Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid Dari Ekstrak N-Heksan Rumput Laut Turbinaria Ornata (Turner) J. Agardh
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
SERTA ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID
DARI EKSTRAK
n
-HEKSAN RUMPUT LAUT
Turbinaria
ornata
(Turner) J. Agardh.
SKRIPSI
OLEH:
DINDA ADELIA AZHARI
NIM 121524114
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
SERTA ISOLASI SENYAWA STEROI/TRITERPENOID
DARI EKSTRAK n-HEKSAN RUMPUT LAUT
Turbinaria ornata
(Turner) J. Agardh
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
DINDA ADELIA AZHARI
NIM 121524114
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI EKSTRAK
n-HEKSAN RUMPUT LAUT Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
OLEH:
DINDA ADELIA AZHARI NIM 121524114
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 6 Februari 2015
Disetujui oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP 195304031983032001 NIP 195709091985112001
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Pembimbing II, NIP 195304031983032001
Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt NIP 195107231982032001 NIP 195112231980032002
Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. NIP 195006121980032001
Medan, April 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid dari Ekstrak n-Heksan Rumput Laut Turbinaria ornata
(Turner) J. Agardh”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Dra. Sitompul, M.Si., Apt selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.
Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta, Ayahanda Alm Doewarsyah dan Ibunda Hj. Poniyem
(5)
Yuniati, Yunaida dan Yunita atas limpahan kasih sayang, semangat dan doa yang tak ternilai dengan apa pun.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, 6 Februari 2015 Penulis,
Dinda Adelia Azhari NIM 121524114
(6)
Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid dari Ekstrak n-heksan Rumput Laut
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
ABSTRAK
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh merupakan salah satu jenis sumber
daya alam Indonesia yang berpotensi sebagai bahan obat. Turbinaria ornata
(Turner) J. Agardh termasuk dalam suku Sargassaceae yang juga menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, antitumor dan antiimflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, skrining fitokimia serta untuk isolasi senyawa steroid/triterpenoid yang diidentifikasi dengan spektrofotometri Ultraviolet dan spektrofotometri Inframerah.
Pemeriksaan meliputi karakteristik simplisia dan skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia. Ekstraksi dilakukan secara perkolasi dengan pelarut
n-heksan, penentuan fase gerak dengan kromatografi lapis tipis, isolasi dengan menggunakan kromatografi kolom dan dikromatografi lapis tipis. Kemurnian isolat ditentukan dengan kromatografi lapis tipis dua arah dan isolat yang diperoleh diidentifikasi secara spektrofotometri sinar ultraviolet dan spektrofotometri sinar inframerah.
Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 9,94%, kadar sari yang larut dalam air 11,28%, kadar sari yang larut dalam etanol 2,34%, kadar abu total 16,45% dan kadar abu yang tidak larut asam 0,68%. Hasil skrining fitokimia memberikan hasil positif terhadap steroid/triterpenoid, saponin dan glikosida. Hasil analisis isolat secara spektrofotometri sinar Ultraviolet memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 206,80 nm menunjukkan adanya gugus kromofor dan hasil spektrofotometri sinar Inframerah menunjukkan adanya gugus C-O,-CH3, -CH2, C=C, C-H alifatis dan -OH.
Kata kunci: isolasi, kromatografi kolom, steroid/triterpenoid, Turbinaria
(7)
Simplex Characterization and Phytochemical Screening and Isolation of Steroid/Triterpenoid Compounds From n-Hexane Fraction of Seaweed
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
ABSTRACT
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh is one type of Indonesia’s natural
resources potensial as medicine. Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh is a one of the Sargassaceae showed antibacterial, antitumor and antiinflammatory activity. The purpose of this study was to determine the simplex characteristics, the phytochemical screening and the isolation of steroid/triterpenoid compounds. The isolates were characterized by ultraviolet and infrared spectrophotometries.
Simplex characterization and phytochemical screening of simplex powder. Extraction was accomplished by percolation using n-hexane as solvent, determination of mobile phase ratio with Thin Layer Chromatography then the
n-hexane extract was isolated with Coloumn Chromatography and Thin Layer Chromatography. The purity of isolate were confirmed by two-dimensional Thin Layer Cromatography and the pure isolate was characterized using ultraviolet and infrared spectrophotometric methods.
The result obtained from simplex characterization were water content 11.28%, ethanol-soluble extract content 2.34%, total ash content 16.45%, acid-insoluble ash content 0.68%. The result of phytochemical screening of seaweed
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh showed the presence of steroid/triterpenoid,
saponin and glycosides. The result of isolate was then characterized by Ultraviolet spectrophotometry that gave maximum wavelength 206,80 nm indicating the presence of chromophore and the result of IR spectrophotometry indicated the presence of C-O, -CH3, CH2, C=C, aliphatic C-H and –OH functional groups. Key words: isolation, coloumn chromatography, steroid/triterpenoid, Turbinaria
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Tumbuhan ... 5
2.1.1 Habitat ... 5
2.1.2 Morfologi tumbuhan ... 5
(9)
2.1.5 Perkembangbiakan tumbuhan ... 6
2.1.6 Kandungan kimia tumbuhan ... 7
2.2 Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan ... 7
2.2.1 Alginat ... 7
2.2.2 Glikosida ... 8
2.2.3 Saponin ... 9
2.2.4 Steroid/triterpenoid ... 9
2.3 Ekstraksi ... 11
2.4 Kromatografi ... 13
2.4.1 Kromatografi lapis tipis ... 13
2.4.2 Kromatografi kolom... 15
2.4.3 Kromatografi lapis tipis dua arah ... 15
2.5 Spektrofotometri ... 16
2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet ... 16
2.5.2 Spektrofotometri sinar inframerah ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Alat ... 19
3.2 Bahan ... 19
3.3 Pembuatan Pereaksi ... 20
3.3.1 Pereaksi Bouchardat ... 20
3.3.2 Pereaksi Dragendorff ... 20
3.3.3 PereaksiMeyer ... 20
3.3.4 Pereaksi Molish ... 20
(10)
3.3.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 21
3.3.7 Pereaksi asam klorida 2 N ... 21
3.3.8 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 21
3.3.9 Pereaksi kloralhidrat ... 21
3.3.10 Pereaksi Penyemprot Liebermann-Burchard ... 21
3.4 Pengambilan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 21
3.4.1 Pengambilan bahan tumbuhan ... 21
3.4.2 Identifikasi bahan tumbuhan ... 22
3.4.3 Pengolahan tumbuhan ... 22
3.5 Pemeriksaan Karakteristik ... 22
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 22
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 22
3.5.3 Penetapan kadar air ... 22
3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 23
3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 24
3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 24
3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 24
3.6 Skrining Fitokimia ... 25
3.6.1 Pemeriksaan alkaloid ... 25
3.6.2 Pemeriksaan flavonoid ... 25
3.6.3 Pemeriksaan glikosida ... 25
3.6.4 Pemeriksaan saponin ... 26
(11)
3.7 Pembuatan Ekstrak ... 27
3.8 Analisis Ekstrak n-heksan Secara KLT ... 27
3.9 Isolasi Ekstrak n-heksan dengan Kromatografi Kolom ... 28
3.10 Pencuciaan Kristal ... 29
3.11 Uji Kemurnian Isolat ... 29
3.12 Identifikasi Isolat ... 30
3.12.1 Identifikasi isolat secara spektrofotometri UV ... 30
3.12.2 Identifikasi isolat secara spektrofotometri IR ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 31
4.2 Hasil Karakterisasi ... 31
4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 31
4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 31
4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik ... 32
4.3 Hasil Skrining Fitokimia ... 33
4.4 Hasil Isolasi Senyawa steroid/triterpenoid ... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
5.1 Kesimpulan ... 37
5.2 Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 4.1 Tabel hasil pemeriksaan karakteristik simplisia rumput laut ... 32 4.2 Tabel hasil skrining fitokimia simplisia rumput laut ... 33 4.3 Tabel hasil analisis spektrum inframerah ... 36
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1 Gambar struktur ikatan karbon-oksigen antara gula dan cincin
aromatik ... 8
2.2 Gambar struktur ikatan karbon-karbon antara gula dan cincin aromatik ... 8
2.3 Gambar struktur nikleosidin ... 8
2.4 Gambar struktur sinigrin ... 9
2.5 Gambar struktur dasar steroid dan sistem penomorannya ... 10
2.6 Gambar struktur kolesterol ... 10
2.7 Gambar struktur stigmasterol ... 10
2.8 Gambar struktur ergosterol ... 11
2.9 Gambar struktur spongesterol ... 11
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Identifikasi tumbuhan ... 41
2 Bagan kerja penelitian ... 42
3 Gambar makroskopik rumput laut ... 43
4 Gambar mikroskopik rumput laut ... 45
5 Bagan skrining fitokimia dan karakteristik serbuk simplisia .. 46
6 Bagan pembuatan ekstrak n-heksan rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh ... 47
7 Bagan kromtografi kolom ... 48
8 Kromatogram dan harga Rf dari fraksi n-heksan rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh ... 49
9 Kromatogram KLT hasil fraksinasi kolom ... 51
10 Kromatogram hasil KLT dua arah isolat murni ... 55
11 Spektrum UV isolat rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh ... 56
12 Spektrum IR isolat rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh ... 57
(15)
Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid dari Ekstrak n-heksan Rumput Laut
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
ABSTRAK
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh merupakan salah satu jenis sumber
daya alam Indonesia yang berpotensi sebagai bahan obat. Turbinaria ornata
(Turner) J. Agardh termasuk dalam suku Sargassaceae yang juga menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, antitumor dan antiimflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, skrining fitokimia serta untuk isolasi senyawa steroid/triterpenoid yang diidentifikasi dengan spektrofotometri Ultraviolet dan spektrofotometri Inframerah.
