Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Komoditas Kakao Indonesia ke Kawasan Uni Eropa

#'#*

#,#+$

Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan
negara. Setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya
agar dapat hidup makmur dan sejahtera. Kerjasama dalam bentuk hubungan dagang
antarnegara sangat dibutuhkan oleh setiap negara. Hal ini disebabkan setiap negara tidak
dapat menghasilkan semua barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Selain itu,
disebabkan juga oleh adanya perbedaan sumberdaya yang dimiliki, iklim, letak
geografis, jumlah penduduk, pengetahuan, dan teknologi. Alasan-alasan inilah yang
menyebabkan munculnya perdagangan internasional.
Sebagian besar negara di dunia ini menganut sistem perekonomian terbuka,
mereka mengekspor barang dan jasa ke luar negeri, mengimpor barang dan jasa dari luar
negeri, serta meminjam dan memberi pinjaman pada pasar keuangan dunia. Perdagangan
merupakan sentral untuk menganalisis pembangunan ekonomi dan merumuskan
kebijakan-kebijakan ekonomi. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan
ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB
(Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara.
Perkebunan selama ini memegang peranan yang penting sebagai sumber
penerimaan devisa negara. Tahun 2010 devisa dari perkebunan mencapai US$ 20 miliar,

yang berasal dari kelapa sawit US$ 15,5 miliar, karet US$ 7,8 miliar dan kopi US$ 1,7
miliar. Selain itu terdapat juga penerimaan negara dari bea keluar masuk minyak kelapa
sawit sebesar Rp 20 triliun dan bea keluar kakao sebesar Rp 615 miliar. Peranan penting
perkebunan yang lain adalah sebagai penyerap tenaga kerja, dari sekitar 114 juta tenaga
kerja nasional pada tahun 2009, sebesar 19,7 juta orang (17,32 persen) diantaranya
merupakan tenaga kerja pada sub sektor perkebunan. Atau jika dikalkulasi di sektor
pertanian yang dapat menyerap 43,03 juta orang, perkebunan dapat menyerap 45,78
persen tenaga kerja (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan, yang
peranannya penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan

kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Kakao merupakan salah satu komoditi
ekspor yang memiliki keunggulan komparatif yang menjadi modal utama yang harus ada
pada suatu produk untuk memiliki kekuatan kompetitif. Permintaan ekspor kakao
Indonesia oleh negara mitra dagang didominasi oleh biji kakao. Berdasarkan FAO 2009
(

) yang terdapat pada Tabel

1.1, Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai

Gading dan Ghana. Hal ini tentu saja membuat Indonesia memiliki potensi yang sangat
besar untuk mengembangkan berbagai produk olahan kakao.
Rank

Area

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pantai Gading
Ghana
Indonesia

Nigeria
Kamerun
Belanda
Ekuador
Belgia
Togo
Papua Nugini

Kuantitas
(Ton)

Nilai
(1000 USD)

Unit Nilai
(Ton/1000 USD)

917.700
498.308
439.305

247.000
193.973
167.521
124.404
97.578
119.500
79.091

2.595.900
1.151.370
1.087.490
599.000
540.281
466.813
334.925
296.651
285.480
191.951

2.829

2.311
2.475
2.425
2.785
2.787
2.692
3.04
2.389
2.427

Sumber:

#"

(2009)

$#*#

+$!#&%


%0%

#,#/

*'%+$$% 1% (+%# #!(+

4

Sejak tahun 2002 hingga tahun 2010 ekspor komoditas kakao ke kawasan Uni
Eropa menunjukkan trend yang berfluktuatif yang dapat dilihat pada tabel 1.3.
Perkembangan ekspor kakao mengalami penurunan secara drastis sebesar 25,01 persen
pada tahun 2006 dengan nilai 86,8 juta US$. Turunnya nilai ekspor kakao disinyalir oleh
para analis bahwa bukan akibat produksi kakao sedang menurun, namun dapat
dimungkinkan sebenarnya konsumsi di dalam negeri yang sedang meningkat (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2011). Sementara itu, pada tahun 2008 terjadi peningkatan secara
drastis sebesar 32,81 persen dengan nilai 149,9 juta US$.

