Isolasi Identifikasi Seyawa Sapogenin Dari Teripang Stichopus sp

(1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPOGENIN DARI TERIPANG Stichopus sp.

SKRIPSI

Oleh:

RAHMA DANISYAH NASUTION NIM: 060824009

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPOGENIN DARI TERIPANG Stichopus sp.

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RAHMA DANISYAH NASUTION NIM: 060824009

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPOGENIN DARI TERIPANG Stichopus sp.

Oleh:

RAHMA DANISYAH NASUTION NIM: 060824009

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Januari 2009

Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.) (Dra. Siti Aman, M.S., Apt.)

NIP: 131 126 695 NIP: 130 517 493

Pembimbing II, (Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.) NIP: 131 126 695

(Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt.) (Dra. Misrah Gaffar, M.S., Apt.)

NIP: 131 270 667 NIP: 131 569 407

(Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.) NIP: 130 872 283

Medan, Januari 2009 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP: 131 283 716


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahahirrohmaanirrohiim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta sholawat beriring salam untuk rasulullah Nabi Muhammad SAW sebagai contoh tauladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul:

“Isolasi dan Identifikasi Senyawa Sapogenin dari Teripang Stichopus sp.”

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt dan ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt, yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas dan memberikan petunjuk-petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan fasilitas selama pendidikan serta pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., selaku Penasehat Akademik yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.

4. Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt, selaku Kepala Laboratorium Farmakognosi yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan penelitian.


(5)

5. Ibu Dra. Siti Aman, M.S., Apt., Ibu Dra. Misrah Gaffar, M.S., Apt., dan Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama perkuliahan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Ayahanda H. Ali Usman Nst, dan Ibunda Almh. Hj. Borgo Lubis, keluarga

besar A.U, kakakku tersayang Dr.Derlina, Hj. Menni, Abangku tersayang H. Nasrun, Syahmidan, H. Mhd. Halomoan, adik-adikku Dina, Lily, Rasyid, Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga atas

perhatian, nasehat, dorongan semangat dan do’a yang tiada hentinya kepada penulis.

8. Abang-kakak senior dan kawan-kawanku khususnya: Yani Jambak, Nitha, Merlin, Een, Faisal, Kak Umi, Renta, Muammar (Mumu), Bang Riza, terutama buat Bang Umri Ubit yang telah membantu penulis dalam hal memperoleh sample penelitian, dan teristimewa buat Ade Fuji Kusuma yang selalu memberikan dorongan semangat dan perhatian, rekan Farmasi Ekstensi stambuk 2006 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat, dukungan do;a, berbagi suka dan duka dalam menyelesaikan penilitian dan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun.


(6)

Akhirnya, harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2009 Penulis,


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan uji pendahuluan senyawa kimia golongan saponin, steroid/triterpenoid serta ekstraksi, isolasi dan identifikasi senyawa sapogenin dari teripang (timun laut) Stichopus sp.

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 95%, kemudian dihidrolisis dengan asam klorida 2 N, selanjutnya disari dengan pelarut kloroform. Terhadap ekstrak kloroform dilakukan kromatografi lapis tipis untuk memperoleh pemisahan yang paling baik, kemudian dilakukan isolasi dengan menggunakan kromatografi preparatif dengan fase gerak kloroform - toluen (70:30). Terhadap senyawa yang diisolasi dilakukan uji kemurnian dengan kromatografi lapis tipis dua arah. Isolat yang diperoleh diidentifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR), spektrometri massa (MS).

Hasil uji pendahuluan senyawa kimia menunjukkan adanya senyawa saponin dan steroid/triterpenoid. Dan hasil isolasi dari ekstrak kloroform diperoleh 4 isolat. Isolat 1 mempunyai harga Rf 0,17, isolat 2 harga Rf 0,35, isolat 3 harga Rf 0,56 dan isolat 4 harga Rf 0,93. Hasil identifikasi isolat 3 secara spektrofotometri ultraviolet diperoleh panjang gelombang maksimum 236 nm dan mempunyai gugus fungsi O-H, C-H alifatis, -CH3-, -CH2- dan C-O. Dan hasil

karakteristik spektrometri massa mempunyai BM 388 dan merupakan senyawa kolesterol yaitu Cholestan-3-ol (C27H48O).


(8)

ABSTRACT

Chemical compound preface test of saponin, steroide/triterpenoide, extraction, isolation and identification sapogenin compound of sea cucumber/teripang Stichopus sp have been done.

