

seseorang sangat ditentukan oleh resiliensinya, dan resiliensi juga menentukan keberhasilan seseorang dalam hidupnya (Desmita, 2006).

Remaja yang resilien dicirikan sebagai individu yang memiliki kompetensi secara sosial, dengan keterampilan-keterampilan hidup seperti pemecahan masalah, berpikiran kritis, kemampuan mengambil inisiatif, kesadaran akan tujuan dan prediksi masa depan yang positif bagi dirinya sendiri. Mereka memiliki minat khusus, tujuan-tujuan yang terarah, dan motivasi untuk berprestasi di sekolah dan dalam kehidupan (Henderson & Milstein, 2003; Desmita, 2006).

Masten & Coatsworth (1998) menyebutkan karakteristik anak-anak dan remaja yang resilien adalah berdasarkan oleh tiga sumber, yaitu individu, keluarga, dan lingkungan di luar keluarga. Dalam hal ini keluarga merupakan sumber terpenting, karena keluarga merupakan lingkungan awal yang menjadi dasar bagi anak untuk belajar dan bersosialisasi untuk pertama kali.

Orangtua dalam keluarga sebagai pimpinan keluarga sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian anak, karena orangtua merupakan pendidik, pembimbing, dan pelindung bagi anak-anaknya. Keberhasilan remaja dalam membentuk tingkah laku secara tepat di masyarakat adalah ditentukan oleh peranan lingkungan. Keluarga khususnya orang tua dalam mengarahkan serta mengembangkan kemampuan anak membentuk tingkah lakunya. Mengenai hal ini Hurlock (1999; Aswar, 2004) mengemukakan bahwa pengertian mengenai nilai-nilai tingkah laku serta kemampuan anak untuk membentuk tingkah laku yang dikembangkan di dalam lingkungan. Keluarga akan menentukan sejauh mana keberhasilan anak dalam membentuk penyesuaian di masyarakat pada masa-masa selanjutnya.

Menurut Hurlock (1999; Aswar, 2004) orangtua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orangtua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada


(5)

5

masing-masing orangtua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.

Meskipun demikian, pada hakekatnya setiap orangtua mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap pendidikan anak yang telah dipercayakan Tuhan kepada mereka. Tanggung jawab tersebut ditujukan dalam penataan perilaku anak yang disebut dengan pola asuh (Havighurst; Hurlock, 1999, Aswar, 2004).

Kebanyakan anak yang berhasil setelah menjadi dewasa berasal dari keluarga dengan orang tua yang bersikap positif, yang mana sikap ini disebut sebagai pola asuh orangtua yang bersikap positif, sikap ini disebut sebagai pola asuh orang tua pada anak. Lingkungan tempat di mana anak tinggal (keluarga) inilah yang berkaitan dengan faktor pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya, salah satunya dalam hal mendidik anaknya. Pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak akan mempengaruhi tindakan selanjutnya.

Apabila hubungan orang tua dengan remaja positif, hal itu juga berhubungan dengan kepercayaan diri, empati, kepribadian koperatif, dan kesejahteraan psikologis remaja tersebut (Kristin A. Moore, Ph.D., Lina Guzman, Ph.D., Elizabeth Hair, Ph.D., Laura Lippman, and Sarah Garrett, 2004).

Untuk menjelaskan pola asuh, Baumrind (dalam Santrock, 2007) membagi tipe-tipe pola asuh menjadi 3, yaitu: 1) Otoriter, adalah gaya yang membatasi dan menghukum, di mana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan pada anak. Gaya ini biasanya mengakibatkan perilaku anak yang tidak kompeten secara sosial yang berbanding terbalik dengan kemampuan internal yang dimiliki individu untuk meningkatkan resiliensi, yaitu memiliki pandangan baik terhadap kompetensi dengan seseorang; 2) Otoritatif, pola asuh ini mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Gaya ini biasanya mengakibatkan perilaku anak yang kompeten secara sosial. Hal ini sesuai dengan kemampuan internal yang dimiliki individu untuk meningkatkan resiliensi; 3) Permisif, suatu gaya di mana orang tua sangat terlibat


(6)

6

dengan anak tetapi tidak menaruh banyak tuntutan dan kontrol yang ketat pada mereka. Gaya pengasuhan ini biasanya mengakibatkan inkompetensi sosial anak, terutama kurangnya pengendalian diri. Hal ini tidak sesuai dengan sumber resiliensi yang berkaitan dengan apa saja yang dapat dilakukan oleh remaja sehubungan dengan keterampilan sosial dan interpersonal (I can) yaitu pengelolaan perasaan dan temperamen.

