Manajemen Pelayanan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial Di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

(1)

L A P O R A N P B L K

Pengelolaan Pelayanan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial

Di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan

Mata Ajaran Pengalaman Belajar Lapangan Komprehensif

Oleh :

Dirayati Sharfina, S.Kep 071101056

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Judul :Manajemen Pelayanan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial Di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Nama :

Dirayati Sharfina, S.Kep

Institusi : Program Studi Pendidikan Ners Tahap Profesi FKep USU

Abstrak

Kegiatan PBLK dilakukan selama 4 minggu yang dimulai pada tanggal 11 Juni – 7 Juli 2012 di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang merupakan suatu ruangan yang menggunakan sistem MPKP. MPKP (Model Pelayanan Keperawatan Profesional) merupakan suatu praktik keperawatan profesional dalam pelayanan keperawatan yang bertujuan agar asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien lebih fokus dan holistik. Implementasi pilar MPKP masih belum terlaksana dengan optimal. Pengelolaan pelayanan yang dilakukan yaitu meliputi penggunaan format rencana kerja harian, sosialisasi case conference dan operan. Pengelolaan asuhan keperawatan yang dilakukan yaitu melakukan tindakan keperawatan dengan memberikan strategi pertemuan sesuai dengan diagnosa keperawatan khususnya gangguan isolasi sosial dan melakukan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi klien yang mengalami masalah hubungan sosial. Metodologi yang digunakan adalah kerja kelompok (manajemen ruangan MPKP), wawancara, dan penyebaran kuesioner self evaluation. Hasil PBLK menunjukkan bahwa case conference itu sangat penting karena untuk mengetahui tindak lanjut terhadap pasien yang dikelola dan kegiatan TAK yang dilakukan secara berkesinambungan demi meningkatkan kesembuhan pasien. Untuk itu direkomendasikan kepada pihak ruangan agar memiliki jadwal untuk melakukan case conference secara rutin serta melakukan TAK sesuai dengan diagnosa keperawatan pasien khususnya dengan diagnosa isolasi sosial untuk meningkatkan hubungan sosial pasien.


(4)

Title : Service Management and Nursing Care In Patients With Social Isolation in Cempaka Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Name :

Dirayati Sharfina, S.Kep

Institution : Program Studi Pendidikan Profesi Ners F.Kep USU

Abstract

PBLK activities conducted during the four week period commencing on the date of June 11th to July 7th, 2012 in Cempaka Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara, which is a room that uses MPKP system. MPKP (Professional Nursing Service Model) is a professional nursing practice in nursing service that aims to make nursing care provided to clients more focused and holistic. Implementation of the pillars MPKP still not performing optimally. Management services performed which include the use of a daily work plan format, socialization of case conference and operands. Management of nursing care is done by providing a strategy meeting in accordance with nursing diagnoses particular social isolation and conduct disorder therapy group socialization activities to enhance the ability of clients who have problems socializing social relationships. The methodology used is the working group (MPKP management), interviews, self-evaluation questionnaires. The results that the case conference it is very important as to know the follow-up of patients who were managed and carried out group activities therapy continuously to improve the patient's recovery. It was recommended to the room to have a schedule to conduct case conferences on a regular basis and do group activities therapy correspond with the nursing diagnoses of patients, especially with a diagnosis of social isolation to improve their relationship.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah dan karunia, serta salam dan salawat kepada Rasulluah SAW beserta keluarga dan para sahabat, sehingga penulis dapat menyelesaikan PBLK ini dengan judul “Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Isolasi Sosial di Ruangan Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan profesi Ners di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama proses penulisan PBLK ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian PBLK ini, yaitu:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU.

2. Ibu Erniyati, S.Kp. MNS selaku Pembantu Dekan Satu Fakultas Keperawatan USU.

3. Ibu Manhnum Lailan Nasution, SKep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan arahan dan masukan yang berharga bagi perbaikan PBLK ini.

4. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep selaku koordinator profesi yang membantu jalannya

kegiatan profesi Ners dan proses PBLK ini dan kepada seluruh dosen staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Keperawatan USU yang memberikan bantuan dan kelancaran selama proses profesi berlangsung.

5. Ibu Hj. Supiati, S.Kep Ns selaku kepala ruangan dan pegawai di ruangan Cempaka yang telah menbantu penulis dalam memberikan data dan berinteraksi bersama pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

6. Kedua orangtuaku tercinta, Drs. Indra Jaya Lubis dan Bedi Retina, S. Pd. Terima kasih atas kasih sayang, doa dan dukungan yang tak henti-hentinya selama ini kepada penulis.

7. Adik-adikku tersayang, Arief Indramansyah Agung dan Cindy Hulwani yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

8. Nenekku tercinta Hj. Sutini. Terima kasih atas doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis


(6)

9. Sahabat-sahabat terbaikku, Vera T. Hasibuan, Sri Dewi br. Siregar, Febrina Angraini dan seluruh teman seperjuangan yaitu mahasiswa stambuk 2007 serta Fitrah Sari yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Semoga segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan semua pihak kepada penulis mendapat imbalan dari Allah SWT. Harapan penulis PBLK ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, Juli 2012


(7)

DAFTAR ISI

Lembar Sampul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Kata Pengantar ... v

Daftar isi ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Tujuan PBLK ... 4

C. Manfaat PBLK ... 5

BAB 2 PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN A. Konsep Dasar ... 6

B. Analisa SWOT ... 8

C. Pembahasan ... 26

BAB 3 PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN A. Landasan Teori Isolasi ... 29

B. Tinjauan Kasus ... 52

1. Pengkajian ... 52

2. Diagnosa Keperawatan ... 59

3. Intervensi Keperawatan ... 60

4. Implementasi dan Evaluasi ... 63

5. Ringkasan Keperawatan Klien Setelah Implementasi ... 83

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kontrak Belajar

Lampiran 2. Planning Of Action Lampiran 3. Instrumen Pengkajian

Lampiran 4. Preplanning Sosialisasi Pengkajian

Lampiran 5. Presentasi Power Point Sosialisasi Pengkajian Lampiran 6. Preplanning Sosialisasi Case Conference Lampiran 7. Preplanning Sosialisasi Operan

Lampiran 8. Presentasi Power Point Sosialisasi Case Conference Lampiran 9. Strategi Pertemuan

Lampiran 10. Proposal TAK Isolasi Sosial Lampiran 11. Daftar Jadwal Role Play Lampiran 12. Laporan Role Play Lampiran 13. Daftar Tugas Perawat Lampiran 14. Format Rencana Kerja Lampiran 15. Leaflet

Lampiran 16. Dokumentasi


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator Mutu ... 11

Tabel 2. Survei Masalah Keperawatan ... 12

Tabel 3. Hasil Self Evaluation ... 12

Tabel 4. Analisa Data ... 59

Tabel 5. Intervensi Keperawatan ... 60

Tabel 6. Implementasi dan Evaluasi ... 63


(10)

Judul :Manajemen Pelayanan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial Di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Nama :

Dirayati Sharfina, S.Kep

Institusi : Program Studi Pendidikan Ners Tahap Profesi FKep USU

Abstrak

Kegiatan PBLK dilakukan selama 4 minggu yang dimulai pada tanggal 11 Juni – 7 Juli 2012 di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang merupakan suatu ruangan yang menggunakan sistem MPKP. MPKP (Model Pelayanan Keperawatan Profesional) merupakan suatu praktik keperawatan profesional dalam pelayanan keperawatan yang bertujuan agar asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien lebih fokus dan holistik. Implementasi pilar MPKP masih belum terlaksana dengan optimal. Pengelolaan pelayanan yang dilakukan yaitu meliputi penggunaan format rencana kerja harian, sosialisasi case conference dan operan. Pengelolaan asuhan keperawatan yang dilakukan yaitu melakukan tindakan keperawatan dengan memberikan strategi pertemuan sesuai dengan diagnosa keperawatan khususnya gangguan isolasi sosial dan melakukan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi klien yang mengalami masalah hubungan sosial. Metodologi yang digunakan adalah kerja kelompok (manajemen ruangan MPKP), wawancara, dan penyebaran kuesioner self evaluation. Hasil PBLK menunjukkan bahwa case conference itu sangat penting karena untuk mengetahui tindak lanjut terhadap pasien yang dikelola dan kegiatan TAK yang dilakukan secara berkesinambungan demi meningkatkan kesembuhan pasien. Untuk itu direkomendasikan kepada pihak ruangan agar memiliki jadwal untuk melakukan case conference secara rutin serta melakukan TAK sesuai dengan diagnosa keperawatan pasien khususnya dengan diagnosa isolasi sosial untuk meningkatkan hubungan sosial pasien.