Extraction was done by maseration using ethanol 95%, and hydrolized by hydrochloric acid 2 N, then extracted by CHCl3. To CHCl3 extract, Thin Layer

Chromatography was done to achieve the best result, then isolated using preparative chromatography with CHCl3 : toluene (70:30) as solving agent. To

isolated compound, purity test was done using two direction Thin Layer Chromatography. The isolated result was identified by UV-Spectrophotometric, Infra Red Spectrophotometric and Mass Spectrophotometric.

The result of chemical compound preface test shows that there is saponin and steroide/triterpenoide. The result of isolation by extract CHCl3 got 4 isolate.

Isolate 1 with Rf 0,17, isolate 2 Rf 0,35, isolate 3 Rf 0,56 and isolate 4 Rf 0,93. The result of identification isolate 3 by UV-Spectrophotometric has maximum wave length 236 nm and purpose group O-H, aliphatic C-H, CH3, -CH-, and C-O.

Characterictic result by Mass-Spectrometri, molecular mass of the compound is 388 and it is cholesterol Cholestan-3-ol (C27H48O).


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL .... ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Uraian Hewan... 4

2.2 Kandungan Tubuh Teripang ... 5

2.3 Habitat dan Penyebaran... 6

2.4 Uraian Kimia ... 7


(10)

2.5 Ekstraksi ... 10

2.6 Kromatografi ... 11

2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis ... 12

2.6.2 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ... 13

2.7 Spektrofotometri Ultra Violet ... 14

2.8 Spektrofotometri Infra Merah ... 15

2.9 Spektrometri Massa ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat – alat ... 21

3.2 Bahan – bahan ... 21

3.3 Pengumpulan dan pengolahan sampel ... 22

3.3.1 Pengumpulan sampel ... 22

3.3.2 Identifikasi hewan teripang ... 22

3.3.3 Pengolahan sampel ... 22

3.4 Lokasi Penelitian ... 23

3.5 Pemeriksaan karakteristik simplisia ... 23

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 23

3.5.2 Penetapan kadar air ... 23

3.6 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 24

3.7 Pemeriksaan senyawa saponin ... 25

3.7.1 Uji busa ... 25

3.7.2 Uji hemolisis darah ... 25

3.7.3 Uji warna dengan pereaksi Liebermann-Burchard(LB) ... 26


(11)

3.9 Analisis ekstrak etanol dengan cara KLT ... 27

3.10 Isolasi senyawa sapogenin dari ekstrak etanol ... 27

3.11 Analisis ekstrak kloroform dengan cara KLT ... 27

3.12 Pemisahan senyawa sapogenin teripang dengan KLT Preparatif 28 3.13 Uji kemurnian senyawa hasil isolasi dengan KLT ... 29

3.14 Uji kemurnian senyawa hasil isolasi dengan KLT dua arah ... 29

3.15 Identifikasi Isolat ... 30

3.15.1 Identifikasi isolat dengan Spektrofotometri UV ... 30

3.15.2 Identifikasi isolat dengan Spektrofotometri Inframerah ... 30

3.15.3 Identifikasi isolat dengan Spektrometri Massa ... 31

BAB IV. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN ... 32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gamba r Halaman

1. Gambar Hewan Teripang segar ... 39

2. Gambar simplisia teripang ... 40

3. Bagan ekstraksi senyawa sapogenin dari hewan teripang... 41

4. Bagan isolasi senyawa sapogenin dari ekstrak kloroform ... 42

5. Gambar Kromatogram hasil KLT ekstrak Etanol ... 43

6. Gambar Kromatogram hasil KLT ekstrak Kloroform ... 44

7. Gambar kromatogram hasil KLT ekstrak kloroform ... 45

8. Gambar kromatogram ekstrak kloroform KLT Preparatif ... 46

9. Gambar kromatogram KLT hasil isolat ... 47

10. Gambar kromatogram hasil KLT dua arah ... 48

11. Gambar spektrum Ultra violet ... 49

12. Spektrum Inframerah ... 50

13. Spektrum massa isolat ... 51


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Identifikasi hewan laut teripang... 38

2. Gambar Hewan Teripang segar ... 39

3. Gambar simplisia teripang ... 40

4. Bagan ekstraksi senyawa sapogenin dari teripang ... 41

5. Bagan isolasi senyawa sapogenin dari ekstrak kloroform ... 42

6. Kromatogram hasil KLT ekstrak etanol ... 43

7. Kromatogram hasil KLT ekstrak kloroform ... 44

8. Kromatogram hasil KLT ekstrak kloroform ... 45

9. Kromatogram ekstrak kloroform secara KLT Preparatif ... 46

10. Kromatogram KLT hasil isolat ... 47

11. Gambar kromatogram hasil KLT dua arah dari isolat ... 48

12. Gambar spektrum Ultra violet ... 49

13. Gambar spektrum Inframerah ... 50

14. Gambar spektrum massa isolat... 51

15. Gambar spektrum massa pembanding ... 52


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan uji pendahuluan senyawa kimia golongan saponin, steroid/triterpenoid serta ekstraksi, isolasi dan identifikasi senyawa sapogenin dari teripang (timun laut) Stichopus sp.

