Perilaku Sosial Macaca tonkeana di Pusat Primata Schmutzer (PPS) Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta

(1)

PERILAKU SOSIAL

Macaca tonkeana

DI PUSAT PRIMATA

SCHMUTZER (PPS) TAMAN MARGASATWA RAGUNAN,

JAKARTA

SORAYA VALLENTI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRAK

SORAYA VALLENTI. Perilaku Sosial Macaca tonkeana di Pusat Primata Schmutzer (PPS) Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Dibimbing oleh DYAH PERWITASARI dan ENTANG ISKANDAR.

Macaca tonkeana atau boti adalah monyet hitam yang mempunyai habitat di bagian tengah Pulau Sulawesi, Indonesia, yaitu di kabupaten/kota Uru, Palopo, Tonkean, Labua Sore, dan Parigi. Macaca tonkeana adalah hewan sosial yang hidup berkelompok. Di dalam suatu kelompok, setiap individu akan berinteraksi dengan individu lain di dalam kelompoknya. Bentuk interaksi sosial antar individu meliputi perilaku selisik, agonistik, bermain, dan seksual. Pengamatan perilaku dilakukan mulai pukul 08.00-15.30 WIB. Metode yang digunakan yaitu Metode Ad Libitum Sampling untuk perilaku harian dan Focal Animal Sampling untuk perilaku sosial. Perilaku harian yang paling sering dilakukan yaitu lokomosi dan makan. Perilaku agonistik paling banyak dilakukan oleh betina dewasa terhadap orang dengan persentase 69,2%. Perilaku selisik paling banyak dilakukan oleh betina dewasa terhadap betina remaja dengan persentase 88,9%. Pada perilaku seksual, betina tidak hanya menerima tetapi juga menolak kopulasi dengan persentase 37,5%. Perilaku bermain paling sering dilakukan oleh remaja berupa menggigit, berguling, dan bergulat. Di dalam permainan juga ditemukan pembelajaran seksual.

Kata kunci: Macaca tonkeana, perilaku sosial, Pusat Primata Schmutzer (PPS)

ABSTRACT

SORAYA VALLENTI. Social behavior of Macaca tonkeana at Schmutzer Primate Center (PPS) Ragunan Zoo, Jakarta. Guided by DYAH PERWITASARI and ENTANG ISKANDAR.

Macaca tonkeana or boti is black monkeys inhabit in the central part of the island of Sulawesi, Indonesia, in the districts of Uru, Palopo, Tonkean, Labua Sore, and Parigi. Macaca tonkeana are social animals living in groups. In a group, each individual will interact with others. Social interaction between individuals include grooming, agonistic, playing, and sexual behaviors. Behavioral observation was conducted starting at 08:00 am to 03:30 pm. Ad Libitum sampling and Focal animal sampling were used for daily behavior and social behavior observation respectively. Daily behavior most frequently performed was locomotion and feeding. Agonistic behavior was mostly done by adult females toward people with the percentage 69,2%. Grooming behavior was mostly carried out by adult female toward juvenile female with the percentage 88,9%. On sexual behavior, females are not only accepted but also refused copulation by a percentage 37,5%. Playing behavior was mostly made by juvenile in the form of biting, rolling and wrestling. In the game also found sexual learning.


(3)

PERILAKU SOSIAL

Macaca tonkeana

DI PUSAT PRIMATA

SCHMUTZER (PPS) TAMAN MARGASATWA RAGUNAN,

JAKARTA

SORAYA VALLENTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

Judul Skripsi : Perilaku Sosial

Macaca tonkeana

di Pusat Primata Schmutzer (PPS)

Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta

Nama

: Soraya Vallenti

NRP

: G34080016

Disetujui :

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc

Dr. Ir. Entang Iskandar, M.Si

NIP 19660403 199003 2001

NIP 19670619 200701 1002

Diketahui :

Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.

NIP 19641002 198903 1 002


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dengan judul “Perilaku sosial Macaca tonkeana di Pusat Primata Schmutzer (PPS) Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta” ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Juni 2012.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari M.Sc dan Dr. Ir. Entang Iskandar, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran serta bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Alex Hartana selaku penguji karya ilmiah yang telah memberikan banyak saran dan kritik yang sangat bermanfaat. Penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada orang tua atas perhatian, kasih sayang dan do’a yang selalu diberikan. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada pihak Taman Margasatwa Ragunan Jakarta, terutama untuk Ibu Mega dan Pak Hairul, serta perawat satwa di PPS yaitu Mbak Asri, Pak Ratno, Pak Naeman, Pak Namin, Mas Helmi, dan yang lainnya yang mungkin tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis sangat berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 9 Maret 1990 dari pasangan Amirudin dan Rita Suryani. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Muara Enim dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah (omda) Ikamusi Sumatera Selatan. Penulis pernah menjadi anggota LDK Al-Hurriyyah IPB dan Himpunan Mahasiswa Biologi. Penulis juga pernah menjabat sebagai sekretaris departemen Sains dan Teknologi Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA periode 2011. Penulis pernah meraih juara 1 lomba penulisan resensi buku yang diadakan oleh LDF SERUM-G FMIPA tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi pemenang ke-3 lomba penulisan puisi yang diadakan oleh Sersan Pulpen Feat. Serdadu TPB IPB tahun 2009.

Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis melakukan studi lapang di Pangandaran dengan judul “Status Populasi Lutung (Trachipithecus auratus) di Pangandaran” pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis melakukan praktik lapangan di perkebunan hidroponik Parung Farm Bogor dengan judul “Bercocok Tanam Tanaman Bayam (Amaranthus sp.) Secara Hidroponik dengan Teknik NFT (Nutrient Film Technique)”. Penulis pernah mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) tahun 2009-2012.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ...1

Tujuan ...2

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat ...2

Bahan dan Alat ...2

Metode Penelitian Habituasi dan Identifikasi Individu ...2

Kondisi Lingkungan ...2

Pengamatan Perilaku Metode Ad Libitum Sampling untuk Perilaku Harian ...2

Metode Focal Animal Sampling untuk Perilaku Sosial ...2

Analisis Data ...2

HASIL Habituasi dan Identifikasi Individu ...2

Perilaku Harian ...2

Hirarki sosial ...4

Perilaku Sosial 1. Agonistik ...5

2. Selisik ...5

3. Seksual ...5

4. Bermain ...6

PEMBAHASAN Habituasi dan Identifikasi Individu ...8

Perilaku Harian ...8

Perilaku Sosial 1. Agonistik ...8

2. Selisik ...8

3. Seksual ...9

4. Bermain ...9

SIMPULAN ...9

DAFTAR PUSTAKA ...9


(8)

DAFTAR TABEL

1 Individu M. tonkeana di PPS Ragunan ...3

2 Persentase perilaku harian kelompok M. tonkeana ...4

3 Persentase perilaku harian M. tonkeana berdasarkan umur dan jenis kelamin ...4

4 Persentase perilaku agonistik M. tonkeana ...5

5 Frekuensi dan persentase perilaku selisik M. tonkeana dari tiga pelaku terbesar ...6

6 Persentase perilaku seksual M. tonkeana ...7


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Frekuensi dan persentase perilaku selisik yang dilakukan oleh