(11)

Title : Service Management and Nursing Care In Patients With Social Isolation in Cempaka Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Name :

Dirayati Sharfina, S.Kep

Institution : Program Studi Pendidikan Profesi Ners F.Kep USU

Abstract

PBLK activities conducted during the four week period commencing on the date of June 11th to July 7th, 2012 in Cempaka Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara, which is a room that uses MPKP system. MPKP (Professional Nursing Service Model) is a professional nursing practice in nursing service that aims to make nursing care provided to clients more focused and holistic. Implementation of the pillars MPKP still not performing optimally. Management services performed which include the use of a daily work plan format, socialization of case conference and operands. Management of nursing care is done by providing a strategy meeting in accordance with nursing diagnoses particular social isolation and conduct disorder therapy group socialization activities to enhance the ability of clients who have problems socializing social relationships. The methodology used is the working group (MPKP management), interviews, self-evaluation questionnaires. The results that the case conference it is very important as to know the follow-up of patients who were managed and carried out group activities therapy continuously to improve the patient's recovery. It was recommended to the room to have a schedule to conduct case conferences on a regular basis and do group activities therapy correspond with the nursing diagnoses of patients, especially with a diagnosis of social isolation to improve their relationship.


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dampak perkembangan zaman dan pembangunan dewasa ini, menjadi faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan mental spiritual sehingga penderita gangguan jiwa makin meningkat (Casmita,2008).

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005).

Menurut badan kesehatan dunia (WHO) mengatakan gangguan jiwa di seluruh dunia telah menjadi masalah serius. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi masalah mental emosional yakni depresi dan ansietas sebanyak 11,60 % dari jumlah penduduk Indonesia dan prevalensi gangguan jiwa berat atau psikosis sebanyak 0,46 % dari jumlah penduduk Indonesia ( Teguh, 2011). Semen (2008) mengemukakan bahwa 15 % persen dari jumlah penduduk di Indonesia terdeteksi mengalami gangguan kesehatan jiwa dan persentase itu juga berlaku di semua daerah. Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa 1 diantara 1000 orang menderita gangguan jiwa (Wiranto, 2007).


(13)

Menurut Depkes (2005) jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan tercatat setiap tahun mengalami peningkatan, tercatat sebanyak 6 juta kasus atau sekitar 2,5% dari jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2020 masalah kesehatan jiwa akan meningkat dan menjadi masalah kesehatan jiwa yang utama di dunia sebesar 15%.

Gerald mengatakan persentase gangguan kesehaan jiwa akan terus meningkat bertambah seiring dengan meningkatnya beban hidup masyarakat Indonesia. Himpitan hidup akibat tekanan ekonomi rentan menimbulkan gangguan kesehatan jiwa, demikian pula akibat politik praktis yang berdampak depresi mental (Danang,2008).

Proses keperawatan pada pasien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah fisik yang memperlihatkan bermacam gejala dan disebabkan berbagai hal. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam menyelesaikan masalah juga bervariasi.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis termotivasi memilih bidang keperawatan jiwa dalam rangka menyelesaikan tugas mata ajar Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK). Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) merupakan mata kuliah yang bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa dalam menghadapi realita kerja dengan memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan semua teori


(14)

dan konsep yang telah diperoleh selama proses pendidikan. Kegiatan PBLK ini juga diharapkan secara langsung dapat memberikan masukan untuk peningkatan pelayanan keperawatan pada tempat yang menjadi lahan praktik.

PBLK dilaksanakan di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan selama 4 minggu, dimulai tanggal 11 Juni 2012 sampai dengan 7 Juli 2012. Kegiatan PBLK dimulai dengan pengarahan dari dosen pembimbing PBLK masing-masing. Selanjutnya kelompok melakukan survey, wawancara, dan observasi fenomena yang terjadi di lapangan untuk mendapatkan gambaran umum tentang program yang akan dilaksanakan.

Berdasarkan hasil pengkajian keperawatan pada bulan Juni 2012 terdapat 24 pasien yang dirawat di ruang Cempaka RSJD Provsu Medan, 7 diantaranya (%) dengan diagnosa Isolasi Sosial. Diagnosa Isolasi Sosial ini menempati peringkat pertama, pasien terbanyak di ruang Cempaka RSJD Provsu Medan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Isolasi Sosial memiliki prevalensi yang cukup tinggi dan berdampak buruk terhadap individu, orang lain dan keluarga.

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

Asuhan keperawatan jiwa memiliki peranan yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas mental, intelektual, emosianal, sosial, dan fisik serta ekonomi sebagai sumber kesejahteraan klien. Sistem asuhan keperawatan jiwa


(15)

umumnya. Jenis pelayanan kesehatan yang dilakukan pada penanganan pasien dengan isolasi sosial di atas adalah membina hubungan saling percaya dan melatih pasien untuk berinteraksi dengan orang lain (Purba, dkk, 2008).

Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu pasien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Cara pasien yang mengalami gangguan jiwa untuk mengatasi masalah sangat unik kadang pasien menghindar serta menolak berperan serta dan peran perawat bertanggung jawab untuk melakukan pendekatan secara holistik untuk membantu masalah yang dihadapi oleh pasien yang mengalami gangguan jiwa atau hanya membiarkan khususnya terhadap pasien yang tidak menimbulkan keributan dan tidak membahayakan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka mahasiswa Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) melakukan manajemen keperawatan dan melaksanakan asuhan keperawatan jiwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan jiwa khususnya pada klien dengan Isolasi Sosial.

B. Tujuan PBLK

a) Melaksanakan asuhan keperawatan jiwa pada pasien yang dirawat di ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan dan pengembangan professional keperawatan jiwa dengan konsep keperawatan jiwa


(16)

b) Mengintegrasikan konsep berfikir logis dan analisis, kritis, berinisiatif dan kreatif dalam pemecahan masalah dan koordinasi dengan tim dalam praktek keperawatan yang didasarkan pada kondisi nyata serta mengaplikasikan teori dan konsep di lapangan praktek.

C. Manfaat PBLK

a) Bagi mahasiswa

Memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan mengaplikasikan teori dan konsep yang telah diperoleh selama pendidikan secara komprehensif ke dalam praktek langsung dalam bentuk pelayanan professional baik pada pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan secara efektif dan efisien.

b) Bagi Institusi Pendidikan

Secara langsung memberikan masukan metode pemberian asuhan keperawatan jiwa melalui pengaplikasian konsep dan teori keperawatan jiwa ke dalam praktek langsung sehingga dapat digunakan untuk peningkatan pengelolaan asuhan keperawatan yang bermanfaat bagi instansi pendidikan.

c) Bagi Lahan Praktik

Secara langsung dapat memberikan masukan untuk peningkatan dan pengoptimalan pengelolaan asuhan keperawatan dan pengelolaan manajemen keperawatan di ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan.


(17)

BAB II

PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN

A. Konsep Dasar

Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan perawatan, pengobatan dan bantuan terhadap pada pasien (Gillies, 1989). Rumah Sakit Jiwa Derah Provsu telah menerapkan pengelolaan pelayanan keperawatan menggunakan sistem MPKP (Manajemen Pelayanan Keperawatan Profesional). Sistem MPKP ini diterapkan di dua ruangan yaitu Sipiso-piso dan Cempaka. MPKP adalah suatu model keperawatan profesional yang keilmuwannya bisa dipertanggungjawabkan sesuai kode etik keperawatan dan kaidah keperawatan yang meliputi biopsiko, sosial, dan spiritual. Modifikasi MPKP yang dilakukan meliputi 3 jenis yaitu:

1. MPKP Transisi

MPKP dasar yang tenaga perawatnya masih ada yang berlatar belakang pendidikan SPK, namun kepala ruangan dan ketua timnya minimal dari D3 Keperawatan.

2. MPKP Pemula

MPKP dasar yang semua tenaganya minimal D3 Keperawatan. 3. MPKP Profesional dibagi 3 tingkatan yaitu:

a. MPKP I

MPKP dengan tenaga perawat pelaksana minimal D3 Keperawatan tetapi kepala ruangan dan ketua tim mempunyai pendidikan minimal S1 Keperawatan.


(18)

b. MPKP II

MPKP Intermediate dengan tenaga perawat minimal D3 Keperawatan dan mayoritas Sarjana Ners Keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa.

c. MPKP III

MPKP Advance yang semua tenaga perwat minimal Sarjana Ners Keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperwatan jiwa dan doktor keperawatan yang bekerja di area keperawatan jiwa.

Dari hasil penelitian menunjukkan tujuan diadakannya ruang atau bangsal MPKP yaitu diharapkan keperawatan profesional bisa diterapkan sehingga pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai masalah keperawatan klien. Program-program MPKP yang telah dibuat dan direncanakan tersebut tentu saja terdapat didalam asuhan keperawatan yang akan dilakukan kepada klien agar asuhan keperawatan yang diberikan itu lebih fokus dan holistik.