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 95%, kemudian dihidrolisis dengan asam klorida 2 N, selanjutnya disari dengan pelarut kloroform. Terhadap ekstrak kloroform dilakukan kromatografi lapis tipis untuk memperoleh pemisahan yang paling baik, kemudian dilakukan isolasi dengan menggunakan kromatografi preparatif dengan fase gerak kloroform - toluen (70:30). Terhadap senyawa yang diisolasi dilakukan uji kemurnian dengan kromatografi lapis tipis dua arah. Isolat yang diperoleh diidentifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR), spektrometri massa (MS).

Hasil uji pendahuluan senyawa kimia menunjukkan adanya senyawa saponin dan steroid/triterpenoid. Dan hasil isolasi dari ekstrak kloroform diperoleh 4 isolat. Isolat 1 mempunyai harga Rf 0,17, isolat 2 harga Rf 0,35, isolat 3 harga Rf 0,56 dan isolat 4 harga Rf 0,93. Hasil identifikasi isolat 3 secara spektrofotometri ultraviolet diperoleh panjang gelombang maksimum 236 nm dan mempunyai gugus fungsi O-H, C-H alifatis, -CH3-, -CH2- dan C-O. Dan hasil

karakteristik spektrometri massa mempunyai BM 388 dan merupakan senyawa kolesterol yaitu Cholestan-3-ol (C27H48O).


(15)

ABSTRACT

Chemical compound preface test of saponin, steroide/triterpenoide, extraction, isolation and identification sapogenin compound of sea cucumber/teripang Stichopus sp have been done.

Extraction was done by maseration using ethanol 95%, and hydrolized by hydrochloric acid 2 N, then extracted by CHCl3. To CHCl3 extract, Thin Layer

Chromatography was done to achieve the best result, then isolated using preparative chromatography with CHCl3 : toluene (70:30) as solving agent. To

isolated compound, purity test was done using two direction Thin Layer Chromatography. The isolated result was identified by UV-Spectrophotometric, Infra Red Spectrophotometric and Mass Spectrophotometric.

The result of chemical compound preface test shows that there is saponin and steroide/triterpenoide. The result of isolation by extract CHCl3 got 4 isolate.

Isolate 1 with Rf 0,17, isolate 2 Rf 0,35, isolate 3 Rf 0,56 and isolate 4 Rf 0,93. The result of identification isolate 3 by UV-Spectrophotometric has maximum wave length 236 nm and purpose group O-H, aliphatic C-H, CH3, -CH-, and C-O.

Characterictic result by Mass-Spectrometri, molecular mass of the compound is 388 and it is cholesterol Cholestan-3-ol (C27H48O).


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki panjang pantai sekitar 81.000 km. Dengan kondisi alam dan iklim yang hampir tidak banyak mengalami perubahan sepanjang tahun, perairan pantai Indonesia sangat memungkinkan bila memiliki banyak jenis biota ekonomis. Salah satu diantaranya yaitu teripang (Martoyo dkk, 2006).

Teripang adalah salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Namun tidak semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Ada beberapa jenis teripang yang tidak berduri (Martoyo dkk, 2006). Tubuh teripang lunak, berdaging, dan berbentuk silindris memanjang seperti buah ketimun, oleh karena itu dinamakan ketimun laut seperti buah ketimun. Dari beberapa jenis teripang tersebut, hanya tiga genus yang ditemukan di perairan pantai Indonesia. Ketiga genus tersebut adalah Holothuria, Muelleria, Stichopus (Martoyo dkk, 2006).

Indonesia penghasil teripang terbesar di dunia, sayang, tak ada yang mengolahnya (Trubus, 2006).

Teripang mempunyai nilai ekonomi penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang dalam kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%, dan kadar karbohidrat 4,8% (Martoyo dkk, 2006).

