Studi Komparatif Keluhan Pasien di Rumah sakit Dengan Pasien Di Puskesmas (Studi Kasus di 7 Kabupaten/Kota, Di Provinsi Sumatera Utara)

H
HA
ASSIILL PPEEN
NEELLIITTIIA
AN
N

STUDI KOMPARATIF KELUHAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
DENGAN PASIEN DI PUSKESMAS
(STUDI KASUS DI 7 KABUPATEN/ KOTA,
DI PROVINSI SUMATERA UTARA)
Fotarisman Zaluchu1, Sori Muda Sarumpaet2, dan Syarifah3
1

2

Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara, Medan
Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara
3
Bagian PKIP, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
Nowdays the health services should be oriented to the consumers in order to
increase their quality. The consumer needs and satisfaction have to clarify and
their complaint should be identifiy for improving the health management. The
purpose of this study was to find and to compare the consumers complaint at
hospitals and health centers, and to know how their gave their feedback. The study
design was a cross sectional study, located at 7 districts, consist of 3 hospitals and
4 health centers In each location, 50 respondents as a consumer of health services
was interviewed using structured questionnaire. The results of this study are
consumer of health centers have complaint (16, 57%), higher than consumer of
hospital (14,28%), 60% of consumer of hospitals did not express their complaints.
The main reason of hospitals consumer hesitated to give feedback and tough that
complaints are useless. This study also found that the main complaints are low
responsiveness and unsatisfied empathies of the health providers. The consumers
felt that sending complaints directly to the health providers are more effective or
expressed it to their friends. Only 50% of hospital consumers and 63,6% of health
center consumers feel satisfied.
Keywords: Consumer complaint, Consumer satisfaction, Health services
PENDAHULUAN
Kepuasan dirasakan oleh seseorang

yang telah mengalami suatu hasil (out come)
yang sesuai dengan harapannya. Jadi
kepuasan merupakan fungsi dari tingkat
harapan yang dirasakan dari hasil kegiatan.
Apabila suatu hasil kegiatan melebihi
harapan seseorang, orang tersebut akan
dikatakan mengalami tingkat kepuasan yang
tinggi (highly satisfied). Apabila hasil kerja
tersebut sama dengan yang diharapkan,
seseorang dikatakan puas (satisfied). Akan
tetapi apabila hasil tersebut jauh di bawah
harapan, seseorang akan merasa tidak puas
(dissatisfied).
Kepuasan
terbentuk
berdasarkan pengalaman seseorang terhadap

pengalaman yang lalu dengan kejadian yang
sama, melalui suatu pernyataan yang dibuat
oleh teman-teman atau orang lain yang

berhubungan dengan kita. Pernyataan yang
dibuat organisasi supplier mempengaruhi
kepuasan seseorang bukan hanya pada hasil
produksi yang baik akan tetapi juga atas
dasar suatu harapan yang telah mereka buat
sebelumnya. Begitu pula terhadap ketidak
puasan; apabila suatu hasil produksi
menghasilkan banyak keluhan tampaknya
hasil kerja tersebut tidak memuaskan.
Apabila sedikit keluhan terhadap hasil kerja
tersebut, hasil kerja tersebut memuaskan.1
Kepuasan sering dikaitkan dengan
mutu. Mutu berarti kepuasan pelanggan, baik

123
Universitas Sumatera Utara

internal maupun eksternal. Kepuasan tidak
hanya bagi pelanggan ataupun pasien akan
tetapi akan dirasakan oleh petugas kesehatan.

Jika kepuasan petugas kesehatan terpenuhi,
diharapkan
akan
dapat
memberikan
pelayanan yang memuaskan pasien ataupun
pelanggan.2 Dalam bidang kesehatan mutu
adalah terpenuhinya keinginan seseorang
yang paling membutuhkan pelayanan
kesehatan yang memuaskan pelanggan sesuai
dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan,
serta diberikan sesuai dan etika profesi.3
Kebutuhan konsumen kesehatan
amat bervariasi. Secara umum, kebutuhan
konsumen kesehatan adalah kebutuhan
terhadap akses layanan kesehatan, layanan
yang tepat waktu, layanan yang efektif dan
efisien, layanan yang layak dan tepat,
lingkungan yang aman serta penghargaan
dan penghormatan. Sementara itu terdapat