MPKP merupakan suatu praktek keperawatan yang sesuai dengan kaidah ilmu manajemen modern dimana kaidah yang dianut dalam pengelolaan pelayanan keperawatan di ruang MPKP adalah pendekatan yang dimulai dengan perencanaan. Perencanaan di ruang MPKP adalah kegiatan perencanaan yang melibatkan seluruh personil (perawat) ruang MPKP mulai dari kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim (perawat asosiet).

Tugas dari karu MPKP yaitu membuat rencana bulanan, mingguan, harian; mengorganisasi tim dan anggotanya, memberi pengarahan pelaksanaan tugas pada staf keperawatan, pekarya, dan staf administrasi; memfasilitasi kolaborasi perawat


(19)

primer dengan anggota tim kesehatan lainnya, melakukan pengawasan pelaksanaan tugas seluruh personil ruang MPKP, melakukan audit pelaksanaan asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangan, mewakili ruang MPKP dalam koordinasi dengan unit kerja lainnya. Tugas dari perawat pelaksana di ruang MPKP yaitu membuat rencana harian yang menjadi tanggung jawabnya, melaksanakan tindakan keperawatan kepada klien, memberikan informasi, umpan balik kepada perawat pelaksana bila ada perubahan pada kliennya, memberikan pelayanan keperawatan yang profesional.

B. Analisa Ruang Rawat 1. Pengkajian

Pengkajian kegiatan praktik keperawatan jiwa profesional di Ruang Cempaka RSJD Provsu berdasarkan pada pendekatan MPKP yang meliputi 4 (empat) pilar nilai profesional. Pendekatan manajemen (management approach) sebagai pilar praktik profesional yang pertama, diterapkan dalam bentuk fungsi manajemen yang terdiri dari; perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), dan pengendalian (controlling). Selanjutnya pilar compensatory reward sebagai pilar kedua terkait dengan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang meliputi rekrutmen, seleksi, orientasi, evaluasi/penilaian kinerja, pengembangan staf. Pilar ketiga yaitu profesional relationship meliputi rapat tim kesehatan, rapat tim keperawatan, konferensi kasus, visit dokter. Pilar keempat yaitu patient care delivery meliputi asuhan keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan berdasarkan survei masalah yang dilakukan.


(20)

Pengkajian mahasiswa PBLK dilakukan pada tanggal 11 – 14 Juni 2011 pada pukul 10.00 – 12.30 WIB di Ruang Cempaka RSJD Provsu Medan. Pengkajian dilakukan dengan menggunakan instrumen self evaluasi dan wawancara kepada kepala ruangan, ketua tim, dan perawat pelaksana didapatkan hasil sebagai berikut:

Rumah sakit jiwa Daerah Provsu merupakan rumah sakit tipe A yang melayani seluruh lapisan masyarakat. Ruang Cempaka memiliki visi, misi, motto, dan falsafah yang sama dengan visi, misi, motto dan falsafah pelayanan keperawatan sebagai berikut :

a. VISI : menjadikan pelayanan asuhan keperawatan jiwa optimal dan paripurna secara professional untuk kepuasan masyarakat.

b. MISI: melaksanakan pelayanan keperawatan jiwa yang paripurna dan professional secara terpadu untuk kesembuhan pasien.

c. MOTTO: A = Arif S = Sosial K = Komunikatif E = Efektif P = Professional


(21)

d. Falsafah dan Tujuan Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu, sebagai berikut:

1. Pelayanan keperawatan jiwa dilakukan secara professional didasari pada ilmu perilaku dan keperawatan.

2. Pelayanan keperawatan jiwa diberikan sepanjang siklus kehidupan manusia dengan respon psikososial tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan.

3. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk membantu dalam meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien.

4. Pelayanan keperawatan jiwa pada umumnya meliputi : perawatan fisik, mental dan sosial budaya yang pada prakteknya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

5. Praktek keperawatan dilaksanakan berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

6. Pendidikan keperawatan yang berkelanjutan harus dilaksanakan secara terus menerus untuk pengembangan staf dalam pelayanan keperawatan

7. Asuhan keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara mempunyai peran sentral dalam pengembangan misi keperawatan terhadap klien dengan masalah kejiwaan di Sumatera Utara


(22)

e. Ketenagaan

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada bulan Juni, ketenagaan di Ruang Cempaka RSJD Provsu antara lain: jumlah tenaga keperawatan ada 7 orang dengan latar belakang pendidikan 2 orang S1 Keperawatan, 1 orang S1 Kesehatan Masyarakat dan 4 orang D3 Keperawatan.

f. Indikator Mutu

Adapun perhitungan indikator mutu yang dilakukan di Ruang Cempaka RSJD Provsu yaitu pengukuran Bed Occupancy Rate (BOR) dan angka pasien lari. Namun berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan mahasiswa melalui kuesioner dan wawancara pada bulan Juni 2012 didapatkan sebagai berikut:

Tabel 1. Perhitungan Indikator Mutu Ruang Cempaka RSJD Provsu.

No. Aspek yang Dinilai Nilai (%)

1. BOR 96%

2. Angka Lari 0 %

3. Angka Skabies 8,3 %

4. Angka Pengekangan 0 %

5. Angka Cidera 0 %

g. Survei Masalah Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian mahasiswa melalui kuesioner dan wawancara, pada bulan Juni 2012 didapatkan ada 5 masalah keperawatan di Ruang Cempaka RSJD Provsu dengan perincian sebagai berikut:


(23)

Tabel 2. Survei Masalah Keperawatan Ruang Cempaka RSJD Provsu

No. Aspek yang Dinilai Jumlah (%)

1. Isolasi Sosial 7

2. Halusinasi Pendengaran 6

3. Harga diri Rendah 6

4. Prilaku Kekerasan 3

5. Waham 2

6. Kurang Perawatan Diri -

7. Risiko Bunuh Diri -

h. Evaluasi Kinerja Perawat (Self Evaluation)

Kinerja perawat di ruang MPKP dapat dinilai, salah satunya dengan menggunakan kuesioner self evaluation yang diberikan kepada kepala ruangan, ketua tim, dan perawat pelaksana. Adapun kriteria kelulusan perawat berdasarkan jumlah nilai yang dihasilkan perawat dari kuesioner tersebut. Jika nilai perawat ≥ 75 maka dinyatakan lulus, be rikut ini dipaparkan hasil dari kuesioner self evaluation:

Tabel 3. Self Evaluation Kinerja Ruang Cempaka RSJD Provsu.

Jabatan Nilai Keterangan

Kepala ruangan 89,67 Lulus

Ketua Tim 1 78,5 Lulus

Ketua Tim 2 95 Lulus

Perawat Pelaksana 1 80,83 Lulus

Perawat Pelaksana 2 81,67 Lulus

Perawat Pelaksana 3 85,83 Lulus


(24)

2. Analisa Situasi (SWOT) a. Kekuatan (Strenght)

1) Adanya visi, misi, dan motto bidang keperawatan di ruang Cempaka. 2) Adanya rencana tahunan kepala ruangan.

3) Adanya struktur organisasi yang jelas dengan metode penugasan tim. 4) Adanya daftar dinas perawat di ruangan.

5) Adanya uraian tugas yang jelas antara kepala ruangan, ketua tim, dan perawat pelaksana yang pelaksanaannya sudah optimal.

6) Adanya penilaian rencana harian perawat setiap tahun.

7) Adanya buku rawatan yang berisikan informasi tentang kondisi pasien.

8) Kepala ruangan mendelegasikan tugas kepada ketua tim jika berhalangan hadir.

9) Adanya data indikator mutu BOR.

10) Adanya pencatatan angka lari, scabies, pengekangan, cedera, serta pasien masuk dan pulang.

11) Perawat yang bekerja di ruangan melalui proses rekrutmen dan sesuai kriteria yang ditetapkan oleh RSJD Provsu.

12) Adanya program orientasi perawat.

13) Adanya jadwal penanggung jawab TAK dan TAK dilakukan seminggu sekali dengan kegiatan aktivitas sehari-hari.

14) Ketua tim sudah menyiapkan resume kasus untuk case conference. 15) Semua ketua tim dan perawat pelaksana mengikuti case conference.


(25)

b. Kelemahan (Weakness)

1) Case conference sudah direncanakan, tetapi pelaksanaannya belum berjalan secara optimal.

2) Belum optimal supervisi terhadap perawat pelaksana.

3) Kurang optimalnya perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien.

4) Operan lebih sering melalui buku rawatan tanpa ada tatap muka dengan pasien dan perawat saat pergantian shift.

5) Belum semua ketua tim mempunyai jadwal supervisi.

6) Belum adanya data tentang indikator mutu umum, khususnya TOI. 7) Belum optimalnya survei kepuasan pasien dan keluarga pasien. 8) Belum adanya pelatihan aspek khusus keperawatan.

9) Belum adanya pelatihan MPKP bagi perawat di ruangan Cempaka RSJD Provsu.

c. Kesempatan (Opportunity)

Adanya mahasiswa dari institusi-institusi kesehatan yang berdinas di RSJD Provsu Medan.

d. Ancaman (Threatened)

1) Adanya rumah sakit jiwa swasta memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik.