Tahun

Nilai

(US$)

2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010

100.003.982
92.562.034
93.276.414
115.813.149
86.848.400
112.900.064
149.947.469
124.878.377

149.843.636

% Perubahan
Nilai
7.44
0.77
24.16
25.01
29.99
32.81
16.72
19.99

Sumber: COMTRADE (2012)

#"

*, -"#+$#+ ,&./*

#,#/ ,


#2#&#+ +% */.# #!(+

Total produksi dan luas panen kakao di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke
tahun, namun kecenderungannya terus meningkat dari tahun 2002 sampai tahun 2010
dengan rata-rata peningkatannya sebesar 0,05 persen dan 0,12 persen per tahun.
Tanaman kakao di Indonesia tersebar hampir di semua kepulauan, namun areal
perkebunan kakao paling banyak berada di Pulau Sulawesi yakni 58 persen dari luasan
pertamanan kakao nasional, yang menghasilkan 63 persen kakao nasional, sehingga
dikenal sebagai sentra produksi kakao. Perkembangan produksi, luas panen, dan
produktivitas kakao tahun 2002-2010 dapat dilihat pada tabel 1.2.
Tahun

Total Produksi
(Ton) (000)

Luas Panen
(Ha)

2002

571.155
914.051
2003
698.816
964.223
2004
691.704
1.090.960
2005
748.828
1.167.046
2006
769.386
1.320820
2007
740.006
1.379.279
2008
803.594
1.425.216

2009
809.583
1.587.136
2010
844.626
1.651.539
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)
#"

5

Produktivitas
(Kg/Ha)
620
720
630
640
580
530
560
510
510

*, -"#+$#+ */1(,&%6 (#& #+ +6 1#+ */1(,'%7%'#&

#,#/ #!(+

*(-(&#+

#&# #!

Indonesia sebagai negara tropis dengan kekayaan sumberdaya alam yang
melimpah, khususnya di bidang pertanian, membuat pemerintah memberi perhatian
terhadap komoditi pertanian guna terwujudnya peningkatan produktivitas dan ekspor
yang menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar dalam pembangunan.
Komoditas kakao merupakan komoditas agroindustri yang mempunyai peranan
penting terhadap kinerja ekspor non-migas Indonesia. Dan seperti yang telah
dikemukakan pada latar belakang di bagian sebelumnya, Indonesia merupakan produsen
komoditas kakao terbesar ketiga di dunia. Cita-cita menjadi produsen utama kakao dunia
seyogyanya bagi Indonesia bukanlah menjadi hal yang mustahil untuk dicapai jika
berbagai masalah yang dihadapi oleh perkebunan kakao dapat diatasi, misalnya masalah
hama hama penggerek buah kakao (PBK), rendahnya kualitas kakao Indonesia serta
belum berkembangnya industri hilir kakao. Selain itu, dengan luas lahan yang mencapai
1,5 juta Ha, bila produktifitas bisa mencapai 1 Ton/Ha saja, maka produksi kakao
Indonesia mampu mencapai 1,5 Ton atau melebihi Pantai Gading yang mencapai 1,3
juta ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan beberapa
permasalahan, diantaranya :
1.

Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke
kawasan Uni Eropa?

2.

Bagaimana daya saing perdagangan komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni
Eropa?

5

(0(#+

+ %'%#+

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah:
1.

Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas kakao
Indonesia ke kawasan Uni Eropa.

2.

Menganalisis daya saing perdagangan komoditas kakao Indonesia ke kawasan
Uni Eropa.

#+8##'

+ %'%#+

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.

Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang
perdagangan komoditas kakao Indonesia.

2.

Bagi pihak-pihak lain, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan perdagangan.

9

(#+$ %+$,(.

+ %'%#+

Penelitian ini menganalisis mengenai daya saing serta faktor-faktor yang
memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke sepuluh negara mitra dagang Uni
Eropa. Negara mitra dagang tersebut adalah Belgium, Estonia, Prancis, Jerman, Italia,
Lituania, Belanda, Polandia, Spanyol, dan Inggris yang tergabung di dalam ICCO
(

) dan telah menjadi mitra dagang Indonesia selama

periode 2002 - 2010. Klasifikasi yang digunakan adalah
untuk kakao (

# #

).

(HS) 18

%+0#(#+ (&'#,#
/+& .

*1#$#+$#+ +' *+#&%/+#

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk
yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antar individu
dengan pemerintahan suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah
negara lain. Perdagangan internasional didorong oleh adanya perbedaan harga antar
negara (Nopirin, 1997). Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor
dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk
Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara.
Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya telah terjadi selama ribuan
tahun (seperti Jalur Sutera dan

(

'

), meskipun dampaknya terhadap

kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan.
Perdagangan internasional pun telah mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi,
globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Perdagangan internasional juga
merupakan cikal bakal bagi penemuan wilayah baru seperti Benua Australia dan
penjajahan suatu negara atas negara lainnya seperti penjajahan oleh negara-negara di
Eropa terhadap beberapa negara di Asia dan Afrika
Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan
perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan
mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan,
Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan
internasional:
1.

Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.

2.

Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi (

).

Menurut Sukirno (2004) keuntungan dari melakukan perdagangan internasional
adalah :
1.

Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri. Beberapa barang
tidak dapat diproduksi sendiri di dalam negeri karena faktor alam maupun
pengetahuan dan teknologi.

2.

Memperoleh keuntungan dari spesialisasi karena faktor-faktor produksi yang
dimiliki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efisien dan setiap negara
dapat menikmati lebih banyak barang yang dapat diproduksi di dalam negeri.

3.

Memperluas pasar-pasar industri dalam negeri. Dengan perluasan pasar,
kapasitas produksi dapat terus ditingkatkan dengan pasar yang luas sehingga
efisiensi dari skala ekonomi dapat tercapai.

4.

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara mempelajari teknik
produksi dan manajemen yang lebih baik dari negara lain dan mengimpor alatalat dengan teknologi yang lebih canggih dari negara lain untuk meningkatkan
efisiensi.
Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditas

(misal pakaian jadi) ke negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A
(sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah dibandingkan
dengan harga domestik negara B (Gambar 2.1). Struktur harga yang terjadi di negara A
lebih rendah karena produk domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya
sehingga di negara A telah terjadi "

##

(memiliki kelebihan produksi). Dengan

demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara
lain. Di lain pihak, di negara B kekurangan
besar daripada produksi domestiknya ( "

##

karena konsumsi domestiknya lebih
) sehingga harga yang terjadi di

negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi
dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara
negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga
yang diterima oleh kedua negara adalah sama.
Gambar 2.1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga
di negara A sebesar P 6 sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar

internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan
permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari
PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi
(ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara

"

A akan terjadi "

## (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan

ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan
adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditas (pakaian jadi)
sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditas (pakaian jadi) sebesar M,
dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*.

X
;

:;

Negara A

:

Perdagangan

Negara B

Sumber: Salvatore (1997)

#-"#*

& %-"#+$#+ 1# #-

*1#$#+$#+ +' *+#&%/+#

Keterangan :
PA

: Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional.

OQ*

: Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa
perdagangan internasional.

A

: Kelebihan penawaran ( "

## ) di negara A (pengekspor) tanpa

perdagangan internasional.
X

: Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A.

PB

: Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

OQB

: Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa
perdagangan internasional.

B

: Kelebihan permintaan ( "

) di negara B (pengimpor) tanpa

perdagangan internasional.
M

: Jumlah komoditas yang diimpor oleh negara B.

P*

: Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan internasional.

OQ*

: Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah
yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).

/*%

(+$$( #+ "&/ ('

Teori keunggulan absolut berdasarkan pada variable riil dan bukan variable
moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (#

ry) perdagangan

internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variable
riil seperti nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan
untuk menghasilkan barang. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan
semakin tinggi nilai barang tersebut.
Teori keunggulan absolut Adam Smith yang sederhana dengan menggunakan
teori nilai tenaga kerja, dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya
ada 2 negara yaitu Amerika Serikat dan Indonesia. Kedua negara tersebut memiliki
faktor produksi tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yaitu gandum dan
pakaian. Untuk menghasilkan satu unit gandum dan pakaian, Amerika membutuhkan 8
unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Sedangkan Indonesia setiap unit gandum dan
pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa Indonesia lebih efisien dalam
memproduksi gandum, sedangkan Amerika Serikat lebih efisien dalam produksi
pakaian. Satu hari orang kerja menghasilkan 16 karung gandum di Indonesia, sedangkan
di Amerika Serikat hanya menghasilkan 8 karung gandum. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Indonesia memiliki keunggulan absolut pada produksi gandum dan
Amerika Serikat memiliki keunggulan absolut pada produksi pakaian. Amerika Serikat
dikatakan memiliki keunggulan absolut pada produksi kain karena satu hari orang kerja

di Amerika Serikat dapat menghasilkan 4 meter kain, sedangkan di Indonesia hanya
dapat menghasilkan 2 meter kain. Jika keduanya melakukan perdagangan, maka
Indonesia akan berspesialisasi dalam memproduksi gandum dan menukarkan sebagian
gandumnya dengan kain dari Amerika Serikat. Sebaliknya, Amerika Serikat akan
berspesialisasi dalam memproduksi kain, dan menukarkan sebagian kainnya dengan
gandum.
*/1(, . * &#'(#+ ' +#$#
, *0##,