kebutuhan khusus konsumen, antara lain
kesinambungan layanan kesehatan dan
kerahasiaan.4 Hal-hal tersebutlah yang
mempengaruhi kepuasan konsumen di sarana
pelayanan kesehatan.
Sarana pelayanan kesehatan yang
lazim dikenal oleh konsumen di Indonesia
adalah rumah sakit dan Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas). Kedua jenis sarana
pelayanan kesehatan ini sudah lama menjadi
bagian dari kebijakan pemerintah dalam
melakukan upaya kesehatan sesuai dengan
perkembangan derajat kesehatan masyarakat
itu sendiri.
Sarana pelayanan kesehatan sekarang
ini harus mengikuti kebutuhan dan kepuasan
konsumennya. Dengan pendekatan jaminan
mutu layanan kesehatan kesehatan, kepuasan
adalah bagian integral dan menyeluruh dari
kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan.

Artinya, pengukuran tingkat kepuasan harus
menjadi kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari pengukuran mutu layanan
kesehatan. Konsekuensi dari pola pikir yang
demikian
adalah
dimensi
kepuasan
konsumen menjadi salah satu dimensi mutu
layanan kesehatan yang penting.4
Beberapa metode dalam pengukuran
kepuasan pelanggan adalah, 1) Sistem
keluhan dan saran; untuk memberikan
kesempatan
kepada
pelanggan
menyampaikan keluhan ataupun saran,
organisasi yang berorientasi pelanggan

(costumer centered) memberikan kesempatan

yang luas kepada para pelanggannya untuk
menyampaikan saran dan keluhan, misalnya
dengan menyediakan kotak saran, kartu
komentar, customer hot lines dan lain-lain. 2)
Ghost Shopping; merupakan salah satu cara
untuk memperoleh gambaran kepuasan
pelanggan/pasien dengan memperkerjakan
beberapa orang berperan sebagai pembeli
untuk
melaporkan
temuan-temuannya
mengenai kekuatan dan kelemahan produk
perusahaan maupun pesaing. 3) Lost
Customer
Analysis;
yaitu
dengan
menghubungi pelanggan yang berhenti
berlangganan dan memahami mengapa hal
tersebut terjadi. Peningkatan lost customer

rate menunjukkan kegagalan perusahaan
untuk memuaskan pelanggan dan 4) Survey
Kepuasan
Pelanggan;
yaitu
dengan
melakukan survey untuk dapat memperoleh
umpan balik ataupun tanggapan secara
langsung dari pelanggan.1
Interaksi antara konsumen dengan
sarana layanan kesehatan memang harus
dipahami
dalam
kerangka
perilaku.
Sebagaimana kita ketahui bahwa ketika
seseorang mengalami penyakit, maka
berkembanglah perilaku sakit. Seseorang
yang menganggap dirinya sakit lalu
membandingkannya dengan konsep sehat

sakit masyarakat, lalu merasakan bahwa
penyakitnya serius baru dia masuk pada
tahap pencarian pelayanan.5 Dalam hal
pemilihan pelayanan, pelayanan kesehatan
mungkin bukanlah alternatif pertama yang
dicari.
Akibatnya,
keputusan
untuk
menggunakan pelayanan kesehatan sering
sekali terlambat, apalagi pada kasus-kasus
penyakit yang masa inkubasinya panjang
atau pada masa inkubasi tidak ada tandatanda yang mengganggu aktivitas fisik
individu. Untuk itu ketika pasien mengambil
keputusan untuk mengunjungi pelayanan
kesehatan, seharusnya para penyedia layanan
kesehatan (provider), yaitu para petugas
kesehatan harus memahami tahap dan proses
panjang yang telah dilalui pasien sebelum
sampai pada tangan mereka. Artinya,

interaksi yang baik kepada pasien dari
petugas harus dibangun agar jangan sampai
mengecewakan
pasien
dan
akhirnya
memutuskan tidak memilih pelayanan
kesehatan.