2) Adanya tuntutan masyarakat yang lebih untuk mendapatkan pelayanan yang profesional.


(26)

3. Rumusan Masalah

Gambaran hasil analisa situasi ruang cempaka di RSJD Provsu dideskripsikan sebagai berikut:

a. Pilar I (Management Approach) 1) Planning (Perencanaan)

Standar Asuhan Keperawatan (SAK) sudah tersedia di ruangan, namun masih direvisi sesuai asuhan keperawatan yang baru. Adanya rencana kerja harian di ruangan tetapi formatnya belum ada. Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan bahwa 50% ketua tim sering membuat rencana kerja harian dan 50% selalu membuat rencana kerja harian.

Tindak lanjut : Membuat format kerja harian perawat. 2) Organization (Pengorganisasian)

Perawat memiliki uraian tugas yang jelas dan jadwal dinas dibuat berdasarkan tim dengan proporsi jumlah perawat dinas pagi lebih besar dari dinas sore dan malam. Perawat dinas pagi ada 4 orang antara lain 1 kepala ruangan, 1 ketua tim, dan 2 perawat pelaksana, dinas sore 1 perawat pelaksana, dan dinas malam 1 perawat pelaksana, dan 1 perawat pelaksana libur. Belum tersedia daftar nama pasien dan perawat yang bertanggung jawab.

Tindak lanjut : Menganjurkan kepala ruangan dan ketua tim untuk membuat daftar nama pasien dan perawat yang bertanggung jawab.


(27)

3) Pengarahan

Belum optimalnya operan yang dilakukan antar shift. Operan biasanya melalui buku rawatan yang dioperkan perawat saat pergantian shift. Di buku rawatan berisikan informasi pasien dengan perhatian khusus. Berdasarkan hasil kuesioner 50% ketua tim mengatakan tidak pernah memimpin pre/post conference dan 50% sering memimpin pre/post conference.

Tindak lanjut : Mensosialisasikan dan melakukan role play pelaksanaan pergantian shift, menganjurkan kepala ruangan dan ketua tim untuk melaksanakan pre/post conference.

4) Pengawasan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan didapatkan dokumentasi penilaian indikator mutu BOR 96%. Sedangkan indikator TOI tidak dinilai. Belum optimalnya survei kepuasan pasien dan keluarga pasien. Tindak lanjut : Menganjurkan kepala ruangan untuk mengukur indikator

mutu selain BOR dan AvLOS juga TOI, serta membuat kuesioner kepuasan pasien dan keluarga pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.

b. Pilar II (Compensatory Reward)

Berdasarkan hasil kuesioner, didapatkan data bahwa perawat yang bekerja melalui proses rekrutmen berdasarkan kriteria yang tetapkan oleh RSJD Provsu. Hasil wawancara menunjukkan bahwa hanya ada pelatihan dasar keperawatan jiwa. Sedangkan, pelatihan-pelatihan lainnya yang dibutuhkan


(28)

dalam keperawatan jiwa belum ada termasuk pelatihan MPKP untuk perawat di ruang Cempaka RSJD Provsu.

Tindak lanjut : Menganjurkan kepada pihak rumah sakit untuk mengadakan pelatihan manajemen MPKP.

c. Pilar III (Professional Relationship)

Case conference sudah direncanakan, tetapi pelaksanaannya belum berjalan secara optimal.

Tindak lanjut : Sosialisasi tentang case conference dan menganjurkan kepada kepala ruangan untuk melakukan case conference.

d. Pilar IV (Patient Care Delivery)

Belum optimalnya kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) di ruang Cempaka dan belum optimalnya pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga pasien.

Tindak lanjut : Membuat format TAK, melaksanakan kegiatan TAK sesuai dengan kasus, dan menganjurkan perawat untuk menyusun jadwal perawat yang bertanggung jawab dalam kegiatan TAK, serta membuat leaflet sesuai dengan diagnosa pasien untuk keluarga di ruang Cempaka.

4. Rencana Penyelesaian Masalah a. Pilar I (Management Approach)

1) Sosialisasi penggunaan format kerja harian perawat. 2) Sosialisasi pelaksanaan pergantian shift.


(29)

3) Anjurkan kepala ruangan dan ketua tim untuk melaksanakan pre/post conference.

4) Anjurkan kepala ruangan dan ketua tim untuk membuat daftar nama pasien dan perawat yang bertanggung jawab

5) Anjurkan kepala ruangan untuk mengukur indikator mutu, khususnya TOI. 6) Buat kuesioner kepuasan pasien dan keluarga pasien terhadap pelayanan

keperawatan yang diberikan b. Pilar II (Compensatory Reward)

Anjurkan kepada pihak rumah sakit untuk mengadakan pelatihan manajemen MPKP.

c. Pilar III (Professional Relationship)

Sosialisasi tentang case conference dan menganjurkan kepada kepala ruangan untuk melakukan case conference.

d. Pilar IV

Buat format TAK, melaksanakan kegiatan TAK seminggu minimal sekali sesuai dengan kasus, dan menyusun jadwal perawat yang bertanggung jawab dalam kegiatan TAK serta membuat leaflet sesuai dengan diagnosa pasien untuk keluarga di ruang Cempaka.

5. Implementasi

Setelah disepakati prioritas masalah dan rencana penyelesaian masalah, mahasiswa PBLK melakukan implementasi kegiatan. Implementasi kegiatan dilakukan mulai tanggal 19-30 Juni 2012 di ruang Cempaka RSJD Provsu.


(30)

Adapun implementasi kegiatan yang dilakukan mahasiswa PBLK menggunakan pendekatan empat pilar managemen MPKP, sebagai berikut :

a. Pilar I

Dari segi pengelolan pelayanan keperawatan, mahasiswa telah membuat format rencana kerja harian, bulanan, yang dilakukan pada minggu kedua. Format rencana kerja yang telah dibuat mahasiswa dijilid dan diserahkan ke ruangan.

b. Pilar II

Pada pilar kedua, mahasiswa hanya dapat memberikan saran kepada kepala ruangan untuk mengusulkan diadakannya pelatihan managemen MPKP dan asuhan keperawatan jiwa bagi perawat di ruangan.

c. Pilar III

Pada pilar ketiga, mahasiswa PBLK melakukan sosialisasi case conference pada tanggal 29 Juni 2012 dengan mengangkat salah satu kasus kelolaan mahasiswa yaitu kasus halusinasi pendengaran di ruangan cempaka. Diharapkan setelah dilakukan sosialisasi case conference di ruang cempaka, kegiatan tersebut akan terus berlanjut dan terjadwal dengan baik. d. Pilar IV

Pada pilar keempat, mahasiswa PBLK melakukan asuhan keperawatan pada semua pasien yang ada di ruangan. Untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang strategi pertemuan yang telah diberikan sesuai dengan diagnosa keperawatan pasien. Mahasiswa PBLK melakukan TAK pada kelompok pasien dengan diagnosa yang sama yang merupakan diagnosa


(31)

terbanyak di ruangan. Adapun TAK yang dilakukan adalah TAK halusinasi sesi 1-5, TAK harga diri rendah sesi 1-2, TAK isolasi sosial sesi 1-7. Selain itu, mahasiswa juga memberikan leaflet tentang semua diagnosa keperawatan gangguan jiwa. Diharapkan leaflet tersebut mempermudah perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien.

6. Evaluasi

Waktu pelaksanaan PBLK di ruangan cempaka RSJD Provsu dilaksanakan selama empat minggu yaitu tanggal 11 Juni – 7 Juli 2012. Berdasarkan hasil kesepakatan dengan perawat ruang cempaka, maka terdapat empat kegiatan dari 3 pilar MPKP yaitu management approach, professional relationship, patient care delivery. Kegiatan lain yang dilakukan oleh mahasiswa PBLK secara individu adalah memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan kasus yang dikelola.

Berdasarkan hasil dari penyelesaian masalah yang dilakukan di ruang cempaka dengan mengguanakan pendekatan MPKP dapat dievaluasi sebagai berikut :

a. Pilar I

Selama proses implementasi, dapat dianalisa bahwa belum maksimalnya pembuatan rencana kerja harian. Sehingga perlu ditetapkan pembuatan rencana kerja harian sebagai penilaian kinerja perawat. Selain itu, perlunya penyegaran ulang tentang cara pembuatan rencana harian yang efektif,


(32)

yang mengacu pada tindakan keperawatan berdasarkan masalah keperawatan tiap pasien.

b. Pilar II

Hasil observasi menunjukkan bahwa penilaian kinerja dan pengembangan staf belum optimal dilakukan secara terjadwal oleh kepala ruangan terhadap ketua tim dan supervisi ketua tim terhadap perawat pelaksana. Selain itu, belum terlaksananya dengan optimal daftar perawat yang bertanggung jawab atas tiap pasien.

c. Pilar III

Hasil observasi menunjukkan bahwa case conference belum berjalan dengan optimal padahal kegiatan ini merupakan sarana yang tepat untuk membagi pengetahuan. Oleh sebab itu, mahasiswa PBLK melakukan sosialisasi case conference pada perawat di ruangan cempaka dan menyarankan untuk dapat melakukannya secara rutin dan terjadwal. Sehingga kepala ruangan dapat membimbing ketua tim yang belum melakukan case conference, sedangkan ketua tim dapat membimbing perawat pelaksananya untuk membaca kasus yang sedang dibahas. Dengan demikian, semua perawat menjadi percaya diri dalam melakukan case conference.