(10)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Macaca tonkeana merupakan salah satu spesies primata endemik yang ada di Pulau Sulawesi, Indonesia. Macaca tonkeana ditemukan di bagian tengah Pulau Sulawesi, yaitu di kabupaten/kota Uru, Palopo, Tonkean, Labua Sore, dan Parigi (Groves 1980). Di Sulawesi terdapat tujuh spesies endemik monyet, yaitu Macaca nigra, M. nigrescens, M. hecki, M. tonkeana, M. maurus, M. ochreata, dan M. brunnescens (Fooden 1980). Klasifikasi monyet Sulawesi juga dibagi menjadi empat spesies. Keempat spesies tersebut adalah: M. maura, M.ochreata (dengan sub spesies M.o. ochreata dan M.o. brunnescens), M. tonkeana (dengan sub spesies M.t. tonkeana dan M.t. heckii), dan M. nigra dengan sub spesies M.n. nigra dan M.n. nigrescens) (Groves 1980). Macaca tonkeana termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, ordo Primata, famili Cercopithecidae, dan genus Macaca, dengan nama lokal boti. Macaca tonkeana memiliki morfologi dengan ciri-ciri tubuh berwarna hitam, kepala ditutupi rambut yang berbentuk seperti mahkota, dengan pipi yang berwarna pucat (abu-abu). Ischial callosites atau bantalan duduk berbentuk oval dan berwarna jingga (Groves 1980).

Macaca tonkeana merupakan hewan sosial yang hidup berkelompok. Di dalam suatu kelompok, setiap individu akan berinteraksi dengan individu lain di dalam kelompok. Bentuk interaksi sosial antar individu meliputi perilaku selisik, agonistik, seksual, dan bermain (van Schaik et al. 1983). Selisik didefinisikan sebagai perilaku membersihkan kulit atau rambut pasangan oleh seekor individu. Kotoran diambil menggunakan tangan, mulut, gigi atau lidah (Thierry et al. 1994). Agonistik merupakan perilaku penyerangan yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain (Thierry 1985). Perilaku ini ditandai dengan ancaman mimik muka, memburu, baku hantam, dan diakhiri dengan kekalahan lawan. Ancaman mimik muka diketahui dari raut muka yang menunjukkan gigi (taring). Memburu ditunjukkan dengan mengejar lawan, sedangkan baku hantam ditandai dengan adanya kontak fisik dengan lawan (Bismark 1994). Perilaku seksual diawali dengan pendekatan jantan dewasa terhadap betina selama beberapa hari dan dilanjutkan dengan perkawinan secara berkali-kali (Thierry et al. 1994). Perilaku bermain meliputi

kejar-kejaran, tarik-menarik ekor atau badan, saling menggigit dan berguling sambil bergulat atau pergulatan serta aktivitas yang dilakukan sendiri seperti berayun dan memainkan ranting (Bismark 1994).

Hirarki sosial merupakan keseluruhan susunan individu dominan (hirarki tinggi) dan subordinan (hirarki yang lebih rendah) dalam suatu kelompok (Martin & Bateson 1999). Hirarki sosial mempengaruhi aktivitas harian individu dalam kelompok. Individu dengan hirarki tinggi atau individu dominan adalah individu yang menguasai akses lingkungannya, serta memiliki kesempatan yang lebih besar untuk melakukan aktivitas makan, seksual dan menerima selisik. (Eimerl & DeVore 1981). Hirarki pada jantan bersifat tetap, sedangkan pada betina bersifat dinamis karena dipengaruhi oleh siklus estrus dan kehadiran anak (Eimerl & DeVore 1981).

Tahapan hidup primata berdasarkan Bennet et al. (1995) meliputi:

1. Bayi atau infant, secara morfologi ditandai oleh pertumbuhan gigi susu yang bersamaan dengan perkembangan wajah. Periode ini ditandai peningkatan aktivitas dan penyapihan.

2. Masa muda (juvenile) merupakan masa antara penyapihan dan masa remaja. Individu sudah mampu bergerak sendiri, tidak bergantung lagi pada induknya. Secara fisik, ditandai dengan tumbuhnya gigi permanen pertama serta pertumbuhan ukuran lengan dan kaki. 3. Dewasa muda atau pra dewasa (young

adulthood), merupakan masa antara kematangan seksual dan kematangan morfologi tubuh. Pada kebanyakan primata, kematangan seksual terjadi lebih dahulu, lalu diikuti dengan matangnya pertumbuhan gigi dan rangka badan, sehingga akhirnya mencapai ukuran tubuh dewasa.

4. Dewasa pertengahan (middle adulthood) ditandai dengan kestabilan morfologi tubuh, yang telah mengalami perkembangan secara bertahap selama beberpa tahun. Usia ini berhubungan dengan perkembangbiakan atau perkawinan.

5. Dewasa akhir (adulthood) merupakan fase terakhir dari siklus hidup primata. Pada usia ini, kondisi kesehatan mulai menurun. Selain itu, ditandai dengan penurunan ukuran tubuh, dan berkurangnya keberhasilan dalam menghasilkan keturunan.


(11)

2

Pembagian kelas umur monyet pada M. fascicularis, M. mulatta, dan Saimiri sciureus berdasarkan Andrade et al. 2004 terdiri dari:

1. Bayi (0- 6 bulan)

2. Infant, setelah penyapihan (7-18 bulan) 3. Remaja (19-31 bulan)

4. Monyet muda (32-44 bulan)

5. Dewasa (ditandai dengan kematangan seksual) (45-192 bulan).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku sosial M. tonkeana di Pusat Primata Schmutzer (PPS), Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2012 di PPS, Taman Margasatwa Ragunan.

Bahan dan Alat

Objek penelitian berupa tujuh ekor M. tonkeana yang terdiri dari dua ekor jantan dewasa, dua ekor betina dewasa, satu ekor betina pra dewasa, satu ekor jantan remaja, dan satu ekor betina remaja. Alat yang digunakan yaitu alat tulis, pengukur waktu (jam), stopwatch, termometer, higrometer, dan kamera digital.

Metode Penelitian

Habituasi dan Identifikasi Individu

Habituasi merupakan proses pembiasaan objek dengan kehadiran pengamat secara teratur dan berulang kali pada individu yang sama. Identifikasi dilakukan dengan mendokumentasikan gambar dan mengamati ciri-ciri fisik masing-masing individu.

Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan diketahui dengan mengukur suhu, kelembaban, dan banyaknya hari hujan selama pengamatan.

