Isolasi dan Identifikasi Senyawa Sapogenin Dari Teripang Holothuria sp.

(1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPOGENIN DARI TERIPANG Holothuria sp.

SKRIPSI

Oleh:

ENNI PURWANTI 040804061

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

2008

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPOGENIN DARI

TERIPANG Holothuria sp.

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

DIAJUKAN OLEH : ENNI PURWANTI

040804061

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPOGENIN DARI

TERIPANG Holothuria sp.

Diajukan Oleh :

ENNI PURWANTI 040804061

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : Januari 2009 Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.) (Drs. M.Pandapotan Nst, MPS., Apt.)

NIP: 131 126 695 NIP: 130 535 838

Pembimbing II,

(Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.) NIP 131 126 695

(Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt.) NIP: 131 270 667

(Dra. Misrah Gaffar, M.S., Apt.) NIP 131 569 407

(Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt.) NIP 130 810 737

Medan, Januari 2009 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP 131 283 716


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bismillahirrahmaaanirrahim. Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, karunia dan ridha-Nya, yang memberikan kekuatan dan kesempatan kepada penulis, serta salawat beriring salam untuk Nabi besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan khusus tak terhingga kepada orang tua tercinta dan adik-adik yang tersayang, atas doa, perhatian, nasehat, dorongan semangat dan segala kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat tetap berdiri dengan tegar dalam meraih cita-cita.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi, Ibu Dra. Siti Aman, M.Si., Apt. sebagai penasehat akademik penulis, beserta seluruh staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik penulis selama perkuliahan.

2. Ibu Dra. Suwarti Aris, M. Si., Apt. dan Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M. Si., Apt. atas waktu, bimbingan dan kesabaran serta tanggung jawab kepada penulis selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.


(5)

3. Drs. M. Pandapotan Nst, MPS., Apt. , Ibu Dra. Misrah Gaffar, M.S., Apt. dan Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. sebagai kepala Laboratorium

Farmakognosi beserta staf yang telah memberikan bantuan, petunjuk, saran dan fasilitas kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

5. Ayahanda Alm. Darlis Darwis, S.Pd dan Ibunda Hartini M. , serta acik,

paklek, nenek, Mas Eko, dan adik-adikku Ulfa dan Berry atas segala doa, kasih sayang, dorongan semangat dan segala pengorbanan baik moril maupun materil kepada penulis selama ini.

6. Para senior yang baik teruntuk Kak Merlyn, Kak Dani, Mbak Ayu, dan Kak

Ipeh yang telah membantu dan mencari solusi kepada penulis disaat mengalami benturan dalam menjalani penelitian.

7. Rekan-rekan Farmasi 2004 Fina, Nia, Ratih, Lela, Ocha, Lily, Katarin dan seluruh rekan Farmasi senasib seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas kebersamaannya selama ini, dan semua dukungan semangat serta pengorbanan baik moril maupun material dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-temanku Willy Suwardi, Lyla, Ica, Kak Sisma, Kak Vie, Kak Pita,

Kak Ledy, Kak Rahma, Arhien, Sandy, Tina, Linda, Maria, Diana yang telah memberikan bantuan, dorongan dan semangat kepada penulis serta ketulusan persahabatan yang terjalin selama ini.


(6)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan srikpsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Akhirnya penulis memohon maaf atas segala keterbatasan dan kekurangan penulis dalam penulisan skripsi ini. Wassalamua’laikum Wr. Wb.

Medan, Januari 2009 Penulis,


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan uji pendahuluan terhadap senyawa kimia golongan saponin, steroid/triterpenoid, ekstraksi, isolasi, serta identifikasi senyawa sapoge nin hasil isolasi dari teripang Holothuria sp.

Sampel teripang diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 95%, kemudian dihidrolisis dengan asam klorida 2 N, selanjutnya disari dengan kloroform. Kemudian dilanjutkan dengan isolasi senyawa sapogenin secara kromatografi lapis tipis preparatif. Terhadap isolat dilakukan uji kemurnian dengan kromatografi lapis tipis dan kromatografi lapis tipis dua arah. Isolat yang diperoleh diidentifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofoto metri inframerah (IR), spektrometri massa (MS).

Hasil uji pendahuluan senyawa kimia menunjukkan adanya senyawa saponin dan steroid/triterpenoid. Dari hasil isolasi diperoleh 2 isolat, yaitu isolat I (Rf = 0,47), isolat II (Rf = 0,72). Hasil identifikasi isolat II secara spektrofotometri ultraviolet memberikan absorbansi maksimum pada panjang

gelombang (λ) 229 nm. Hasil identifikasi isolat II secara spektrofotometri

inframerah menunjukkan adanya gugus -OH, C-H alifatis, C-O, C=C, C-Br. Hasil karakterisasi spektrometri massa mempunyai berat molekul (BM) 448, dan diduga merupakan senyawa 3-bromo-cholest-5-ene (C27H45Br).


(8)

ABSTRACT

A preliminary test to saponin, steroid/triterpenoid chemical compound, extraction, isolation, and characteritation of sapogenin compound isolated from sea cucumber Holothuria sp.

The sea cucumber sample was extracted by maceration method using ethanol 95% as solvent, then it was hydrolyzed by hydrochloric acid 2 N and extracted with chloroform. After that, isolation of sapogenin was done using preparative thin layer chromatography. To the isolate, purity test was done using thin layer chromatography and two dimentional thin layer chromatography. The isolate obtained then identified using UV spectrophotometry, IR spectrophotometry, and mass spectrometry.

The result of chemical compound preface test shows that there is saponin and steroid/triterpenoid. From isolation result, two isolates was obtained, which are isolate I (Rf = 0,47), isolate II (Rf = 0,72). The characteritation result of isolate II using UV spectrophotometry shows maximum absorbance at wavelength 229 nm. The characteritation result of isolate II using IR spectrophotometry shows the existence of –OH, alyphatic C-H, C-O, C=C, C-Br functionalities. The characteritation result using mass spectrometry shows the molecular mass of 448, and it is a 3-bromo-cholest-5-ene (C27H45Br) compound.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Uraian Hewan ... 4

2.1.1 Sistematika Hewan ... 4


(10)

2.3 Uraian Kimia ... 6

2.3.1 Triterpenoid/steroid ... 6

2.4 Ekstraksi ... 7

2.5 Kromatografi ... 9

2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis ... 10

2.5.2 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ... 11

2.6 Spektrofotometri Ultraviolet ... 12

2.7 Spektrofotometri Inframerah ... 13

2.8 Spektrometri Massa ... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1 Alat-alat yang digunakan ... 17

3.2 Bahan-bahan yang digunakan ... 17

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 18

3.3.1 Pengumpulan Sampel ... 18

3.3.2 Identifikasi Hewan ... 18

3.3.3 Pengolahan Sampel ... 18

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 19

3.4.1 Larutan Asam Klorida 2 N ... 19

3.4.2 Larutan Natrium Hidroksida 0,2 N ... 19

3.4.3 Larutan Kalium Fosfat Monobasa 0,2 M ... 19

3.4.4 Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 ... 19

3.4.5 Larutan Liebermann-Burchard (LB) ... 19

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia………. 19


(11)