Studi Komparatif Keluhan Pasien di Rumah Sakit dengan Pasien di Puskesmas (123–130)
124
Fotarisman, Sori Muda Sarumpaet, dan Syarifah
Universitas Sumatera Utara

Memang, di beberapa sarana layanan
kesehatan, sudah dilaksanakan mekanisme
untuk menanggapi keluhan pasien. Di
Propinsi Sumatera Utara, terdapat lima
sarana yang dikembangkan oleh sarana
layanan kesehatan, yaitu telepon/faks, kotak

saran, forum kesehatan kota (FKK),
penerimaan keluhan langsung kepada dokter/
petugas
kesehatan
dan
penyampaian
langsung kepada keluarga. Namun hasil
terhadap mekanisme tersebut belum banyak
diketahui. Penelitian ini dirasakan sangat
penting mengingat kepuasan pasien atas
keluhannya yang ditanggapi oleh sarana
layanan kesehatan, menjadi indikator dan
tolak ukur kualitas pelayanan kesehatan.
Dengan demikian akan dapat dilakukan
perbaikan terhadap sarana pelayanan
kesehatan
dimaksud.
Membandingkan
keluhan dan kemudian kepuasan pasien atas
tanggapan terhadap keluhan tersebut di
rumah sakit dan Puskesmas amat penting
dilakukan mengingat kedua sarana layanan
kesehatan itu masih merupakan sarana
layanan kesehatan yang berhubungan
langsung dengan masyarakat.
Jika kita kaitkan dengan mutu,
ketiadaan informasi mengenai hal ini dapat
menyebabkan pihak manajemen mengambil
kebijakan
yang
sama
sekali
tidak
berhubungan dengan kosumen. Akibatnya
dapat terjadi marjinalisasi masyarakat dalam
sarana layanan kesehatan.
Banyak pihak berharap perbaikan
atas tanggapan terhadap keluhan konsumen
ini akan menjadi gerbang bagi munculnya
sistem kesehatan madani; yaitu sebuah
sistem yang komitmen terkuatnya ditujukan
pada
kesehatan
masyarakat;
dimana
masyarakat bukan diperlakukan sebagai
objek melainkan sebagai subjek yang turut
berperan dalam pelayanan kesehatan sejak
dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
maupun pembiayaan kesehatan.6

Tinggi, Kota Medan, Kabupaten Deli
Serdang, Kabupaten Langkat, dan Kota
Pematang Siantar. Sampel Puskesmas juga
diambil secara purposive yang diwakili oleh
Kabupaten Karo, Simalungun, Medan dan
Langkat. Untuk Kabupaten Karo Puskesmas
terpilih adalah Puskesmas Kabanjahe,
Kabupaten Simalungun oleh Puskesmas Batu
Anam,
Kota Medan diwakili oleh
Puskesmas Medan Polonia, dan Kabupaten
Langkat oleh Puskesmas Stabat. Sampel
rumah Sakit diwakili oleh RSU Daerah
Lubuk Pakam di Kabupaten Deli Serdang,
RSU Kota Tebing Tinggi di Kota Tebing
Tinggi dan RSU Daerah Kota Siantar di Kota
Pematang Siantar.
Responden adalah pasien pelayanan
kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit
Pemerintah di lokasi terpilih. Pemilihan
responden berdasarkan quota sampling
sebanyak 50 orang pasien di masing-masing
sarana pelayanan kesehatan yang berada di
Kabupaten/Kota yang telah ditentukan.
Untuk mendapatkan pasien di Puskesmas,
dipilih hari kunjungan terbanyak. Pada hari
kunjungan terbanyak tersebut, dicarilah
pasien sampai memenuhi jumlah 50
responden yang sedang berkunjung di
Puskesmas tersebut. Total sampel untuk
untuk Puskesmas adalah 200 responden.
Responden untuk rumah sakit adalah
keluarga dekat pasien rawat inap (dewasa
yang dapat diwawancarai), yakni pasien
rawat inap yang minimal sudah 3 hari di
rawat di Rumah Sakit. Di masing-masing
Rumah Sakit, dicarilah pasien sampai
memenuhi jumlah yang telah ditetapkan,
yaitu 50 orang pasien. Total sampel untuk
Rumah Sakit adalah 150 responden. Untuk
kedua jenis sarana pelayanan kesehatan,
jumlah sampel seluruhnya adalah 350 orang
pasien.
Data
dikumpulkan
dengan
menggunakan kuesioner yang telah diuji
coba.