Pengamatan Perilaku

Perilaku yang diamati adalah perilaku harian dan perilaku sosial. Perilaku yang diamati terlebih dahulu adalah perilaku harian yang terdiri dari perilaku makan, minum, istirahat, lokomosi, urinasi, dan defekasi serta perilaku sosial yang terdiri dari perilaku agonistik, selisik, seksual, dan bermain

Pengamatan dimulai pukul 08.00 hingga 15.30 WIB. Metode yang digunakan dalam penelitian berdasarkan Martin dan Bateson (1999):

1. Metode Ad Libitum Sampling

Metode ini digunakan untuk mengamatai perilaku harian secara umum. Pengamatan dilakukan dengan mencatat sebanyak mungkin perilaku dari individu yang diamati.

2. Metode Focal Animal Sampling

Perilaku sosial diamati menggunakan metode focal animal sampling secara kontinyu dengan mengikuti satu individu setiap tahap pengamatan. Pengamatan dilakukan selama 15 menit untuk setiap individu dalam satu kali pengamatan. Perilaku sosial yang diamati yaitu selisik, seksual, agonistik, dan bermain.

Analisis Data

Data yang diambil berupa jenis perilaku, frekuensi (kali), dan persentase perilaku yang dilakukan oleh setiap individu. Untuk perilaku seksual dan bermain dilakukan juga pengambilan data berupa durasi perilaku dalam satuan detik.

Penentuan hirarki sosial berdasarkan pengamatan perilaku sosial seperti selisik, agonistik, dan seksual.

HASIL

Habituasi dan Identifikasi Individu

Kelompok M. tonkeana di PPS Ragunan terdiri dari tujuh ekor individu dengan komposisi empat ekor betina dan tiga ekor jantan (Tabel 1). Beberapa individu yang berusia lebih tua diperoleh dari hasil sitaan. Sedangkan individu muda lahir di penangkaran PPS Ragunan.

Pengamatan perilaku harian dan sosial berlangsung dari bulan Februari hingga Juni 2012 dengan jumlah jam pengamatan sebanyak 351 jam 20 menit. Kisaran suhu udara antara 24,33 0C – 33 0C dengan rata-rata 28 0C. Kelembaban udara memiliki nilai terendah 48,33% dan tertinggi mencapai 71,5% denagn rata-rata 61,94%.

Perilaku Harian

Perilaku harian kelompok M. tonkeana meliputi makan, minum, istirahat, lokomosi, agonistik, selisik, seksual, bermain, urinasi, dan defekasi (Tabel 2). Perilaku harian yang paling banyak dilakukan yaitu lokomosi sebesar 26,8% disusul dengan makan sebesar


(12)

3

Gambar Nama Jenis Kelamin

Tipe Perolehan

Tanggal Datang/ Lahir

Induk Perkiraan Usia Saat Penelitian

Digo jantan sitaan 1994 liar Dewasa: 18 tahun

Godes jantan lahir 09-06-2005 Digo-Desy* Dewasa: 7 tahun

Dely betina sitaan 1995 liar Dewasa: 17 tahun

Iyos betina lahir 24-02-2005 Digo-Dely Dewasa: 7 tahun 4 bulan

Elly betina lahir 09-11-2007 Digo-Dely Muda/pra dewasa: 4 tahun 7 bulan

Dede jantan lahir 24-01-2010 Digo-Dely Remaja: 2 tahun 5 bulan

Godel betina lahir Februari 2011*

Digo-Dely Remaja: 1 tahun 4 bulan

Keterangan:

a. Data diperoleh dari dokumen inventaris satwa Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. b. * Desy mati tahun 2011

c. ** Data kelahiran diperoleh dari penjaga satwa. Catatan kelahiran tidak ditemukan. Tabel 1 Individu M. tonkeana di PPS Ragunan


(13)

4

25,3%, selisik/grooming 21,4% dan istirahat 20,1%.

Berdasarkan umur dan jenis kelamin, perilaku makan paling banyak dilakukan oleh betina dewasa sebanyak 7,07%. Perilaku istirahat paling banyak dilakukan oleh jantan yaitu sebesar 7,9%. Agonistik paling sering dilakukan oleh betina dewasa dengan persentase 0,43% (Tabel 3).

Perilaku seksual dilakukan oleh jantan dewasa, betina dewasa, dan betina pra dewasa. Persentase terbesar perilaku seksual ditemukan pada jantan dewasa, yaitu sebesar 0,46%. Perilaku selisik paling banyak dilakukan oleh betina dewasa sebesar 6,7%. Perilaku bermain hanya dilakukan oleh individu pra dewasa dan remaja. Betina remaja paling banyak bermain bengan persentase sebesar 2,09%. Perilaku minum, defekasi, dan urinasi ditemukan sedikit sekali dilakukan oleh kelompok M. tonkeana di PPS Ragunan (Tabel 3).

Hirarki sosial

Hirarki sosial ditentukan berdasarkan perilaku selisik, agonistik, dan seksual. Digo dapat dikatakan sebagai jantan hirarki tinggi, karena paling sering melakukan agonistik terhadap individu lain, paling banyak melakukan perilaku seksual terhadap betina, dan merupakan jantan dewasa yang sering menerima selisik dari betina dewasa. Dely merupakan individu betina dewasa yang paling sering melakukan perilaku seksual, tetapi paling banyak menelisik karena memiliki anak. Namun, ketika estrus Iyos paling sering melakukan agonistik dan paling banyak menerima selisik dari jantan dewasa. Selama pengamatan Iyos mengalami estrus sebanyak empat kali. Ketika estrus Iyos menjadi lebih agresif dan lebih sering menerima selisik dari individu lainnya.

Aktivitas Frekuensi Persentase (kali) (%) makan 3970 25,30 minum 42 0,27 istirahat 3147 20,10 lokomosi 4197 26,80 agonistik 142 0,91 seksual 146 0,93 selisik 3353 21,40 bermain 585 3,73 defekasi 11 0,07 urinasi 73 0,47 Total 15666 100

Perilaku

Persentase (%)

dewasa pra dewasa remaja remaja

Total jantan betina betina jantan betina

makan 5,64 7,07 3,61 4,92 4,12 25,30 minum 0,15 0,03 0,02 0,04 0,03 0,27 istirahat 7,90 5,15 3,20 2,26 1,57 20,10 lokomosi 7,35 6,59 3,38 4,70 4,76 26,80 agonistik 0,31 0,43 0,10 0,04 0,01 0,91 seksual 0,46 0,39 0,08 0 0 0,93 selisik 5,25 6,70 2,90 3,39 3,17 21,40 bermain 0 0 0,81 0,84 2,09 3,73 defekasi 0,02 0,02 0,03 0 0,01 0,07 urinasi 0,19 0,15 0,08 0,05 0 0,47

Total 100

Tabel 2 Persentase perilaku harian kelompok M. tonkeana


(14)

5

Perilaku Sosial

Pengamatan perilaku sosial dilakukan dari bulan April hingga Juni 2012. Perilaku sosial yang diamati meliputi agonistik, selisik, seksual, dan bermain.