3.5.2 Penetapan Kadar Air ... 20

3.6 Pemeriksaan Senyawa Saponin ... 21

3.6.1 Uji Busa ... 21

3.6.2 Uji Hemolisis Darah ... 21

3.7 Pemeriksaan Senyawa Steroid/Triterpenoid... 21

3.7.1 Reaksi Warna dengan Pereaksi Liebermann Burchard (LB) ... 21

3.8 PembuatanEkstrak ... 22

3.9 Analisis Ekstrak Etanol dengan Cara KLT ... 22

3.10 Isolasi Senyawa Sapogenin dari Ekstrak Etanol ... 23

3.11 Analisis Ekstrak Kloroform dengan Cara KLT ... 23

3.12 Isolasi Senyawa Sapogenin dengan KLT Preparatif ... 24

3.13 Uji Kemurnian Isolat dengan KLT... 25

3.14 Uji Kemurnian Isolat dengan KLT Dua Arah ... 25

3.15 Identifikasi Isolat ... 26

3.15.1 Identifikasi Isolat dengan Spektrofotometer Ultraviolet ... 26

3.15.2 Identifikasi Isolat dengan Spektrofotometer Inframerah ... 26

3.15.3 Karakterisasi Isolat dengan Spektrometer massa... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Teripang segar Holothuria sp...22

2. Simplisia teripang Holothuria sp ... 23

3. Bagan ekstraksi senyawa sapogenin dari teripang ... 24

4. Bagan isolasi senyawa sapogenin dari ekstrak kloroform ... 25

5. Kromatogram KLT ekstrak etanol ... 26

6. Kromatogram KLT ekstrak kloroform ... 27

7. Kromatogram KLT ekstrak kloroform ... 28

8. Kromatogram ekstrak kloroform secara KLT preparatif ... 29

9. Kromatogram hasil KLT uji kemurnian isolat ... 30

10.Kromatogram KLT dua arah dari isolat…...………...………31

11. Spektrum ultraviolet dari isolat……….………...32

12. Spektrum inframerah dari isolat……….………..33

13. Spektrum massa dari isolat………...………34


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi teripang dari Pusat Penelitian Oseanografi ...21

2. Gambar teripang segar Holothuria sp ... 22

3. Gambar simplisia teripang Holothuria sp ... 23

4. Bagan ekstraksi senyawa sapogenin dari teripang ... 24

5 Bagan isolasi senyawa sapogenin dari ekstrak kloroform ... 25

6. Gambar kromatogram KLT ekstrak etanol ... 26

7. Gambar kromatogram KLT ekstrak kloroform ... 27

8. Gambar kromatogram ekstrak kloroform secara KLT preparatif ... 29

9. Gambar kromatogram hasil KLT uji kemurnian isolat ... 30

10.Gambar kromatogram KLT dua arah dari isolat ... 31

11.Gambar spektrum ultraviolet dari isolat ... 32

12.Gambar spektrum inframerah dari isolat ... 33

13.Gambar spektrum massa dari isolat ... 34

14.Gambar spektrum massa dari pembanding ... 35


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan uji pendahuluan terhadap senyawa kimia golongan saponin, steroid/triterpenoid, ekstraksi, isolasi, serta identifikasi senyawa sapoge nin hasil isolasi dari teripang Holothuria sp.

Sampel teripang diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 95%, kemudian dihidrolisis dengan asam klorida 2 N, selanjutnya disari dengan kloroform. Kemudian dilanjutkan dengan isolasi senyawa sapogenin secara kromatografi lapis tipis preparatif. Terhadap isolat dilakukan uji kemurnian dengan kromatografi lapis tipis dan kromatografi lapis tipis dua arah. Isolat yang diperoleh diidentifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofoto metri inframerah (IR), spektrometri massa (MS).

Hasil uji pendahuluan senyawa kimia menunjukkan adanya senyawa saponin dan steroid/triterpenoid. Dari hasil isolasi diperoleh 2 isolat, yaitu isolat I (Rf = 0,47), isolat II (Rf = 0,72). Hasil identifikasi isolat II secara spektrofotometri ultraviolet memberikan absorbansi maksimum pada panjang

gelombang (λ) 229 nm. Hasil identifikasi isolat II secara spektrofotometri

inframerah menunjukkan adanya gugus -OH, C-H alifatis, C-O, C=C, C-Br. Hasil karakterisasi spektrometri massa mempunyai berat molekul (BM) 448, dan diduga merupakan senyawa 3-bromo-cholest-5-ene (C27H45Br).


(15)

ABSTRACT

A preliminary test to saponin, steroid/triterpenoid chemical compound, extraction, isolation, and characteritation of sapogenin compound isolated from sea cucumber Holothuria sp.

The sea cucumber sample was extracted by maceration method using ethanol 95% as solvent, then it was hydrolyzed by hydrochloric acid 2 N and extracted with chloroform. After that, isolation of sapogenin was done using preparative thin layer chromatography. To the isolate, purity test was done using thin layer chromatography and two dimentional thin layer chromatography. The isolate obtained then identified using UV spectrophotometry, IR spectrophotometry, and mass spectrometry.

The result of chemical compound preface test shows that there is saponin and steroid/triterpenoid. From isolation result, two isolates was obtained, which are isolate I (Rf = 0,47), isolate II (Rf = 0,72). The characteritation result of isolate II using UV spectrophotometry shows maximum absorbance at wavelength 229 nm. The characteritation result of isolate II using IR spectrophotometry shows the existence of –OH, alyphatic C-H, C-O, C=C, C-Br functionalities. The characteritation result using mass spectrometry shows the molecular mass of 448, and it is a 3-bromo-cholest-5-ene (C27H45Br) compound.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

I. I Latar Belakang

Perairan pantai Indonesia kondisi alam dan iklimnya hampir tidak banyak mengalami perubahan sepanjang tahun, sehingga memungkinkan banyak jenis biota yang hidup di perairan pantai. Salah satu jenis biota ekonomis penting tersebut adalah teripang (Martoyo dkk, 2006).

Teripang adalah kelompok hewan invertebrata laut berkulit duri (halus) bertubuh lunak dan silindris memanjang seperti mentimun. Hewan ini hidup sampai pada kedalaman lebih dari 30 m. Teripang termasuk kelas holothuroidea (Filum Echinodermata) (Anonim, 2008).

Jenis biota ini dikenal juga dengan sebutan ketimun laut, suala, sea

cucumber (Inggris), trepang, gamat (Malaysia), haysom (Hongkong), attai (India),

seegueke (Jerman), beche de-mer (Perancis), namako (Jepang), pling khao (Thailand) atau dalam istilah pasaran internasional dikenal dengan sebutan teat fish. Komoditi perikanan ini mempunyai prospek yang cukup baik dan bernilai ekonomis tinggi, baik di pasar lokal maupun internasional. Untuk konsumsi pasar internasional, biasanya teripang diperdagangkan dalam bentuk daging dan kulit kering (Martoyo dkk, 2006).