Penambahan variabel

=
dalam efek tetap akan dapat menimbulkan

konsekuensi yaitu akan mengurangi banyaknya

yang pada akhirnya

akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Maka untuk mengatasinya,
dapat menggunakan model efek acak. Dalam model ini, parameter yang berbeda antar
individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam

. Bentuk model efek acak

dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
Yit = α + β Xit + εit

(3.3)

εit =

(3.4)

it

+

it

+ *it

Dimana :
it

~ N(0, δ 2)

= Komponen

it

~ N(0, δ 2)

= Komponen

*it ~ N(0, δ*2)

= Komponen

(

i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t
Dapat pula mengasumsikan bahwa
berkorelasi begitu juga dengan

secara individual juga tidak saling

kombinasinya.

Penggunaan model efek acak dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan
tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini
berimplikasi pada parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi efisien.
Dalam pengolahan data panel, terdapat pilihan untuk menggunakan kriteria
pembobotan yang berbeda-beda, yakni :
1.

: Semua observasi diberi bobot yang sama,

*

2.

3

:

)

(GLS) dengan menggunakan

6

estimasi varians residual
ada

asumsi

SUR

bahwa

terdapat

.

3.

, digunakan apabila

: GLS yang menggunakan estimasi residual
. Metode ini mengoreksi, baik

"

heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar unit
.

5

-% %!#+

/1 1# #-

Pemilihan model

+$/ #!#+ #'# #+

yang akan

digunakan

dalam

satu penelitian

perlu

dipertimbangkan secara statistik. Hal ini ditujukan untuk memperoleh dugaan yang
efisien. Ada dua pengujian untuk menentukan model yang akan digunakan dalam
pengolahan data panel yaitu

.

adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan

*
adalah $

dan

*

)

atau

6

asumsi “setiap unit

"

!

. Sebagaimana diketahui, bahwa terkadang

memiliki perilaku yang sama” cenderung tidak realistis

mengingat dimungkinkan setiap unit

memiliki perilaku yang berbeda.

Dalam pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut :
H0

: Model $

)

6

H1

: Model

"

!

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F-statistik seperti yang
dirumuskan oleh Chow :
CHOW = (ESS1 – ESS2)/(N-1)

(3.5)

(ESS2)/(NT-N-K)
Dimana :
ESS1 = '

6

hasil pendugaan model PLS

ESS2 = '

6

hasil pendugaan model

N

= Jumlah data

T

= Jumlah data

K

= Jumlah variabel penjelas

Statistik

"

!

mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas jika

*

nilai CHOW statistik (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti
untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model
dan begitu pula sebaliknya.

"

Uji Hausman digunakan untuk membandingkan metode
. Model "

mengandung suatu unsur

"

dengan
yaitu hilangnya

unsur derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun penggunaan model
juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap
komponen galat. Hipotesa
H0 : Model '
H1 : Model

adalah sebagai berikut :

!
"

!

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan
membandingkannya dengan

+ 6

. Statistik Hausman dirumuskan sebagai

berikut :
= (β - b) (

-

)-1 (β - b)

Dimana :
β

= Vektor statistik variabel "

~72(K)

(3.6)

b

= Vektor statistik variabel

Mo = Matriks kovarians untuk dugaan
hasil pengujian lebih besar dari 72-tabel, maka cukup melakukan penolakan

Jika nilai

terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model "

dan begitu pula

sebaliknya.

3
atau

)

0

+ $

statistik dalam memilih model '

)

digunakan sebagai pertimbangan
6

.

Dasar penolakan H0 dengan menggunakan statistik LM yang mengikuti distribusi

+

!

atau $

)

Pengujian hipotesisnya :
H0

:$

H1

:'

6

5

)

6

!

.

5

+$(0%#+

%./' &%&

0%
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel independen. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan
nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis.
Langkah-langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap variasi nilai
variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi nilai variabel independen adalah
sebagai berikut :
1.

Perumusan hipotesis.
H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0
H1 : minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol.

2.

Penentuan tarif nyata (α).

3.

Membandingkan FF-

dengan α.

dengan F-tabel pada α atau bandingkan probabilitas

4.

Penentuan penerimaan atau penolakan Ho.
F

> Ftabel pada α atau prob (F-

) < α : tolak H0.