BAHAN DAN METODE

HASIL

Penelitian menggunakan disain cross
sectional study dalam bentuk survei. Populasi
penelitian adalah semua pasien Puskesmas
dan Rumah Sakit Pemerintah di Provinsi
Sumatera Utara. Sampel dipilih secara
purposive di 7 (tujuh) Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara yakni Kabupaten
Karo, Kabupaten Simalungun, Kota Tebing

Karakteristik responden. Responden
dalam penelitian ini umumnya berusia lebih
dari 18 tahun. Berdasarkan Tabel 1, dapat
dilihat distribusi menurut kelompok umur,
yang terbanyak adalah responden yang
berusia lebih dari 35 tahun. Ini tidak
menggambarkan sebaran populasi secara
umum, mengingat bahwa jumlah responden

125

Studi Komparatif Keluhan Pasien di Rumah Sakit dengan Pasien di Puskesmas (123–130)
Fotarisman, Sori Muda Sarumpaet, dan Syarifah
Universitas Sumatera Utara

di setiap lokasi penelitian hanyalah 50 orang
saja.
Masih dalam tabel yang sama,
terlihat bahwa mayoritas responden telah
pernah berobat ke sarana pelayanan lokasi
penelitian sebanyak 2 kali (27,7 persen) dan
bahkan ada yang lebih dari 4 kali (20,6
persen). Ini berarti bahwa mereka yang
menjadi responden telah dapat menunjukkan
pengalamannya selama berhubungan dengan
pelayanan kesehatan tersebut.
Sementara itu, sebanyak 61,1 persen
responden ternyata adalah pasien yang dilihat
dari segi waktu adalah pasien yang barusan
saja berobat di sarana pelayanan kesehatan.
Hanya ada 2,9 persen responden yang
berobatnya lebih dari 3 bulan yang lalu.
Keluhan
pasien. Berhubungan
dengan keluhan yang mereka alami selama
berada di sarana pelayanan kesehatan,
hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2. Ternyata
terdapat pasien pelayanan kesehatan yang
mengalami keluhan. Sebanyak 14,28 pasien
di rumah sakit menyatakan pernah memiliki
keluhan, dan 16,57 persen pasien Puskesmas
menyatakan pernah memiliki keluhan. Dari
jumlah itu, tindak lanjut tindakan responden
kemudian dipertanyakan. Ternyata, di rumah
sakit, hanya 40 persen dari mereka yang
memiliki
keluhan
kemudian
menyampaikannya. Sementara itu, sebanyak
51,7 persen pasien Puskesmas yang memiliki
keluhan justru pernah menyampaikan
keluhan tersebut.
Bagi
mereka
yang
tidak
menyampaikan
keluhan,
baik
yang
mengunjungi
rumah
sakit
maupun
Puskesmas diberikan pertanyaan lanjutan.
Dari mereka yang memiliki keluhan di
Rumah
Sakit,
tetapi
tidak
pernah
menyampaikan keluhannya sebanyak 56,6
persen alasan utamanya adalah karena
mereka takut menyampaikan. Sementara
alasan utama yang disampaikan oleh pasien
Puskesmas yang memiliki keluhan tetapi
tidak menyampaikan keluhan tersebut adalah
karena
merasa
tidak
ada
gunanya
menyampaikan keluhan tersebut. Alasan ini
dinyatakan oleh 46,4 persen pasien (Tabel 3).
Jenis keluhan. Berdasarkan hasil
sebelumnya,
maka
pasien
yang
menyampaikan keluhan kemudian diberikan
pertanyaan lanjutan. Alasan yang paling
banyak
dikeluhkan
dan
kemudian
disampaikan oleh pasien rumah sakit adalah