Teripang bernilai ekonomis tinggi, karena kandungan atau kadar nutrisinya tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang dalam kondisi


(17)

kering berupa protein (82%), lemak (1,7%), kadar abu (8,6%), kadar air (8,9%), karbohidrat (4,8%), vitamin A, vitamin B1, B2, B3. Kandungan lemaknya

mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat diperlukan bagi kesehatan jantung (Anonim, 2008).

Teripang mempunyai khasiat pengobatan untuk bermacam-macam penyakit antara lain sebagai obat luka ringan, sakit sendi, paru-paru, tekanan darah tinggi, diabetes melitus, kolesterol (Anonim, 2008).

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti melakukan isolasi senyawa sapogenin yang terdapat pada teripang Holothuria sp. dengan cara maserasi dan kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap simplisia teripang yang berasal dari perairan Sabang, Aceh, serta identifikasi senyawa sapogenin hasil isolasi dari simplisia teripang secara spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR), spektrometri massa (MS).


(18)

1. 2 Perumusan Masalah

1. Apakah teripang Holothuria sp. mengandung senyawa sapogenin?

2. Apakah senyawa sapogenin dapat diisolasi dengan cara KLT dan isolat yang diperoleh dapat diidentifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR), spektrometri massa (MS)?

1.3Hipotesis

1. Diduga teripang Holothuria sp. mengandung senyawa sapogenin.

2. Senyawa sapogenin dapat diisolasi dengan cara KLT dan dapat diidentifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR), spektrometri massa (MS).

1. 4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui senyawa sapogenin yang terdapat dalam teripang

Holothuria sp.

2. Untuk mengetahui cara mengisolasi senyawa sapogenin yang terdapat dalam teripang Holothuria sp. dan cara mengidentifikasi isolatnya dengan spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR), spektrometri massa (MS).


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Hewan

2.1.1 Sistematika Hewan

Sistematika dari hewan teripang (Martoyo dkk, 2006) adalah sebagai berikut:

Filum : Echinodermata

Sub-filum : Echinozoa

Kelas : Holothuroidea

Sub-kelas : Aspidochirotacea

Ordo (bangsa) : Aspidochirotida Famili (suku) : Holothuriidae Genus (marga) :

1. Holothuria

2. Actynopyga

3. Stichopus

Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Namun, tidak semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Ada beberapa jenis teripang yang tidak berduri (Martoyo dkk, 2006).


(20)

Filum Echinodermata terbagi menjadi lima kelas yaitu Holothuroidea (timun laut atau teripang), Asteroidea (bintang laut), Echinoidea (bulu babi), Ophiuroidea (bintang laut ular), Crinoidea (Anonim, 2008).

Teripang bertubuh lunak, berdaging dan berbentuk silindris memanjang seperti buah ketimun. Oleh karena itu, hewan ini dinamakan ketimun laut. Gerakan teripang sangat lambat sehingga hampir seluruh hidupnya berada di dasar laut. Warna tubuh teripang bermacam-macam, mulai dari hitam, abu-abu, kecokelat-cokelatan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan, sampai putih (Martoyo dkk, 2006).

Tidak semua jenis teripang yang ditemukan di perairan Indonesia mempunyai nilai ekonomis penting. Jenis teripang yang dapat dimakan dan mempunyai nilai ekonomis penting terbatas pada famili Holothuriidae genus Holothuria, Actynopyga, dan Stichopus (Martoyo dkk, 2006).

2.2Kandungan Tubuh Teripang

Teripang mempunyai nilai ekonomis penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang dalam kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%, dan karbohidrat 4,8% (Martoyo dkk, 2006).

Kandungan kimia teripang dalam keadaan basah yaitu 44 - 45% protein, 3 - 5% karbohidrat, dan 1,5% lemak (Anonim, 2008).


(21)

2.3 Uraian Kimia

2.3.1 Triterpenoid dan Steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik yaitu skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harbone, 1987).

a. Triterpen sebenarnya b. Steroid

Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya cincin siklopentana perhidrofenantren (Harbone, 1987). Inti steroid dasar sama dengan inti lanosterol dan triterpenoid tetrasiklik lain. Istilah “sterol” dipakai khusus untuk steroid alkohol. Sterol biasanya mempunyai gugus hidroksil pada atom C-3 dan suatu ikatan rangkap pada posisi 5 dan 6.

Kerangka dasar dan sistem penomoran steroid (Robinson, 1995) dapat dilihat pada gambar berikut ini:

c. Saponin

Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang khas menyerupai sabun (bahasa latin sapo = sabun) (Robinson, 1991).


(22)

Saponin adalah glikosida yang aglikonnya disebut sapogenin. Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin juga bersifat menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis (Farnsworth, 1966; Gunawan dan Mulyani, 2004).

Berdasarkan struktur dari aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin steroid mudah larut dalam air dan alkohol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid (sapogenin) yang terikat pada suatu oligosakarida yang biasanya heksosa dan pentosa (Farnsworth, 1966). Sebaliknya, hasil hidrolisisnya, yaitu sapogenin steroid mudah larut dalam pelarut organik (seperti kloroform, eter, n-heksan) dan tidak larut dalam air (Trease and Evans, 1983).

d. Glikosida Jantung

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut tertentu. Proses ekstraksi akan menghasilkan ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Depkes, 2000).


(23)

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes, 2000) yaitu : A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari.dengan perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar (kamar). Remaserasi berarti proses maserasi yang dilanjutkan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan pelarut yang selalu baru hingga terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

B. Cara panas (1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(24)

(2) Soksletasi

Soksletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. (3) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

(4) Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit.

(5) Dekok

Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90o

1. Fase gerak zat cair-fase diam padat (kromatografi serapan) meliputi:

kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion

C semala 30

menit.

2.5 Kromatografi

Kromatografi didefinisikan sebagai teknik pemisahan campuran dua atau lebih senyawa yang berbeda yang terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Cara-cara kromatografi dapat dikelompokkan berdasarkan fase gerak dan fase diam yang digunakan (Sastrohamidjojo, 1985) yaitu:


(25)

3. Fase gerak cair-fase diam cair (kromatografi partisi) : kromatografi kertas

4. Fase gerak gas-fase diam cair meliputi: kromatografi gas cair dan

kromatografi kolom kapiler

2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi serapan dimana adsorben (penyerap) bertindak sebagai fase diam (berupa zat padat) dan fasa gerak berupa zat cair yang disebut larutan pengembang (Gritter. dkk, 1991).