Pemeriksaan meliputi karakteristik simplisia dan skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia. Ekstraksi dilakukan secara perkolasi dengan pelarut
n-heksan, penentuan fase gerak dengan kromatografi lapis tipis, isolasi dengan menggunakan kromatografi kolom dan dikromatografi lapis tipis. Kemurnian isolat ditentukan dengan kromatografi lapis tipis dua arah dan isolat yang diperoleh diidentifikasi secara spektrofotometri sinar ultraviolet dan spektrofotometri sinar inframerah.
Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 9,94%, kadar sari yang larut dalam air 11,28%, kadar sari yang larut dalam etanol 2,34%, kadar abu total 16,45% dan kadar abu yang tidak larut asam 0,68%. Hasil skrining fitokimia memberikan hasil positif terhadap steroid/triterpenoid, saponin dan glikosida. Hasil analisis isolat secara spektrofotometri sinar Ultraviolet memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 206,80 nm menunjukkan adanya gugus kromofor dan hasil spektrofotometri sinar Inframerah menunjukkan adanya gugus C-O,-CH3, -CH2, C=C, C-H alifatis dan -OH.
Kata kunci: isolasi, kromatografi kolom, steroid/triterpenoid, Turbinaria
(16)
Simplex Characterization and Phytochemical Screening and Isolation of Steroid/Triterpenoid Compounds From n-Hexane Fraction of Seaweed
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
ABSTRACT
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh is one type of Indonesia’s natural
resources potensial as medicine. Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh is a one of the Sargassaceae showed antibacterial, antitumor and antiinflammatory activity. The purpose of this study was to determine the simplex characteristics, the phytochemical screening and the isolation of steroid/triterpenoid compounds. The isolates were characterized by ultraviolet and infrared spectrophotometries.
Simplex characterization and phytochemical screening of simplex powder. Extraction was accomplished by percolation using n-hexane as solvent, determination of mobile phase ratio with Thin Layer Chromatography then the
n-hexane extract was isolated with Coloumn Chromatography and Thin Layer Chromatography. The purity of isolate were confirmed by two-dimensional Thin Layer Cromatography and the pure isolate was characterized using ultraviolet and infrared spectrophotometric methods.
The result obtained from simplex characterization were water content 11.28%, ethanol-soluble extract content 2.34%, total ash content 16.45%, acid-insoluble ash content 0.68%. The result of phytochemical screening of seaweed
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh showed the presence of steroid/triterpenoid,
saponin and glycosides. The result of isolate was then characterized by Ultraviolet spectrophotometry that gave maximum wavelength 206,80 nm indicating the presence of chromophore and the result of IR spectrophotometry indicated the presence of C-O, -CH3, CH2, C=C, aliphatic C-H and –OH functional groups. Key words: isolation, coloumn chromatography, steroid/triterpenoid, Turbinaria
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai daerah perairan yang cukup luas, 2/3 dari luas wilayahnya terdiri dari lautan yang di dalamnya terkandung sumber daya alam yang sangat besar dan potensial sebagai bahan makanan atau sebagai obat-obatan, seperti rumput laut (Winarno, 1990).
Rumput laut memiliki kandungan metabolit primer dan metabolit sekunder. Kandungan metabolit primer rumput laut seperti alginat, serat, protein dan vitamin (Limantara dan Heriyanto, 2010) banyak dimanfaatkan sebagai bahan industri dan bahan kosmetik untuk pemeliharaan kulit. Selain kandungan metabolit primer rumput laut yang bernilai ekonomis, kandungan metabolit sekunder dari rumput laut juga memiliki aktivitas sebagai antibakteri dan antijamur (Reskika, 2011). Jenis rumput laut yang bernilai ekonomis dan telah diperdagangkan sejak dahulu, yaitu dari golongan rumput laut merah (Rhodophyta), rumput laut hijau (Chlorophyta) dan rumput laut coklat (Phaeophyta) (Anggadiredja, dkk., 2011).
Rumput laut coklat (Phaeophyceae) potensial digunakan sebagai sumber penghasil alginat. Rumput laut coklat yang juga sebagai penghasil alginat diantaranya adalah dari jenis Turbinaria sp., Padina sp., dan Sargassum sp. Alginat adalah salah satu kelompok polisakarida yang terbentuk dalam dinding sel alga coklat, dengan kadar mencapai 40% dari total berat kering dan memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur jaringan alga (Rasyid, 2003). Alginat menjadi sangat penting karena penggunaannya yang cukup luas dalam
(18)
industri antara lain sebagai pengental, pensuspensi dalam sirup dan penstabil (Anggadiredja, dkk., 2011).
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh adalah jenis rumput laut coklat yang
banyak ditemukan di pantai Lampuuk, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, namun belum banyak dibudidayakan ataupun dikembangkan secara optimal oleh masyarakat setempat. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Turbinaria sp. berpotensi sebagai antibakteri (Vijayabakar and Shiyamala, 2011), sebagai antitumor (Fajarningsih, dkk., 2008) serta sebagai antiinflamasi (Ananthi, dkk., 2011).
Senyawa steroid terdapat pada hewan, tanaman tingkat tinggi bahkan terdapat pula pada beberapa tanaman tingkat rendah seperti pada jamur (fungi), fungsi steroid antara lain untuk meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan serta untuk merangsang pertumbuhan pucuk tumbuhan. Steroid banyak terdapat di alam tetapi dalam jumlah yang terbatas dan juga mempunyai aktivitas biologis (Robinson,1995).
Golongan senyawa steroid/triterpenoid merupakan komponen aktif dari tumbuhan yang telah digunakan untuk mengobati beberapa penyakit dan digunakan dalam bidang farmasi seperti untuk pembuatan obat-obat kontrasepsi dan antiinflamasi (Robinson, 1995).
Berdasarkan hal diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap spesies rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh yang meliputi pemeriksaan terhadap karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan isolasi senyawa steroid/triterpenoid dari ekstrak n-heksan rumput laut Turbinaria ornata
(19)
lengkap mengenai karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan isolasi golongan senyawa kimia dari rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh.
1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah hasil karakterisasi simplisia rumput laut Turbinaria ornata
(Turner) J. Agardh dapat dijadikan sebagai acuan pada penelitian selanjutnya?
b. Apakah golongan senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh?
c. Apakah senyawa steroid/triterpenoid hasil isolasi dapat diidentifikasi secara Spektofotometri UV dan Spektrofotometri IR?
1.3Hipotesis
a. Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh belum tercantum dalam MMI
(Materia Medika Indonesia) sehingga karakteristik simplisia rumput laut yang diperoleh dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan pada penelitian selanjutnya.
b. Golongan senyawa kimia yang terkandung didalam simplisia rumput laut
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh adalah glikosida, saponin dan
steroid/triterpenoid.
c. Hasil isolasi senyawa steroid/triterpenoid dapat diidentifikasi secara Spektrofotometri UV dan Spektrofotometri IR.
1.4Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui karakteristik simplisia rumput laut Turbinaria ornata
(20)
b. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh.
c. Untuk mengetahui apakah isolat dapat diidentifikasi secara Spektrofotometri UV dan Spektrofotometri IR.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai karakteristik dan kandungan senyawa kimia dari simplisia rumput laut Turbinaria
ornata (Turner) J. Agardh serta untuk pengembangan obat tradisional khususnya
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat dan sebaran tumbuhan, morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama daerah, perkembangbiakan tumbuhan dan
kandungan kimia tumbuhan.