masalah prosedur penerimaan yang lambat
(35,7 persen) dan pelayanan yang kurang
ramah (25 persen). Sementara itu pasien
Puskesmas memilih hal yang sama yaitu,
prosedur penerimaan yang lambat (28,1
persen) dan pelayanan yang kurang ramah
(24,4). Dengan demikian terlihat bahwa
keluhan sudah dialami oleh pasien ketika
”menginjakkan
kaki”
untuk
pertama
sekalinya ke sarana pelayanan kesehatan
(Tabel 4).
Sarana penyampaikan keluhan.
Pasien diberikan pertanyaan mengenai sarana
penyampaian keluhan sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 5. Pasien di rumah sakit
ternyata paling banyak menyampaikan
keluhannya langsung kepada dokter/petugas
kesehatan di rumah sakit (54,2 persen).
Sementara pasien di Puskesmas, selain
kepada dokter/petugas kesehatan (40,5
persen), yang paling banyak digunakan
adalah cara menyampaikan langsung kepada
keluarga (43,3 persen).
Tanggapan dan kepuasan pasien
atas tanggapan. Keluhan pasien yang
disampaikan kepada sarana pelayanan
kesehatan baik di Puskesmas maupun di
Rumah Sakit kemudian ditelusuri. Ternyata,
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6,
sebanyak 40 persen pasien rumah sakit yang
menyampaikan keluhan menyatakan tidak
tahu apakah keluhannya tersebut kemudian
ditanggapi oleh petugas. Sementara itu,
sebanyak 40 persen pasien Puskesmas yang
menyampaikan keluhan menyatakan tidak
ada tanggapan dari petugas atas keluhan yang
disampaikan.
Terhadap tanggapan yang diberikan
oleh petugas kesehatan terhadap keluhan
yang disampaikan, sebanyak 50 persen
pasien rumah sakit mengaku tidak puas,
sama banyaknya dengan yang puas.
Sementara itu, sebanyak 63,6 persen pasien
Puskesmas mengaku puas, sisanya sebanyak
36,4 persen mengaku tidak puas (Tabel 7).
PEMBAHASAN
Masalah
pelayanan
kesehatan
memang menjadi sebuah pembicaraan dalam
dekade terakhir ini. Dalam berbagai
penelitian ditemukan bahwa pelayanan
kesehatan seharusnya mengacu kepada
kepuasan konsumen. Dalam pemahaman
demikian maka dikenal adanya perspektif

Studi Komparatif Keluhan Pasien di Rumah Sakit dengan Pasien di Puskesmas (123–130)
126
Fotarisman, Sori Muda Sarumpaet, dan Syarifah
Universitas Sumatera Utara

konsumen dalam memberikan penilaian
terhadap pelayanan kesehatan. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi perspektif
konsumen. Umumnya hal-hal tersebut
menyangkut kepuasan menggunkan produk
atau jasa yang didapatkannya dengan cara
membayar.
Konsumen memiliki hak untuk
menyampaikan
keluhannya
terhadap
pelayanan kesehatan yang diterimanya dan
kemudian memberikan penilaian atas
tanggapan yang diberikan oleh mereka yang
menerima keluhan tersebut. Mekanisme feed
back inilah yang kita harapkan akan
meningkatkan mutu sarana pelayanan
kesehatan. Pemahaman responden mengenai
pelayanan kesehatan yang diterimanya akan
menjadi sebuah perspektif kepada penentu
keputusan di sarana pelayanan kesehatan
supaya perspektif mengenai pelayanan
kesehatan dari sudut pandangnya sebagai
penyedia jasa dapat lebih dilengkapi lagi.
Beredasarkan hasil penelitian, masih
banyaknya keluhan yang tidak disampaikan
oleh konsumen memperlihatkan adanya
kesenjangan komunikasi antara pasien
sebagai konsumen dengan sarana pelayanan
kesehatan sebagai provider sebagai penyedia
layanan kesehatan. Ketakutan pasien
barangkali
berhubungan
dengan
ketidakterbukaan provider terhadap keluhan
pasien. Sementara jika pasien merasakan
tidak ada gunanya menyampaikan keluhan,
berhubungan erat dengan pengalaman
berinteraksi dengan provider selama ini. Di
RSUD Sidoarjo, misalnya, sikap povider
adalah salah satu penentu kepuasan pasien di
sarana layanan kesehatan.7 Persoalan
komunikasi antara provider dengan pasien ini
juga mengemuka dari penemuan berdasarkan
penelitian yang dilakukan di RSU Dharma
Yadnya Denpasar Bali.8
Dari hasil penelitian, terlihat bahwa
kebanyakan keluhan responden memang
bersumber dari dua hal saja, yaitu prosedur
penerimaan yang lambat dan pelayanan yang
kurang ramah. Kedua hal ini sebenarnya
adalah “pintu masuk” interaksi antara
konsumen
dengan
sarana
pelayanan
kesehatan. Sungguh amat disayangkan
bahwa pasien kemudian harus mengeluh
pada menghadapi hal demikian.
Penelitian
terhadap
keluhan
konsumen sudah lazim dilakukan untuk
mengukur kinerja kebutuhan pasien, untuk

