7 Gambar 2. Gradien potongan melintang faktor-faktor yang mempengaruhi
produktifitas dan biomassa, kepentingan relative autochtonous dan allochtonous di sepanjang longitudinal waduk Kimmel et al., dalam
Thornton et al. 1990; Simarmata, 2007
Perkembangan KJA di Waduk Cirata terbilang sangat cepat, Garno Adibroto, 1999 dalam Prihadi, 2005 mencatat pada tahun 1999 terdapat 27.786
KJA dengan produksi ikan 25.114 ton. KJA menutupi 136 ha atau 2,2 permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada
sekitar 198,376 ton 8,667 ton N dan 1,239 ton P sedangkan pada tahun 2003 penulis mencatat sebanyak 38.276 unit KJA, sehingga sisa pakan yang berada di
dasar waduk adalah sebesar 279.121 ton. Jumlah karamba ini sudah menutupi permukaan Waduk Cirata sebesar 15–20.
2.2 Bahan Organik
Menurut Ryding dan Rast 1989, sumber bahan organik di dalam perairan berasal dari eksternal allochtonous maupun internal autochtonous. Bahan
organik allochtonous merupakan bahan organik yang berasal dari perairan itu sendiri, dapat berupa neuston. Neuston terdiri dari produsen primer dan consumer.
8 Sumber eksternal dapat berupa run off permukaan, agricultural dan forest
drainage, atmosfir, buangan domestik dan buangan dari limbah industri Vollenweider, 1986 dan Ahl, 1973 dalam Landner, 1976. Jumlah bahan organik
di kolom air umumnya lebih rendah dibandingkan di tanah. Beban masukan internal merupakan bahan organik yang dihasilkan oleh sirkulasi nutrient di
perairan waduk Silvey dan Roach, 1964 dalam Landner, 1976. Waduk yang didalamnya terdapat kegiatan budidaya ikan dalam KJA
dengan teknik budidaya secara intensif, pakan yang tersisa banyak mengandung fosfor, sulfat dan nitrogen, sehingga dengan adanya sisa pakan ini akan
mempercepat terjadinya proses eutrofikasi diperairan tersebut. Ryding dan Rast 1989 mengatakan, jumlah penambahan nutrien ke badan air dari karamba jaring
apung tergantung pada densitas populasi ikan dalam karamba. Studi Swedia mengindikasikan bahwa, untuk setiap ton ikan yang dihasilkan, resultante input
ke badan nutrien adalah 85–90 kg fosfor dan 12–13 kg nitrogen. Selanjutnya Beveridge 1996 menyatakan hasil ekskresi disebarkan ke
kolom air oleh arus, sedangkan padatan pakan yang tidak termakan dan feses jatuh ke bawah atau dasar waduk atau danau. Selama sedimentasi, sebagian pakan
yang tidak dimakan dikonsumsi oleh ikan, sedangkan sebagian lagi pecah menjadi partikel halus. Jumlah nutrien terlarut yang dilepas tergantung pada komposisi
faecal dan pakan yang tidak dimakan, serta sifat-sifat fisik seperti suhu, kedalaman air dan turbelensi.
Penambahan nitrogen ke badan air dari KJA yang beroperasi kira-kira 85 dalam bentuk terlarut, terutama ammonia dan urea dari ekskresi ikan.