Fasa diam (penjerap) dapat dibagi dua, yaitu penjerap polar dan penjerap non polar. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan ditotolkan berupa noda atau isolat. Setelah plat diletakkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fasa gerak), pemisahan terjadi selama pengembangan. Fasa gerak merupakan medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut yang bergerak di dalam fasa diam karena adanya gaya kapiler (Sthal, 1985). Noda yang timbul pada senyawa yang terpisah pada lempeng lapisan tipis dapat dideteksi dengan pereaksi warna ataupun dengan sinar UV dengan panjang gelombang tertentu, yaitu 254 nm dan 366 nm (Sastrohamidjojo, 1985).

Empat macam adsorben yang umum dipakai adalah silika gel, alumina, kieselguhr, dan selulosa. Zat-zat penyerap ini dibuburkan dengan air lalu dibuat lapisan tipis yang merata pada lempeng kaca. Plat yang telah kering dipanaskan atau diaktifkan dengan cara memanaskannya pada suhu kira-kira 1000C selama 30 menit. Campuran senyawa yang akan dipisahkan terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap lalu ditotolkan pada plat menggunakan pipet mikro.


(26)

Kemudian dimasukkan kedalam bejana tertutup rapat berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak) (Adnan, 1997; Sastrohamidjojo, 1991).

Fase gerak yang dipakai umumnya berupa campuran beberapa pelarut dengan perbandingan tertentu, tujuannya adalah untuk memperoleh polaritas yang tepat sehingga diperoleh pemisahan senyawa yang baik. Proses pengembangan akan lebih baik bila bejana pengembangan telah jenuh dengan uap fase gerak (Adnan, 1997; Gritter, dkk., 1991).

Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya digunakan dengan Rf. Angka Rf berjangka 0,00-1,00 dan hanya dapat ditemukan dua desimal (Stahl, 1985).

awal titik dari depan garis jarak awal titik dari bercak pusat titik jarak Rf =

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari penyerap, tebal dan kerataan lapisan penjerap, pelarut, suhu, sifat dari campuran, derajat kejenuhan dari bejana pengembang, tehnik percobaan, jumlah cuplikan yang digunakan, dan kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1991).

2.5.2 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan salah satu metode pemisahan yang pengerjaannya lebih mudah dan menggunakan peralatan sederhana (Harbone, 1987).

Penjerap yang paling umum digunakan adalah silika gel dipakai untuk pemisahan senyawa lipofilik maupun hidrofilik dengan ketebalan 0,5-2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm (Hostettmann, 1995).


(27)

Kebanyakan penjerap kromatografi lapis tipis preparatif mengandung indikator fluoresensi yang membantu mendeteksi letak isolat yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar ultraviolet. Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar ultraviolet pendeteksian dilakukan dengan cara menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi penyemprot (Hostettmann, 1995). Setelah isolat ditampakkan, lalu isolat dikerok dari plat kaca. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran beberapa senyawa sehingga diperoleh senyawa murni (Gritter,1991).

2.6 Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri ultraviolet adalah suatu metode spektrofotometri serapan dengan cara mengukur serapan radiasi elektromagnetik suatu larutan pada panjang gelombang tertentu. Spektrum ultraviolet digambarkan sebagai hubungan antara panjang gelombang dengan intensitas serapan (transmitansi atau absorbansi) (Sastrohamidjojo, 1985).

Panjang gelombang di dalam ultra violet biasanya dinyatakan dalam

nanometer (1 nm = 10-9 m). Spektrum serapan yabg lebih kecil dari 200 nm

disebut spektrometri ultra violet jauh. Bagian ultra violet (ultra violet dekat) dari spektrum elektromagnetik terentang dari 200-400 nm (Silverstein dkk,1981).

Pada instrumen spektrofotometer ultraviolet yang digunakan sebagai sumber cahaya adalah lampu hidrogen atau deuterium. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisahan panjang gelombang seperti prisma atau monokromator (Dachriyanus, 2004).


(28)

Apabila suatu molekul menyerap radiasi ultraviolet, maka didalam molekul tersebut terjadi perpindahan (transisi) tingkat energi elektron-elektron ikatan di orbital molekul paling luar dari tingkat energi yang paling rendah (orbital ikatan π) ke tingkat energi yang lebih tinggi (orbital anti ikatan π*). Dalam praktek, spektrofotometri ultraviolet digunakan terbatas pada sistem-sistem terkonjugasi. Keuntungan dari serapan ultraviolet adalah selektifitasnya dimana gugus-gugus yang khas dapat dikenali (Noerdin, 1985; Sastrohamidjojo, 1985; Silverstein, dkk., 1986).

2.7 Spektrofotometri Inframerah

Bila sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedang frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah bilangan gelombang 4000-400 cm-1

1. Apakah terdapat gugus karbonil?

. Isolat absorbsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula (Noerdin, 1985; Sastrohamidjojo, 1991; Dachriyanus, 2004).

Berikut ini langkah-langkah umum untuk memeriksa isolat-isolat serapan yang penting:

Gugus C=O memberikan puncak pada daerah 1820-1660 cm-1

2. Jika gugus C=O ada, periksalah gugus-gugus berikut.Jika C=O tidak ada

langsung ke nomor 3.

. Puncak ini biasanya merupakan yang terkuat dengan lebar medium pada spektum.


(29)

Asam : apakah ada gugus O–H? Serapan melebar di daerah 3300-2500 cm-1. (biasanya tumpang tindih dengan C–H)

Amida : apakah ada N–H? Serapan medium di dekat 3500 cm-1, kadang-kadang dengan puncak rangkap.

Ester : apakah ada C–O? Serapan dengan intensitas medium di daerah 1300-1000 cm-1.

Anhidrida : mempunyai dua serapan C=O di daerah 1810 dan 1760 cm-1. Aldehida : apakah ada C–H aldehid? Dua serapan lemah di dekat

2850-2750 cm-1

3. Bila gugus C=O tidak ada

yaitu di sebelah kanan serapan C-H. Keton : jika kelima kemungkinan di atas tidak ada.

Eter : periksalah gugus C–O (serapan O–H tidak ada), yaitu serapan medium di daerah 1300-1000 cm-1.

Alkohol/fenol : periksalah gugus O–H, merupakan serapan melebar di

daerah 3600-3300 cm-1 yang diperkuat adanya serapan C–O di daerah 1300-1000 cm-1.

Amina : periksalah gugus N–H, yaitu serapan medium di daerah

3500 cm-1

4. Ikatan rangkap dua dan/atau cincin aromatik .

- C=C mempunyai serapan lemah di daerah 1650 cm-1

- Serapan medium sampai kuat pada daerah 1650-1450 cm

.

-1

sering menunjukkan adanya cincin aromatik.


(30)

- Buktikan kemungkinan di atas dengan memperhatikan serapan pada

daerah C–H aromatik di sebelah kiri 3000 cm-1

5. Ikatan rangkap tiga

, sedangkan C–H alifatis terjadi di sebelah kanan daerah tersebut.

- C≡N mempunyai serapan medium dan tajam di daerah 2250 cm-1

- C≡C mempunyai serapan lemah tapi tajam di daerah 2150 cm

.

-1

. Periksa juga –CH asetilenik di dekat 3300 cm-1

6. Gugus Nitro

.

