34
“Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang
tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya “.
b. Sifat Jaminan Fidusia
Pasal 4 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan “ jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi “. Perjanjian pokok yang dimaksud disini adalah perjanjian utang piutang
yang pelunasannya dilakukan secara angsuran atau kredit. Untuk memenuhi prestasi, dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, tidak berbuat
sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. Sebagai suatu perjanjian accesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebagai berikut Gunawan Wijaya
dan Ahmad Yani, 2000 : 125 : 1
Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok. 2
Keabsahannya semata – mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok.
3 Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika
ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.
c. Ruang Lingkup Berlakunya Jaminan Fidusia
Pasal 2 UU Jaminan Fidusia memberikan batas ruang lingkup berlakunya UU Jaminan Fidusia yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang
bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, yang dipertegas
35
kembali oleh Pasal 3 UU Jaminan Fidusia yang menyebutkan bahwa UU Jaminan Fidusia tidak berlaku :
1 Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang
peraturan perundang–undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda–benda tersebut wajib didaftar. Namun bangunan di atas milik
orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek
jaminan fidusia. 2
Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 dua puluh M3 atau lebih.
3 Hipotik atas pesawat terbang.
4 Gadai.
d. Obyek dan Subyek Jaminan Fidusia
Sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah benda
bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan inventory, benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Tetapi dengan
berlakunya Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka obyek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas.
Berdasarkan undang – undang ini, obyek jaminan fidusia dibagi menjadi 2 : 1
Benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud 2
Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan.
Subyek dari jaminan fidusia sendiri adalah pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik
benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang
pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.
36
e. Pembebanan Jaminan Fidusia
Pembebanan kebendaan dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan fidusia Pasal 5
ayat 1 UU No. 42 Tahun 1999. Akta jaminan fidusia memuat identitas pihak pemberi dan penerima fidusia, perjanjian pokok, uraian mengenai benda
yang menjadi objek, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek, nilai penjaminan, dan nilai benda yang menjadi objek fidusia. Adapun utang
yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat berupa utang yang telah ada, utang yang akan timbul, utang yang pada saat eksekusi ditentukan jumlahnya.
Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia. Jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia,
termasuk klaim asuransi Heru Soepraptomo, 2007:52.
f. Pendaftaran Jaminan Fidusia