2.1.1 Habitat
Daerah sebaran beberapa jenis rumput laut di Indonesia sangat luas, baik yang tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan. Wilayah sebaran rumput laut yang tumbuh terdapat hampir diseluruh perairan dangkal laut Indonesia (Anggadiredja, dkk., 2011).
Habitat dan sebaran Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh di Indonesia umumnya tumbuh di perairan dangkal dengan daerah karang berlubang yang memiliki arus kuat dan juga tumbuh di atas batu koral dengan arus lemah (Aslan, 1998). Pengaruh alam yang banyak menentukan sebaran rumput laut adalah cahaya matahari, jenis substrat, kadar garam, ombak dan pasang surut. Rumput laut tidak dapat tumbuh pada kedalaman yang tidak terjangkau cahaya matahari dan substrat dasar tempat melekat biasanya berupa karang, batu, lumpur, pasir, kerang atau pada kayu (Atmadja, dkk., 1996). 2.1.2 Morfologi tumbuhan
Rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun, bentuk tersebut sebenarnya hanya talus saja (Aslan, 1998). Turbinaria
ornata (Turner) J. Agardh berupa talus berwarna coklat gelap, mempunyai batang
(22)
menyerupai terompet dengan panjang 1,5 cm pada daerah ujung daun mempunyai pinggir yang tajam runcing. Akar bercabang tidak teratur (Atmadja, dkk., 1996). 2.1.3 Sistematika tumbuhan
Menurut hasil identifikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Oseanografi Jakarta, taksonomi rumput laut coklat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Divisi : Phaeophyta Kelas : Phaeophyceae Ordo : Fucales Suku : Sargassaceae Genus : Turbinaria
Spesies : Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh 2.1.4 Nama daerah
Nama daerah Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh adalah agar-agar makina (Ambon), sarip geremes (Garut).
2.1.5 Perkembangbiakan tumbuhan
Perkembangbiakan rumput laut coklat dapat melalui dua cara, yaitu secara vegetatif dengan talus dan secara generatif dengan spora. Perkembangbiakan secara vegetatif dikembangkan dengan cara fragmentasi, yaitu potongan talus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru. Perkembangbiakan secara generatif dikembangkan melalui spora. Pertemuan dua gamet membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu ini yang mengeluarkan spora dan berkembang menjadi gametofit (Anggadiredja, dkk., 2011).
(23)
Faktor biologi utama yang menjadi pembatas produktivitas rumput laut yaitu faktor persaingan dan pemangsa dari hewan herbivora. Produktivitas dapat juga dihambat oleh faktor morbiditas dan mortalitas rumput laut itu sendiri. Morbiditas dapat disebabkan oleh penyakit dari infeksi mikroorganisme, tekanan lingkungan perairan (fisika dan kimia perairan) yang buruk serta tumbuhnya tanaman penempel (parasit). Mortalitas dapat disebabkan oleh pemangsaan hewan-hewan herbivora (Aslan, 1998). 2.1.6 Kandungan kimia tumbuhan
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh merupakan jenis rumput laut coklat
yang menghasilkan metabolit primer berupa senyawa hidrokoloid yang disebut alginat (Limantara dan Heriyanto, 2010). Jenis rumput laut yang termasuk kelas Phaeophyceae (alga coklat) memiliki kandungan protein, sedikit lemak, beta karoten, violasantin dan fukosantin serta mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi, dan iodium. Fukosantin merupakan pigmen yang dominan menutupi pigmen lainnya dan menyebabkan warna coklat pada rumput laut coklat serta mempunyai persediaan makanan (hasil fotosintesis) berupa laminaran (Yulianto, 2007).
2.2 Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan 2.2.1 Alginat
Alginat merupakan hidrokoloid yang diekstraksi dari Phaeophyceae (alga coklat), dikenal dalam dunia industri karena banyak manfaatnya (Aslan, 1998). Alginat menjadi sangat penting karena penggunaanya yang cukup luas dalam industri, antara lain sebagai bahan pengental dan pensuspensi dalam sirup (Anggadiredja, dkk., 2011). Spesies rumput laut coklat hasil perairan pantai
(24)
Indonesia yang memiliki potensi untuk diolah menjadi alginat adalah Sargassum
sp., Turbinaria sp. dan Padina sp. (Atmadja, dkk., 1996). 2.2.2 Glikosida
Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon). Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim (Sirait, 2007).
Berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon, glikosida dapat dibedakan menjadi (Sirait, 2007):
a. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan O.
Gambar 2.1 Ikatan karbon-oksigen antara gula dan cincin aromatik
b. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan C.
Gambar 2.2 Ikatan karbon-karbon antara gula dan cincin aromatik
c. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui jembatan N. Contoh: nikleosidin.
(25)
d. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan S. Contoh: sinigrin.
Gambar 2.4 Sinigrin 2.2.3 Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Saponin tersebar luas diantara tanaman tingkat tinggi. Saponin merupakan senyawa berasa pahit, menusuk, menyebabkan bersin dan mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir (Robinson, 1995).
Molekul saponin terdiri dari dua bagian yaitu, aglikon dan glikon. Bagian aglikon dari molekul saponin disebut genin atau sapogenin. Berdasarkan aglikonnya, Hostettman dan Marston (1995) membagi saponin menjadi 3 kelas utama yaitu:
1. Saponin triterpenoid 2. Saponin steroid
3. Saponin steroid alkaloid. 2.2.4 Steroid/triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur asam mevalonat diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid berupa senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi (Harborne, 1987).
(26)
ialah reaksi Liebermann-Burchard yang biasanya menghasilkan warna hijau-biru (Harborne, 1987). Triterpenoid juga menunjukkan aktivitas antibakteri, antifungi (Robinson, 1995) dan antikanker (Atenza, dkk., 2009).
Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa, yaitu triterpen, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1987).
Steroid adalah senyawa triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantren. Senyawa ini tersebar luas di alam dan mempunyai fungsi biologis yang sangat penting misalnya untuk kontrasepsi dan antiinflamasi (Harborne, 1987). Kerangka dasar dan sistem penomoran steroid (Robinson, 1995) dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.5 Struktur dasar steroid dan sistem penomorannya Menurut sumbernya, steroid dibagi atas (Manitto, 1981):
a. Zoosterol yaitu steroid yang berasal dari hewan, misalnya kolesterol.
Gambar 2.6 Kolesterol
b. Fitosterol yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan, misalnya stigmasterol.
(27)
c. Mycosterol yaitu steroid yang berasal dari fungi, misalnya ergosterol.
Gambar 2.8 Ergosterol
d. Marinesterol yaitu steroid yang berasal dari organisme laut, misalnya spongesterol.
Gambar 2.9 Spongesterol
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan dengan pelarut yang sesuai. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).
Menurut Depkes (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu:
a. Cara dingin 1. Maserasi
Maserasi adalah penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut disertai sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan panambahan ulang pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
(28)
2. Perkolasi
Adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat. b. Cara panas
1. Refluks
Adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.
2. Digesti
Adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
3. Sokletasi
Adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan terkondensasi. 4. Infundasi
Adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.
5. Dekoktasi
Adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.
(29)
2.4 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode yang digunakan untuk pemisahan komponen cuplikan yang komponen-komponennya terdistribusi antara dua fase, salah satunya diam dan yang lainnya bergerak (Rohman, 2009).
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair (Sastrohamidjojo, 1985).
2.4.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi absobsi, sebagai fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut larutan pengembang. Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat komponen/analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pewarnaan (Adnan, 1997).
Lapisan pemisah dari kromatografi lapis tipis terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), di tempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan baik berupa bercak ataupun pita. Setelah plat atau lapisan di masukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) (Stahl, 1985).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Senyawa yang tidak berwarna dilakukan pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluorosensi jika disinari dengan sinar
(30)
ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm), jika dengan cara itu senyawa tidak dapat dideteksi maka harus disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan kemudian bila perlu dengan pemanasan (Gritter, dkk., 1991).
a. Fase diam
Fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, plastik atau logam (Gritter, dkk., 1991).