Gugus nitro muncul dua serapan kuat pada 1600-1500 cm-1 dan 1690-1300

cm-1

7. Hidrokarbon

.

- Apabila keenam kemungkinan di atas tidak ada.

- Serapan utama di daerah CH dekat 3000 cm-1

- Spektrum sangat sederhana, hanya terdapat serapan lain di daerah

1450-1375 cm

.

1

2.8 Spektrometri Massa

Spektometri massa menembaki bahan yang sedang diteliti dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu fragmen. Terpisahnya fragmen didasarkan pada massanya (lebih tepat, massa dibagi muatan).

.

Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat


(31)

memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dangan nilai 100% (Silverstein dkk, 1986).


(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliput i pengumpulan sampel, pembuatan simplisia, pemeriksaan saponin, pembuatan ekstrak, isolasi senyawa sapogenin dari ekstrak, meliputi analisis senyawa sapogenin secara KLT, pemisahan senyawa sapogenin dengan cara KLT preparatif, uji kemurnian senyawa sapogenin hasil isolasi dengan KLT dua arah serta identifikasi isolat secara spektrofotometri UV, IR, dan spektrometri massa (MS).

3. 1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat-alat gelas laboratorium, oven listrik (stork), elektromantel (EM 2000), hair-dryer, cawan penguap, termometer, lampu UV 366 nm (Dessaga), neraca analitik (Vibra AJ), neraca kasar (Salter AND), penangas air (Yenaco), seperangkat alat kromatografi lapis tipis (Dessaga), spektrofotometer ultraviolet (Shimadzu mini 1240), spektrofotometer inframerah (Shimadzu), spektrometer massa (Shimadzu QP2010S).

3. 2 Bahan-bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan adalah teripang Holothuria sp. dan suspensi darah. Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro analisa yaitu asam klorida pekat, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, etil


(33)

asetat, metanol, toluen, kalium fosfat monobasa, kloroform, natrium hidroksida,

n-heksan, plat pra lapis silika gel GF254 (E. Merck). Etanol 95% hasil destilasi dan

air suling laboratorium.

3. 3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3. 3. 1 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membanding kan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah teripang yang masih segar dari perairan Sabang, Aceh.

3. 3. 2 Identifikasi Hewan

Identifikasi hewan dilakukan di Pusat Penelitian Oceanografi Jakarta. Hasil identifikasi dan gambar hewan dapat dilihat pada lampiran 1-2 halaman 21-22.

3. 3. 3 Pengolahan Sampel

Teripang dibersihkan dari kotoran dengan cara mencuci di bawah air mengalir hingga bersih, ditiriskan lalu ditimbang, diperoleh berat basah 1 ekor teripang = 1,2 kg. Kemudian teripang dipotong dengan ukuran 5x5 cm dan dikeringkan dalam lemari pengering. Teripang yang sudah kering ini disebut simplisia hewan. Selanjutnya simplisia diperkecil potongannya dan disimpan dalam wadah plastik kedap udara di tempat yang terlindung dari cahaya.


(34)

3. 4 Pembuatan Larutan Pereaksi 3. 4. 1 Larutan Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga 100 ml (Depkes, 1979).

3. 4. 2 Larutan Natrium Hidroksida 0,2 N

Sebanyak 800 mg natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml (Depkes, 1979).

3. 4. 3 Larutan Kalium Fosfat Monobasa 0,2 M

Sebanyak 2,72 g kalium fosfat monobasa dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml (Depkes, 1979).

3. 4. 4 Larutan Dapar Fosfat pH 7,4

Sebanyak 50 ml kalium fosfat monobasa 0,2 M dicampurkan dengan 39,1 ml natrium hidroksida 0,2 N, lalu diencerkan dengan air suling bebas karbondioksida hingga 200 ml (Depkes, 1979).

3. 4. 5 Larutan Liebermann-Burchard (LB) sebagai penampak noda

Campurkan 5 ml asam asetat anhidrat dengan 5 ml asam sulfat pekat, kemudian campuran dimasukkan kedalam 50 ml etanol 95%. Pengerjaan dilakukan dalam kondisi dingin dan pereaksi dibuat baru (Depkes RI, 1995).

3. 5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan identifikasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan penetapan kadar air.


(35)

3. 5. 1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap teripang segar dan simplisia dengan cara mengamati warna, bau, bentuk dan ukuran. Hasil dapat dilihat pada lampiran 2-3 gambar 1-2 hal 22-23.

3. 5. 2 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen). Alat-alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, pemanas, tabung penerima 5 ml.

(a) Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan kedalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan, lalu dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,01 ml.

(b) Penetapan Kadar Air

Cara kerja :

Kedalam labu yang berisi toluen jenuh di atas dimasukkan 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen, destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air dengan


(36)

ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang di dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes, 1979).

3. 6 Pemeriksaan Senyawa Saponin 3. 6. 1 Uji Busa

Sebanyak 0,5 g simplisia dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (Depkes, 1995).

3. 6. 2 Uji Hemolisis Darah

Sebanyak 0,5 g simplisia dicampur dengan 50 ml larutan dapar fosfat pH 7,4, dipanaskan pada suhu 100 0

Sebanyak 0,5 g simplisia ditambahkan 10 ml etanol, kemudian dimasuk kan asam klorida 2 N, selanjutnya larutan direfluks selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling, setelah dingin C selama 10 menit, didinginkan lalu di saring. Kemudian 1 ml filtrat dicampur dengan 1 ml suspensi darah dan didiamkan selama 30 menit. Terjadinya hemolisis total menunjukkan adanya saponin yang ditandai dengan terbentuknya lapisan bening bewarna merah kekuningan di bagian tengah larutan (Depkes, 1995).

3. 7 Pemeriksaan Senyawa Steroid/Triterpenoid


(37)

ditambahkan 10 ml n-heksan, dikocok hati-hati dan dibiarkan memisah. Lapisan

n-heksan diambil dan diuapkan pada cawan penguap. Pada sisa ditetesi 20 tetes

asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi LB). Hasil positif adanya steroid bila memberikan warna hijau, biru dan triterpenoid bila memberikan warna merah, merah muda atau ungu (Farnsworth, 1966).

3. 8 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan menurut badan POM (2004) dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 95%.

Cara kerja :

Sebanyak 120 g simplisia teripang dimasukkan kedalam wadah gelas bertutup (maserator), lalu sebanyak 1,2 L etanol 95% dituang kedalam maserator sambil sesekali diaduk, lalu ditutup dan dibiarkan 24 jam, kemudian disaring dan filtrat ditampung. Perlakuan yang sama dilakukan sebanyak 3 kali. Filtrat yang diperoleh digabungkan menjadi satu, kemudian dipekatkan dengan rotari evapora tor hingga diperoleh ekstrak kental (Badan POM, 2004). Bagan proses ekstraksi dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 24.