1. Agonistik

Perilaku agonistik yang sering terjadi berupa membuka mulut, membuka mulut dan menunjukkan taring, mengeluarkan suara, memburu atau mengejar, baku hantam, dan mengejar bunyi yang berupa bunyi angin dan pesawat terbang yang melintas (Tabel 4).

Perilaku agonistik dilakukan oleh individu jantan dan betina dari semua kelas umur. Individu yang menjadi penerima agonistik yaitu individu dewasa, individu pra dewasa, remaja, dan orang (penjaga, pengunjung, dan peneliti).

Individu betina yang paling sering melakukan agonistik adalah Iyos. Perilaku agonistik Iyos berupa mengeluarkan suara terhadap orang sebesar 69,2%. Digo merupakan individu jantan yang paling sering melakukan agonistik. Digo paling sering mengeluarkan suara terhadap individu dewasa dengan persentase 29,4%.

2. Selisik

Perilaku selisik dilakukan oleh semua individu. Individu dewasa merupakan individu yang paling sering menjadi pelaku selisik. Betina dewasa yang paling banyak menelisik yaitu Dely (Tabel 5).

Dely paling sering melakukan selisik terhadap Godel, betina remaja, sebanyak 40 kali dengan persentase 88,9%.

Jantan dewasa yang paling sering menerima selisik dari Dely yaitu Digo dengan persentase 88,9%. Betina dewasa yang paling banyak menerima selisik dari Digo (jantan dewasa) yaitu Iyos sebesar 45,5%.

3. Seksual

Perilaku seksual yang dilakukan berupa memegang betina, mencium kelamin betina, kopulasi, menerima kopulasi, menolak kopulasi, dan selisik pasca kopulasi. Perilaku seksual hanya terjadi pada individu dewasa dan pra dewasa. Individu jantan dewasa yang paling banyak melakukan perilaku seksual

Jenis agonistik Penerima Pelaku (%)

Digo Godes Dely Iyos Elly Dede Godel Membuka mulut Orang - - - - - 33,3 - Membuka mulut dan

menunjukkan taring Individu dewasa 5,88 - - - - Individu pra dewasa - - 50 3,85 - - - Individu remaja - 40 50 7,69 50 - - Orang 11,80 - - - - Total 17,60 40 100 11,50 50 - - Mengeluarkan suara Individu dewasa 29,40 - - 7,69 50 - - Individu remaja 11,80 20 - 7,69 - 33,33 50 Orang - - - 69,20 - 33,33 50 Total 41,20 20 - 84,60 50 66,67 100 Memburu/mengejar Individu dewasa 5,88 - - - -

Individu pra dewasa 5,88 - - - - Total 11,80 - - - - Baku hantam Individu dewasa 5,88 - - - - Individu pra dewasa 5,88 - - 3,85 - - - Total 11,80 - - 3,85 - - - Mengejar bunyi

(pesawat dan angin) 17,60 40 - - - - -

Total keseluruhan 100 100 100 100 100 100 100


(15)

6

adalah Digo. Dely menerima semua kopulasi dari Digo yaitu sebesar 100%. Iyos tidak hanya menerima kopulasi dari jantan, tetapi juga menolak sebanyak tiga kali dengan persentase 37,5%. Iyos dan Elly melakukan selisik terhadap jantan setelah kopulasi (Tabel 6).

4. Bermain

Perilaku bermain yang sering dilakukan berupa berkejar-kejaran, menggigit, berguling, dan bergulat, dan belajar seksual (Tabel 7). Perilaku bermain dilakukan oleh individu remaja dan pra dewasa. Jenis permainan yang paling sering

dilakukan yaitu menggigit, berguling, dan bergulat. Di dalam permainan juga ditemukan pembelajaran seksual. Permainan berupa belajar seksual dilakukan oleh Dede (individu remaja) terhadap semua betina di kelompoknya, yaitu Dely, Iyos, Elly, dan Godel. Bentuk permainan belajar seksual ini mirip tingkah laku kopulasi, tetapi tidak terjadi proses memasukkan penis ke dalam kelamin betina. Penis jantan remaja hanya didorong dan ditempelkan di ke alat kelamin betina.

Pelaku Penerima Frekuensi (kali) Persentase (%) Jantan Jantan

Digo Dede 2 100

Total 2 100

Betina

Dely 14 25,50

Iyos 25 45,50

Elly 9 16,40

Godel 7 12,70

Total 55 100

Betina Jantan

Dely Digo 16 88,90

Godes 1 5,56

Dede 1 5,56

Total 18 100

Betina

Iyos 5 11,10

Godel 40 88,90

Total 45 100

Iyos Jantan

Digo 2 22,20

Dede 7 77,80

Total 9 100

Betina

Dely 3 21,40

Elly 7 50

Godel 4 28,60

Total 14 100


(16)

7

Perilaku

Individu

Digo Godes Dely Iyos Elly a b c a b c a b c a b c a b c Memegang

betina 34,5 - 10 60 - 3 - - - - Mencium

kelamin betina

24,1 - 7 - - - - Kopulasi 31 7,3 9 40 6,5 2 - - - - Menerima

kopulasi - - - 100 7,4 8 25 8,5 2 50 3 1 Menolak

kopulasi - - - 37,5 - 3 - - - Selsik

pasca kopulasi

10,3 31,3 3 - - - 37,5 160,7 3 50 52 1

Total 100 38,6 29 100 6,5 5 100 7,4 8 100 169,2 8 100 55 2

Jenis permainan Pelaku Pasangan Frekuensi (kali)

Persentase (%)

Rataan durasi (detik) Berkejar-kejaran Dede Godel 6 100 6,83

Total 6 100 6,83

Godel Elly 1 33,33 10 Dede 2 66,67 10,50

Total 3 100 20,50

Menggigit,berguling dan bergulat Elli Dede 2 28,57 30,50 Godel 5 71,43 21,80

Total 7 100 52,30

Dede Elly 2 20 15 Godel 8 80 12,37

Total 10 100 27,37

Godel Elly 8 47,06 25,62 Dede 9 52,94 27,22

Total 17 100 52,84

Belajar seksual Dede Dely 1 10 6 Iyos 3 30 3,33

Elly 1 10 6

Total Godel 5

10

50 100

3,60 18,93 Keterangan: a = Persentase (%); b = Rataan durasi (detik); c = Frekuensi (kali)

Tabel 7 Jenis permainan dan pasangan bermain M. tonkeana Tabel 6 Persentase perilaku seksual M. tonkeana


(17)

8

PEMBAHASAN Habituasi dan Identifikasi Individu

Habituasi tidak sulit dilakukan karena satwa yang berada di PPS sudah terbiasa dengan kehadiran manusia, baik pengunjung, penjaga, dan pengamat atau peneliti. Identifikasi individu dilakukan dengan mendokumentasikan gambar dan mengamati ciri-ciri fisik untuk mengenali masing-masing individu. Selain itu, dicatat juga jenis kelamin dan usia dari setiap individu yang diamati.