(33)

d. Pilar IV

Pemberian asuhan keperawatan di ruang cempaka diharapkan berfokus pada tindakan keperawatan tanpa mengabaikan tindakan kolaborasi. Metode penugasan yang digunakan adalah metode tim, tetapi masih sebagian menggunakan metode fungsional. Hal ini menyebabkan perawat berinteraksi dengan klien jika hanya ada tindakan tertentu yang ingin dilakukan misalnya menyuntik dan memberikan obat. Strategi pertemuan dan terapi aktivitas kelompok belum terlaksana secara optimal. Hal tersebut terjadi karena struktur kegiatan perawat di ruangan belum berjalan dengan baik. Semua tindakan keperawatan sama untuk semua pasien, khususnya strategi pertemuan bagi pasien. Selain itu, untuk mengoptimalkan asuhan keperawatn, mahasiswa dan perawat ruang cempaka membuat TAK khususnya bagi tiga diagnosa terbesar yaitu isolasi sosial, HDR dan halusinasi. Berdasarkan observasi dan wawancara, pasien tampak lebih bersemangat dan memahami masalah kesehatan jiwa yang sedang dihadapinya dan berusaha untuk mengatasinya.

7. Uraian Tugas Perawat di Ruang Cempaka RSJD Provsu a. Uraian tugas kepala ruangan

1) Mengatur pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pasien.


(34)

3) Mengatur penggunaan dan pemeliharaan logistik keperawatan agar selalu siap pakai.

4) Memberi pengarahan dan motivasi kepada ketua tim/group agar melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, etis, dan profesional. 5) Melaksanakan program orientasi pada :

• Tenaga baru

• Siswa/mahasiswa peserta didik • Pasien baru

6) Mendampingi dokter/supervisor selama kunjungan visite.

7) Mengelompokkan pasien, mengatur penempatannya di ruangan menurut tingkat kegawatan untuk mempermudah asuhan keperawatan.

8) Menciptakan, memelihara suasana kerja yang baik antara petugas, pasien/keluarga sehingga memberi ketenangan.

9) Mengadakan pertemuan berkala tenaga keperawatan minimal dua kali perhari untuk membicarakan pelaksanaan kegiatan di ruangan.

10)Memeriksa dan meneliti :

• Pengisian daftar permintaan makanan • Pengisian sensus harian

• Pengisian buku register • Pengisian rekam medis

11)Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan 5 (lima) tahapan:


(35)

• Prognosa keperawatan • Perencanaan keperawatan • Pelaksanaan keperawatan • Evaluasi keperawatan

12)Pertemuan secara rutin dengan pelaksana keperawatan. 13)Membuat laporan pelaksanaan kegiatan di ruangan. b. Uraian tugas ketua tim

1) Bersama anggota tim/group melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar.

2) Bersama anggota tim/group mengadakan serah terima tugas dengan tim/group lain (group petugas ganti) mengenai :

• Kondisi pasien • Logistik keperawatan • Administrasi rekam medis • Layanan pemeriksaan penunjang • Kolaborasi program pengobatan

3) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh group sebelumnya.

4) Merundingkan pembagian tugas dengan anggota groupnya. 5) Menyediakan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter.

6) Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program pengobatan dokter.


(36)

8) Melakukan orientasi terhadap pasien/keluarga baru mengenai : • Tata tertib ruangan/rumah sakit

• Perawat yang bertugas

9) Menyiapkan pasien pulang dan memberi penyuluhan kesehatan. 10)Memelihara kebersihan ruangan dengan :

• Mengatur tugas cleaning service

• Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua petugas, peserta didik, dan pengunjung ruangan

11)Membantu kepala ruangan membimbing peserta didik keperawatan.

12)Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan keperawatan serta tenaga keperawatan.

13)Menulis laporan tim mengenai kondisi pasien dan lingkungannya. c. Uraian tugas perawat pelaksana

1) Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar.

2) Mengadakan serah terima tugas dengan tim/group lain (group petugas pengganti) mengenai :

• Kondisi pasien • Logistik keperawatan • Administrasi rekam medis

• Pelayanan pemeriksaan penunjang • Kolaborasi program pengobatan

3) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh group sebelumnya.


(37)

4) Merundingkan pembagian tugas dengan anggota groupnya. 5) Menyediakan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter.

6) Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program pengobatan dokter.

7) Membantu melaksanakan rujukan.

8) Melakukan orientasi terhadap pasien/keluarga baru mengenai : • Tata tertib ruangan/rumah sakit

• Perawat yang bertugas

9) Menyiapkan pasien pulang dan memberikan penyuluhan kesehata. 10)Memelihara kebersihan ruangan dengan :

• Mengatur tugas cleaning service

• Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua petugas, peserta didik, dan pengunjung ruangan

11)Membantu kepala ruangan membimbing peserta didik keperawatan.

12)Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan keperawatan serta tenaga keperawatan.

13)Menulis laporan tim mengenai kondisi pasien dan lingkungannya. 14)Memberikan penyuluhan kesehatan pada pasien/keluarga.

15)Menjelaskan tata tertib rumah sakit, hak dan kewajiban pasien. C. Pembahasan

Adapun hasil dari penyelesaian masalah yang dilakukan di ruang cempaka dengan menggunakan pendekatan MPKP dapat dibahas sebagai berikut : a. Pilar I (management approach)


(38)

Pada pilar I MPKP mahasiswa membuat rencana harian yang dilakukan sebagai suatu penilaian kinerja perawat di ruang cempaka, selain itu dilakukan penyegaran tentang cara pembuatan rencana harian yang efektif, yang mengacu pada tindakan keperawatan berdasarkan masalah keperawatan tiap pasien. Hal ini sesuai dengan fungsi manajemen perencanaan. Rencana harian adalah kegiatan yang akan dilakukan oleh kepala ruangan, ketua tim, dan perawat pelaksana sesuai dengan perannya masing-masing, yang dibuat untuk setiap shift (keliat & Akemat, 2009). b. Pilar III (professional relationship)

Mahasiswa PBLK melakukan sosialisasi case conference yang dikelola dan tindak lanjut dari kegiatan ini dapat dijadwalkan secara rutin. Mahasiswa PBLK juga melakukan case conference bersama perawat di ruangan cempaka yaitu salah satu kasus kelolaan mahasiswa PBLK. Menurut Keliat & Akemat (2009), konferensi kasus adalah diskusi kelomok tentang kasus asuhan keperawatan pasien atau keluarga yang dilakukan dua kali dalam sebulan, meliputi kasus pasien terbaru, pasien yang tidak ada perkembangan, pasien pulang, pasien yang meninggal, dan pasien dengan masalah yang jarang ditemukan.

c. Pilar IV (patient care delivery)

Pada pilar IV, mahasiswa PBLK melakukan asuhan keperawatan pada pasien kelolaan. Asuhan keperawatan adalah suatu pendekatan penyelesaian masalah yang sistematis dimulai dari pengkajian, diagnosa,


(39)

rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi keperawatan (Craven & Hirnle, 2000 dalam Keliat & Akemat, 2009).

Mahasiswa juga melakukan TAK berdasarkan tiga diagnosa terbanyak yang ada di ruang cempaka. TAK adalah salah satu tindakan keperawatan untuk pasien gangguan jiwa. Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan. Adapun tujuan TAK adalah untuk mengembangkan stimulasi kognitif, sensoris, orientasi realitas dan sosialisasi. Selain itu, mahasiswa juga membuat leaflet sebagai bahan untuk mempermudah pemberian pendidikan kesehatan kepada keluarga. Pendidikan kesehatan kepada individu keluarga adalah pendidikan kesehatan yang diberikan kepada keluarga seorang pasien. Pendidikan kesehatan keluarga jenis ini merupakan bagian dari asuhan keperawatan pasien (anggota keluarga yang sedang dirawat). Materinya adalah cara mengatasi masalah-masalah keperawatan yang dialami oleh pasien yang bisa dilakukan oleh keluarga baik di rumah sakit maupun di rumah.