3. 9 Analisis ekstrak etanol dengan cara KLT

Terhadap ekstrak etanol teripang dilakukan analisis dengan KLT menggunakan fase diam: plat pra lapis silika gel GF254, fase gerak: n-heksan – etil

asetat dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), (50:50) dengan penampak noda pereaksi LB.


(38)

Cara kerja:

Ekstrak etanol teripang ditotolkan pada plat pra lapis silika gel GF254,

setelah kering plat dimasukkan kedalam masing-masing bejana yang telah jenuh dengan uap pengembang, kemudian dikembangkan hingga batas pengembangan. Plat dikeluarkan, dikeringkan kemudian disemprot dengan pereaksi LB. Lalu plat dipanaskan pada suhu 110 0

Terhadap ekstrak kloroform teripang dilakukan analisis dengan KLT menggunakan fase diam plat pra lapis silika gel GF

C selama 10 menit (Gritter, 1991).Perubahan warna yang terjadi diamati dan harga Rf dihitung. Kromatogram hasil KLT dapat dilihat pada lampiran

3.10 Isolasi Senyawa Sapogenin dari Ekstrak Etanol

Isolasi senyawa sapogenin dilakukan dengan cara menghidrolisis ekstrak etanol selama 6 jam dengan penambahan asam klorida 2 N, kemudian hasil hidro lisis diekstraksi dengan kloroform (Harborne, 1987).

Cara kerja:

Sebanyak 8 g ekstrak etanol teripang ditambahkan asam klorida 2 N. Kemudian dihidrolisis dengan cara merefluksnya selama 6 jam, selanjutnya filtrat diekstraksi dengan kloroform sebanyak 3 kali, aglikon sapogenin berada dalam lapisan kloroform. Ekstrak kloroform hasil hidrolisis digabung dan dipekatkan. Bagan isolasi senyawa sapogenin dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 24.

3. 11 Analisis Ekstrak Kloroform dengan Cara KLT


(39)

asetat dan kloroform-toluen dengan perbadingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), (50:50) dan penampak noda pereaksi LB.

Cara kerja:

Ekstrak kloroform teripang ditotolkan pada plat pra lapis silika gel GF254,

biarkan mengering. Kemudian plat dimasukkan kedalam masing-masing bejana yang telah jenuh dengan uap pengembang, lalu dikembangkan sampai garis batas pengembangan. Plat dikeluarkan, dikeringkan kemudian disemprot dengan pe reaksi LB, lalu plat dipanaskan pada suhu 110 0C selama 10 menit. Kromatogram diamati dan harga Rf dihitung, sehingga diketahui perbandingan fase gerak yang terbaik untuk digunakan pada KLT preparatif (Gritter, 1991). Bagan analisis ekstrak kloroform dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 25.

3. 12 Isolasi Senyawa Sapogenin dengan KLT Preparatif

Terhadap ekstrak kloroform teripang dilakukan pemisahan dengan KLT preparatif menggunakan fase diam silika gel GF254

Ekstrak kloroform teripang ditotolkan berupa isolat pada plat KLT preparatif berukuran 20 x 20 cm, setelah kering plat dimasukkan kedalam bejana yang telah jenuh dengan uap pengembang. Kemudian dikembangkan sampai garis batas pengembangan, plat dikeluarkan dan dikeringkan. Pada sisi kanan dan kiri plat disemprot dengan pereaksi LB dan dipanaskan dengan bantuan hair-dryer hingga diperoleh noda yang jelas. Bagian plat silika yang sejajar dengan noda yang memberikan reaksi positif dengan pereaksi LB dikerok kemudian dilarutkan , fase gerak kloroform-toluen (80:20) dan penampak noda pereaksi LB.


(40)

dengan pelarut metanol, lalu disaring, diuapkan pelarut metanolnya kemudian disimpan kedalam lemari pendingin (Hostettmann, 1995). Hasil kromatogram KLT preparatif dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 29.

3. 13 Uji kemurnian Isolat dengan KLT

Terhadap isolat dilakukan uji kemurnian dengan KLT menggunakan plat pra lapis silika gel GF254, fase gerak kloroform-toluen (80:20) dan penampak

noda pereaksi LB. Senyawa sapogenin dikatakan murni jika hasilnya telah menunjukkan satu noda.

Cara Kerja:

Senyawa isolat dengan KLT preparatif ditotolkan pada plat pra lapis silika gel GF254, biarkan mengering. Kemudian plat dimasukkan kedalam bejana

yang telah jenuh dengan uap pengembang, lalu dikembangkan sampai garis batas pengembangan. Plat dikeluarkan, dikeringkan kemudian disemprot dengan pereaksi LB, lalu plat dipanaskan pada suhu 110 0C selama 10 menit (Gritter, 1991). Kromatogram diamati dan harga Rf dihitung. Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 30.

3. 14 Uji Kemurnian Isolat dengan KLT Dua Arah

Terhadap isolat dilakukan uji kemurnian dengan KLT dua arah meng gunakan plat pra lapis silika gel GF254, fase gerak I kloroform-toluen (80:20) dan


(41)

Cara kerja:

Senyawa hasil isolasi dengan KLT preparatif ditotolkan pada plat pra lapis silika gel GF254, setelah kering dimasukkan kedalam bejana yang telah jenuh

dengan uap pengembang, dan dikembangkan dengan larutan pengembang I sampai garis batas pengembangan, kemudian plat dikeluarkan dan dikeringkan. Plat diputar 90o dan dikembangkan kembali dengan larutan pengembang II sampai garis batas pengembangan. Plat dikeluarkan, dikeringkan kemudian disemprot

dengan pereaksi LB. Lalu plat dipanaskan pada suhu 110 0

3.15.2 Identifikasi Isolat dengan Spektrofotometer Inframerah

C selama 10 menit (Gritter, 1991). Kromatogram diamati dan harga Rf dihitung. Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 31.

3.15 Identifikasi Isolat

3.15.1 Identifikasi Isolat dengan Spektrofotometer Ultraviolet

Cara kerja:

Isolat dilarutkan dalam pelarut metanol, kemudian dimasukkan kedalam kuvet yang telah dibilas dengan larutan sampel. Selanjutnya absorbansi larutan sampel diukur pada panjang gelombang 200-400 nm (Noerdin, 1985). Spektrum dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 32.

Cara kerja:

Isolat hasil isolasi digerus halus kemudian ditambahkan KBr, dihaluskan. Campuran dimasukkan kedalam alat pellet die dihubungkan dengan alat pompa vakum dan penekan hidrolik 10 menit (tekanan 10000 – 15000 pound per inci). Pompa vakum dimatikan, pellet die dilepaskan dari pompa hidrolik, kemudian


(42)

pellet KBr dikeluarkan. Pellet KBr ditempatkan pada pemegang cuplikan (sell holder) (Noerdin, 1985). Spektrum inframerah isolat dapat dilihat pada lampiran 12 halaman 33.