Kelompok M. tonkeana di PPS Ragunan terdiri dari tujuh ekor individu dengan komposisi empat ekor individu dewasa, satu ekor individu muda/pra dewasa, dan dua ekor individu usia remaja. Individu jantan dewasa yaitu Digo (18 tahun) dan Godes (7 tahun); individu betina dewasa yaitu Dely (17 tahun) dan Iyos (7 tahun 4 bulan); individu pra dewasa yaitu Elly (4 tahun 7 bulan); individu remaja yaitu Dede (2 tahun 5 bulan) dan Godel (1 tahun 4 bulan). Elly dikategorikan ke dalam usia muda atau pra dewasa karena belum mengalami menstruasi. Dede dikategorikan ke dalam usia remaja karena Dede masih dalam tahap belajar dalam melakukan perilaku seksual dan masih sering bermain.

Perilaku Harian

Perilaku harian yang dilakukan oleh kelompok M. tonkeana di PPS meliputi perilaku makan, minum, istirahat, lokomosi, agonistik, selisik, seksual, bermain, defekasi, dan urinasi. Perilaku yang paling sering dilakukan adalah lokomosi atau bergerak dengan persentase 26,8%, perilaku makan (25,3%), perilaku selisik (21,4%), dan istirahat (20,1%). Perilaku harian yang paling sering dilakukan secara berurutan yaitu makan, berpindah, istirahat dan sosial (Saroyo et al. 2006). Sedangkan pada M. fascicularis, perilaku harian yang paling sering dilakukan secara berurutan yaitu bergerak, makan, istirahat, dan selisik (Widiyani 2001). Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum perilaku harian yang paling sering dilakukan oleh genus Macaca adalah bergerak dan makan.

Selama pengamatan, terjadi hujan lebat sebanyak empat kali. Hujan kecil dan gerimis tidak berpengaruh besar terhadap perilaku satwa. Satwa tetap melakukan aktivitas seperti biasanya. Namun, ketika hujan turun sangat deras, satwa lebih memilih untuk berteduh, diam, atau tidur. Curah hujan

meningkatkan waktu istirahat dan mengurangi kegiatan sosial satwa (Pombo 2004).

Perilaku Sosial 1. Agonistik

Jenis perilaku agonistik yang terjadi meliputi membuka mulut, membuka mulut dan menunjukkan taring, mengeluarkan suara, memburu atau mengejar, baku hantam, dan mengejar bunyi pesawat dan angin. Penerima agonistik meliputi individu dewasa, individu pra dewasa, remaja, dan orang (penjaga, pengunjung, dan pengamat). Semua individu dalam kelompok M. tonkeana yang diamati melakukan perilaku agonistik. Perilaku agonistik dalam kelompok M. tonkeana terjadi pada beberapa kombinasi individu, tanpa memperhatikan umur dan jenis kelamin (Thierry 1985). Tidak hanya individu dewasa saja yang memulai agresi atau penyerangan, tetapi juga individu muda. Seekor jantan dewasa bisa saja ditantang atau diserang oleh seekor individu betina dewasa atau individu remaja (Thierry 1985). Jantan dewasa yang paling sering melakukan agonistik yaitu Digo. Betina dewasa yang paling sering melakukan agonistik yaitu Iyos. Selama pengamatan Iyos mengalami estrus sebanyak empat kali, sehingga menjadi lebih aktif dan lebih sering menyerang individu lain.

2. Selisik

Perilaku selisik pada M. tonkeana terjadi di antara berbagai tingkatan usia (Thierry et al. 1990). Berdasarkan hasil pengamatan, perilaku selisik dilakukan oleh semua individu dari berbagai kelas umur, dan yang banyak melakukan selisik adalah individu dewasa (Lampiran 1). Dely (betina dewasa) paling sering menelisik anaknya, Godel (betina remaja). Pada M. fascicularis, monyet dewasa lebih sering menjadi pelaku selisik sedangkan remaja lebih sering menerima selisik (Nugraha 2006). Digo (jantan dewasa) paling sering menelisik Iyos (betina dewasa). Ketika ertrus, Iyos terlihat lebih menarik dan sering didekati oleh jantan.

Pada M. tonkeana, di antara betina dewasa, selisik menunjukkan pengaruh status individu antara penerima dan pelaku yang rendah (Thierry et al. 1990). Individu hirarki tinggi dan individu yang hirarkinya lebih rendah keduanya bisa menjadi pelaku dan penerima selisik. Iyos, betina yang paling banyak menerima selisik, bukan betina


(18)

9

sering mengalami estrus sehingga hirarkinya bisa menjadi lebih tinggi. Betina yang sedang estrus mampu menguasai akses yang seharusnya dikuasai oleh betina hirarki tinggi.

3. Seksual

Individu jantan dominan dapat mengawini semua betina di dalam kelompoknya. Sistem perkawinan poligami dan poliandri juga telah diamati pada M. fascicularis, bahwa jantan dan betina melakukan perkawinan tidak hanya dengan seekor individu saja (Karimullah & Anuar 2011).

Dely (betina dewasa) menerima semua kopulasi (perkawinan) yang dilakukan oleh Digo. Iyos (betina dewasa) tidak hanya menerima tetapi juga menolak kopulasi yang dilakukan oleh jantan. Pada kera mangabey pipi abu-abu (Lophocebus albigena) dari famili Cercopithecidae, betina tidak hanya menerima kopulasi dari jantan, tetapi juga menolak serta aktif mendekati dan meminta jantan melakukan perkawinan (Arlet et al. 2007). Iyos paling sering menolak Digo daripada Godes. Jantan hirarki tinggi lebih sering melakukan pendekatan terhadap betina, tetapi juga lebih banyak ditolak oleh betina daripada jantan lainnya (Arlet et al. 2007). Betina memiliki pilihan sesuai dengan keinginannya atau biasa dikenal dengan female choice. Jantan peringkat tinggi selalu berusaha untuk memonopoli akses seksual terhadap betina. Namun, betina juga bisa memilih jantan lain dengan peringkat rendah dan jantan yang bermigrasi ke dalam kelompoknya. Penolakan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu untuk menghindari inbreeding atau perkawinan sedarah, menghindari agresi jantan terhadap remaja, juga karena daya tarik jantan lain (Arlet et al. 2007). Betina M. mulatta (Famili Cercopithecidae, genus Macaca) mencoba melakukan perkawinan dengan sebanyak mungkin jantan. Betina lebih sering mendekati jantan hirarki rendah, karena jantan hirarki rendah terhalangi oleh jantan dominan atau hirarki tinggi untuk mendekati betina. Sementara, untuk melakukan perkawinan dengan jantan dominan, betina hanya menunggu mereka datang mendekati (Manson 1992).

4. Bermain

Jenis perilaku bermain yang sering dilakukan yaitu berkejar-kejaran, menggigit, berguling, dan bergulat (pergulatan), serta

belajar seksual. Melalui permainan, anak monyet belajar menyesuaikan diri di dalam kelompoknya (Eimerl dan DeVore 1981). Pelajaran yang diperoleh dari bermain di antaranya adalah agresivitas dan seksual (Eimerl dan DeVore 1981). Belajar seksual dilakukan oleh Dede terhadap semua individu betina yaitu Dely, Iyos, Elly,dan Godel.