Pendidikan kesehatan kelompok keluarga adalah pendidikan kesehatan yang diberikan kepada sekelompok keluarga pasien yang dirawat di rumah sakit. Tujuannya kegiatan ini adalah memberdayakan keluarga sebagai self help lainnya tentang pengalamannya merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Kegiatan ini difasilitasi oleh perawat sebagai nara sumber dan fasilitator sehingga keluarga-keluarga dapat saling


(40)

menguatkan dan belajar cara merawat anggotanya yang mengalami gangguan jiwa.


(41)

BAB III

PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN A. Landasan Teori

1. Isolasi Sosial a. Definisi

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

Berikut beberapa pengertian isolasi sosial yang dikutip dari Pasaribu (2008). Menurut Townsend, isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Kelainan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam suatu kuantitas yang tidak cukup atau berlebih atau kualitas interaksi sosial tidak efektif. Menurut Depkes RI penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap. Menurut Carpenito, Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Menurut Rawlins & Heacock, isolasi sosial atau menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan


(42)

Menurut Dalami, dkk. (2009), isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan.

b. Etiologi

Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart & Sundeen (1998), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:

1) Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah: a) Faktor Perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.


(43)

Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari:

a. Masa Bayi

Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.

b. Masa Kanak-Kanak

Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.


(44)

Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.

d. Masa Dewasa Muda

Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).

e. Masa Dewasa Tengah

Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.


(45)

f. Masa Dewasa Akhir

Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.

b) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.

1) Sikap bermusuhan/hostilitas

2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak

3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.

4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.

5) Ekspresi emosi yang tinggi

6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)


(46)

c) Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

d) Faktor Biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.

Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2) Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi:

a) Stresor Sosial Budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.


(47)

b) Stresor Biokimia

1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.

4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.

c) Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial

Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.

d) Stresor Psikologis

Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi


(48)

masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.

Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.

Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalahsebagai berikut:

a. Tingkah laku curiga: proyeksi b. Dependency: reaksi formasi

c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi

f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.


(49)

c. Tanda dan Gejala

Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:

a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan f. Pasien merasa tidak berguna

g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

2. Ketidakmampuan Bersosialisasi

Menurut World Health Organization (WHO, 1989) ketidakmampuan bersosialisasi (social disability) adalah ketidakmampuan individu dalam melakukan hubungan sosial secara sehat dengan orang-orang di sekitarnya. Karena ketidakmampuan mereka untuk bersosialisasi, beberapa individu memiliki masalah untuk menjalani hidup bersama dengan individu normal. Mereka sulit untuk melakukan semua aktivitas seperti yang dilakukan oleh individu normal yang ada di sekitarnya (Purba, 2009)

Menurut Kuntjoro (1998 dikutip dari Purba, 2009) menjelaskan bahwa kemunduran sosial atau ketidakmampuan bersosialisasi adalah ketidakmampuan individu untuk bersikap dan bertingkah laku yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Individu yang dalam kehidupannya menuruti kemauan sendiri tanpa


(50)

mengidentifikasikan norma sosial dan mengganggu lingkungan dianggap tidak terampil secara sosial atau disebut mengalami ketidakmampuan bersosialisasi atau kemunduran sosial. Individu hidup dalam dunianya sendiri (autistik) yang tidak dapat dimengerti dan tidak dapat diterima oleh orang lain. Hal ini berarti pula individu tidak mengindahkan tuntutan lingkungan sosialnya atau tidak mampu menyesuaikan diri yang selanjutnya oleh WHO disebut sebagai cacat psikososial (psychosocial disability).

Pengertian yang lebih rinci mengenai ketidakmampuan bersosialisasi diungkapkan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa, yaitu suatu keadaan di mana individu bertingkah laku yang tidak lazim, kacau atau secara sosial tidak dapat diterima atau tidak pantas muncul. Tingkah laku yang tidak lazim adalah tingkah laku yang diperlihatkan oleh pasien yang sifatnya tidak biasa, aneh dan kadang-kadang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Namun perlu diperhatikan pula bahwa gaya hidup individu berbeda dari gaya hidup orang lain, terutama jika ia berasal dari suku atau masyarakat kebudayaan tertentu (Purba, 2009).

Menurut Purba (2009) di Indonesia istilah cacat mempunyai arti dari ketiga keadaan berikut: impairment, disabilities dan handicap, karena sangat luasnya pengertian istilah-istilah tersebut, maka Forum Asean merekomendasikan penggunaan definisi-definisi yang ditetapkan oleh WHO tahun 1989 dengan maksud untuk memudahkan kepentingan komunikasi. Istilah-istilah tersebut didefinisikan sebagai berikut:


(51)

Impairment adalah hilangnya atau adanya kelainan (abnormalitas) dari pada struktur atau fungsi yang bersifat psikologik, fisiologik atau anatomik. Cacat dapat bersifat sementara (temporer) ataupun menetap (permanen). Termasuk di sini apa saja yang biasa disebut dengan anomali defect yang terjadi pada anggota gerak, organ, jaringan atau struktur tubuh, termasuk sistem fungsi mental. Kondisi cacat merupakan eksteriorasi keadaan patologik yang prinsipnya mencerminkan gangguan kesehatan yang terjadi pada tingkat organ.

b. Disabilities (disability)

Disability merupakan keterbatasan atau kurangnya kemampuan (akibat dari adanya cacat) untuk melakukan kegiatan dalam batas-batas dan cara yang dianggap normal bagi manusia. Kondisi ini dapat bersifat sementara, menetap dan membaik atau memburuk. Dapat timbul sebagai akibat langsung adanya cacat atau secara tak langsung sebagai reaksi individu, khususnya secara psikologik pada cacat fisik dan sensorik.

c. Handicap

Handicap adalah kemunduran pada seseorang akibat adanya cacat atau disabilitas yang membatasi atau mencegahnya untuk dapat berperan normal bagi individu (sesuai umur, sex dan faktor sosial budaya). Kondisi ini ditandai dengan adanya ketidaksesuaian antara prestasi seseorang atau statusnya dengan harapannya atau kelompoknya. Handicap merupakan sosialisasi dari pada cacat atau disabilitas dan mencerminkan konsekuensi


(52)

bagi individu dalam budaya, sosial, ekonomi dan lingkungannya yang berpangkal pada adanya cacat dan disabilitas.

a. Gambaran Umum Individu yang Mengalami Ketidakmampuan Bersosialisasi

Individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi digambarkan oleh WHO pada tahun 1989, bahwa angka rata-rata kematian diantara individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi lebih banyak dibanding individu yang normal. Seringkali kekurangan perhatian dalam sosialisasi tentang faktor lingkungan dapat menyebabkan dan menggandakan ketidakmampuan bersosialisasi. Individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi tidak memiliki kunci masuk kedalam kelompok masyarakat dan kesempatan untuk bersama-sama dengan masyarakat lain, seperti lembaga kesehatan, sekolah dan institusi pendidikan, program pelatihan keahlian, program pelatihan kerja dan pekerjaan (Purba, 2009).

Di beberapa negara, wanita dewasa yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi dapat ditolak suami dan diasingkan oleh anak-anaknya, bahkan individu dewasa yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi hanya mempunyai pendidikan yang rendah dibandingkan individu dewasa yang normal. Pemisahan secara sosial terhadap individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi semakin memperburuk keadaannya. Di kebanyakan lingkungan masyarakat individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi dipisahkan dari individu yang normal karena kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat. Sikap negatif dan perilaku yang mendiskriminasikan individu yang


(53)

mengalami ketidakmampuan bersosialisasi dianggap sebagai suatu keharusan (Purba, 2009).

b. Ciri Individu yang Mengalami Ketidakmampuan Bersosialisasi

WHO tahun 1989 menetapkan bahwa individu mengalami ketidakmampuan bersosialisasi jika ia tidak dapat melakukan aktivitas yang biasanya dapat dilakukan oleh individu normal berupa: tidak dapat makan dan minum sendiri, tidak bisa menjaga kebersihan diri, tidak mampu memakai pakaian sendiri, tidak mengerti instruksi yang mudah/simpel, tidak mampu atau merasa sulit dalam mengekspresikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya, tidak mengerti gerakan dan tanda-tanda untuk komunikasi, tidak mampu menggunakan gerakan-gerakan dan tanda-tanda untuk komunikasi yang dimengerti oleh individu lain, tidak dapat berkomunikasi dengan berbicara dan menggunakan bahasa dengan individu lain di sekelilingnya, tidak ikut bergabung dalam aktivitas keluarga, tidak turut melakukan aktivitas dalam masyarakat, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai penghasilan yang memadai untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dalam rumah tangga (Purba, 2009).


(54)

c. Aspek-Aspek Ketidakmampuan Bersosialisasi

Menurut Kuntjoro (1989 dikutip dari Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1) Activity Daily Living (ADL)

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi:

a) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.

b) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK. c) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan

mandi dan sesudah mandi.

d) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti pakaian.

e) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah makan dan minum.

f) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.

g) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok


(55)

sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.

h) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul pada gangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya. 2) Tingkah laku sosial

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:

a) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.

b) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.

c) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.

d) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).