3.15.3 Karakterisasi Isolat dengan Spektrometer Massa

Karakterisasi isolat secara kromatografi gas-spektrofotometri massa dilakukan dengan cara melarutkan isolat dengan pelarut n-hexan kemudian dimasukkan melalui tempat penyuntikan kedalam suatu aliran gas pembawa pada pangkal kolom dalam bentuk uap dan mengalami proses pembagian antara fase gas dan fase tidak bergerak. Hasil pemisahan kromatografi gas difragmentasi sehingga diperoleh fragmen-fragmen pada spektrum. Spektrum massa dapat dilihat pada lampiran 13 halaman 34.


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi yang telah dilakukan oleh pusat penelitian dan pengembangan Oseanografi LIPI Jakarta adalah termasuk hewan teripang filum Echinodermata, kelas Holothuroidea, jenis Holothuria sp.

Hasil uji pendahuluan terhadap senyawa kimia menunjukkan adanya senyawa golongan saponin dan steroid/triterpenoid. Uji pendahuluan senyawa kimia golongan saponin terdiri dari uji busa dan uji hemolisis darah, sedangkan untuk golongan steroid/triterpenoid yaitu reaksi warna dengan pereaksi Liebermann-Burchard (LB).

Pada simplisia dilakukan identifikasi, meliputi pemeriksaan makroskopik terhadap teripang segar dan simplisia, dan pemeriksaan kadar air dengan metode azeotropi (destilasi toluen). Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap teripang segar, ditemuka n bewarna cokelat tua agak kehijauan, berbau spesifik, berbentuk lonjong, berukuran panjang 20 cm, lebar 13 cm, tebal 5 cm. Sedangkan simplisia teripang bewarna kuning dengan bagian tepi bewarna hitam, sedikit berbau. Dan hasil dari penetapan kadar air diperoleh kadar air 8%. Hasil ini masih sesuai dengan standar mutu teripang kering, sesuai dengan surat Keputusan Menteri Pertanian No. 701/Kpts/TP>830/10/1987 yaitu kadar air maksimum 20% (Martoyo dkk, 2006).


(44)

Simplisia teripang diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 95%, selanjutnya ekstrak etanol dihidrolisis selama 6 jam dengan bantuan HCl 2 N, kemudian disari dengan kloroform untuk mendapatkan senyawa sapogenin secara sempurna. Hasil maserasi dari 120 g simplisia diperoleh 9,335 g ekstrak etanol.

Analisis ekstrak etanol secara KLT menggunakan fase diam plat pra lapis silika gel GF254, fase gerak n-heksan-etil asetat dengan berbagai perbandingan dan

sebagai penampak noda adalah pereaksi LB, diperoleh 1 noda senyawa saponin. Pemutusan ikatan glikosida dilakukan dengan cara merefluks dengan HCl 2 N,

lalu diuapkan. Kemudian sisanya disari dengan CHCl3. Selanjutnya diambil

lapisan CHCl3 dan diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kloroform

yang diperoleh adalah sebanyak 3 g.

Hasil KLT ekstrak kloroform dengan berbagai fase gerak menggunakan penampak noda LB diperoleh fase gerak yang memberikan pemisahan terbaik yaitu kloroform-toluen (80:20). Hasilnya diperoleh 2 noda senyawa sapogenin, yaitu noda 1 dengan harga Rf = 0,4 (merah ungu) dan noda 2 dengan harga Rf = 0,76 (ungu). Kromatogram KLT ekstrak kloroform dapat dilihat pada gambar 7 halaman 28.

Pemisahan ekstrak kloroform dilakukan dengan KLT preparatif menggunakan fase gerak kloroform-toluen (80:20) dan penampak noda LB. Hasil KLT preparatif diperoleh 2 isolat, yaitu isolat I dengan Rf = 0,47 (merah ungu), isolat II Rf = 0,72 (ungu). Kemudian isolat II diidentifikasi secara spektrofotometri UV, IR dan spektrometri massa.


(45)

Hasil identifikasi isolat II secara spektrofotometri ultraviolet diperoleh

panjang gelombang maksimum (λ) 229 nm, dengan absorbansi 0,640

menunjukkan adanya gugus kromofor yang mengalami transisi π π*

(Creswell, 1982).

Hasil spektrum inframerah menunjukkan puncak yang lebar pada bilangan gelombang 3410,15 cm-1 yang berasal dari gugus –OH. Gugus –OH terikat pada atom C siklik yang diperkuat dengan adanya puncak di daerah 1080,14 cm-1 yaitu gugus C-O. Puncak kuat pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 menunjukkan adanya gugus –CH alifatis. Puncak di daerah 1566,20 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C. , ikatan C-Br dijumpai di daerah 555,50 cm-1. (Silverstein dkk, 1986). Spektrum dapat dilihat pada lampiran 12 halaman 33.

Hasil analisis spektrometri massa dari isolat adalah sebagai berikut :

diduga merupakan senyawa 3-bromo-cholest-5-ene (C27H45Br). Berdasarkan

perbandingan antara spectrum unknown dan library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai kolesterol dengan tingkat kemiripan (similarity index) =

85%. Senyawa ini mempunyai M+ 448 yang merupakan bobot molekul (BM).

Dari spektrum massa diperoleh puncak-puncak berurutan sebagai berikut m/z 368,

213, 121. Pelepasan HBr dari puncak ion molekul C27H45Br menghasilkan

fragmen [C27H44]+ dengan m/z 368. Pelepasan .C11H23 menghasilkan fragmen

[C16H21]+ dengan m/z 213. Pelepasan C7H8 menghasilkan fragmen [C9H13]+

dengan m/z 121. Spektrum massa dapat dilihat pada lampiran 14 halaman 35 dan pola fragmentasinya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 36.


(46)

Rumus bangun senyawa 3-bromo-cholest-5-ene:

CHMe (CH2) 3CHMe2

Me

Me


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Hewan yang diteliti adalah teripang Holothuria sp. Hasil uji pendahuluan senyawa kimia terhadap teripang menunjukkan adanya golongan senyawa saponin dan steroid/triterpenoid.

Hasil pemisahan isolat dengan KLT preparatif diperoleh dua senyawa sapogenin yaitu dengan harga Rf = 0,47 (merah ungu), Rf = 0,72 (ungu) dengan fase gerak kloroform-toluen (80:20).

Hasil spektrum ultraviolet menunjukkan panjang gelombang (λ)

maksimum 229 nm. Hasil spektrum inframerah menunjukkan adanya gugus –OH (3410,15 cm-1), –CH alifatis (2924,09 cm-1), C=C (1566,20 cm-1), C-O (1080,14 cm-1), dan C-Br (555,50 cm-1). Hasil identifikasi isolat secara spektrometri massa menunjukkan bahwa isolat identik dengan senyawa 3-bromo-cholest-5-ene (C27H45Br) dengan berat molekul (BM) = 448.

5. 2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk menguji efek anti diabetes dari teripang.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.(2008). Teripang Geliat Potensi dari Timur. http://www. dkp. go. id. Anonim.(2008). Penyembuh dari Dasar Samudera. http//www. luxor. com. Adnan, M. (1997). Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan.

Yogyakarta: ANDI. Hal. 10,14.