Studi di China mengungkapkan bahwa gamat (Sea cucumber, Teripang) juga mengandung saponin glikosida. Komponen ini mempunyai suatu struktur


(17)

yang serupa dengan komponen ginseng yang aktif, ganoderma, dan tumbuh-tumbuhan bumbu tonik yang terkenal. Studi China ini menunjukkan adanya anti kanker pada saponin dan polisakarida yang terkandung di dalam gamat. Studi modern ini membuktikan bahwa gamat dapat digunakan sebagai suatu tonik dan suplemen gizi (Anonim, 2008).

Penelitian yang modern ini telah membuktikan bahwa sea cucumber bermanfaat untuk penyakit musculoskeletal inflame-matory, khususnya arthritis rematik, osteoarthritis dan penyakit rematik yang mempengaruhi tulang belakang. Teripang juga mempunyai kemampuan dalam regenerasi sel yang merupakan alasan utama dipakai menyembuhkan berbagai penyakit (Trubus, 2006).

Berdasarkan hal diatas, maka penulis mengisolasi senyawa sapogenin yang terdapat pada teripang genus Stichopus. Penelitian ini dilakukan dengan cara ekstraksi terhadap teripang, hidrolisis ekstrak, dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan KLT Preparatif. Isolat yang diperoleh di identifikasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR), spektrometri massa (MS).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah teripang Stichopus sp mengandung senyawa sapogenin?

2. Bagaimana cara mengisolasi senyawa sapogenin dari hewan teripang Stichopus

sp. dan apakah isolatnya dapat diidentifikasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR) dan spektrometri massa (MS)?


(18)

1.3 Hipotesis

1. Hewan teripang Stichopus sp.mengandung senyawa sapogenin .

2. Senyawa sapogenin dari hewan teripang Stichopus sp. dapat diisolasi dengan cara KLT preparatif menggunakan campuran pelarut dengan perbandingan tertentu dan isolatnya dapat diidentifikasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR) dan spektrometri massa (MS).

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui senyawa sapogenin yang terdapat pada hewan teripang

Stichopus sp.

2. Untuk mengetahui cara mengisolasi senyawa sapogenin dari hewan teripang

Stichopus sp. dan cara mengidentifikasi isolatnya dengan spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR) dan spektrometri massa (MS).

1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai informasi tentang senyawa sapogenin hasil isolasi dari teripang


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Hewan

Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Namun, tidak semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Ada beberapa jenis teripang yang tidak berdur (Martoyo dkk, 2006)i.

Selain teripang, bintang laut yang termasuk dalam filum Echinodermata yaitu bintang laut (Asteriodea) dan bulu babi (Echinoidea). Diantara empat famili teripang, hanya famili Holothuriidae yang dapat dimakan dan bernilai ekonomis(Martoyo dkk, 2006).

Tubuh teripang lunak, berdaging dan berbentuk silindris memanjang seperti buah ketimun. Oleh karena itu, hewan ini dinamakan ketimun laut. Gerakan teripang saangat lambat sehingga hampir seluruh hidupnya berada di dasar laut. Warna tubuh teripang bermacam-macam, mulai dari hitam, abu-abu, kecokelat-cokelatan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan, sampai putih (Martoyo dkk, 2006).

Tidak semua jenis teripang yang ditemukan di perairan Indonesia mempunyai nilai ekonomis penting. Jenis teripang yang dapat dimakan dan mempunyai nilai ekonomis penting terbatas pada famili Holothuriidae pada genus Holothuria, Muelleria, dan Stichopus (Martoyo dkk, 2006).

Secara garis besar klasifikasi dari beberapa jenis teripang bernilai ekonomi tersebut adalah sebagai berikut:


(20)

Filum : Echinodermata Sub-filum : Echinozoa Kelas : Holothuroidea Sub-kelas : Aspidochirotacea Ordo : Aspidochirotida Famili : Holothuriidae Marga :

1. Holothuria 2. Muelleria 3. Stichopus

Dari bebarapajenis teripang , hanya tiga genus yang ditemukan di perairan pantai Indonesia. Ketiga genus tersebut adalah Holothuria, Mulleria, Stichopus. Dari ketiga genus tersebut ditemukan sebanyak 23 spesies.

Di pasaran internasional, semua jenis teripang tersebut dikenal dengan nama teat fish. Nama-nama teripang di tiap-tiap Negara juga berbeda-beda, di Indonesia nama lokalnya teripang (timun laut), Malaysia namanya trepang, gamat, Hongkong namanya haysom, timun laut, Thailand namanya pling khao, India namanya attai, dan Jerman namanya seegueke (trepang) (Martoyo dkk, 2006).