Perilaku-perilaku remaja dipengaruhi oleh pola asuh. Sebuah perilaku koperatif, termotivasi, dan tanggung jawab pada remaja cenderung memiliki orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis. Sedangkan remaja yang tidak koperatif, belum matang, dan tidak bertanggung jawab cenderung memiliki orang tua dengan pola asuh otoriter atau pengabaian (Kopko, 2007). Sesuai dengan penjelasan tersebut bahwa dari masing-masing tipe pola asuh akan menghasilkan anak atau remaja dengan resiliensi yang berbeda-beda.

Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh demokratis orang tua menghasilkan sejumlah perkembangan positif dalam remaja. Pola asuh demokratis yang mencakup pemantauan orang tua dan pengawasan yang mendukung aktifitas positif remaja dan mengurangi peluang remaja untuk terlibat dalam kenakalan dan perilaku beresiko (Wargo, 2007).

Penelitian lain yang menggunakan sebanyak 350 subyek dari Shiraz University menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif dan signifkan antara pola asuh acceptence-involvement atau otoritatif dengan resiliensi (Zakeri, Jowkar, Razmjoee, 2010). Kehangatan dan dukungan terkait dengan pengembangan resiliensi dan karenanya dapat dianggap sebagai faktor pelindung yang dapat meningkatkan kemampuan untuk mengatasi krisis dan aktifitas kehidupan yang negatif. Individu dalam resiliensi tinggi diukur dari hubungan yang positif dengan keluarganya, bukan hanya menunjukkan rasa kelekatan, tetapi juga penerimaan (Ritter, 2005).

Sebuah pola asuh yang hangat tetapi tegas memungkinkan remaja menjadi mandiri dalam tahapan perkembangan sesuai batasan dalam orang tua (Kopko, 2007). Oleh karena itu orang tua memegang peranan yang penting dalam pembentukan resiliensi. Peranan tersebut bisa terlihat dari pola pengasuhan yang diterapkan orang tua kepada anak, termasuk orang tua yang memiliki anak usia remaja awal.


(7)

7

Berdasarkan penjelasan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui perbedaan resiliensi pada remaja awal ditinjau dari pola asuh orang tua.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan resiliensi pada remaja awal ditinjau dari pola asuh orang tua?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan resiliensi pada remaja awal ditinjau dari pola asuh orang tua.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menemukan paradigma baru di bidang psikologi khususnya psikologi perkembangan, dan psikologi sosial terutama yang berkaitan dengan hubungan antara pola asuh dengan resiliensi pada remaja awal.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi orang tua dan remaja tentang pentingnya pola asuh dan pembentukan resiliensi. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat

yang memiliki anggota keluarga berusia remaja pada umumnya dan remaja awal pada khususnya.


(8)

i

PERBEDAAN RESILIENSI PADA REMAJA AWAL DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh : Nurlaily 06810108

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(9)

(10)

(11)

(12)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi dengan judul “Perbedaan Resiliensi pada Remaja Awal Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Tulus Winarsunu, S.Psi., M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dra. Tri Dayakisni, S.Psi, M.Si. dan Zakarija Achmat, S.Psi., M.Si. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. M. Salis Yuniardi, M.Psi. selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. 4. Kepada orang tua saya, Bapak Atmadja dan Mama Ida, kakak-kakak

tersayang, serta keluarga yang selalu memberi dukungan, do’a, kasih sayang, dan materi sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 5. Kepada Gusti, Pee, Tya, Ria, Dilla, dan semua teman-teman yang selalu

memberikan dukungan dan semangat sehingga penulis terdorong untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(13)

vi

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 12 Agustus 2011

Penulis


(14)

vii INTISARI

Nurlaily (2011). Perbedaan Resiliensi pada Remaja Awal Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing: (1) Dra. Tri Dayakisni, S.Psi., M.Si. (2) Zakarija Achmat, S.Psi., M.Si.

