Hubungan Tipe dan Manajemen Perkandangan dengan Infeksi Kecacingan pada Orangutan (Pongo sp.) di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta

HUBUNGAN TIPE DAN MANAJEMEN PERKANDANGAN DENGAN
INFEKSI KECACINGAN PADA ORANGUTAN (Pongo sp.)
DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA

CYNTIA MAGDALENA SIHOMBING

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Tipe dan
Manajemen Perkandangan dengan Infeksi Kecacingan pada Orangutan (Pongo sp.) di
Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Cyntia Magdalena Sihombing
NIM B04090029 

ABSTRAK
CYNTIA MAGDALENA SIHOMBING. Hubungan Tipe dan Manajemen
Perkandangan dengan Infeksi Kecacingan pada Orangutan (Pongo sp.) di Taman
Margasatwa Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh RISA TIURIA dan HAERUL
AZHAR.
Orangutan (Pongo sp.) merupakan primata asli Indonesia dengan status
terancam punah. Upaya konservasi melalui kebun binatang diharapkan memiliki
manajemen pemeliharaan yang baik. Penelitian ini bertujuan mengetahui
hubungan tipe dan manajemen perkandangan terhadap infeksi kecacingan
orangutan. Total sampel tinja terkoleksi adalah 78 dari 17 orangutan di 7 lokasi
kandang. Metode pemeriksaan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Prevalensi
infeksi Ascarid 100%, Strongyloides 88.2%, Strongyloid 76.47% dan Trichurid
5.88%. Hasil pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif tertinggi adalah Strongyloides
46.15% dengan rata-rata 1320 telur/gram tinja. Dominasi infeksi Strongyloides

ditemukan pada orangutan Pongo pygmaeus betina dewasa (15-35 tahun) di lokasi
A, B, dan G yang memiliki tingkat peragaan orangutan tidak rutin. Parameter luas
jelajah di peragaan yang kecil (0-100 m2), kandang yang terang dan tipe alas
kandang terpisah juga memiliki korelasi yang signifikan (p35 thn)
Jantan
remaja (0-15 thn)
dewasa (16-35 thn)
tua (>35 thn)

Jumlah
orangutan
4
2
2
0
0
2
0
1
1


asc
161
150
150
0
0
173
0
125
220

Pongo pygmaeus
Betina
remaja (0-15 thn)
dewasa (16-35 thn)
tua (>35 thn)
Jantan
remaja (0-15 thn)
dewasa (16-35 thn)

tua (>35 thn)

13
8
3
4
1
5
1
4
0

362
461
477
489
240
216
200
220

0

Faktor pengaruh

Keterangan :

Rata-rata TTGT
str
stl
164
160
90
50
90
50
0
0
0
0
238

270
0
0
375
300
100
240
582
657
270
1002
0
551
120
658
0

176
114
35

213
40
258
60
308
0

trc
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
9
0

15
0
0
0
0
0

asc: Ascarid; str: Strongyloides; stl: Strongyloid; trc: Trichurid

Infeksi kecacingan didominasi oleh infeksi Strongyloides pada spesies
Pongo pygmaeus berjenis kelamin betina dalam rentang umur dewasa (16-35
tahun). Belum ditemukan penelitian yang menyebutkan bahwa spesies Pongo
pygmaeus lebih rentan terhadap infeksi kecacingan, kemungkinan hal tersebut
disebabkan perbandingan jumlah spesies yang tidak berimbang. Infeksi
Strongyloides juga banyak menyerang orangutan betina dewasa karena selama
penelitian di TMR terdapat beberapa orangutan yang sedang mengalami
kebuntingan dan dalam masa menyusui anak.
Pada keadaan tersebut sistem imun orangutan mengalami penurunan
sehingga dapat terjadi peningkatan infeksi kecacingan. Faktor imunitas dapat
dilihat dari timbulnya gejala klinis seperti diare, lemah, tidak nafsu makan atau

bobot badan yang menurun (Taylor et al. 2007; Chapman et al. 2006). Selain

15
faktor imunitas, pemberian antihelmintik dalam waktu yang hampir bersamaan
saat pengambilan sampel juga mempengaruhi tingkat infeksi kecacingan.
Penggunaan antihelmintik juga perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan
resistensi. Selain itu, penggunaan antihelmintik spektrum luas juga kurang tepat
sasaran jika masalah individu hanya pada infeksi cacing tertentu. Pemeriksaan
menyeluruh (general chek up) dan berkala diperlukan agar pemberian preventif
tepat sasaran (Beriajaya dan Suhardono 1998; Wich et al. 2009). Pemberian
preventif antihelmintik pada orangutan di TMR diketahui dilakukan secara rutin
setiap dua bulan sekali dengan jenis antihelmintik yang bervariasi disertai
pemeriksaan oleh dokter hewan.