2.2 Kandungan Tubuh Teripang

Ekstrak murni teripang mempunyai kecenderungan menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimicyn dengan kadar 6,25 – 25 mikrogram/milliliter.

Teripang mempunyai nilai ekonomi penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang dalam


(21)

kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%, dan kadar karbohidrat 4,8% (Martoyo dkk, 2006).

Studi di China mengungkapkan bahwa gamat (Sea cucumber, Teripang) juga mengandung saponin glikosida. Komponen ini mempunyai suatu struktur yang serupa dengan komponen ginseng yang aktif, ganoderma, dan tumbuh-tumbuhan bumbu tonik yang terkenal. Studi China ini menunjukkan adanya anti kanker pada saponin dan polisakarida yang terkandung di dalam gamat. Studi modern ini membuktikan bahwa gamat dapat digunakan sebagai suatu tonik dan suplemen gizi (Anonim, 2008).

Penelitian yang modern ini telah membuktikan bahwa sea cucumber bermanfaat untuk penyakit musculoskeletal inflame-matory, khususnya arthritis rematik, osteoarthritis dan penyakit rematik yang mempengaruhi tulang belakang. Teripang juga mempunyai kemampuan dalam regenerasi sel yang merupakan alasan utama dipakai menyembuhkan berbagai penyakit (Trubus, 2006).

2.3 Habitat dan Penyebaran

Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai, mulai dari daerah pasang-surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Teripang lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relative tenang. Umumnya, masing-masing jenis memiliki habitat yang spesifik. Misalnya, teripang putih banyak ditemukan di daerah yang berpasir atau pasir yang bercampur Lumpur pada kedalaman 1 – 40 meter.

Dihabitatnya, terdapat jenis teripang yang hidup berkelompok dan ada pula yang hidup soliter (sendiri). Sumber utama makanan teripang di alam yaitu kandungan zat organik dalam Lumpur, detritus (sisa pembusukan bahan organik),


(22)

dan plankton. Jenis makana lain adalah organisme-organisme kecil, protozoa, algafilamen, rumput laut, dan potongan-potongan kecil hewan maupun tumbuhan laut serta partikel – partikel pasir.

Penyebaran teripang di Indonesia sangat luas. Beberapa daerah penyebaran antara lain meliputi perairan pantai Madura, Jawa Timur, Bali, Sumba, Lombok, Aceh, Bengkulu, Bangka, Riau dan sekitarnya, Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Timor dan Kepulauan Seribu (Martoyo dkk, 2006).

Indonesia penghasil teripang terbesar di dunia, sayang, tak ada yang mengolahnya (Trubus, 2006).

2.4 Uraian Kimia

2.4.1 Triterpenoid dan Steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik yaitu skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harbone, 1987).

a. Triterpen sebenarnya

Menurut jumlah cincin yang terdapat dalam struktur molekulnya digolongkan atas:

1. Triterpen asiklik 2. Triterpen trisiklik 3. triterpen tetrasiklik 4. triterpen pentasiklik


(23)

b. Steroid

Steroid adalah triterpen yang terbuka dasarnya cincin siklopentana perhidrofenantren (Harbone, 1987). Inti steroid dasar sama dengan inti lanosterol dan triterpenoid tetrasiklik lain, tetapi hanya pada dua gugus metal yang terikat pada sistim cincin, pada posisi 10 dan 13. Nama “sterol” dipakai khusus untuk steroid alkohol. Sterol biasanya mempunyai gugus hidroksil pada atom C-3 dan suatu ikatan rangkap pada posisi 5 dan 6 (Manitto, 1981).

Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem siklopentana perhidrofenantren. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai hormon kelamin, asam empedu, dan lain-lain) (Harborne, 1987).

Kerangka dasar dan sistem penomoran steroida (Robinson, 1995) dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar Kerangka dasar steroida dan sistem penomorannya

Dari pandangan kimiawan organik, semua molekul steroida adalah turunan jenuh dari fenantren (hidrokarbon aromatik trisiklik). Gambar 9 berikut ini menunjukkan keempat lambang (A, B, C, D) inti steroida (Wilbraham, 1992).


(24)

B

C

D

A

2 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar Penulisan lambang keempat (A, B, C, D) inti steroida.

Berdasarkan sumber atau asalnya maka steroida dibagi atas empat golongan (Manitto, 1981), yaitu :

a. Zoosterol yaitu steroida yang berasal dari hewan terutama vertebrata. b. Fitosterol yaitu steroida yang berasal dari tumbuhan.

c. Mikosterol yaitu steroida yang berasal dari jamur (fungi). d. Marinosterol yaitu steroida yang berasal dari organisme laut.

c. Saponin

Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang khas menyerupai sabun (bahasa latin sapo = sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan dapat menyebabakan hemolisis sel darah merah (Robinson, 1991).

Saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid (sapogenin) yang terikat pada suatu oligosakarida yang biasanya heksosa dan pentosa. Struktur kimia dari aglikon saponin dibagi atas dua golongan yaitu sapogenin steroid dan sapogenin triterpenoid pentasiklik (Farnsworth, 1966).

d. Glikosida Jantung 2.5Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut


(25)

tertentu. Proses ekstraksi akan menghasilkan ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Depkes, 2000). Penguapan ekstrak dilakukan dengan penguap vakum putar pada suhu tidak lebih dari 40oC dalam suasana tekanan dikurangi (Harborne,1987).

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes, 2000) yaitu : A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.

B. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi pelarut pada tempertur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.


(26)

3. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit.

5. Dekok

Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC semala 30 menit.

2.6 Kromatografi

Cara-cara kromatografi dapat dikelompokkan berdasarkan fase gerak dan fase diam yang digunakan (Sastrohamidjojo, 1985) yaitu :

1. Fase gerak zat cair-fasa diam padat (kromatografi serapan) - Kromatografi lapis tipis

2. Fasa gerak gas-fasa diam padat - Kromatografi gas padat 3. Fasa gerak cair-fasa diam cair

- Kromatografi kertas

4. Fasa gerak gas-fasa diam cair - Kromatografi gas cair

2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi serapan dimana fasa diam berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fasa gerak berupa zat cair


(27)

yang disebut larutan pengembang (Gritter. dkk, 1991). Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak. Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fasa gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).

Deteksi

Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa tanwarna pada kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama pada kira-kira 254 nm) atau jika senyawa itu dapat dideteksi ke fluoresensi radiasi UV gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara itu senyawa tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan reaksi kimia ; pertama tanpa dipanaskan, kemudian bila perlu dipanaskan. Deteksi biologi pada beberapa kasus dapat dilakukan (Stahl, 1985).

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu :

1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.

2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifasinya. Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga Rf, meskipun menggunakan fasa gerak yang sama.

3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap. 4. Pelarut (derajat kemurnian) fase gerak

5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang dilakukan. 6. Teknik percobaan.


(28)

7. Jumlah cuplikan yang digunakan. 8. Suhu.

9. Kesetimbangan.

2.6.2 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan yang paling murah dan menggunakan peralatan sederhana yaitu kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP).

Ketebalan penyerap yang sering dipakai adalah 0,5-2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20x20 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penyerap yang paling umum digunakan ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofilik maupun campuran senyawa hidrofilik.

Penotolan cuplikan dilakukan berupa pita dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pelarut yang baik untuk melarutkan cuplikan adalah pelarut yang atsiri ( heksan, diklormetan, etil asetat) dan konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%.

Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV.

Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan: a) menyemprot dengan air (misalnya saponin)


(29)

b) menutup plat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi semprot

c) menambahkan senyawa pembanding (Hostettmann, 1995).

Setelah pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak maka senyawa yang tak berwarna dengan penjerap dikerok dari plat kaca. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran beberapa senyawa hingga diperoleh senyawa murni (Gritter dkk, 1991).

2.7 Spektrofotometri Ultra Violet

Spektrofotometri ultra violet merupakan suatu teknik analisis yang berdasarkan atas pengukuran serapan suatu larutan yang dilalui radiasi monokromatis ultra ungu. Serapan molekul di daerah ultra violet bergantung kepada struktur elektronik dari molekul dan penyerapan sejumlah energi akan menyebabkan elektron pada tingkat dasar tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi (Silverstein dkk, 1981).

Panjang gelombang di dalam ultra violet biasanya dinyatakan dalam nanometer (1 nm = 10-9 m). Spektrum serapan yabg lebih kecil dari 200 nm disebut spektrometri ultra violet jauh (hampa udara). Bagian ultra violet (ultra violet dekat) dari spektrum elektromagnetik terentang dari 200-400 nm (Silverstein dkk,1981).

Beberapa istilah yang digunakan di dalam pembahasan spektrum elektronik meliputi:

a) kromofor, suatu gugus kovalen tidak jenuh yang bertanggung jawab untuk serapan elektronik (sebagai contoh C=C, C=O,NO2).