Kata Kunci: Pola asuh, resiliensi, remaja awal

Orang tua sebagai lingkungan sosial yang pertama bagi remaja akan memberikan contoh atau model yang baik, salah satunya dalam bentuk pola asuh. Awal masa remaja menjadi masa yang sulit dalam hidup bagi orang tua dan anak. Masa remaja awal dianggap sebagai masa dengan periode stress dan frekuensi konflik tertinggi. Untuk menghadapi kondisi-kondisi tersebut dibutuhkan suatu kekuatan dasar atau ketahanan yang disebut resiliensi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan resiliensi pada remaja awal ditinjau dari pola asuh orang tua dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jumlah sampel 98 subjek. Sampel pada penelitian ini adalah remaja awal berusia 12-15 tahun di kota Malang, pengambilan sampel menggunakan teknik Insidental Sampling. Instrumen penelitian menggunakan angket yang berupa skala pola asuh dan skala resiliensi. Sebelum angket disebar, dilakukan uji validitas dan reliabilitas yang menghasilkan 23 item valid pada skala pola asuh dan 28 item valid pada skala resiliensi. Data penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis varian satu jalur.

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa ada perbedaan resiliensi yang signifikan (F = 60,105 ; sig = 0,000) pada remaja awal ditinjau dari pola asuh orang tua. Remaja yang diasuh dengan pola asuh otoritatif resiliensinya lebih tinggi ( = 85,67) dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan pola asuh otoriter ( = 64,10) dan remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif ( = 68,80).


(15)

viii DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

INTISARI ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan masalah ... 7

C. Tujuan penelitian ... 7

D. Manfaat penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh ... 8

1. Pengertian Pola Asuh ... 8

2. Fakor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 8

3. Karakteristik Pendukung Terlaksananya Pola Asuh ... 9

4. Jenis-jenis Pola Asuh... 9

B. Resiliensi ... 12

1. Pengertian Resiliensi ... 12

2. Sumber Pembentukan Resiliensi ... 13

3. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi... 15

4. Aspek-aspek Resiliensi ... 18

C. Remaja ... 19

1. Pengertian Remaja ... 19

2. Karakteristik Remaja ... 20

3. Usia Remaja ... 23

4. Kebutuhan Remaja dalam Perkembangannya ... 23

5. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 24

D. Perbedaan Resiliensi pada Remaja Awal Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua ... 25

E. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 29

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 29

C. Definisi Operasional ... 30

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

E. Prosedur Penelitian ... 31


(16)

ix

G. Jenis Data dan Instrumen Penelitian ... 32 H. Validitas dan Reliabilitas... 35 I. Metode Analisa Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ... 41 B. Analisa Data ... 43 C. Pembahasan ... 45

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 49 B. Saran-saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(17)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue print skala pola asuh orang tua ... 33

Tabel 3.2 Blue print skala Resiliensi ... 34

Tabel 3.3 Skor untuk jawaban pernyataan pada skala Likert ... 35

Tabel 3.4 Hasil uji validitas item skala pola asuh ... 37

Tabel 3.5 Hasil uji validitas item skala resiliensi ... 37

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas ... 39

Tabel 3.7 Rancangan Analisis Data ... 40

Tabel 4.1 Deskripsi Data Pola Asuh Orang Tua ... 41

Tabel 4.2 Deskripsi Data Resiliensi ... 42

Tabel 4.3 Deskripsi Data Resiliensi dan Pola Asuh ... 43

Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Analisa Variansi ... 44

Tabel 4.5 Deskripsi Tingkat Resiliensi ... 44


(1)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi dengan judul “Perbedaan Resiliensi pada Remaja Awal Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Tulus Winarsunu, S.Psi., M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dra. Tri Dayakisni, S.Psi, M.Si. dan Zakarija Achmat, S.Psi., M.Si. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. M. Salis Yuniardi, M.Psi. selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. 4. Kepada orang tua saya, Bapak Atmadja dan Mama Ida, kakak-kakak

tersayang, serta keluarga yang selalu memberi dukungan, do’a, kasih sayang, dan materi sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 5. Kepada Gusti, Pee, Tya, Ria, Dilla, dan semua teman-teman yang selalu

memberikan dukungan dan semangat sehingga penulis terdorong untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(2)

vi

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 12 Agustus 2011

Penulis


(3)

vii INTISARI

Nurlaily (2011). Perbedaan Resiliensi pada Remaja Awal Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing: (1) Dra. Tri Dayakisni, S.Psi., M.Si. (2) Zakarija Achmat, S.Psi., M.Si.