Badan POM. (2004). Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. 1. Jakarta: Badan POM. Hal. 25.

Creswell, C. J., Runguist, O. A., Campbell, M. M. (1982). Analisa Spektrum

Senyawa Organik. Penerjemah : K. Padmawinata dan Soediro. Edisi II.

ITB-Press. Bandung. Hal. 25.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Universitas Andalas-Press. Padang. Hal. 39, 45, 60-64.

Depkes RI. (1979). Farmakope indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 14,53, 412, 649, 687, 748, 755, 816.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Hal. 303, 323-324.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 10-11.

E. Merck. (1978). Dyeing Reagent for Thin Layer and Paper Chromatography. Federal Republic of Germany. Hal. 1.


(49)

Farnsworth, N. R. (1966). Biological and Phytochemical Screening Of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol. 55(3): 257-260.

Gritter, R. J., J.M, Bobitt & Arthur E. Schwarting. (1991). Pengantar

Kromatografi. Penerjemah: K. Padmawinata. Edisi II. ITB-Press.

Bandung. Hal. 1, 6, 107-109.

Gunawan, D. & Sri, M. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid 1. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 87-92.

Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia, penuntun cara moderen menganalisa

tumbuhan. Penerjemah: K. Padmawinata. Edisi II. ITB-Press. Bandung.

Hal. 49, 69-71,147-158.

Hostettmann, K., Hostettmann, M., Marston, A. (1995). Cara Kromatografi

Preparatif: Penggunaan Pada Isolasi Senyawa Alam. Penerjemah:

K.Padmawinata. ITB-Press. Bandung. Hal. 9-11.

Martoyo, dkk. (2006). Budi Daya Teripang. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 8-16.

Noerdin, D. (1985). Elusidasi struktur senyawa organik dengan cara spektroskopi ultralembayung dan inframerah. Edisi I. Bandung: Penerbit Angkasa. Hal. 1-4, 8-9, 54, 82-83.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Spektroskopi.. Edisi I. Yogyakarta : Liberty. Hal. 10-15.

Sastrohamidjojo, H. (1991). Kromatografi. Edisi I. UGM-Press. Yogyakarta. Hal. 1-2, 26-32, 35-36.

Silverstein, R. M, Bessler, G. C. & Morrill, T. C. (1986). Penyidikan

Spektrometrik Senyawa Organik. Alih bahasa Hartono, dkk. Jakarta:


(50)

Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah: K. Padmawinata dan Sudiro L. ITB-Press. Bandung. Hal. 3-33.

Tarigan, P. (1980). Beberapa Aspek Kimia Sapogenin Steroid pada Tumbuhan di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. Hal. 12-62.

Trease, G. E., & William, C. E. (1983). Pharmacognosy. London: Bailliere Tindall. Pages 475-485.


(51)

Lampiran 1


(52)

Lampiran 2

Gambar 1. Teripang Segar Holothuria sp.


(53)

Lampiran 3

Gambar 2. Simplisia Teripang Holothuria sp.


(54)

Lampiran 4

Gambar 3. Bagan Ekstraksi Senyawa Sapogenin dari Teripang Keterangan :

CHCl3 : kloroform

Dimaserasi dengan etanol 95% disaring

Ekstrak etanol pekat

ditambah asam klorida 2 N direfluks selama 6 jam didinginkan

diekstraksi dengan CHCl3 sebanyak 3 kali

dipisahkan

Ekstrak etanol

Simplisia teripang

Maserat Ampas

dipekatkan

Ekstrak CHCl3

dipekatkan Ekstrak CHCl3 pekat


(55)

Lampiran 5 (lanjutan)

Gambar 4. Bagan Isolasi Senyawa Sapogenin dari Ekstrak Kloroform

Keterangan :

FD : fase diam , FG : fase gerak KLT preparatif

FD : silika gel GF254

FG : kloroform-toluen (80:20)

Ekstrak Kloroform

KLT

FD : plat pra lapis silika gel GF254

FG : kloroform-toluen dan

n-heksan-etil asetat dengan berbagai perbandingan

Kromatogram

Isolat

Isolat murni

diukur spektrum UV, IR, dan MS

Spektrum


(56)

Lampiran 6

I II III IV V

Gambar 5. Kromatogram KLT ekstrak etanol

Keterangan: Fase diam silika gel GF254, fase gerak n-heksan-etil asetat, penampak

noda Liebermann-Burchard, mc = merah coklat, bp = batas pengembangan, tp = titik penotolan


(57)

Lampiran 7

I II III IV V

Gambar 6. kromatogram KLT ekstrak kloroform

Keterangan: Fase diam silika gel GF254, fase gerak n-heksan-etil asetat, penampak

noda Liebermann-Burchard, u = ungu, mc = merah coklat, bp = batas pengembangan, tp = titik penotolan


(58)

Lampiran 7 (lanjutan)

I II III IV V

Gambar 7. Kromatogram KLT ekstrak kloroform

Keterangan: Fase diam silika gel GF254, fase gerak kloroform-toluen, penampak

noda Liebermann-Burchard, u = ungu, mu = merah ungu, bp = batas pengembangan, tp = titik penotolan


(59)

Lampiran 8

Gambar 8. Kromatogram ekstrak kloroform secara KLT Preparatif

Keterangan: Fase diam silika gel GF254, fase gerak kloroform-toluen (80:20),

penampak noda Liebermann-Burchard, u = ungu, mu = merah ungu, mc = merah coklat, bp = batas pengembangan, tp = titik penotolan.


(60)

Lampiran 9

Gambar 9. Kromatogram hasil KLT uji kemurnian isolat

Keterangan: Fase diam silika gel GF254, fase gerak kloroform-toluen (80:20),

penampak noda Liebermann-Burchard, u = ungu, bp = batas pengembangan, tp = titik penotolan


(61)

Lampiran 10

Gambar 10. Kromatogram KLT dua arah dari isolat

Keterangan: Fase diam silika gel GF254, fase gerak I kloroform-toluen (80:20),

Fase gerak II kloroform-metanol (30:70) penampak noda Liebermann-Burchard, u = ungu, bp1 = batas pengembangan I, bp2 = batas pengembangan II, tp = titik penotolan.


(62)

Lampiran 11


(63)

Lampiran 12

Gambar 12. Spektrum Inframerah dari isolat

%T


(64)

Lampiran 13


(65)

Lampiran 14


(66)

Lampiran 15

Pola fragmentasi komponen hasil analisis spektometri massa

HBr C11H23 C7H

[C

8


(1)

Gambar 10. Kromatogram KLT dua arah dari isolat

Keterangan: Fase diam silika gel GF254, fase gerak I kloroform-toluen (80:20),

Fase gerak II kloroform-metanol (30:70) penampak noda Liebermann-Burchard, u = ungu, bp1 = batas pengembangan I, bp2 = batas pengembangan II, tp = titik penotolan.


(2)

(3)

Gambar 12. Spektrum Inframerah dari isolat

%T


(4)

(5)

(6)