Sisanya 15 berbentuk partikulat, terutama dari pakan yang tidak termakan. Sebaliknya 15–20 input fosfor ke badan air dari KJA yang beroperasi dalam
bentuk terlarut. Sisanya dalam bentuk partikulat, yang akan mengendap ke dasar sedimen. Hasil penelitian di Swedia menunjukkan kira-kira 5–10 fosfor yang
tersedimentasi diregenerasi ke kolom air karena kondisi anoksik dan proses biologis di dasar perairan Ryding dan Rast, 1989 ; Beveridge, 1996
Bahan organik di ekosistem perairan berada dalam bentuk senyawa organik terlarut sampai bahan organik partikulat POM dalam agregat besar, serta
dari organisme hidup yang mati. Metabolisme bahan organik dan interaksi materi
9 ini secara kimia dan biologis sangat ditentukan oleh ukuran bahan organik
tersebut. Hanya sedikit bahan organik terlarut yang secara langsung digunakan oleh organisme akuatik, sedangkan bentuk partikulat adalah sumber makanan
yang utama Wetzel dan Likens, 1991. Menurut Simarmata 2007 dekomposisi bahan organik terlarut
menghasilkan produk akhir berupa gas, bahan organik partikulat yang harus dikonversi secara enzimatik oleh mikroflora tertentu. Proses dekomposisi adalah
proses yang kontinu, tetapi lajunya bervariasi tergantung jumlah substrat variabel lingkungan Wetzel dan Likens, 1991.
Selanjutnya Simarmata 2007 mengatakan, laju relatif komposisi k, adalah jumlah detrial karbon yang dimetabolis per unit waktu. Dekomposisi bahan
organik terlarut menghasilkan produk akhir berupa gas, bahan organik partikulat yang harus dikonversi secara enzimatik oleh mikroflora tertentu. Dekomposisi
yang sempurna menghasilkan konversi produk organik dari fotosintesis. Simarmata 2007 mengatakan, hipernutrifikasi peningkatan konsentrasi
nutrien terlarut sering muncul disekitar karamba perairan tawar, dimana arus rendah dan pengenceran terbatas. Perubahan juga muncul pada oksigen terlarut,
BOD, COD, kekeruhan dan kedalaman transparansi. Tingkat eutrofikasi tergantung pada karakteristik badan air, ukuran, sifat dan manajemen keramba.
Pada proses eutrofikasi ini seringkali diikuti blooming algae. Algae ini seringkali menghasilkan berbagai macam bahan yang toksik yang dapat mematikan hewan-
hewan yang ada diperairan tersebut Gorham dan Carmichael, 1980. Menurut Wetzel dan Liken 1991 yang dimaksud dengan defisit oksigen
adalah perbedaan jumlah oksigen yang ada pada awal dan akhir periode stratifikasi. Prinsip dasarnya adalah menghitung jumlah total oksigen di
hipolimnion pada dua waktu yang berbeda awal dan akhir stratifikasi. Selanjutnya Cole 1988 menyatakan defisit oksigen relatif adalah jika
membandingkan kandungan oksigen dengan jumlah oksigen di akhir pembalikkan musim semi ketika konsentrasi oksigen di kolom air sama. Selanjutnya defisit
absolut adalah jika membandingkan kandungan oksigen dengan kandungan oksigen saat saturasi pada suhu 4°C sedangkan hypolimnetik areal defisit adalah
dengan menggunakan data volume dan kandungan saturasi secara teori akan di
10 peroleh kandungan O
2
total yang ada selama sirkulasi musim semi, atau pada saturasi 4°C. Perbedaan antara kandungan saat saturasi dan kandungan aktual
musim panas dibagi luasan hipolimniondisebut hypofimnetik areal defisit. Difisit oksigen di areal hipolimnetik sejumlah danau mengindikasikan
bahwa : 1 defisit berkorelasi positif dengan produkitifitas primer fitoplankton 2 Secara proporsional defisit berkebalikan dengan transparansi epilimnion 3 danau
dengan kosentrasi total fosfor yang lebih tinggi memiliki defisit oksigen yang lebih tinggi pula 4 defisit lebih besar di danau dengan suhu rata-rata
hipolimnetik musim panas lebih tinggi 5 defisit oksigen lebih besar di danau-danau dengan kedalaman rata-rata hipolimnetik yang ketebalannya lebih
besar. Korelasi terakhir bahwa danau dengan hipolimnion yang lebih tebal memiliki defisit oksigen yang lebih besar dari pada danau dengan hipolimnion
yang dangkal Wetzel, 2001; Simarmata, 2007.
2.3 Dekomposisi Anaerobik