Pada monyet Jepang (M. fuscata) dan M. nigra, jantan bermain dalam waktu yang lebih lama daripada betina, dan permainan yang paling sering dilakukan yaitu bergulat (Petit et al. 2008). Hasil penelitian perilaku bermain mendukung pendapat tersebut, bahwa jenis permainan yang paling sering dilakukan yaitu pergulatan (Petit et al. 2008).

Pada kelompok yang memiliki banyak anak, jantan akan memilih bermain bersama jantan, betina akan bermain dengan betina (Petit et al. 2008). Namun, hasil pengamatan menunjukkan perbedaan. Di dalam permainan, jantan dan betina M. tonkeana yang diamati bermain bersama. Hal ini mungkin disebabkan jumlah anak yang sedikit di dalam kandang.

SIMPULAN

Bentuk perilaku sosial M. tonkeana di PPS Ragunan yaitu agonistik, selisik, seksual, dan bermain. Jantan dewasa dan betina dewasa paling sering melakukan agonistik yaitu sebesar 29,4% dan 69,2%. Perilaku menelisik paling banyak dilakukan oleh individu betina dewasa terhadap betina remaja sebesar 88,9%. Perilaku seksual hanya terjadi antara individu dewasa dan pra dewasa. Jantan hirarki tinggi paling banyak melakukan perilaku seksual. Betina tidak hanya menerima tetapi juga menolak kopulasi sebesar 37,5%. Perilaku bermain dilakukan oleh individu pra dewasa dan remaja. Di dalam permainan ditemukan pembelajaran seksual.

DAFTAR PUSTAKA

Andrade MCR et al. 2004. Biologic Data of Macaca mulatta, Macaca fascicularis, and Saimiri sciureus Used for Research at the Fiocruz Primate Center. Mem Inst Oswaldo Cruz 6: 581-589.

Arlet ME, Molleman F, Chapman C. 2007. Indications for female mate choice in grey-cheeked mangabeys Lophocebus albigena johnstoni in Kibale National Park, Uganda. Acta Ethologica 10:89-95.


(19)

10

Bennet BT, Abee CR, Henrickson R, editor.

1995. Nonhuman Primates In

Biomedical Researches (Biology and Management). California: Academic Press.

Bismark M. 1994. Studi ekologi makan bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Hutan Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Eimerl S, DeVore I. 1981. Primata. Timan Th S, penerjemah. Jakarta: Tira Pustaka. Terjemahan dari: The Primates.

Fooden J. 1980. Classification and distribution of living Macaques (Macaca Lacepede, 1799). Di dalam: Linburg DG, editor. The Macaques: Studies in Ecology, Behavior and Evolution. New York: Van Nostrand Reinhold. Hlm 1-9.

Groves CP. 1980. Speciation in Macaca: the view from Sulawesi. Di dalam: Linburg DG, editor. The Macaques: Studies in Ecology, Behavior and Evolution. New York: Van Nostrand Reinhold. hlm 84-124

Karimullah, Anuar S. 2011. Determination of sexual behaviors in Macaca fascicularis. Communication at International Conference on Medical, Biological and Pharmaceutical Sciences, Pattaya.

Manson JH. 1992. Measuring female mate choice in Cayo Santiago rhesus macaques. Animal Behavior 44: 405-416.

Martin P, Bateson P. 1999. Measuring Behaviour: An Introductory Guide. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Nugraha K. 2006. Aktivitas grooming (selisik) monyet ekor panjang di situs Ciung Wanara, Ciamis Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Petit O, Bertrand F, Thierry B. 2008. Social play in Crested and Japanese macaques: Testing the covariation hypothesis. Dev Phychobiol 50:399-407.

Pombo RAE. 2004. Daerah jelajah, perilaku dan pakan Macaca tonkeana di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Saroyo, Mansjoer SS, Tarumingkeng RC, Solihin DD, Watanabe K. 2006. Aktivitas harian monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi Utara. Boisfera 23:44-49.

Thierry B. 1985. Patterns of agonistic interactions in three species of macaque (Macaca mulatta, M. fascicularis, M. tonkeana). Aggressive Behavior 11:223-233.

Thierry B, Gauthier C, Peignot P. 1990. Social grooming in tonkean macaques (Macaca tonkeana). Int J Primatol 11:357-375.

Thierry B, Anderson JR, Demaria C, Desportes C, Petit O. 1994. Tonkean macaque behaviour from the perspective of the evolution of Sulawesi macaques. Curr Primatol 2:103-117.

van Schaik CP, van Noordwijk MA, de Boer RJ, den Tonkelaar I. 1983. The effect of group size on time budgets and social behaviour in wild long-tiled macaques (Macaca fascicularis). Behav Ecol Sociobiol 13:173-181.

Widiani WD. 2010. Perilaku sosial Bekantan (Nasalis larvatus) di Taman Safari Indonesia Cisarua – Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Widiyani DR. 2001. Aktivitas harian monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan pengaruhnya terhadap pengelolaan lahan hutan rakyat (studi kasus di dusun Nyemani, desa Sidoharjo, kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(20)

12


(21)

12

Pelaku Penerima Frekuensi (kali)

Persentase (%) Jantan Jantan

Digo Dede 2 100 Total 2 100 Betina

Dely 14 25,5 Iyos 25 45,5 Elly 9 16,4 Godel 7 12,7 Total 55 100 Godes Betina

Iyos 1 50 Elly 1 50 Total 2 100 Dede Jantan

Digo 5 100 Total 5 100 Betina

Iyos 4 80 Elly 1 20 Total 5 100 Betina Jantan

Dely Digo 16 88,9 Godes 1 5,56 Dede 1 5,56 Total 18 100 Betina

Iyos 5 11,1 Godel 40 88,9 Total 45 100 Iyos Jantan

Digo 2 22,2 Dede 7 77,8 Total 9 100 Betina

Dely 3 21,4 Elly 7 50 Godel 4 28,6

Total 14 100


(22)

12

Pelaku Penerima Frekuensi (kali)

Persentase (%) Elli Jantan

Digo 3 42,9 Dede 4 57,1 Total 7 100 Betina

Iyos 4 36,4 Godel 7 63,6 Total 11 100 Godel Jantan

Digo 3 30 Godes 5 50 Dede 2 20 Total 10 100 Betina

Delli 9 52,9 Iyos 5 29,4 Elli 3 17,6 Total 17 100

13


(1)

8

PEMBAHASAN Habituasi dan Identifikasi Individu

Habituasi tidak sulit dilakukan karena satwa yang berada di PPS sudah terbiasa dengan kehadiran manusia, baik pengunjung, penjaga, dan pengamat atau peneliti. Identifikasi individu dilakukan dengan mendokumentasikan gambar dan mengamati ciri-ciri fisik untuk mengenali masing-masing individu. Selain itu, dicatat juga jenis kelamin dan usia dari setiap individu yang diamati.