(30)

b) Auksokrom, suatu gugus jenuh dengan elektron tidak terikat dimana bila tersubstitusi pada suatu kromofor, akan menyebabakan perubahan panjang gelombang dan intensitas serapan(sebagai contoh OH, NH2, dan Cl).

c) Geseran batokromik, geseran dari serapan ke panjang gelombang yang lebih panjang karena substitusi auksokrom atau pengaruh pelarut (geseran merah).

d) Geseran hipsokromik, geseran dari serapan ke panjang gelombang yang lebih pendek karena hilangnya auksokrom atau pengaruh pelarut (geseran biru).

e) Hiperkromik, suatu kenaikan dari intensitas serapan.

f) Hipokromik, suatu penurunan dari intensitas serapan (Silverstein dkk, 1986).

Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi sumber tenaga radiasi yang stabil, sistim yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, celah-celah dan lain-lain, monokromator untuk mengubah radiasi menjadi komponen-komponen panjang gelombang tunggal, tempat cuplikan yang transparan, dan detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter dan pencatat (Sastrohamidjojo, 1991).

2.8 Spektofotometri Infra Merah

Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Bagi kimiawan organik, sebagian besar kegunaannya terbatas di antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 atau 2,5 – 15,0 μm (Silverstein dkk, 1986).

Bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedang frekuensi yang lain diteruskan/ditransmisikan


(31)

tanpa diserap. Jika kita menggambarkan antara persen absorbansi atau persen transmitansi lawan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum infra merah (Sastrohamidjojo, 1991).

Cara menganalisis spektrofotometri infra merah perhatian dipusatkan pada penentuan ada atau tidaknya beberapa gugus fungsional utama seperti C=O, O-H, N-H, C-O, C=C, C=N. Berikut ini langkah umum untuk menganalisis pita-pita yang penting

1. Gugus karbonil (C=O)

Gugus C=O terdapat pada daerah 1820 – 1600 cm-1 (5,6 – 6,1 μm). Puncak ini biasanya yang terkuat dengan lebar medium dalam spektrum. Serapan tersebut sangat karakteristik.

Bila gugus C=O ada, ujilah gugus fungsi berikut

a) Asam dapat dilihat pada serapan melebar didekat 3400 – 2400 cm-1 (biasanya tumpang tindih dengan C-H).

b) Amida adanya gugus NH

Serapan medium didekat 3500 cm-1 (2,85 μm) kadang-kadang puncak rangkap

c) Ester adanya C-O

Serapan kuat didekat 1300 – 1000 cm-1 (7,7 – 10 μm).

d) Anhidrida mempunyai dua serapan C=O didekat 1810 dan 1760 cm-1 (5,5

dan 5,7 μm).

e) Aldehida adanya CH aldehid

Dua serapan lemah didekat 2850 dan 2750 cm-1 (3,50 dan 3,65 μm), yaitu disebelah kanan serapan CH.


(32)

f) Keton bila kelima kemungkinan di atas tidak ada 2. Bila gugus C=O tidak ada maka ujilah gugus fungsi berikut

a) Alkohol (OH) dengan munculnya serapan melebar didekat 3600 sampai 3300 cm-1 (2,6 – 3,0 μm). Pembuktian selanjutnya yaitu adanya serapan C-O didekat 1300-1000 cm-1 (7,7-10 μm).

b) Amida (NH) dengan munculnya serapan medium didekat 3500 cm-1

(2,85 μm).

c) Eter dengan melihat serapan C-O (serapan OH tidak ada) didekat 1300 sampai 1000 cm-1 (7,7-10 μm).

3. Ikatan rangkap dua dan cincin aromatik

a) Ikatan rangkap dua (C=C) memiliki serapan lemah didekat 1650 cm-1

(6,1 μm).

b) Serapan medium tinggi kuat pada daerah 1650 – 1450 cm-1 (6,7 μm) sering menunjukkan cincin aromatik.

c) Kemungkinan adanya gugus tersebut diatas dapat dibuktikan dengan memperhatikan serapan di daerah CH. Aromatik dan vinil CH terdapat di atas daerah 3000 cm-1 (3,3 μm). Sedangkan CH alifatik terjadi dibawah daerah tersebut.

4. Ikatan rangkap tiga

a) Ikatan rangkap tiga (C≡N) memiliki serapan medium dan tajam didekat 2250 cm-1(4,5 μm).

b) Ikatan rangkap tiga (C≡C) memiliki serapan lemah t api tajam di dekat 2150 cm-1(4,65 μm). Ujilah CH asetilenik didekat 3300 cm-1(3,30 μm).