Artinya, variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependennya.

0% '
Pengujian hipotesis dari koefisien pada masing-masing peubah bebas dilakukan
dengan uji-t untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya atau tidak.
Langkah-langkah analisis dalam pengujian t1.

adalah :

Perumusan hipotesis.
H0 : β1 = 0
H1 : β1 ≠ 0

2.

Penetuan tarif nyata (α)

3.

Membandingkan t-

dengan t-tabel pada α atau bandingkan probabilitas t-

dengan α.
4.

Penentuan penolakan atau penerimaan H0.
T

> Ttabel pada α atau prob (t-

) < α : tolak H0.

Artinya, variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependennya.

3

/ 8%&% +

' *-%+#&%

Kesesuaian model dihitung dengan nilai koefisien determinasi (R2) yang
bertujuan untuk mengukur keragaman variabel dependen yang dapat diterangkan oleh
variabel independen. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen.
R- 6

=

RSS/TSS

Dimana :
RSS = Jumlah kuadrat regresi
TSS = Jumlah kuadrat total

(3.7)

Selang R2 yang digunakan adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. R2 = 1 berarti 100 persen variasi
dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya.
Sedangkan R2 = 0 berarti tidak satupun variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel independennya.

5

+$(0%#+ &(-&%

/1

Dalam analisis regresi, terdapat tiga asumsi yang harus diuji, yaitu
multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Selain itu, ada uji normalitas
untuk mengetahui apakah

menyebar normal atau tidak.

( '%,/ %+ #*%'#&
Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel
independen di dalam persamaan regresi. Adanya multikolinearitas menyebabkan
pendugaan koefisien regresi tidak nyata walaupun nilai R2-nya besar. Hal tersebut dapat
dideteksi dari nilai R2 yang tinggi (0,7-1), tetapi hanya sedikit sekali atau bahkan tidak
terdapat koefisien dugaan yang berpengaruh nyata. Multikolinearitas dapat diatasi
dengan memberi perlakuan

)

6

/GLS (

*

), sehingga

parameter dugaan pada taraf uji tertentu menjadi signifikan.

' */&, 1#&'%&%'#&
Salah satu asumsi penting dalam model ekonomi klasik adalah nilai varian dari
variabel bebas yang konstan yang disebut dengan homoskedastisitas. Apabila asumsi ini
tidak terpenuhi, maka nilai varian dari variabel bebas tidak lagi bersifat konstan yang
disebut heteroskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan
menggunakan uji 3

. Sebelum dilakukan pengujian, dibuat

-

hipotesisi sebagai berikut :
H0 : Homoskedastisitas
H1 : Heteroskedastisitas
Pengujian dilakukan dengan melihat $ ( (
$ ( (

( 8 '+ 6

( 8 '+ 6

. Apabila nilai

lebih kecil dari taraf nyata berarti terdapat

heteroskedastisitas pada model atau menolak hipotesis H0. Bila nilai $ ( (

(8

lebih besar dari taraf nyata berarti tidak ada gejala heteroskedastisitas pada

'+ 6

model atau menerima hipotesis H0. Diketahui taraf nyata (α) = 5 persen.

3

('/,/* #&%
Autokorelasi adalah adanya korelasi serial antara sisaan (µt). Juanda (2009)

menjelaskan akibat adanya autokorelasi dalam model yang diestimasi yaitu pendugaan
parameter masih tetap tidak bias dan konsisten namun penduga ini memeiliki standar
error yang bias ke bawah, atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya sehingga nilai
statistik uji-t tinggi (

). Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah

dengan menggunakan metode

)

dalam estimasi model

6

(Gujarati, 2004)
Nilai Durbin Watson

Kesimpulan

DW < 1,10

Ada autokorelasi

1,10 < DW < 1,54

Tanpa kesimpulan

1,55 < DW < 2,46

Tidak ada autokorelasi

2,46 < DW < 2,90

Tanpa kesimpulan

DW > 2,91

Ada autokorelasi

Sumber: Firdaus (2004)

#" 5

#+$ % #% '#'%&'%, (*"%+

#'&/+ & *'#

.('(&#++)#

Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin-Watson
(DW). Dalam !

*9

dijelaskan bahwa jika nilai DW tersebut sudah lebih dari

1,5 dan mendekati 2 maka dapat dikatakan tidak ada autokorelasi. Tabel 3.1. yang
memperlihatkan distribusi nilai DW dimana nilai tersebut telah disusun oleh DurbinWatson untuk derajat keyakinan 95 persen dan 99 persen.