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Infeksi kecacingan kelas nematoda ditemukan pada orangutan di TMR,
Jakarta. Prevalensi infeksi Ascarid 100%, Strongyloides 88.2%, Strongyloid

76.47% dan Trichurid 5.88%. Hasil pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif
tertinggi adalah Strongyloides 46.15% dengan rata-rata TTGT 1320 telur/gram
tinja. Dominasi infeksi Strongyloides ditemukan pada orangutan spesies Pongo
pygmaeus berjenis kelamin betina dewasa (15-35 tahun) di lokasi A, B, dan G
yang memiliki tingkat peragaan orangutan tidak rutin. Parameter luas jelajah di
peragaan yang kecil (0-100 m2), kondisi kandang yang terang dan desain alas
kandang terpisah juga memiliki korelasi yang signifikan (p6 bulan) perlu dilakukan untuk melihat gambaran tingkat infeksi
kecacingan secara lebih detail. Parameter manajemen perkandangan yang diamati
dapat dilengkapi dengan kondisi kelembaban tiap kandang, pengaruh enrichment
(fasilitas pendukung) kandang dan perbandingan tipe kandang dikebun binatang
lainnya serta tingkat kontak perawat satwa dengan orangutan. Selain itu,
hubungan antara inang, agen parasit dan lingkungan perlu dianalisis lebih lanjut.

17

DAFTAR PUSTAKA
Altizer S, Dobson A, Hosseini P, Hudson P, Pascual M, Rohani P. 2006.
Seasonality and the dynamics of infectious diseases. Georgia (US): Ecology
Letters. 9, 467-484.
Bennett BT, Abee CR, Hendrickson R. 1995. Nonhuman Primates in Biomedical

Research: Biology and Management. New York (US): Academic Pr.
Bismark M. 1984. Beberapa Aspek Biologi dan Konservasi Primata di Suaka
Margasatwa Pleihari Martapura, Kalimantan Selatan. Jakarta (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan.
Chapman CA, Wasserman MD, Gillespie TR, Speirs ML, Lawes MJ, Saj TL,
Ziegler TE. 2006. Do food availability, parasitism, and stress have
synergistic effects on red colobus populations living in forest fragments?.
Canada (UK): American J of Physic Anthropolo. 131, 525-534.
Cowlishaw G dan Dunbar R. 2000. Primate Conservation Biology. America (US):
University of Chicago Pr.
Dellatore DF. 2007. Behavioural health of reintroduced orangutans (Pongo abelii)
in Bukit Lawang, Sumatra Indonesia. [Disertasi]. England (UK): Primate
Conservation Oxford Brookes Univ.
Gillespie TR. 2006. Noninvasive assessment of gastrointestinal parasite infections
in free-ranging primates. J of Primatol. 27:1129-1143.
Hansen J, Perry B. 1994. The Epidemology, Diagnosis, and Control of Helminth
Parasites of Ruminants. Nairobi (KE): Lab for Res on Animal Dis.
Hilser HB, Cheyne SM, Ehlers-Smith DA. 2011. Socioecology and gastrointestinal parasites of sympatric primate species inhabiting the Sabangau
Peat-Swamp Forest, Central Kalimantan. Oxford (UK): Americ J of
Primatolo. 74, 31-49
Iskandar D. 2002. Penangkaran owa jawa (Hylobates moloch) di Taman
Margasatwa Ragunan Jakarta. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.
2013. Pongo Pygmaeus Pongo Abelii. [Internet]. [diunduh 2013 Agu 24].
2013.1. Tersedia pada: www.iucnredlist.org.
Labes EM, Hegglin D, Grimm F, Nurcahyo W, Harrison ME. 2010. Intestinal
parasites of endangered orangutans (Pongo pygmaeus) in Central and East
Kalimantan, Borneo, Indonesia. Cambridge (UK): J of Parasitolo. 137,
123–135.
Mackinnon K. 1992. Nature’s Treasurehouse The Wildlife of Indonesia. Jakarta
(ID): Gramedia Pustaka Utama.
Melrose W, Menziez H, Boer M, Joseph H, Reeve D, Speare R. 2012. Short
communication: a simple method for performing worm-egg counts on
sodium acetate formaldehyde-preserved samples. Townsville (AU): J of
Parasitol Res. Vol. 2012, No 617028.
Noprianto A. 2004. Kajian pengelolaan orangutan (Pongo pygmeus pygmeus, L)
di Kebun Binatang Ragunan Jakarta. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
[PKBSI] Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia. 2012. Manfaat keberadaan
orangutan. [internet]. [diunduh 2013 Juli 29]. Tersedia pada:
http://pkbsi.izaa.org/index.php