(56)

e) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.

f) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain. g) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat

mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.

3) Tingkah laku okupasional

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kegiatan seseorang untuk melakukan pekerjaan, hobby dan rekreasi sebagai salah satu kebutuhan kehidupannya yang meliputi:

a) Tertarik pada kegiatan/pekerjaan, yaitu timbulnya rasa tertarik untuk berbuat sesuatu, baik berupa pekerjaan, hobi dan rekreasi, seperti menyapu, membantu orang lain, bermain, menonton dan sebagainya.

b) Bersedia melakukan kegiatan/pekerjaan, yaitu bentuk kegiatan yang dilakukan pasien untuk bekerja, berekreasi, melaksanakan hobi atau melakukan kegiatan positif lainnya, seperti sembahyang dan membaca. c) Aktif/rajin melakukan kegiatan atau pekerjaan, yaitu tingkah laku pasien

yang bersedia melakukan kegiatan dengan menunjukkan keaktifan/kerajinannya.

d) Produktif dalam melakukan kegiatan, yaitu adanya hasil perbuatan yang dapat diamati/observasi, baik kualitas maupun kuantitasnya.


(57)

e) Terampil dalam melakukan kegiatan/pekerjaan, yaitu sejauhmana pasien memiliki kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam melakukan tindakannya (wajar, tidak kaku, enak dilihat orang sehingga tidak menimbulkan rasa khawatir bagi petugas/orang lain).

f) Menghargai hasil pekerjaan dan milik pribadi, yaitu tingkah laku pasien untuk menghargai (punya tenggang rasa) terhadap hasil pekerjaannya sendiri dan hasil pekerjaan orang lain.

g) Bersedia menerima perintah, larangan dan kritik, yaitu sikap dan perbuatan pasien terhadap perintah, larangan maupun kritik dari orang lain. Sikap dan perbuatan tersebut berupa reaksi pasien bila diperintah/disuruh, dilarang/dikritik, reaksi tersebut dapat lambat, cepat, menolak, tak mengindahkan dan sebagainya.

d) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Ketidakmampuan Bersosialisasi pada Pasien Skizofrenia

Birchwood (1987 dikutip dari Purba, 2009) membuktikan bahwa munculnya gejala-gejala kekambuhan dan ketidakmampuan adaptasi sosial pada penderita skizofrenia adalah berhubungan dengan cara dan efektivitas keluarga dalam mengatasi permasalahan, hilangnya kohesi dalam keluarga, cara mengambil keputusan yang tidak konsisten dan beban keluarga yang dirasa berlebihan. Liberman (1989) menambahkan bahwa yang mengakibatkan makin buruknya ketidakmampuan bersosialisasi diantara penderita skizofrenia adalah jumlah dan bentuk stressor dalam kehidupan, ketidakmampuan menyelesaikan masalah dan dukungan sosial yang kurang.


(58)

Penelitian Klerman pada tahun 1971 menggambarkan bahwa timbulnya social functioning impairment diakibatkan oleh tingkah laku simptomatik yang dialami oleh penderita skozofrenia tersebut. Weissman dan Bothwell pada tahun 1976 melanjutkan penelitian tersebut dan menambahkan bahwa semakin buruk simptomatik psikiatriknya akan semakin buruk juga social functioning (Purba, 2009).

Direktorat Kesehatan Jiwa (1997 dikutip dari Purba, 2009) menyatakan bahwa kadang-kadang pasien skizofrenia tidak dapat diterima dengan baik oleh lingkungan keluarga dan masyarakat yang dapat menimbulkan dan memperparah ketidakmampuan bersosialisasi yang diderita oleh penderita skizofrenia. Hal ini disebabkan oleh bermacam faktor, diantaranya adalah:

a. Sebagian masyarakat percaya kecacatan akibat hukuman Tuhan, pengaruh makhluk halus dan akibat berhubungan dengan penderita skizofrenia, karenanya keluarga dan masyarakat menempatkan penderita di rumah. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita mempunyai perasaan bahwa kedudukannya dalam keluarga kurang penting dibandingkan lainnya.

b. Akibat gangguan yang dideritanya beberapa penderita skizofrenia terlihat berbeda dalam penampilan, cara berbicara dan tingkah lakunya, sehingga keluarga dan masyarakat sering mempunyai pendapat bahwa penderita skizofrenia berbeda dengan mereka.

c. Anak-anak atau orang dewasa terkadang tidak memperhatikan apa yang dikatakan penderita atau menertawakan kesulitan penderita. Mereka memandang penderita kurang penting dibandingkan masyarakat lain.


(59)

d. Keluarga dan masyarakat yang menetawarkan penderita skozofrenia karena mereka tidak mengerti penderita skizofrenia dan tidak mengetahui mengenai kecacatan dan penyebabnya.

3. Terapi

a. Terapi Psikofarmaka 1) Clorpromazine

Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).


(60)

2) Haloperidol (HLP)

Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).

3) Trihexyphenidil ( THP )

Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).

b. Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien


(61)

memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)

c. Terapi Kelompok 1) Definisi

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Keliat, 2005). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008 dikutip dari Keliat, 2005). Terapi aktivitas kelompok adalah terapi yang ditujukan kepada kelompok klien dalam melakukan kegiatan untuk menyelesaikan masalah dan mengubah perilaku maladaptif/destruktif menjadi adaptif/ konstruksi (Keliat, 2005).

2) Tujuan dan Fungsi Kelompok

Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah (Keliat, 2005).

3) Besar Kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut


(62)

Stuart & Laraia adalah 7-10 orang, menurut Lancester adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan menurut Beck adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi (Keliat, 2005). 4) Lamanya Sesi

Menurut Stuart & Laraia waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali / dua kali per minggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan (Keliat, 2005).

5) Jenis-Jenis Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi aktivitas kelompok dibagi empat jenis, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensoris, terapi aktivitas kelompok orientasi realitas, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2005).

6) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi

Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi ( TAKS ) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial (Keliat, 2005).


(63)

7) Tujuan TAK Sosialisasi

Menurut Keliat (2005), tujuan umum TAK sosialisasi yaitu klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Sementara, tujuan khususnya adalah:

a. Klien mampu memperkenalkan diri

b. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok c. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan

e. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain

f. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok

g. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan

8) Aktivitas dan Indikasi

Aktivitas TAK sosialisasi dilakukan sebanyak tujuh sesi yang melatih kemampuan sosialisasi klien (terlampir). Klien yang mempunyai indikasi TAK sosialisasi adalah klien dengan gangguan hubungan sosial berikut:

a. Klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal.

b. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons sesuai dengan stimulus.


(64)

9) Sesi-Sesi Dalam Pelaksanaan TAK Sosialisasi

Sesi pertama bertujuan agar klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. Sesi kedua bertujuan agar klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok. Sesi ketiga bertujuan agar klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok. Sesi keempat bertujuan agar klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok. Sesi kelima bertujuan agar klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain. Sesi keenam bertujuan agar klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok. Sesi ketujuh bertujuan agar klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan.

B. Tinjauan Kasus 1. Pengkajian

Dokumentasi Asuhan Keperawatan Ruang Rawat : Cempaka Tanggal dirawat : 19 Juni 2011 a) IDENTITAS PASIEN

Inisial : Ny. S

Tanggal pengkajian : 19 Juni 2012

Umur : 38 tahun

RM : 02 64 59

b) ALASAN MASUK


(65)

c) FAKTOR PREDISPOSISI

Klien sebelumnya pernah dirawat di RSJD Provsu Medan kira – kira 6 tahun yang lalu namun pengobatan kurang berhasil karena klien tidak meminum obat secara rutin dan tidak pernah kontrol ulang setelah keluar dari rumah sakit jiwa sehingga klien kembali dibawa ke RSJD Provsu Medan pada tanggal 19 Juni 2011. Klien belum menikah dan tinggal bersama orang tuanya.

Masalah keperawatan: Regimen terapeutik tidak efektif.

Genogram

Keterangan:

: Laki-laki : Pasien kelolaan

: Perempuan : Tinggal serumah


(66)

Jelaskan: Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara, tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, dan sehari-hari pasien dekat dengan ibunya. Pasien tinggal bersama keluarganya. Dirumah pasien adalah seorang yang pendiam dan pembersih.

Masalah Keperawatan: Kurang efektifnya koping keluarga: ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

d) FISIK

1. Tanda Vital : TD: 110/70 mmHg N: 80x/i S: 36,80C RR: 20x/i 2. Ukur : TB: 160 cm BB: 50 kg

3. Keluhan Fisik : Ya Tidak Jelaskan: Kondisi fisik pasien dalam keadaan normal Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah e) PSIKOSOSIAL

d) Konsep Diri

a. Gambaran Diri : Pasien malu dengan dirinya karena merasa dirinya jelek.

b. Identitas : Pasien merupakan seorang anak terakhir dari 3 bersaudara.

c. Peran : Pasien merupakan seorang anak

d. Ideal diri : Pasien berharap agar ia cepat sembuh dan dapat segera pulang

e. Harga diri : Pasien malu dengan dirinya sendiri √


(67)

Masalah Keperawatan: Harga diri rendah e) Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti:

Pasien mengatakan bahwa orang yang paling dekat dengannya adalah keluarganya terutama ibunya.