Partikel fase diam dengan butiran yang kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Salah satu cara untuk memperbaiki hasil pemisahan adalah dengan menggunakan fase diam yang butirannya halus. Penyerap yang banyak dipakai untuk kromatografi lapis tipis adalah silika gel, alumunium oksida, selulosa dan poliamida (Sastrohamidjojo, 1985).
b. Fase gerak
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like
dissolves like yaitu untuk memisahkan sampel yang bersifa non polar digunakan
sistem pelarut yang bersifat non polar dan untuk memisahkan sampel yang bersifat polar digunakan sistem pelarut yang bersifat polar (Stahl, 1985).
c. Harga Rf
Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi lapis tipis sangat lazim menggunakan harga Rf (Retardation Factor) yang didefinisikan sebagai:
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal Jarak garis depan pelarut dari titik awal
(31)
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf antara lain: 1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2. Sifat penyerap
3. Tebal dan kerataan lapisan penyerap 4. Pelarut dan derajat kemurniannya
5. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana 6. Jumlah cuplikan
7. Suhu (Sastrohamidjojo, 1985). 2.4.2 Kromatografi kolom
Kromatografi kolom biasanya digunakan untuk memisahkan suatu campuran, berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran, penyerap dan gelas penyaring didalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang akan dipisahkan dan penyerap yang digunakan gelas wool atau kapas (Sastrohamidjojo, 1985).
Kromatografi kolom memerlukan waktu yang lama dan bahan yang cukup banyak, sehingga perlu dipastikan campuran pelarut yang terbaik untuk pemisahan. Masalah ini dapat dipecahkan melalui penerapan data KLT dan pemakaian elusi landaian. Fraksi kolom yang mengandung senyawa yang sama diperiksa dengan KLT kemudian digabungkan, diuapkan dengan tekanan rendah, namun masih mungkin diperlukan rekristalisasi untuk memperoleh senyawa murni (Gritter, dkk.,1991).
2.4.3 Kromatografi lapis tipis dua arah (two-dimensional TLC)
KLT dua arah atau KLT dua dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen mempunyai karakteristik kimia yang
(32)
hampir sama, karena nilai Rf juga hampir sama. Dua sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran tertentu, sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang hampir sama (Rohman, 2009).
KLT dua arah dilakukan dengan melakukan penotolan sampel disalah satu sudut lapisan lempeng tipis dan mengembangkannya sebagaimana biasa dengan fase gerak pertama. Lempeng kromatografi selanjutnya dipindahkan dari chamber
pengembang dan eluen dibiarkan menguap dari lempeng. Lempeng dimasukkan ke dalam chamber yang menggunakan eluen kedua sehingga pengembangan dapat terjadi pada arah kedua yang tegak lurus dengan arah pengembangan yang pertama (Rohman, 2009).
2.5 Spektrofotometri
2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet
Menurut Dachriyanus (2004), spektrofotometri UV-visibel adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan sinar tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan antara panjang gelombang atau frekuensi sinar UV terhadap intensitas serapan (adsorbansi). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200 - 400 nm (Sastrohamidjojo, 1985).
Ketika suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ketingkat energi yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung panjang gelombang cahaya yang diserap. Gugus yang dapat mengabsorpsi cahaya disebut dengan gugus kromofor (Dachriyanus, 2004).
(33)
2.5.2 Spektrofotometri sinar inframerah
Sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedang frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Pengukuran pada spketrum inframerah dilakukan pada daerah bilangan gelombang 2000-4000cm-1. Beberapa kegunaan penggunaan spektrofotometri inframerah (Dachriyanus, 2004), antara lain:
a. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik
b. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya.
Cara menganalisa spektrum inframerah dari senyawa yang tidak diketahui. adalah pertama harus ditentukan ada atau tidaknya beberapa gugus fungsional utama, seperti C=O , O-H , C-O, C=C, C≡N, C≡C dan NO
2. Menurut pavia (1988), langkah-langkah umum untuk memeriksa pita-pita serapan yang penting yang umum untuk memeriksa gugus yang penting pada spektrum inframerah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat gugus karbonil?
Gugus C=O memberikan puncak pada daerah 1660-1820 cm-1. Puncak ini biasanya merupakan yang terkuat dengan lebar medium pada spektrum.
2. Jika gugus C=O ada, periksalah gugus-gugus berikut dan jika C=O tidak ada langsung ke nomor 3.
a. Asam: yaitu pada serapan melebar 2500-3000 cm -1 (biasanya tumpang tindih dengan C-H).
b. Amida: yaitu pada serapan medium di dekat 3500 cm-1, kadang-kadang dengan puncak rangkap.
(34)
c. Ester : yaitu pada serapan dengan intensitas medium di daerah 1000–1300 cm-1.
d. Anhidrida : mempunyai dua serapan C=O di daerah 1810 dan 1760 cm-1. e. Aldehida : yaitu dua serapan lemah di dekat 2850-2750 cm-1 disebelah
kanan serapan C-H
f. Keton : jika kelima kemungkinan diatas tidak ada. 3. Jika gugus C=O tidak ada
a. Alkohol/fenol : periksalah gugus OH, yaitu serapan melebar di daerah 3300-3600 cm-1 yang diperkuat adanya serapan C-O di daerah 1000-1300 cm-1. b. Amina : periksalah gugus N-H , yaitu serapan medium di daerah 3500 cm-1. c. Eter : periksalah gugus C-O (dan tidak adanya –OH), yaitu serapan medium
di daerah 1000–1300 cm-1.
4. Ikatan rangkap dua atau cincin aromatik yaitu adanya :
a. C=C yang mempunyai serapan lemah di daerah 1650 cm-1.
b. Serapan medium sampai kuat pada daerah 1450-1650 cm-1 sering menunjukkan adanya cincin aromatik.
5. Ikatan rangkap tiga yaitu adanya;
a. C=N yang mempunyai serapan medium dan tajam di daerah 2250 cm-1 b. C=C mempunyai serapan lemah tapi tajam di daerah 2150 cm-1 periksa juga
CH asetilenik di dekat 3300 cm-1. 6. Hidrokarbon
a. Apakah kelima kemungkinan diatas tidak ada. b. Serapan utama di daerah CH dekat 3000 cm-1. c. Serapanlain di daerah 1375-1450 cm-1.
(35)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan, identifikasi bahan tumbuhan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak n-heksan, analisis ekstrak n-heksan dengan Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Kolom, uji kemurnian dengan KLT dua arah dan identifikasi isolat secara Spektrofotometri UV dan Spektrofotometri IR. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat-alat gelas laboratorium, blender (Phillips), desikator, krus porselin, lemari pengering, mikroskop (Olympus), neraca analitik (Vibra Aj), oven (Fisher Scientific), seperangkat alat perkolasi, seperangkat alat kromatografi kolom, hair dryer
(Maspion), botol penyemprot, seperangkat alat penetapan kadar air, spektrofotometer UV (Shimadzu), spektrofotometri IR (IR-Prestige 21).
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah talus rumput laut Turbinaria ornata
(Turner) J. Agardh. Bahan-bahan kimia berkualitas pro analisis (E-Merck) yaitu: amil alkohol, asam asetat anhidrida, asam klorida pekat, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, benzen, besi (III) klorida, bismuth (III) nitrat, isopropanol, kloroform, metanol, n-heksan, natrium hidroksida, raksa (II) klorida, serbuk magnesium (Mg), timbal (II) asetat, kristal kloralhidrat, toluen, kalium iodida,
(36)
α-naftol, plat lapis silika gel GF254, silika gel 60 H. Bahan kimia berkualitas teknis: etanol 96% dan air suling.
3.3 Pembuatan Pereaksi
Prosedur pembuatan pereaksi berdasarkan referensi dari Materia Medika Indonesia Jilid VI (1995).
3.3.1 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.3.2 Pereaksi Dragendorff
Larutan bismut nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml dicampur dengan 50 ml kalium iodida P 54,4% b/v, didiamkan sampai memisah sempurna, lalu diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml.
3.3.3 Pereaksi Mayer
Larutan raksa (II) klorida P 2,266% b/v sebanyak 60 ml dicampur dengan 10 ml larutan kalium iodida P 50% b/v, kemudian ditambahkan air secukupnya hingga 100 ml.
3.3.4 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.3.5 Pereaksi besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml.
(37)
3.3.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml.
3.3.7 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.3.8 Pereaksi asam sulfat 2 N
Sebanyak 9,8 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 ml.
3.3.9 Pereaksi kloralhidrat
Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling.
3.3.10 Pereaksi penyemprot Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 ml asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 ml etanol 96%, kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 ml asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan.