Kelompok M. tonkeana di PPS Ragunan terdiri dari tujuh ekor individu dengan komposisi empat ekor individu dewasa, satu ekor individu muda/pra dewasa, dan dua ekor individu usia remaja. Individu jantan dewasa yaitu Digo (18 tahun) dan Godes (7 tahun); individu betina dewasa yaitu Dely (17 tahun) dan Iyos (7 tahun 4 bulan); individu pra dewasa yaitu Elly (4 tahun 7 bulan); individu remaja yaitu Dede (2 tahun 5 bulan) dan Godel (1 tahun 4 bulan). Elly dikategorikan ke dalam usia muda atau pra dewasa karena belum mengalami menstruasi. Dede dikategorikan ke dalam usia remaja karena Dede masih dalam tahap belajar dalam melakukan perilaku seksual dan masih sering bermain.

Perilaku Harian

Perilaku harian yang dilakukan oleh kelompok M. tonkeana di PPS meliputi perilaku makan, minum, istirahat, lokomosi, agonistik, selisik, seksual, bermain, defekasi, dan urinasi. Perilaku yang paling sering dilakukan adalah lokomosi atau bergerak dengan persentase 26,8%, perilaku makan (25,3%), perilaku selisik (21,4%), dan istirahat (20,1%). Perilaku harian yang paling sering dilakukan secara berurutan yaitu makan, berpindah, istirahat dan sosial (Saroyo et al. 2006). Sedangkan pada M. fascicularis, perilaku harian yang paling sering dilakukan secara berurutan yaitu bergerak, makan, istirahat, dan selisik (Widiyani 2001). Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum perilaku harian yang paling sering dilakukan oleh genus Macaca adalah bergerak dan makan.

Selama pengamatan, terjadi hujan lebat sebanyak empat kali. Hujan kecil dan gerimis tidak berpengaruh besar terhadap perilaku satwa. Satwa tetap melakukan aktivitas seperti biasanya. Namun, ketika hujan turun sangat deras, satwa lebih memilih untuk berteduh, diam, atau tidur. Curah hujan tinggi, badai dan suhu siang hari yang tinggi

meningkatkan waktu istirahat dan mengurangi kegiatan sosial satwa (Pombo 2004).

Perilaku Sosial 1. Agonistik

Jenis perilaku agonistik yang terjadi meliputi membuka mulut, membuka mulut dan menunjukkan taring, mengeluarkan suara, memburu atau mengejar, baku hantam, dan mengejar bunyi pesawat dan angin. Penerima agonistik meliputi individu dewasa, individu pra dewasa, remaja, dan orang (penjaga, pengunjung, dan pengamat). Semua individu dalam kelompok M. tonkeana yang diamati melakukan perilaku agonistik. Perilaku agonistik dalam kelompok M. tonkeana terjadi pada beberapa kombinasi individu, tanpa memperhatikan umur dan jenis kelamin (Thierry 1985). Tidak hanya individu dewasa saja yang memulai agresi atau penyerangan, tetapi juga individu muda. Seekor jantan dewasa bisa saja ditantang atau diserang oleh seekor individu betina dewasa atau individu remaja (Thierry 1985). Jantan dewasa yang paling sering melakukan agonistik yaitu Digo. Betina dewasa yang paling sering melakukan agonistik yaitu Iyos. Selama pengamatan Iyos mengalami estrus sebanyak empat kali, sehingga menjadi lebih aktif dan lebih sering menyerang individu lain.

2. Selisik

Perilaku selisik pada M. tonkeana terjadi di antara berbagai tingkatan usia (Thierry et al. 1990). Berdasarkan hasil pengamatan, perilaku selisik dilakukan oleh semua individu dari berbagai kelas umur, dan yang banyak melakukan selisik adalah individu dewasa (Lampiran 1). Dely (betina dewasa) paling sering menelisik anaknya, Godel (betina remaja). Pada M. fascicularis, monyet dewasa lebih sering menjadi pelaku selisik sedangkan remaja lebih sering menerima selisik (Nugraha 2006). Digo (jantan dewasa) paling sering menelisik Iyos (betina dewasa). Ketika ertrus, Iyos terlihat lebih menarik dan sering didekati oleh jantan.

Pada M. tonkeana, di antara betina dewasa, selisik menunjukkan pengaruh status individu antara penerima dan pelaku yang rendah (Thierry et al. 1990). Individu hirarki tinggi dan individu yang hirarkinya lebih rendah keduanya bisa menjadi pelaku dan penerima selisik. Iyos, betina yang paling banyak menerima selisik, bukan betina dengan hirarki tertinggi. Namun, Iyos masih


(2)

sering mengalami estrus sehingga hirarkinya bisa menjadi lebih tinggi. Betina yang sedang estrus mampu menguasai akses yang seharusnya dikuasai oleh betina hirarki tinggi.

3. Seksual

Individu jantan dominan dapat mengawini semua betina di dalam kelompoknya. Sistem perkawinan poligami dan poliandri juga telah diamati pada M. fascicularis, bahwa jantan dan betina melakukan perkawinan tidak hanya dengan seekor individu saja (Karimullah & Anuar 2011).

Dely (betina dewasa) menerima semua kopulasi (perkawinan) yang dilakukan oleh Digo. Iyos (betina dewasa) tidak hanya menerima tetapi juga menolak kopulasi yang dilakukan oleh jantan. Pada kera mangabey pipi abu-abu (Lophocebus albigena) dari famili Cercopithecidae, betina tidak hanya menerima kopulasi dari jantan, tetapi juga menolak serta aktif mendekati dan meminta jantan melakukan perkawinan (Arlet et al. 2007). Iyos paling sering menolak Digo daripada Godes. Jantan hirarki tinggi lebih sering melakukan pendekatan terhadap betina, tetapi juga lebih banyak ditolak oleh betina daripada jantan lainnya (Arlet et al. 2007). Betina memiliki pilihan sesuai dengan keinginannya atau biasa dikenal dengan female choice. Jantan peringkat tinggi selalu berusaha untuk memonopoli akses seksual terhadap betina. Namun, betina juga bisa memilih jantan lain dengan peringkat rendah dan jantan yang bermigrasi ke dalam kelompoknya. Penolakan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu untuk menghindari inbreeding atau perkawinan sedarah, menghindari agresi jantan terhadap remaja, juga karena daya tarik jantan lain (Arlet et al. 2007). Betina M. mulatta (Famili Cercopithecidae, genus Macaca) mencoba melakukan perkawinan dengan sebanyak mungkin jantan. Betina lebih sering mendekati jantan hirarki rendah, karena jantan hirarki rendah terhalangi oleh jantan dominan atau hirarki tinggi untuk mendekati betina. Sementara, untuk melakukan perkawinan dengan jantan dominan, betina hanya menunggu mereka datang mendekati (Manson 1992).