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat

Pasien mengatakan tidak ada mengikuti kegiatan perkumpulan kelompok.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Pasien takut untuk berinteraksi dengan orang lain karena pasien . Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

f) Spiritual

a. Nilai dan keyakinan

Pasien menganut agama Kristen dan yakin dengan banyak berdoa akan cepat sembuh.

b. Kegiatan Ibadah

Pasien ikut serta dalam kegiatan kebaktian di Rumah Sakit Jiwa yang dilaksanakan setiap hari rabu.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

f) Status Mental 1. Penampilan


(68)

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah 2. Pembicaraan

Pasien berbicara lambat dan pelan serta mampu menjawab semua pertanyaan yang diberikan oleh perawat, pandangan tidak terarah dan menunduk.

Masalah Keperawatan: Harga diri rendah 3. Aktivitas Motorik

Pasien tampak lemah dan tidak bersemangat. Ketika berjalan sangat lambat, tetapi pasien sudah mau sedikit bekerja seperti mencuci pakaian. Masalah Keperawatan: Harga diri rendah

4. Alam Perasaan

Pasien tampak sedih dan selalu menyendiri di sekitar tempat tidurnya. Masalah Keperawatan: Isolasi sosial

5. Afek

Pasien berbicara dengan normal dan kadang-kadang memiliki ekpresi ketika berinteraksi dengan perawat.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah 6. Interaksi selama wawancara

Selama wawancara dengan perawat, pasien tampak tidak bersemangat dan kontak mata tidak terarah.

Masalah Keperawatan: Isolasi sosial 7. Persepsi


(69)

Pasien mengatakan tidak pernah mendengar bisikan-bisikan ataupun bayangan yang menghantuinya.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah 8. Proses Pikir

Pasien mampu menjawab pertanyaan yang diajukan dengan baik Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

9. Isi Pikir dan Waham

Pasien mengatakan bahwa ia mengalami gegar otak sehingga pasien menjadi lemah dan sakit dan merasa sering lemas.

Masalah Keperawatan : Waham somatik 10. Tingkat Kesadaran

Jelaskan: Pasien sadar penuh dan tidak mengalami disorientasi Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

11. Memori

Pasien tidak mengalami gangguan memori dan mampu mengingat semua tentang dirinya.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah 12. Tingkat konsentrasi dan Berhitung

Pasien mampu berkonsentrasi dan menjawab pertanyaan. Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

13. Daya Tilik Diri

Pasien menyadari dan menerima penyakit yang sekarang dialaminya dan pasien ingin cepat sembuh


(70)

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

g) KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG a. Perawatan Diri

Pasien mampu melakukan mandi, BAB/BAK, makan, berpakaian, dan berdandan sendiri.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah b. Nutrisi

Pasien merasa puas dengan makanan yang ada di Rumah Sakit dan pasien mendapatkan makanan 3 kali sehari dan makanan tambahan seperti roti dan kue diberikan setiap 2 hari sekali.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah c. Tidur

Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan tidur dan istirahat. Pasien tidur pukul 21.00 dan bangun pukul 06.00 saat malam pasien tidur dengan tenang. Pasien mempunyai kebiasaan tidur siang.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah d. Mekanisme Koping

Pasien hanya menyendiri di bawah tempat tidur sambil membaca alkitab Masalah Keperawatan: Isolasi sosial

h) Aspek Medis

Diagnosa Medis : Skizoprenia paranoid Terapi Medik : HLP 5 mg 2 x 1


(71)

THP 2mg 2 x 1

Chlorpromazine 100mg 1 x 1 i) Daftar Masalah Keperawatan

• Harga diri rendah

• Kurang efektifnya koping individu • Isolasi sosial

• Waham somatik

• Regimen penatalaksanaan terapi tidak efektif j) Daftar Diagnosa Keperawatan

• Harga Diri rendah • Isolasi Sosial • Waham Somatik


(1)

Lampiran 14

RENCANA KERJA HARIAN KEPALA RUANGAN

TANGGAL :

NAMA : RUANGAN :

JUMLAH PERAWAT : JUMLAH PASIEN :

WAKTU KEGIATAN KETERANGAN

07.00 OPERAN

Preconference (Jika Jumlah Tim Lebih Dari 1 ), Memeriksa SDM Dan Saran Prasarana

08.00 Memeriksa kebutuhan pasien (pemeriksaan, kondisi)

09.00 Melakukan interaksi dengan pasien baru atau pasien melakukan perhatian khusus

10.00 Melakukan supervisi pada ketua tim/ perawat pelaksana Perawat 1 : ...(nama) (tindakan) Perawat 2 : ...(nama) (tindakan) Perawat 3 : ...(nama) (tindakan)

11.00 Hubungan dengan bagian lain yang terkait rapat-rapat restruktur/incidental

12.00 Memeriksa ulang keadaan pasien, perawat, lingkungan yang masih belum teratasi

Istirahat

13.00 Mempersiapkan dan merencanakan kegiatan asuhan keperawatan untuk sore, malam, dan esok hari sesuai tingkat ketergantungan pasien

Mengobservsi postconference 14.00 Operan


(2)

Lampiran 14

RENCANA KERJA HARIAN KETUA TIM

TANGGAL :

NAMA : RUANGAN :

NAMA PASIEN :

1. 4.

2. 5.

3. __________________ 6.

WAKTU KEGIATAN KETERANGAN

07.00 Operan

Preconference Preconference (Jika Jumlah Tim Lebih Dari 1 ), Membimbing makan dan memberi obat pasien

08.00 Perawat 1 : ...(tindakan) Perawat 2 : ...(tindakan) Perawat 3 : ... (tindakan) 09.00 Melakukan supervisi pada ketua tim/ perawat pelaksana

Perawat 1 : ...(nama) (tindakan) Perawat 2 : ...(nama) (tindakan) Perawat 3 : ...(nama) (tindakan) 10.00 Memimpin terapi aktivitas kelompok (TAK)

11.00 Perawat 1 : ...(nama) (tindakan) Perawat 2 : ...(nama) (tindakan) Perawat 3 : ...(nama) (tindakan) 12.00 Membimbing makan dan memberi obat pasien

Istirahat

13.00 Postconference dan menulis dokumentasi Memeriksa kelengkapan dokumentasi askep Alokasi pasien sesuai dengan perawat yang dinas 14.00 Operan


(3)

Lampiran 14

RENCANA KERJA HARIAN PERAWAT PELAKSANA

TANGGAL :

NAMA : RUANGAN :

NAMA PASIEN :

1. 4.

2. 5.

3. __________________ 6.

WAKTU KEGIATAN KET

07.00 14.00 21.00 Operan

Preconference (jika jumlah anggota tim lebih dari 1 orang)

Membimbing makan dan memberi obat pada pasien (dinas pagi)

08.00 15.00 22.00 Pasien 1 : ...(tindakan) Pasien 2 : ...(tindakan) Pasien 3 : ... (tindakan) 09.00 16.00 23.00 Pasien 4 : ...(tindakan) Pasien 5 : ...(tindakan) Pasien 6 : ... (tindakan) 10.00 17.00 24.00 Pasien 1 : ...(tindakan) Pasien 2 : ...(tindakan) Pasien 3 : ... (tindakan) 11.00 18.00 05.00 Pasien 4 : ...(tindakan) Pasien 5 : ...(tindakan) Pasien 6 : ... (tindakan) 12.00 19.00 Membimbing makan dan memberi obat pada pasien

Istirahat

13.00 20.00 06.00 Postconference (jika jumlah anggota tim lebih dari 1 orang) dan dokumentasi askep


(4)

Lampiran 16

DOKUMENTASI

Sosialisasi Pengkajian

Sosialisasi Case Conference dan Operan Shift


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien dengan Halusinasi Pendengaran di Ruang Sipiso-Piso Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

9 98 138

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

1 79 189

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M DENGAN ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI DI RUANG SUMBODRO Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri Di Ruang Sumbodro Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

0 1 16

PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri Di Ruang Sumbodro Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

0 1 5

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M DENGAN ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI DI RUANG SUMBODRO Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri Di Ruang Sumbodro Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

0 0 12

PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri Di Ruang Maespati Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

0 2 5

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 83

BAB II PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN A. Konsep Dasar - Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 24

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien dengan Halusinasi Pendengaran di Ruang Sipiso-Piso Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

0 0 60

BAB II PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN A. Konsep Dasar - Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien dengan Halusinasi Pendengaran di Ruang Sipiso-Piso Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

0 0 20