3.4Pengambilan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.4.1 Pengambilan bahan tumbuhan
Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan bahan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut Turbinaria
ornata (Turner) J. Agardh yang diperoleh dari pantai Lampuuk, Propinsi
(38)
3.4.2 Identifikasi bahan tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Identifikasi bahan tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Oseanografi, Jakarta. 3.4.3 Pengolahan bahan tumbuhan
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah talus rumput laut Turbinaria
ornata (Turner) J. Agardh. Rumput laut dibersihkan dari kotoran-kotoran yang
melekat seperti pasir dan sisa-sisa karang, dicuci dengan air mengalir, ditiriskan kemudian ditimbang sebagai berat basah, selanjutnya dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur ± 40°C sampai kering (ditandai bila diremas rapuh), kemudian ditimbang sebagai berat kering. Simplisia yang telah kering dihaluskan dengan menggunakan blender sampai menjadi serbuk lalu disimpan pada suhu kamar.
3.5 Pemeriksaan Karakteristik 3.5.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, tekstur dan ukuran serta pemeriksaan organoleptik dengan mengamati warna, rasa dan bau dari talus rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh.
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rumput laut
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh. Serbuk ditaburkan di atas kaca objek yang
telah ditetesi kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop.
(39)
a. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.
b. Penetapan kadar air simplisia
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu berisi toluen yang telah dijenuhkan, kemudian labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi. Kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik, setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna, lalu volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).
3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat, dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).
(40)
3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% di dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, setelah itu disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara sampai kering. Sisa yang diperoleh dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).
3.5.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 gserbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan kedalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600ºC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).
3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dalam asam klorida encer sebanyak 25 ml selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, lalu dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).
(41)
3.6 Skrining Fitokimia 3.6.1 Pemeriksaan alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat.
Pada tabung I : ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.
Pada tabung II : ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.
Pada tabung III : ditambahkan 2 tetes pereaksi Bourchardat, terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.
Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari percobaan di atas (Depkes, 1995).
3.6.2 Pemeriksaan flavonoid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 10 g, ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966). 3.6.3 Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 96% dengan 3 bagian air suling (7:3) dan 10 ml
(42)
asam klorida 2 N, kemudian direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari organik dikumpulkan dan ditambahkan Na2SO4 anhidrat, disaring, kemudian diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50ºC, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Sari air digunakan untuk percobaan berikut, 0,1 larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish, lalu ditambahkan dengan perlahan-lahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (glikon) atau glikosida (Depkes, 1995).
3.6.4 Pemeriksaan saponin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes, 1995).
3.6.5 Pemeriksaan tanin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Warna biru atau hijau kehitaman yang terjadi pada larutan menunjukkan adanya senyawa tanin (Farnsworth, 1966).
(43)
3.6.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru atau biru kehijauan yang terjadi menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).
3.7 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak n-heksan rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh dilakukan dengan cara perkolasi. Prosedur pembuatan ekstrak secara perkolasi, yaitu sebanyak 500 g serbuk simplisia dibasahi dengan n-heksan dan dibiarkan selama 3 jam kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolator, lalu dituang cairan penyari n-heksan sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari diatasnya, mulut tabung perkolator ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir dengan kecepatan 1 ml per menit, perkolat ditampung. Cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya sehingga selalu terdapat cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan setelah tetesan perkolat terakhir tidak bereaksi lagi dengan pereaksi Liebermann-Bouchard. Ekstrak lalu dipekatkan dengan alat penguap vakum putar hingga diperoleh ekstrak kental (Depkes, 1979).
3.8 Analisis Ekstrak n-heksan secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak n-heksan dianalisis secara KLT menggunkan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak campuran n-heksan:etilasetat dengan perbandingan (100:0),
(44)
(90:10), (80:20), (70:30), (60:40) dan (50:50). Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Bouchard.
Cara kerja:
Ekstrak dilarutkan dengan n-heksan lalu ditotolkan pada plat lapis tipis silika gel GF254, kemudian dimasukkan kedalam chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Fase gerak dibiarkan naik sampai batas pengembang. Plat dikeluarkan dan dikeringkan, lalu disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Bouchard, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110○C selama 10 menit lalu diamati warna yang terbentuk dan dihitung harga Rf. Kromatogram hasil KLT dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 49.
3.9 Isolasi Ekstrak n-heksan dengan Kromatografi Kolom
Ekstrak n-heksan di kromatografi kolom menggunakan pelarut landaian yaitu n-heksan:etil asetat dengan perbandingan 100:0, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90, 0:100 dan diakhiri dengan metanol.
Cara kerja:
Seperangkat alat kromatografi kolom dipasang kemudian ke dalam dasar kolom dimasukkan kapas yang telah bebas lemak, kemudian dimasukkan larutan fase gerak. Silika gel 60 H dibuat bubur dengan larutan fase gerak n-heksan diaduk sampai homogen dan bebas dari gelembung udara, kran dibuka kemudian bubur silika dimasukkan kedalam kolom secara perlahan-lahan sambil dinding kolom diketuk-ketuk untuk menghilangkan gelembung udara dan fase gerak tetap dialiri sampai semua silika gel turun, lalu didiamkan sampai kolom kompak, selanjutnya fase gerak turun sampai setinggi lebih kurang 1 cm diatas fase diam,
(45)
n-heksan ditambahkan dengan sedikit fase diam dan diaduk rata lalu dimasukkan kedalam kolom secara perlahan-lahan. Setelah sampel turun tepat setinggi fase diam melalui dinding kolom secara perlahan-lahan dialiri dengan fase gerak sambil kran kolom dibuka. Hasil elusi masing-masing ditampung sebanyak 5 ml dalam vial yang telah diberi nomor. Untuk pola kromatogram yang sama digabung menjadi satu fraksi. Kromatogram analisis KLT hasil kromatografi kolom dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 51.
3.10 Pencucian Kristal
Kristal hasil isolasi Kromatografi Kolom dicuci berulang kali dengan metanol dingin tetes demi tetes sampai diperoleh kristal amorf berwarna putih. 3.11 Uji Kemurnian Isolat
Isolat hasil isolasi dilakukan KLT dua arah menggunakan fase gerak I yaitu n-heksan:etilasetat (70:30) dan fase gerak II toluen:etilasetat (80:20) dengan fase diam plat lapis tipis silika gel GF254 dan penampak bercak pereaksi Liebermann-Burchard.
Cara kerja:
Isolat ditotolkan pada plat lapis silika gel GF254 ukuran 10x10 lalu dielusi memakai fase gerak I yaitu n-heksan:etilasetat (70:30) hingga mencapai batas pengembang, kemudian plat dikeluarkan dari dalam bejana dan dikeringkan. Setelah plat kering dielusi kembali dengan arah yang berbeda 90° memakai fase gerak II yaitu toluen:etilasetat (80:20), disemprot dengan memakai penampak bercak Liebermann-Burchard, setelah itu plat dipanaskan pada suhu 105℃ selama 10 menit lalu diamati warna yang terbentuk. Hasil uji kemurnian isolat dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 55.
(46)
3.12 Identifikasi Isolat
Identifikasi isolat dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet dan spektrofotometri inframerah yang dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU Medan.
3.12.1 Identifikasi isolat secara Spektofotometri UV Cara kerja:
Identifikasi isolat secara spektrofotometri UV dilakukan dengan cara isolat dilarutkan dalam pelarut metanol, kemudian dimasukkan kedalam kuvet yang telah dibilas dengan larutan sampel. Absorbansi larutan sampel diukur pada panjang gelombang 200-400 nm. Hasil identifikasi isolat secara Spektrofotometri UV dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 56.
3.12.2 Identifikasi isolat secara Spektrofotometri IR Cara kerja:
Identifikasi isolat secara spektrofotometri IR dilakukan dengan cara mencampurkan 1 mg isolat dengan 150 mg kalium bromida menggunakan alat
mixture vibrator, kemudian dicetak menjadi pelet pada tekanan 11,5 ton dan
dimasukkan ke dalam spektrofotometer inframerah serta diukur absorbansinya pada frekuensi 400-4000 cm-1. Hasil Identifikasi isolat secara Spektrofotometri IR dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 57.
(47)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia Pusat Penelitian Oseanografi, Jakarta adalah rumput laut jenis
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh, famili Sargassaceae. Hasil identifikasi
tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 41. 4.1Hasil Karakterisasi
4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap tanaman segar rumput laut
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh diperoleh berupa talus utama silindris, tegak
dan kasar, tinggi mencapai 17 cm, bentuk daun yang menyerupai terompet dengan pinggir tajam dengan organoleptik warna coklat tua dan memiliki rasa dan bau yang khas dan hasil pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia rumput laut
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh diperoleh simplisia berupa talus yang
mengecil dengan panjang 5-9 cm dan daun yang menciut dengan organoleptik warna coklat tua dan memiliki rasa dan bau yang khas. Gambar rumput laut segar simplisia dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 43.
Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap serbuk simplisia rumput laut diperoleh serbuk kasar, organoleptik warna coklat serta memiliki rasa dan bau yang khas. Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 44. 4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik
Hasil mikroskopik dari serbuk simplisia diperoleh adanya sel parenkim yang berisi pigmen berwarna coklat dan terdapat sel-sel propagule yang
(48)
merupakan sel-sel yang berperan dalam perkembangbiakan (Stewart, 2006). Gambar hasil mikroskopik serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 45.
4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik
Hasil pemeriksaan karakteristik dari serbuk simplisia rumput laut
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh dapat diliat pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia rumput laut
No Karakteristik Hasil Pemeriksaan (%)
1. Kadar air 9,94
2. Kadar sari larut dalam air 11,28 3. Kadar sari larut dalam etanol 2,34
4. Kadar abu total 16,45
5. Kadar abu tidak larut asam 0,68
Monografi simplisia rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh belum tercantum dalam Materia Medika Indonesia (MMI), sehingga tidak ada acuan dalam menentukan parameternya. Tabel 4.1 menunjukkan kadar air pada simplisia rumput laut sebesar 9,94%, kadar tersebut memenuhi persyaratan umum yaitu lebih kecil dari 10%. Kadar air yang lebih besar dari 10% dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya (Depkes, 2000).
Penetapan kadar sari yang larut dalam air menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut air seperti glikosida, gula, protein, enzim dan zat warna, sedangkan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut etanol seperti glikosida, steroid, flavonoid, saponin, tanin (Depkes, 1995).
Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa simplisia tidak mengandung logam berat tertentu
(49)
melebihi nilai yang ditetapkan karena dapat berbahaya (toksik) bagi kesehatan. Penetapan kadar abu total menyatakan jumlah kandungan senyawa anorganik dalam simplisia misalnya Mg, Ca, Na, Zn dan K. Kadar abu tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam misalnya silikat. Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 58-62.
4.3 Hasil Skrining Fitokimia
Hasil skrining fitokimia terhadap rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh diketahui bahwa talus rumput laut mengandung senyawa-senyawa kimia seperti terlihat pada tabel 4.2 dibawah ini:
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia rumput laut
No Pemeriksaan Hasil
1. Alkaloid -
2. Flavonoid -
3. Glikosida +
4. Saponin +
5. Steroid/Triterpenoid +
6. Tanin -
Keterangan: (+) Positif : mengandung golongan senyawa (−) Negatif : tidak mengandung golongan senyawa
Hasil skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia diperoleh simplisia tidak mengandung alkaloid, penambahan pereaksi Mayer, Bourchardat maupun Dragendroff tidak terbentuk endapan; mengandung glikosida, penambahan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat membentuk cincin ungu; mengandung saponin, terbentuknya busa lebih besar dari 1 cm yang stabil dengan pengocokkan dengan air panas dan tidak hilang pada penambahan HCl 2 N (Depkes, 1995);
(50)
mengandung triterpenoid, penambahan pereaksi Liebermann-Burchad membentuk warna merah ungu (Robinson, 1995).
4.4 Hasil Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid
Ekstraksi dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan pelarut n-heksan, dari hasil perkolasi 500 g serbuk simplisia diperoleh ekstrak sebanyak 1,6 g. Analisis KLT dari ekstrak n-heksan menunjukkan bahwa fase gerak yang dipilih adalah n-heksan:etilasetat (70:30) karena menghasilkan pemisahan noda steroid/ triterpenoid yang paling baik.
Ekstrak n-heksan diisolasi secara kromatografi kolom dengan pelarut landaian n -heksan:etilasetat dengan perbandingan 100:0, 90:10, 80:20, 70:30,60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90, 0:100, dan metanol sehingga diperoleh eluat sebanyak 74 vial. Masing-masing eluat dikromatografi lapis tipis dengan fase gerak n -heksan:etilasetat (70:30) dengan penampak bercak Lieberman-Burchard. Eluat yang mempunyai pola kromatogram yang sama di gabung menjadi satu fraksi, sehingga diperoleh 13 eluat yaitu E1 (vial 1-13), E2 (vial 14-16), E3 (vial 17-20), E4 (vial 21-22), E5 (vial 23-25), E6 (vial 26-29), E7 (vial 30-34), E8 (vial 35-43), E9(vial 44-49), E10 (vial 50-56), E11 (vial 57-59), E12 (vial 60-68) dan E13 (69-74). Noda berwarna merah ungu dengan pemisahan yang baik terdapat pada E6 (vial 26-29), pada E6 ditemukan kristal yaitu pada V26, V27, V28, V29 kemudian dilakukan penggabungan pada keempat vial tersebut, karena masih terdapat pengotoran maka kristal dicuci dengan metanol dingin sampai diperoleh kristal yang baik dan murni. Terhadap isolat dilakukan KLT dua arah dengan fase gerak I
n-heksan:etilasetat (70:30) dan fase gerak II toluen-etilasetat (80:20). Isolat menunjukkan satu noda berwarna merah ungu dengan harga Rf 0,41.
(51)
Isolat diidentifikasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV) dan spektrofotometri inframerah (IR). Hasil pengukuran secara spektrofotometri UV dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Pada hasil pengukuran secara spektrofotometri UV memberikan panjang gelombang maksimum sebesar 206,80 nm, hal ini menunjukan adanya gugus kromofor (Dachriyanus, 2004).
Hasil spektrofotometri inframerah (IR) menunjukkan pada bilangan gelombang 3441,01cm-1 terdapat gugus -OH (3200-3500 cm-1). Gugus -OH tersebut diperkuat oleh adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1029,28cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C-O (990-1060 cm-1). Adanya pita yang tajam dan kuat pada bilangan gelombang 2931,80 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H alifatis yang diperkuat oleh puncak pada bilangan gelombang 1458,18 cm-1 menunjukkan adanya gugus metilen (CH2) (1450-1470 cm-1). Puncak pada bilangan gelombang 1373,32cm-1 menunjukkan adanya gugus metil (CH3)
(1350-A
bs
or
ba
ns
i
(52)
1380 cm-1). Pita serapan pada bilangan gelombang 1627,92 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C non konjugasi (1500-1900 cm-1) (Supratman, 2010).
Pengukuran dengan spektrofotometri inframerah dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi dari suatu senyawa. Menyinari sebuah molekul dengan sinar infra merah yang berbeda-beda frekuensi atau bilangan gelombangnya maka gugus-gugus fungsi dari tingkatan energi yang sesuai akan bergetar (Supratman, 2010). Gugus fungsi tersebut akan menyerap sinar inframerah dengan bilangan gelombang yang akan direkam dalam puncak sebuah spektrum.
Berikut ini adalah gambar spektrum inframerah dari isolat
Gambar 4.1 Spektrum inframerah isolat
Tabel 4.3 Data bilangan gelombang isolat hasil isolasi dengan spektrofotometri inframerah
No. Bilangan Gelombang (Cm-1) Gugus Fungsi
1. 1029,28 C-O
2. 1373,32 -CH3
3. 1458,18 -CH2
4. 1627,92 C=C
5. 2931,80 C-H Alifatis
(53)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:
a. Hasil karakterisasi simplisia rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh diperoleh kadar air 9,94%, kadar sari yang larut dalam air 11,28%, kadar sari yang larut dalam etanol 2,34%, kadar abu total 16,45% dan kadar abu yang tidak larut asam 0,68%.
b. Hasil skrining fitokimia simplisia rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh mengandung senyawa kimia glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid.
c. Hasil analisis isolat secara spektrofotometri UV memberikan panjang gelombang maksimum 206,8 nm dan hasil pengukuran dengan spektrofotometri inframerah menunjukkan adanya gugus C-O, -CH3, -CH2, C=C, C-H alifatis dan –OH.
5.2 Saran
Peneliti selanjutnya disarankan untuk elusidasi struktur kimia dari senyawa steroid/triterpenoid yang terdapat dalam ekstrak n-heksan rumput laut
(54)
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. (1997). Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Halaman 10, 15-16.
Ananthi, S.,Gayathri, V.,Chandronitha, C., Lakshmisundaram, R., dan Vasanthi, H. (2011). Free Radical Scavenging and Antiinflammatory Potential of Marine Brown Alga Turbinaria Ornata (Turner) J. Agardh. Journal of
Geology Marine Sciences. 40(5): 464-467.
Anggadiredja, J.T., Achmad, Z., Heri, P., dan Sri, I. (2011). Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 3, 66-67.
Aslan, L.M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Jakarta: Kanisius. Halaman 16.