Kata Kunci: Pola asuh, resiliensi, remaja awal

Orang tua sebagai lingkungan sosial yang pertama bagi remaja akan memberikan contoh atau model yang baik, salah satunya dalam bentuk pola asuh. Awal masa remaja menjadi masa yang sulit dalam hidup bagi orang tua dan anak. Masa remaja awal dianggap sebagai masa dengan periode stress dan frekuensi konflik tertinggi. Untuk menghadapi kondisi-kondisi tersebut dibutuhkan suatu kekuatan dasar atau ketahanan yang disebut resiliensi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan resiliensi pada remaja awal ditinjau dari pola asuh orang tua dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jumlah sampel 98 subjek. Sampel pada penelitian ini adalah remaja awal berusia 12-15 tahun di kota Malang, pengambilan sampel menggunakan teknik Insidental Sampling. Instrumen penelitian menggunakan angket yang berupa skala pola asuh dan skala resiliensi. Sebelum angket disebar, dilakukan uji validitas dan reliabilitas yang menghasilkan 23 item valid pada skala pola asuh dan 28 item valid pada skala resiliensi. Data penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis varian satu jalur.

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa ada perbedaan resiliensi yang signifikan (F = 60,105 ; sig = 0,000) pada remaja awal ditinjau dari pola asuh orang tua. Remaja yang diasuh dengan pola asuh otoritatif resiliensinya lebih tinggi ( = 85,67) dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan pola asuh otoriter ( = 64,10) dan remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif ( = 68,80).


(4)

viii DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

INTISARI ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan masalah ... 7

C. Tujuan penelitian ... 7

D. Manfaat penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh ... 8

1. Pengertian Pola Asuh ... 8

2. Fakor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 8

3. Karakteristik Pendukung Terlaksananya Pola Asuh ... 9

4. Jenis-jenis Pola Asuh... 9

B. Resiliensi ... 12

1. Pengertian Resiliensi ... 12

2. Sumber Pembentukan Resiliensi ... 13

3. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi... 15

4. Aspek-aspek Resiliensi ... 18

C. Remaja ... 19

1. Pengertian Remaja ... 19

2. Karakteristik Remaja ... 20

3. Usia Remaja ... 23

4. Kebutuhan Remaja dalam Perkembangannya ... 23

5. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 24

D. Perbedaan Resiliensi pada Remaja Awal Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua ... 25

E. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 29

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 29

C. Definisi Operasional ... 30

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

E. Prosedur Penelitian ... 31


(5)

ix

G. Jenis Data dan Instrumen Penelitian ... 32 H. Validitas dan Reliabilitas... 35 I. Metode Analisa Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ... 41 B. Analisa Data ... 43 C. Pembahasan ... 45

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 49 B. Saran-saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN


(6)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue print skala pola asuh orang tua ... 33

Tabel 3.2 Blue print skala Resiliensi ... 34

Tabel 3.3 Skor untuk jawaban pernyataan pada skala Likert ... 35

Tabel 3.4 Hasil uji validitas item skala pola asuh ... 37

Tabel 3.5 Hasil uji validitas item skala resiliensi ... 37

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas ... 39

Tabel 3.7 Rancangan Analisis Data ... 40

Tabel 4.1 Deskripsi Data Pola Asuh Orang Tua ... 41

Tabel 4.2 Deskripsi Data Resiliensi ... 42

Tabel 4.3 Deskripsi Data Resiliensi dan Pola Asuh ... 43

Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Analisa Variansi ... 44

Tabel 4.5 Deskripsi Tingkat Resiliensi ... 44