4. Bermain

Jenis perilaku bermain yang sering dilakukan yaitu berkejar-kejaran, menggigit, berguling, dan bergulat (pergulatan), serta

belajar seksual. Melalui permainan, anak monyet belajar menyesuaikan diri di dalam kelompoknya (Eimerl dan DeVore 1981). Pelajaran yang diperoleh dari bermain di antaranya adalah agresivitas dan seksual (Eimerl dan DeVore 1981). Belajar seksual dilakukan oleh Dede terhadap semua individu betina yaitu Dely, Iyos, Elly, dan Godel.

Pada monyet Jepang (M. fuscata) dan M. nigra, jantan bermain dalam waktu yang lebih lama daripada betina, dan permainan yang paling sering dilakukan yaitu bergulat (Petit et al. 2008). Hasil penelitian perilaku bermain mendukung pendapat tersebut, bahwa jenis permainan yang paling sering dilakukan yaitu pergulatan (Petit et al. 2008).

Pada kelompok yang memiliki banyak anak, jantan akan memilih bermain bersama jantan, betina akan bermain dengan betina (Petit et al. 2008). Namun, hasil pengamatan menunjukkan perbedaan. Di dalam permainan, jantan dan betina M. tonkeana yang diamati bermain bersama. Hal ini mungkin disebabkan jumlah anak yang sedikit di dalam kandang.

SIMPULAN

Bentuk perilaku sosial M. tonkeana di PPS Ragunan yaitu agonistik, selisik, seksual, dan bermain. Jantan dewasa dan betina dewasa paling sering melakukan agonistik yaitu sebesar 29,4% dan 69,2%. Perilaku menelisik paling banyak dilakukan oleh individu betina dewasa terhadap betina remaja sebesar 88,9%. Perilaku seksual hanya terjadi antara individu dewasa dan pra dewasa. Jantan hirarki tinggi paling banyak melakukan perilaku seksual. Betina tidak hanya menerima tetapi juga menolak kopulasi sebesar 37,5%. Perilaku bermain dilakukan oleh individu pra dewasa dan remaja. Di dalam permainan ditemukan pembelajaran seksual.

DAFTAR PUSTAKA

Andrade MCR et al. 2004. Biologic Data of Macaca mulatta, Macaca fascicularis, and Saimiri sciureus Used for Research at the Fiocruz Primate Center. Mem Inst Oswaldo Cruz 6: 581-589.

Arlet ME, Molleman F, Chapman C. 2007. Indications for female mate choice in grey-cheeked mangabeys Lophocebus albigena johnstoni in Kibale National Park, Uganda. Acta Ethologica 10:89-95.


(3)

10

Bennet BT, Abee CR, Henrickson R, editor. 1995. Nonhuman Primates In Biomedical Researches (Biology and Management). California: Academic Press.

Bismark M. 1994. Studi ekologi makan bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Hutan Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Eimerl S, DeVore I. 1981. Primata. Timan Th S, penerjemah. Jakarta: Tira Pustaka. Terjemahan dari: The Primates.

Fooden J. 1980. Classification and distribution of living Macaques (Macaca Lacepede, 1799). Di dalam: Linburg DG, editor. The Macaques: Studies in Ecology, Behavior and Evolution. New York: Van Nostrand Reinhold. Hlm 1-9.

Groves CP. 1980. Speciation in Macaca: the view from Sulawesi. Di dalam: Linburg DG, editor. The Macaques: Studies in Ecology, Behavior and Evolution. New York: Van Nostrand Reinhold. hlm 84-124

Karimullah, Anuar S. 2011. Determination of sexual behaviors in Macaca fascicularis. Communication at International Conference on Medical, Biological and Pharmaceutical Sciences, Pattaya.

Manson JH. 1992. Measuring female mate choice in Cayo Santiago rhesus macaques. Animal Behavior 44: 405-416.

Martin P, Bateson P. 1999. Measuring Behaviour: An Introductory Guide. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Nugraha K. 2006. Aktivitas grooming (selisik) monyet ekor panjang di situs Ciung Wanara, Ciamis Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Petit O, Bertrand F, Thierry B. 2008. Social play in Crested and Japanese macaques: Testing the covariation hypothesis. Dev Phychobiol 50:399-407.

Pombo RAE. 2004. Daerah jelajah, perilaku dan pakan Macaca tonkeana di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Saroyo, Mansjoer SS, Tarumingkeng RC, Solihin DD, Watanabe K. 2006. Aktivitas harian monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi Utara. Boisfera 23:44-49.

Thierry B. 1985. Patterns of agonistic interactions in three species of macaque (Macaca mulatta, M. fascicularis, M. tonkeana). Aggressive Behavior 11:223-233.

Thierry B, Gauthier C, Peignot P. 1990. Social grooming in tonkean macaques (Macaca tonkeana). Int J Primatol 11:357-375.

Thierry B, Anderson JR, Demaria C, Desportes C, Petit O. 1994. Tonkean macaque behaviour from the perspective of the evolution of Sulawesi macaques. Curr Primatol 2:103-117.

van Schaik CP, van Noordwijk MA, de Boer RJ, den Tonkelaar I. 1983. The effect of group size on time budgets and social behaviour in wild long-tiled macaques (Macaca fascicularis). Behav Ecol Sociobiol 13:173-181.

Widiani WD. 2010. Perilaku sosial Bekantan (Nasalis larvatus) di Taman Safari Indonesia Cisarua – Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Widiyani DR. 2001. Aktivitas harian monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan pengaruhnya terhadap pengelolaan lahan hutan rakyat (studi kasus di dusun Nyemani, desa Sidoharjo, kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(4)

(5)

12

Pelaku Penerima Frekuensi

(kali)

Persentase (%)

Jantan Jantan

Digo Dede 2 100

Total 2 100

Betina

Dely 14 25,5

Iyos 25 45,5

Elly 9 16,4

Godel 7 12,7

Total 55 100

Godes Betina

Iyos 1 50

Elly 1 50

Total 2 100

Dede Jantan

Digo 5 100

Total 5 100

Betina

Iyos 4 80

Elly 1 20

Total 5 100

Betina Jantan

Dely Digo 16 88,9

Godes 1 5,56

Dede 1 5,56

Total 18 100

Betina

Iyos 5 11,1

Godel 40 88,9

Total 45 100

Iyos Jantan

Digo 2 22,2

Dede 7 77,8

Total 9 100

Betina

Dely 3 21,4

Elly 7 50

Godel 4 28,6

Total 14 100


(6)

Pelaku Penerima Frekuensi (kali)

Persentase (%)

Elli Jantan

Digo 3 42,9

Dede 4 57,1

Total 7 100

Betina

Iyos 4 36,4

Godel 7 63,6

Total 11 100

Godel Jantan

Digo 3 30

Godes 5 50

Dede 2 20

Total 10 100

Betina

Delli 9 52,9

Iyos 5 29,4

Elli 3 17,6

Total 17 100