Atenza, M., Ratnawati, D., Widiyati, E. (2009). Uji Pendahuluan Penentuan Adanya Kandungan Senyawa Flavonoid dan Triterpenoid Pada Tanaman Sayuran Serta Bioassay Brine Shrimp Menggunakan Artemia Salina Leach. Skripsi. Bengkulu: Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Bengkulu. Halaman 1.
Atmadja, W.S., Achmad, K., Sulistijo, Rachmaniar, S. (1996). Pengenalan
Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Puslitbang Oseanologi-LIPI.
Halaman 56.
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektrofotometri.
Padang: Andalas University Press. Halaman 1.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 33.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 297-326, 333-340.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1, 9-10.
Fajarningsih, N.D., Nursid, M., Wikanta, T., dan Marraskuranto, E. (2008). Bioaktivitas Ekstrak Turbinaria decurrens sebagai Antitumor (HeLa dan T47D) serta Efeknya terhadap Proliferasi Limfosit. Jurnal Pascapanen
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 3(1): 21-27.
Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3): 263-264.
Gritter, R.J., Bobbit, J., Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi.
Penerjemah: Kokasih Padmawinata. Edisi 2. Bandung: ITB. Halaman 107-146.
(55)
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro.
Bandung: Penerbit ITB. Halaman 102-103, 147-149, 234.
Hostettmann, K., Hostettmann, M., dan Marston, A. (1995). Cara Kromatografi
Preparatif: Penggunaan Pada Isolasi Senyawa Alam. Penerjemah:
Kokasih Padmawinata. Bandung: ITB. Halaman 9-12, 33-34.
Limantara, L., dan Heriyanto. (2010). Studi komposisi pigmen dan kandungan fukosantin Rumput laut coklat dari perairan Madura dengan kromatografi cair kinerja tinggi. Jurnal Ilmu kelautan Maret 2010. 15(1): 23-32.
Manitto, P. (1981). Biosintesis Produk Alami. Penerjemah: Koensoemardiyah. Semarang : IKIP Semarang Press. Halaman 381.
Pavia, D. L., Bary, M. L., dan George S. K. (2001). Intruduction To
Spectroscopy: A Guide For Student Of Organic Chemistry. Washington:
Thomson Learning. Halaman 399.
Rasyid, A. (2003). Algae Coklat (Phaeophyta) Sebagai Sumber Alginat. Jurnal
Oseana. 28(1): 33-38.
Reskika, A. (2011). Evaluasi Potensi Rumput Laut Coklat (Phaeophyceae) dan Rumput Laut Hijau (Chlorophyceae) Asal Perairan Takalar Sebagai Antibakteri Vibrio spp. Skripsi. Makssar: Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanaan Universitas Hasanuddin. Halaman 3.
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi VI. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 191-193.
Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu: Yogyakarta. Halaman 51.
Saifudin, A., Viesa, R., dan Hilwan, Y.T. (2011). Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 4, 10.
Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty. Halaman 1-28, 160-162.
Sirait, M. (2007). Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung: ITB. Halaman 158.
Supratman, U. (2010). Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Widya Padjajaran. Halaman 69-79.
Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: ITB. Halaman 3-18.
(56)
Stewart, L.H. (2006). Ontogenetic Change In Buoyancy, Breaking Strength, Extensibility and Reproductive Investment in A Drifting Macroalga Turbinaria Ornata (Phaeophyta). Journal of Phycological Society of
America. 42: 43-50.
Vijayabakar, P. dan Shiyamala, P. (2011).Antibacterial Activities of Brown Marine Algae (Sargassum wightii and Turbinaria ornata) from The Gulf of Mannar Biosphere Reserve. Journal of advances in Biological Research. 5(2): 99-102.
Yulianto, K. (2007). PengaruhKonsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Viskositas Natrium Alginat yang Diekstrak dari Sargassum duplicatum, J. G. Agardh (Phaeophyta). Jurnal Oseanologi dan Limnologi. 33: 295-306. Winarno, F.G. (1990). Teknologi Pengolahan rumput Laut. Jakarta: Sinar
Harapan. Halaman 67-68.
World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal
(57)
(58)
Lampiran 2. Bagan kerja penelitian
Rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh Dicuci
Ditiriskan lalu ditimbang Dikeringkan
Dihaluskan
Serbuk simplisia rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
Ditimbang serbuk simplisia Ekstraksi dengan n-heksan Ekstrak n-heksan
Isolat
Diidentifikasi secara
spektrofotometri UV dan IR Spektrum
Simplisia
Disortir
Dikarakterisasi
Diisolasi secara kromatografi kolom dengan fase gerak landaian serta di KLT
KLT 2 arah
(59)
Lampiran 3. Gambar rumput laut segar dan simplisia Turbinaria ornata (Turner) J.Agardh
Rumput laut segar
(60)
Lampiran 3. (Lanjutan)
(61)
Lampiran 4. Mikroskopik rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
Keterangan:
Mikroskopik serbuk simplisia rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh (perbesaran 10 x 40)
1. Sel propagule
2. Sel parenkim berisi pigmen berwarna coklat 3. Sel parenkim
1
2 3
(62)
Lampiran 5. Bagan skrining fitokimia dan karakterisasi serbuk simplisia
Dicuci Ditiriskan
Dikeringkan
Dihaluskan Dihaluskan
Rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
Simplisia
Serbuk Simplisia
Skrining Fitokimia
Karakterisasi Simplisia
Pembuatan Ekstrak
-Alkaloida -Flavonoida -Saponin -Tanin -Glikosida
-Steroid/Triterpenoid
-Pemeriksaan Mikroskopik -Pemeriksaan Makroskopik -Penetapan kadar air
-Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol -Penetapan kadar sari yang larut dalam air -Penetapan kadar abu total
-Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
(63)
Lampiran 6. Bagan pembuatan ekstrak n-heksan rumput laut Turbinaria ornata
(Turner) J. Agardh
500 g Serbuk simplisia rumput laut
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
Ditutup mulut tabung perkolator dengan aluminium foil
Dibiarkan selama 24 jam
Disaring
1,6 g Ekstrak kental n-heksan
Dibuka kran dan dibiarkan tetes ekstrak mengalir
Dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu yang tidak lebih dari 500C
Dimaserasi selama 3 jam
Dimasukkan ke dalam alat perkolator
Dituangkan cairan penyari n-heksan secukupnya sampai semua simplisia terendam
(64)
UV dan IR
Dicuci dengan metanol dingin
KLT 2 arah
Digabung eluat yang pola kromatogramnya sama Lampiran 7. Bagan kromatografi kolom
(100:0) Vial 1-8 (80:20) Vial 16-22 (60:40) Vial 30-36 (50:50) Vial 37-43 (30:70) Vial 51-57 (10:90) Vial 65-71 (90:10) Vial 9-15 (70:30) Vial 23-29 (40:60) Vial 44-50 (20:80) Vial 58-64 (0:100) Vial 72-74 E1 1-13 E3 17-20 E5 23-25 E7 30-34 E8 35-43 E10 50-56 E12 60-68 E2 14-16 E4 21-22 E6 26-29 E9 44-49 E11 57-59 E13 69-74
Eluat (74 vial)
Kristal
Isolat murni
Spektrum
Dikromatografi Kolom dengan fase Gerak landaian n-heksan-etilasetat Dan fase diam silika gel 60 H
(65)
Lampiran 8. Kromatogram dan harga Rf dari fraksi n-heksan rumput laut
Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
100:0 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50
Keterangan: Fasediam silika gel GF254, fase gerak n-heksan-etilasetat, penampak bercak: Liebermann-Burchard,tp: titik awal penotolan, bp: batas pengembangan
Bp
(66)
Lampiran 8. (Lanjutan)
No Perbandingan fase gerak Rf Warna noda
1. 100:0 0,150
0,212 0,262
Coklat ungu Hijau muda
Ungu
2. 90:10 0,387
0,412 0,475 0,512 Coklat Hijau muda Coklat ungu Ungu
3. 80;20 0,287
0,450 0,550 0,662 Coklat ungu Coklat Hijau muda Ungu
4. 70:30 0,262
0,412 0,600 0,637 0,712 Merah ungu Coklat ungu Merah ungu Hijau muda Merah ungu
5. 60:40 0,225
0,475 0,587 0,775 Hijau tua Merah ungu Hijau tua Merah ungu
6. 50:50 0,212
0,287 0,537 0,762 Hijau tua Merah ungu Hijau tua Merah ungu
(67)
Lampiran 9. Kromatogram KLT dari hasil fraksinasi kolom
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kromatogram KLT dari hasil fraksinasi kolom dari vial 1 s/d 13
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
(68)
Lampiran 9. (Lanjutan)
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Kromatogram KLT dari hasil fraksinasi dari vial 26 s/d 43
44 45 46 47 48 49
(69)
Lampiran 9. (Lanjutan)
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
Kromatogram KLT dari hasil fraksinasi dari vial 50 s/d 68
69 70 71 72 74
(70)
Lampiran 9. (Lanjutan)
No Eluat Rf Warna noda
1. E1 (Vial 1-13) - -
2. E2 (Vial 14-16) 0,812 Merah ungu 3. E3 (Vial 17-20) 0,762
0,837
Hijau muda Merah ungu 4. E4 (Vial 21-22) 0,650
0,712
Merah ungu Hijau muda 5. E5 (Vial 23-25) 0,475
0,587
Merah ungu Hijau tua 6. E6 (Vial 26-29) 0,400
0,587 0,662
Hijau tua Merah ungu
Hijau tua 7. E7 (Vial 30-34) 0,525
0,575
Hijau muda Merah ungu 8. E8 (Vial 35-43) 0,387
0,512
Merah ungu Kuning 9. E9 (Vial 44-49) 0,337
0,512
Merah ungu Hijau muda 10. E10 (Vial 50-56) 0,287
0,612
Merah ungu Coklat 11. E11 (Vial 57-59) 0,587 Coklat 12. E12 (Vial 60-68) 0,362
0,587
Merah ungu Coklat
(71)
Lampiran 10. Kromatogram hasil KLT dua arah dari isolat murni
Keterangan: Fase diam silika gel GF254, fase gerak I: n-heksan:etilasetat (70:30), fase gerak II: toluen-etilasetat (80:20) , penampak bercak: Liebermann–Burchard, tp: titik pentotolan, A1: arah pengembangan pertama, A2: arah pengembangan kedua.