/*-# %'#&
Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah
atau tidak. Hipotesis yang diunakan adalah:
H0 :

menyebar normal

H1 :

tidak meyebar normal

menyebar normal

Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes : 6

0

, jika nilai probabilitas

yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti
dalam model sudah menyebar normal.

5

9

*(-(&#+

/1

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan model
gravitasi (

) adalah model yang baik untuk mengukur laju perdagangan

antar daerah atau negara secara makroekonomik. Beberapa variabel yang digunakan di
dalam model adalah variabel jarak ekonomi antara Indonesia dan negara tujuan ekspor,
GDP riil negara Indonesia dan negara tujuan ekspor, serta nilai tukar tiap negara sebagai
variabel independen. Sedangkan variabel dependennya adalah aliran perdagangan
bilateral ekspor komoditas kakao antara Indonesia dengan negara mitra dagang. Negara
yang masuk dalam model dalam menganalisis laju ekspor komoditas kakao adalah
Indonesia sebagai negara eksportir dan Belgia, Estonia, Prancis, Jerman, Italia, Lituania,
Belanda, Polandia, Spanyol serta Inggris sebagai negara importir.
Formulasi model yang dibentuk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Xijt = αo GDPjtβ1 ERijβ2 DISTijβ3 POPjtβ4 GDPItβ5 Uεt

(3.8)

Ln Xijt = β0 + β1 ln GDPjt + β2 ln ERij + β3 ln DISTij + β4 ln POPjt + β5 ln GDPIt + ε
(3.9)
Dimana :
β0

= intersep,

β1, β2, ..., β4 = Parameter masing-masing variabel yang akan diuji secara statistik dan
ekonometrik,
t

= (1, ..., T) mulai tahun 2002-2010,

i,j

= (1, ..., N) perdagangan bilateral negara i dan j,

Xijt

= Nilai ekspor komoditas kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor pada
tahun t (1000 US$),

ln αo

= β0

GDPjt

= GDP riil negara tujuan ekspor pada tahun t (US$),

ERij

= Nilai tukar riil mata uang negara tujuan ekspor terhadap US$ (mata
uang negara tujuan/US$),

DISTij

= Jarak ekonomi dari Indonesia ke negara j (Kilometer),

POPjt

= Populasi negara tujuan ekspor (Jiwa),

GDPIt

= GDP riil Indonesia pada waktu t (US$),

ε

= Galat (pengaruh variabel lain yang tidak termasuk di dalam model).

5

?

8%+%&%

. *#&%/+#

Definisi operasional dari masing-masing variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Nilai ekspor merupakan total ekspor dari komoditas kakao Indonesia ke negara mitra
dagang selama jangka waktu 2002-2010 dengan satuan 1000 US$.
2. Nilai GDP negara mitra dagang dan negara Indonesia adalah produk domestik bruto
riil negara mitra dagang, sebagai negara pengimpor, dan negara Indonesia, sebagai
negara pengekspor, yang dihasilkan perekonomian tersebut selama satu tahun selama
periode 2002-2010, dinyatakan dalam US$.
3. Jarak ekonomi (

) menjadi variabel utama

dalam

aliran perdagangan. Jarak ekonomi merupakan pendekatan yang mewakili biaya
transportasi, dinyatakan dalam satuan kilometer. Biaya transportasi meliputi ongkos
pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi asuransi, serta pungutan lainnya
saat komoditas yang diperdagangkan disimpan di suatu tempat sementara
(Salvatore,1997)
Jarak Ekonomi

= Jarak Geografis Antarnegara X

(∑ GDPj)
GDPj

4. Nilai tukar, misalnya mata uang negara Indonesia terhadap US$, dinyatakan dalam
Rp/US$. Hal ini karena dalam perdagangan internasional menggunakan mata uang
US$.
5. Populasi negara tujuan adalah total penduduk yang tinggal dan menjadi warga negara
di negara tujuan ekspor dan dinyatakan dalam Jiwa.

5

!

=

"

Salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran yang baik tentang tingkat
daya saing adalah !"#

$

(EPD). Pendekatan EPD dapat digunakan

%

untuk mengidentifikasi daya saing suatu produk dan juga untuk mengetahui apakah
suatu produk tersebut merupakan produk dengan performa yang memiliki pertumbuhan
yang cepat atau tidak. Karena walaupun bukan sebagai komoditi ekspor suatu negara,
jika pertumbuhan produk dan performanya diatas rata-