Pelaksanaan Penelitian METODE PENELITIAN

4 Relative Percent Survival RPS Relative percent survival RPS diamati pada akhir penelitian. Tiap perlakuan dihitung jumlah ikan yang masih hidup dan yang mati, baik karena perlakuan atau akibat faktor lain. Perhitungan RPS adalah Relative Percent Survival RPS = x 100 3.5.5. Pembuatan preparat ulas 1 Nekropsi Nekropsi adalah pembedahan ikan dan pengambilan organ-organ dalam berupa hati, ginjal, mata, insang, dan otak Lampiran 3. Pengambilan organ dilakukan menggunakan alat bedah secara aseptik. 2 Fiksasi Larutan fiksatif yang digunakan ada 2 jenis yaitu larutan buffer formalin 10 Lampiran 4 dan larutan bouin Lampiran 5. Larutan buffer formalin digunakan untuk organ hati, otak dan ginjal, sedangkan larutan bouin digunakan untuk organ insang dan mata. Perendaman organ dalam larutan fiksatif dilakukan dalam botol film dengan perbandingan larutan dan organ adalah 9 : 1 Lampiran 3. 3 Dehidrasi, clearing, dan impregnasi Dehidrasi jaringan dilakukan dalam larutan alkohol bertingkat dengan konsentrasi 70, 80, 95 dan alkohol absolut. Sebelum dilakukan dehidrasi,organ dipotong kecil-kecil dan diletakkan di kaset Lampiran 3. Jumlah ikan hidup Jumlah ikan awal penelitian Tujuan dehidrasi adalah mengeluarkan air yang ada pada jaringan untuk mempermudah pengamatan sampel. Proses dehidrasi dilakukan dengan memasukkan jaringan yang sudah difiksasi kedalam larutan alkohol berturut- turut dari kadar 70 sampai 100 dengan lama perendaman tiap larutan 2 x 2 jam. Proses clearing dilakukan menggunakan larutan xylol yang bersifat mendesak alkohol keluar. Selain itu larutan xylol juga dapat berikatan dengan parafin pada tahap imregnasi. Perendaman dalam larutan xylol dan parafin masing- masing dilakukan selama 2 x 2 jam. 4 Embedding Proses embedding dilakukan setelah rangkaian proses dehidrasi, clearing dan impregnasi. Jaringan diletakkan pada cetakan parafin paraffin mold dengan posisi sesuai tujuan pemeriksaan. Paraffin cair dituang ke cetakan kemudian ditutup menggunakan cassete embedding Lampiran 3. Bersamaan dengan proses ini parafin cair akan membeku dan membungkus jaringan. 5 Pemotongan Proses pemotongan dilakukan dengan menggunakan mikrotome dengan ketebalan 5 µ m Lampiran 3. Sebelum dipotong hasil cetakan dirapihkan agar dalam proses pemotongan hasilnya lebih baik. Proses ini disebut trimming. Hasil pemotongan diregangkan pada permukaan air floating bath yang bersuhu 42 o C. Jaringan yang telah selesai dipotong diletakkan pada gelas objek. 6 Staining Pewarnaan jaringan staining bertujuan untuk memperjelas jaringan serta sel-selnya sehingga mempermudah pengamatan di bawah mikroskop Lampiran 3. Teknik pewarnaan dilakukan menggunakan standar SNI. Tahap-tahap pewarnaan terdiri dari: a Sampel di rendam Larutan xylol 2 x 5 menit b Sampel di rendam dalam Alkohol 100 dan 95 masing-masing 2 x 2 menit. c Sampel di rendam Hematoxyline 10 menit Lampiran 6 d Sampel di celupkan dalam Akuades 4-10 celup e Sampel di celupkan dalam Alkohol acid 1 4-10 celup f Sampel di rendam dalam air mengalir selama 15 menit g Sampel di rendam dalam eosin 10 menit Lampiran 7 h Sampel di rendam dalam Alkohol 95 dan 100 masing-masing 2 x 1 menit i Sampel di rendam Larutan xylol 3 x 2 menit 7 Mounting Sampel yang telah diwarnai dibersihkan dari kotoran yang menempel kemudian diteteskan entellan dan ditutup dengan cover glass. Ketika penutupan menggunakan cover glass diusahakan tidak terbentuk gelembung udara karena akan mempengaruhi pembacaan analisa di mikroskop. 8 Analisa histopatologi Analisis histolpatologi dilakukan di bawah mikroskop elektrik. Pengamatan dilakukan pada bagian-bagian jaringan yang rusak dengan perbesaran 40, 100, dan 400 kali Lampiran 3. Hasil pengamatan ini didokumentasikan dalam bentuk gambar yang kemudian akan menjadi data akhir pengamatan.