Harga rf KLT dua arah isolat
Fase Gerak Harga Rf
n-heksan-etilasetat (70:30) - Toluen-etilasetat (80:20) 0,41
A2 A1
Tp
(72)
Lampiran 11. Spektrum UV isolat rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
Panjang Gelombang
A
bs
or
ban
(73)
Lampiran 12. Spektrum IR isolat rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
No. Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi
1 1049,28 C-O
2 1373,32 -CH3
3 1458,18 -CH2
4 1627,92 C=C
5 2931,80 C-H alifatis
(74)
Lampiran 13. Perhitungan pemeriksaan kadar 1. Perhitungan kadar air
% Kadar air simplisia = x 100% (g) sampel berat (ml) air volume
No. Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml) 1. 2. 3. 5,0272 5,0272 5,0270 1,80 2,30 2,80 2,30 2,80 3,30
% Kadar air = 100%
sampel Berat awal Volume -akhir Volume ×
1. Kadar air = 100% 5,0272
1,80 -2,30
×
=
9,94%2. Kadar air = 100% 5,0272
2,30 -2,80
×
=
9,94%3. Kadar air = 100% 5,0270
2,80
-3,30 ×
=
9,95%% Rata-rata kadar air = 100%
3 % 95 , 9 9,94%
9,94%+ + ×
(75)
Lampiran 13. (Lanjutan)
2. Perhitungan kadar sari larut dalam air
% Kadar sari larut dalam air = 100% 20 100 (g) sampel berat (g) sari
berat × ×
No. Berat sampel (g) Berat sari (g) 1. 2. 3. 5,0041 5,0043 5,0044 0,1125 0,1127 0,1137
1. Kadar sari larut dalam air = 100% 20
100 5,0041 0,1125
×
×
=
11,24%2. Kadar sari larut dalam air = 100% 20
100 5,0043 0,1127
×
×
=
11,26%3. Kadar sari larut dalam air = 100% 20
100 5,0044 0,1137
×
×
=
11,36%% Rata-rata kadar sari larut dalam air =
3
11,36% 11,26%
11,24%+ +
(76)
Lampiran 13. (Lanjutan)
3. Perhitungan kadar sari larut dalam etanol
% Kadar sari larut dalam etanol = 100% 20 100 (g) sampel berat (g) sari
berat × ×
No. Berat sampel (g) Berat sari (g)
1. 2. 3. 5,0052 5,0057 5,0055 0,0221 0,0234 0,0246
1. Kadar sari larut dalam etanol = 100% 20
100 5,0052 0,0221
×
×
=
2,21%2. Kadar sari larut dalam etanol = 100% 20
100 5,0057 0,0234
×
×
=
2,34%3. Kadar sari larut dalam etanol = 100% 20
100 5,0055 0,0246
×
×
=
2,46%% Rata-rata kadar sari larut dalam etanol =
3
2,46% 2,34%
2,21%+ +
(1)
57
Lampiran 12. Spektrum IR isolat rumput laut Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh
No. Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi
1 1049,28 C-O
2 1373,32 -CH3
3 1458,18 -CH2
4 1627,92 C=C
5 2931,80 C-H alifatis
(2)
1. Perhitungan kadar air
% Kadar air simplisia = x 100%
(g) sampel berat
(ml) air volume
No. Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml) 1.
2. 3.
5,0272 5,0272 5,0270
1,80 2,30 2,80
2,30 2,80 3,30
% Kadar air = 100%
sampel Berat
awal Volume
-akhir Volume
×
1. Kadar air = 100%
5,0272 1,80 -2,30
×
=
9,94%2. Kadar air = 100%
5,0272 2,30 -2,80
×
=
9,94%3. Kadar air = 100%
5,0270 2,80
-3,30 ×
=
9,95%% Rata-rata kadar air = 100%
3
% 95 , 9 9,94%
9,94%+ + ×
(3)
59 Lampiran 13. (Lanjutan)
2. Perhitungan kadar sari larut dalam air
% Kadar sari larut dalam air = 100%
20 100 (g) sampel berat
(g) sari
berat × ×
No. Berat sampel (g) Berat sari (g)
1. 2. 3.
5,0041 5,0043 5,0044
0,1125 0,1127 0,1137
1. Kadar sari larut dalam air = 100% 20
100 5,0041 0,1125
×
×
=
11,24%2. Kadar sari larut dalam air = 100% 20
100 5,0043 0,1127
×
×
=
11,26%3. Kadar sari larut dalam air = 100% 20
100 5,0044 0,1137
×
×
=
11,36%% Rata-rata kadar sari larut dalam air =
3
11,36% 11,26%
11,24%+ +
(4)
3. Perhitungan kadar sari larut dalam etanol
% Kadar sari larut dalam etanol = 100%
20 100 (g) sampel berat
(g) sari
berat × ×
No. Berat sampel (g) Berat sari (g)
1. 2. 3.
5,0052 5,0057 5,0055
0,0221 0,0234 0,0246
1. Kadar sari larut dalam etanol = 100% 20
100 5,0052 0,0221
×
×
=
2,21%2. Kadar sari larut dalam etanol = 100% 20
100 5,0057 0,0234
×
×
=
2,34%3. Kadar sari larut dalam etanol = 100% 20
100 5,0055 0,0246
×
×
=
2,46%% Rata-rata kadar sari larut dalam etanol =
3
2,46% 2,34%
2,21%+ +
(5)
61 Lampiran 13. (Lanjutan)
4. Perhitungan kadar abu total
% Kadar abu total = 100%
(g) sampel berat
(g) abu berat
×
No. Berat sampel (g) Berat abu (g)
1. 2. 3.
2,0071 2,0074 2,0073
0,3338 0,3216 0,3351
1. Kadar abu total = 100%
20 100 2,0071 0,3388
×
×
=
16,63%2. Kadar abu total = 100%
20 100 2,0074 0,3216
×
×
=
16,02%3. Kadar abu total = 100%
20 100 2,0073 0,3351
×
×
=
16,70%% Rata-rata kadar abu total =
3
16,70% 16,02%
16,63%+ +
(6)
5. Perhitungan kadar abu tidak larut asam
% Kadar abu tidak larut asam = 100%
(g) sampel berat
(g) abu berat
×
No. Berat sampel (g) Berat abu (g)
1. 2. 3.
2,0010 2,0013 2,0011
0,0265 0,0067 0,0081
1. Kadar abu tidak larut asam =
2,0010 0,0265
x
100% =
1,32%2. Kadar abu tidak larut asam =
2,0013 0,0067
x
100% =
0,33%3. Kadar abu tidak larut asam =
2,0011 0,0081
x
100% =
0,405%% Rata-rata kadar abu tidak larut asam =
3
0,40% 0,33%
1,32%+ +
= 0,68%