127

mencegah adanya keengganan pasien
menyampaikan keluhannya. Hal ini harus
direspon sesegera mungkin supaya pasien
dapat memiliki pemahaman baru yang lebih
baik terhadap kualitas layanan kesehatan
yang diterimanya. Sumber keluhan pasien
terhadap pelayanan kesehatan di sarana
kesehatan memang bervariasi. Di RS Delta
Surya Sidoarjo, misalnya, telah dilakukan
penelitian secara terus menerus sejak tahun
2000 sampai dengan tahun 2002. Penelitian
ini menemukan bahwa telah terjadi
peningkatan ketidakpuasan di rumah sakit
tersebut. Penelitian tersebut menemukan
bahwa ketidakpuasan pasien banyak terjadi
pada layanan administratif dan perawatan
penderita.9 Di RSU Dharma Yadnya
Denpasar Bali, ditemukan bahwa sumber
ketidakpuasan pasien adalah pada layanan
keperawatan
yang kurang tanggap dan
kurang memberikan kenyamanan kepada
pasien.8
Dalam inventarisasi hasil penelitian
yang dibuat di RSUP Dr. Sardjito Yogjakarta
ditemukan bahwa faktor kemudahan, kualitas
pelayanan dan hubungan pribadi menjadi
penentu kepuasan pasien. Di RSU Sleman,
yang berpengaruh adalah informasi yang
diberikan provider beserta dengan hubungan
interpersonalnya.
Di
banyak
negara,
ditemukan bahwa kecakapan dokter,
keramahan, perawatan perorangan, suasana
lingkungan, waktu tunggu dan tarif adalah
penentu kepuasan pasien.10 Munculnya
keluhan pasien banyak diwarnai oleh
ketidaksesuaian antara keinginannya sebagai
manusia yang membutuhkan jaminan
pelayanan kesehatan sebagaimana dapat
dilihat dalam teori Maslow11 Lawrence Green
menyatakan
bahwa
jika
perilaku
menggambarkan keluhan pasien, maka hal
itu terbentuk salah satunya oleh sikap dan
perilaku petugas kesehatan, disamping
fasilitas yang ada di sarana pelayanan
kesehatan tersebut.5, 11
Proporsi pasien yang puas dan yang
tidak puas terhadap tanggapan yang
diberikan secara umum berimbang di rumah
sakit. Sementara itu, lebih banyak tanggapan
yang menghasilkan kepuasan di Puskesmas.
Jumlah yang puas atas umpan balik (feed
back) yang dilakukan oleh petugas kesehatan
ini masih sangat jauh dari sebaiknya.
Kepuasan
adalah
perbandingan
terhadap apa yang diterima atau dirasakan

Studi Komparatif Keluhan Pasien di Rumah Sakit dengan Pasien di Puskesmas (123–130)
Fotarisman, Sori Muda Sarumpaet, dan Syarifah
Universitas Sumatera Utara

(perceived performance) sama atau melebihi
apa yang diharapkan. Loyalitas terjadi bila
konsumen sangat puas atau apa yang
diterima lebih besar dari harapan.
Sebagaimana dikutip dalam Kotler, kepuasan
adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang
yang
muncul
setelah
membandingkan antara persepsi atau
kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu
produk dan berbagai harapannya. Kepuasan
adalah keadaan psikologis dari emosional
seseorang yang menunjukkan adanya
diskonformasi atau konformasi terhadap
layanan
yang
diterimanya
dengan
harapannya dan menjadikan pengalaman
setelah mengkonsumsinya.9
Keluhan konsumen atas pelayanan
kesehatan yang diterimanya, berdasarkan
penelitian ini, lebih banyak diungkapkan
secara langsung kepada petugas kesehatan.