3.6. Analisis Data

Analisis data tingkat kerusakan jaringan dari tiap perlakuan dan organnya dilakukan menggunakan uji annova.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. SIMPULAN

Simpulan dari penelitian ini adalah pemberian jintan hitam Nigella sativa berpengaruh terhadap imunitas kakap putih Lates calcarifer yang diinjeksi oleh bakteri Vibrio alginolyticus. Penambahan jintan hitam 7,5 merupakan hasil terbaik yang diperoleh karena memiliki tingkat kerusakan paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

5.2. SARAN

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan imunostimulan pada jintan hitam terhadap gambaran histopatologi ikan. DAFTAR PUSTAKA Akbar, S., P. Hartono dan B. Kurnia. 2002. Nutrisi dan Teknik Pembuatan Pakan Ikan Kakap Putih dalam Budidaya ikan Kakap Putih Lates carcarifer, Bloch. di Karamba Jaring Apung. Departemen Pertanian. Balai Budidaya Laut Lampung.Lamppung. 65 Halaman Almendras JME and Catap ES. 2002. Immunity and Biological Methods of Disease Prevention and Control. Tighbauan Iloilo Philiphine : SEAFDECAQD.30 ps. Anonim. 2007. Jintan Hitam Nigella sativa Sebagai Antibakteri Terhadap Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Universitas Pendidikan Indonesia. Jakarta Anonimus. 2012. Budidaya Ikan Kakap Putih. http:www.pusluh.kkp.go.id index.php arsipc57 Budidaya-Ikan-Kakap-Putih?category_id=5. Diakses 15 Juni 2013 Arifianto E dan Liviawaty, E., 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta : Kanisius. Data Statistik Perikanan Budidaya Laut Lampung, 2012 Eroschenko, V.P. 2002. Atlas Histologi difiore dengan korelasi fungsional edisi 11. Buku Kedokteran. EGC. Fahri.M. 2009. Bakteri Pathogen Pada Budidaya Perikanan Vibrio alginolyticus. http:elfahrybima.blogspot.com20901bakteri-pathogen-pada- budidaya.html. Fatmawati, D.I. 2009. Efek Antimikroba Ekstrak Biji Jintan Hitam Nigella sativa Terhadap Salmonella typhi. Gannam AL, Schrock RM. 2001. Immunostimulant in fish diet diacu dalam Nutrition and Fish Health. Food Products Press, New York. P:235-260 Genten, F., E. Terwinghe A. Dangui. 2009. Atlas of Fish Histology. Science Publishers. USA. Hartono, P., T. Tusihadi dan J. Dewi. 2001. Penyakit Viral dalam Pengelolaan Kesehatan Ikan Budidaya Laut. Balai Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. DKP. Lampung. Halaman 53- 63. Herfiani et al. 2009. Diagnosis Penyakit Bakterial Pada Ikan Kakap putih Lates calcarifer Pada Keramba Jaring Apung Boneatiro Di Kabupaten Buton. Buton. Hossain, M. dan Myung-Joo Oh. 2011. Histopathology of Marine and Freshwater Fish Lymphocystis Disease Virus LCDV. Sains Malaysiana, vol. 4010: 1049 –1052. Koesharyani, I., D. Roza, K. Mahardika, F. Johnny, Zafran and K. Yuasa. 2001. Marine Fish and Crustaceans Diseases in Indonesia In Manual for Fish Diseases Diagnosis II Ed. by K. Sugama, K. Hatai and T. Nakai. 49 p. Gondol Research Station for Coastal Fisheries, CRIFI and Japan International Cooperation Agency. Kungvankij, P. 1988. Guide to Marine Finfish Hatchery Management. Food And Agriculture Of United Nations. Rome. Kurniastuty, T. Tusihadi dan P. Hartono. 2004. Hama dan Penyakit Ikan dalam Pembenihan Ikan Kakap. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung. Bandar Lampung. Halaman 77-89. Mayunar dan A. Genisa. 2002.Budidaya Ikan Kakap Putih. Jakarta : PT Grasindo. Novriadi, R. 2010. Aplikasi Vaksinasi Vibrio polivalen Melalui Pakan pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan immunitas dan Laju Pertumbuhan. Balai Budidaya Laut Batam. Riau. Permata M.K. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jintan Hitam Nigella Sativa Terhadap Perubahan Histopatologik Hepar Mencit BalbCYang Diinfeksi Salmonella Typhimurium.Universitas Diponegoro. Semarang Prince, S.A. dan Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi. Edisi VI. Volume 1. EGC. Philadelphia. Purivirojkul, W. 2012. Histological Change of Aquatic Animals by Parasitic Infection. Diakses melalui http:dx.doi.org10.577252769 InTech, pada tanggal 20 Mei 2013. Rahmi, A. 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam Nigella sativa Terhadap Gambaran Histopatologi Organ Testis Mencit Mus musculus