18
Rianawati dan Prastowo J. 2003. Infeksi nematoda gastrointestinal pada orangutan
(Pongo pygmaeus) di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta.
Yogyakarta (ID): UGM. J Sain Vet. Vol. XXI, No 1.
Sajuthi, D. 1984. Satwa Primata Sebagai Hewan Laboratorium. Bogor (ID): IPB
Smith JB dan Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Pr.
Subronto. 2007. Ilmu Penyakit Ternak II (Mammalia). Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Taylor MA, Coop RL, Wall RL. 2007. Veterinary Parasitologi Third Edition.
Oxford (UK): Blackwell Pub.
Wells SK, Sargent, Andrew ME, Anderson DE. 1994. Medical Management of
The Orangutan. New Orleans (US): The Audubon Inst.
Wich SA, Atmoko SSU, Setia TM, van Schaik CP. 2009. Orangutans,
Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation. New York
(US): Oxford University Pr.

19
Lampiran 1 Perhitungan analisis korelasi Spearman

Correlations
Spearman's rho
ascd

strdes

strloid

trcrd

alas

Correlation
Coefficient
Sig.
(2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig.
(2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig.
(2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig.
(2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig.
(2-tailed)
N

luas
kistirahat

alas
kandang

luas
jperagaan

tingkat
peragaan

kondisi
pencaha
yaan

kandang

,024

-,072

-,027

,055

,010

,237(*)

,832

,531

,816

,633

,929

,037

78

78

78

78

78

78

,049

-,026

-,303(**)

-,061

,324(**)

,123

,667

,818

,007

,596

,004

,283

78

78

78

78

78

78

,078

,050

-,132

,119

,259(*)

,001

,497

,661

,250

,300

,022

,992

78

78

78

78

78

78

,330(**)

-,159

-,043

,207

-,054

,132

,003

,164

,710

,068

,637

,250

78

78

78

78

78

78

1,000

-,294(**)

-,138

,671(**)

,018

,291(**)

.

,009

,227

,000

,876

,010

78

78

78

78

78

78

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

20
Lampiran 2 Peta lokasi kandang berdasarkan infeksi cacing

Ascarid

Strongyloides

Strongyloid

Trichurid

21
Lampiran 3 Foto beberapa parameter perkandangan
1. Alas Kandang

tipe terpisah

tipe keramik

tipe semen

22
2. Luas Jelajah di Kandang Peragaan

kandang peragaan yang kecil (±100m2)

kandang peragaan yang luas (±250-300m2)

23
3. Kondisi Cahaya di Kandang Istirahat

kondisi kandang terang (menghadap cahaya matahari langsung)

kondisi kandang gelap (terhalang bangunan didepannya)

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Jayapura, Papua pada tanggal 22 April 1991 dari
Bapak Tigor P. Sihombing dan Ibu Nursia Jojor D. Hutagalung. Penulis
merupakan putri keempat dari empat bersaudara.
Penulis lulus sebagai siswa SMA Negeri 01 Jayapura pada tahun 2009 dan
diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor pada tahun yang sama melalui Undangan Seleksi Masuk (USMI). Kegiatan
penulis di luar akademik diantaranya aktif sebagai anggota UKM (Unit Kegiatan
Mahasiswa) UKF (Uni Konservasi Fauna) 2009-2010, UKM PMK (Persekutuan
Mahasiswa Kristen) 2009-2013, dan Himpunan Profesi HKSA (Hewan
Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik) 2010-2013. Penulis juga pernah menjadi
peserta magang di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta tahun 2011 dan di Balai
Inseminasi Buatan Lembang, Jawa Barat pada tahun 2012..