Namun sebagaimana sudah diketahui di atas,
hanya sekitar setengahnya saja yang
mengaku puas terhadap tanggapan yang
diberikan. Hal ini perlu menjadi perhatian
penting dalam menata ulang pengelolaan
keluhan konsumen.
Layanan kesehatan yang bermutu,
tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan
akan pentingnya menjaga kepuasan pasien,
termasuk dalam menangani keluhan yang
disampaikan oleh pasien. Kepuasan adalah
sebuah suasana batin yang seharusnya
direbut oleh layanan kesehatan untuk
memenangkan persaingan dalam konteks
pelayanan
kepada
masyarakat.
Bagi
pelayanan kesehatan secara khusus rumah
sakit, penurunan kepuasan akan dapat diikuti
oleh penurunan loyalitas. Dan ini merupakan
sebuah warning bagi rumah sakit.6

Tabel 1. Karakteristik responden rumah sakit dan puskesmas
Karakteristik Responden
Kelompok Umur
a. 18-25 tahun
b. 26-35 tahun
c. > 35 tahun
Frekuensi Berobat Ke Sarana Pelayanan Kesehatan
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. 4 kali
e. > 4 kali
Terakhir berobat
a. < 2 minggu yang lalu
b. 2- 1 bulan yang lalu
c. 1 -3 bulan yang lalu
d. >3 bulan yang lalu

Persentase
20
50
30
14,6
27,7
15,1
12,0
20,6
61,1
27,7
8,3
2,9

Tabel 2. Proporsi keluhan pasien konsumen RS dan puskesmas (dalam persen)
Kategori konsumen
Konsumen RS
Keluhan
a. Ada
b.

1. Pernah disampaikan
2. Tidak pernah disampaikan
Tidak ada

14,28

Konsumen
Puskesmas
16,57

(40)
(60)
85,72

(51,7)
(48,3)
83,43

Tabel 3. Proporsi faktor penyebab konsumen rumah sakit dan puskesmas tidak menyampaikan
keluhan (dalam persen)
Alasan
Konsumen RS
Konsumen
Puskesmas
Tidak tahu kemana menyampaikan
6,7
0
Takut menyampaikan
56,6
39,3
Merasa tidak ada gunanya
20
46,4
Lainnya
16,7
14,3

Studi Komparatif Keluhan Pasien di Rumah Sakit dengan Pasien di Puskesmas (123–130)
128
Fotarisman, Sori Muda Sarumpaet, dan Syarifah
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Proporsi jenis keluhan konsumen rumah sakit dan puskesmas (dalam persen)
Jenis Keluhan *)
Konsumen RS
Konsumen
Puskesmas
Prosedur penerimaan yang lambat
35,7
28,1
Pelayanan yang kurang ramah
25
24,4
Informasi yang tidak jelas
3,6
14,1
Pengobatan yang lambat
10,7
19,3
Lainnya
25
14,1
*) Keterangan: jawaban responden dapat lebih dari 1 pilihan
Tabel 5. Proporsi jenis sarana penyampaian keluhan konsumen rumah sakit dan puskesmas (dalam
persen)
Jenis Sarana *)
Konsumen RS
Konsumen
Puskesmas
Telepon/ faks
4,2
2,7
Kotak saran
16,6
8,1
Forum Kesehatan Kota
0
2,7
Langsung kepada dokter/ petugas kesehatan
54,2
40,5
Langsung kepada keluarga
25
43,3
Lainnya
0
2,7
*) Keterangan: jawaban responden dapat lebih dari 1 pilihan
Tabel 6. Proporsi tanggapan petugas atas keluhan konsumen rumah sakit dan puskesmas (dalam
persen)
Tanggapan Petugas
Pasien RS
Pasien Puskemas
Ada
Tidak ada
Tidak tahu

30
30
40

36,6
40
23,4

Tabel 7. Proporsi kepuasan konsumen rumah sakit dan puskesmas terhadap tanggapan petugas
(dalam persen)
Kepuasan Konsumen
Konsumen RS
Konsumen Puskesmas
Puas
50
63,6
Tidak puas
50
36,4

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Dapat disimpulkan bahwa masih
perlu dilakukan pembenahan menyeluruh
terhadap kualitas pelayanan kesehatan di
lokasi penelitian. Pembenahan harus meliputi
pelayanan hulu sampai hilir, termasuk dalam
mendisain ulang cara menanggapi keluhan
yang disampaikan oleh konsumen pelayanan
kesehatan.
Disarankan
untuk
lebih
memperkuat pemberdayaan terhadap sikap
dan perilaku petugas kesehatan yang
melayani pasien termasuk. Diperlukan juga
sosialisasi kepada pasien untuk menyalurkan
keluhannya. Kenyamanan media penyaluran
juga dapat diperbaiki dengan membuka unit
khusus yang lebih nyaman dan responsif.

1. Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran,
Analisis, Perencanaan, Implementasi dan
Pengendalian, Jilid 2, Jakarta, Penerbit
Erlangga, 1996
2. Ishikawa, K. Pengendalian Mutu
Terpadu.
Bandung,
PT.
Remaja
Rosdakarya, 1992
3. Departemen Kesehatan RI. Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Direktorat Kesehatan Pedoman Dasar
Pelaksanaan
Jaminan
Mutu
Di
Puskesmas Jakarta, Depkes RI, 2003.
4. Pohan, IS. Jaminan Mutu Layanan
Kesehatan. Jakarta, EGC, 2006:23-24
5. Notoadmodjo, S. Pengantar Pendidikan
Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.
Jogjakarta, Penerbit ANDI, 1993

129

Studi Komparatif Keluhan Pasien di Rumah Sakit dengan Pasien di Puskesmas (123–130)
Fotarisman, Sori Muda Sarumpaet, dan Syarifah
Universitas Sumatera Utara

6. Rosalia. Menuju Kesehatan Madani.
Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 1999
7. Widodo, S dan S Supriyanto. Faktor
Dominan Kepuasan Pasien Sebagai
Dasar Penyusunan Upaya Pengembangan
Mutu Pelayanan Kesehatan di RSUD
Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Administrasi
Kebijakan Kesehatan Vol 2 No. 2
2004:85-91
8. Luh Sri Ani, Sri werdati dan Adi Utarini.
Harapan Konsumen Terhadap Pelayanan
keperawatan: Penelitian Kualitatif di
RSU Dharma Yadnya Denpasar Bali.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Vo. 04/No.01/2002:13-18.

9. Hariono, Karjadi Wirjoatmodjo dan
Stefanus Supriyanto. Kepuasan Pasien
Rawat Inap Terhadap Kualitas Layanan
Dokter Spesialis, Komitmen dan
Kepuasan Kerja Dokter Spesialias di RS
Delta
Surya
Sidoarjo.
Jurnal
Administrasi Kebijakan Kesehatan Vol 2
No. 2 2004:77-84
10. Farida dan Haripurnomo Kushadiwijaya.
Cara Pembayaran Sebagai Modifier
Terhadap
Pengaruh
Faktor-Faktor
Penentu Kepuasan Pasien Pada Layanan
Rawat Inap Di RSU Tegalyoso Klaten.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Vol. 01/No. 03/ 1998:161-170.
11. Soekidjo, N. Promosi Kesehatan Teori
dan Aplikasi (Penyunting). Jakarta,
Rineka Cipta, 2005

Studi Komparatif Keluhan Pasien di Rumah Sakit dengan Pasien di Puskesmas (123–130)
130
Fotarisman, Sori Muda Sarumpaet, dan Syarifah
Universitas Sumatera Utara