(33)

5. Gugus nitro

Adanya gugus nitro muncul dua serapan kuat pada 1600-1500 cm-1

(6,25-6,67 μm) dan 1690-1300 cm-1 (7,2-7,7 μm). 6. Hidrokarbon

a) Bila keempat serapan gugus fungsi tersebut di atas tidak ada. b) Serapan utama untuk CH didekat 3000 cm-1(3,3 μm)

c) Spektrumnya sangat sangat sederhana, hanya terdapat serapan lain-lain didekat 1450 cm-1 (6,90 μm) dan 1375 cm-1 (7,27 μm) (Sastrohamidjojo, 1991).

2.9 Spektrometri Massa

Spektrometri massa adalah suatu teknik analisis yang berdasarkan pada pemisahan berkas ion-ion yang sesuai dengan perbandingan massa dengan muatan dan pengukuran intensitas dari berkas ion-ion tersebut. Molekul – molekul organik ditembakkan dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positip yang bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk), yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion pecahan atau ion-ion anak), lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses ini dapat dinyatakan sebagai M M+. Ion molekul M+ biasanya terurai menjadi sepasang pecahan/fragmen, yang dapat berupa radikal dan ion, atau molekul yang kecil dan radikal kation (Sastrohamidjojo,1991).

Spektometri massa menembaki bahan yang sedang diteliti dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum sibir-sibir (fragmen) ion positip. Terpisahnya sibir-sibir-sibir-sibir ion positip didasarkan pada


(34)

massanya (lebih tepat, massa dibagi muatan, tetapi kebanyakan ion bermuatan tunggal). Terdapat lima bagian komponen dalam spektrometer massa yaitu:

1. Sistem penanganan cuplikan

Ini meliputi alat untuk memasukkan cuplikan, mikromanometer untuk menentukan jumlah cuplikan yang masuk, alat (lubang molekul) pengukur cuplikan yang masuk ruang pengionan serta sistem pemompaan. Cairan dimasukkan dengan menyentuhkan pipet mikro ke piring gelas sintered atau lubang tertentu terbuat dari air raksa atau galium atau dengan suntikan jarum hipodermis.

2. Ruang pengionan dan pemercepat

Aliran gas dari lubang molekul masuk ke ruang pengionan (bekerja pada tekanan 10-6 hingga 10-5 Torr) dan di sini ditembaki pada arah tegak lurus oleh berkas elektron dari suatu filamen panas. Ion-ion positip yang terbentuk karena antraksi dengan berkas elektron ini terdorong lewat lubang slit

pemercepat oleh suatu medan elektrostatik lemah antara penolak repeller dan lubang pemercepat pertama tadi.

3. Tabung penganalisis dan magnet

Tabung logam yang dihampakan (10-7 – 10-8 Torr) berbentuk lengkung, tempat melayangnya berkas ion dari sumber ion ke pengumpul.

4. Pengumpul ion dan penguat

Pengumpul ion terdiri atas satu atau lebih lubang pengumpul (kolimasi) serta suatu silinder faraday, berkas ion menumbuk pengumpul dalam arah tegak lurus, kemudian asyarat diperkuat (ampilikasi) oleh suatu penanda (multiflier) elektron.


(35)

5. Pencatat

Pencatat yang digunakan secara luas menggunakan lima buah galvanometer terpisah yang mencatat serentak (Silverstein dkk, 1986).

Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dangan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein dkk, 1986).


(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi pengumpulan sampel, pemeriksaan golongan saponin, golongan steroid/triterpen, pembuatan ekstrak, isolasi senyawa sapogenin dari ekstrak, analisis senyawa sapogenin secara KLT, pemisahan senyawa sapogenin dengan cara KLT preparatif, uji kemurnian senyawa sapogenin hasil isolasi dengan KLT dua arah serta identifikasi isolat secara spektrofotometri UV, IR dan MS.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat-alat gelas laboratorium, elektromantel (EM 2000), hair-dryer, lampu UV 366 nm (Dessaga), neraca analitik (Vibra AJ), neraca kasar (Salter AND), oven listrik (Strok), penangas air (Yenaco), seperangkat alat kromatografi lapis tipis (Dessaga), spektrofotometer ultraviolet (Shimadzu mini 1240), spektrofometer inframerah (Shimadzu) dan spektrometri massa (Shimadzu QP2010S).

3.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah hewan teripang segar (mentimun laut) genus Stichopus.

Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro analisa (E. Merck) yaitu asam klorida pekat, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, etil asetat, n-heksan, kalium fosfat monobasa, kloroform, metanol, natrium hidroksida, toluen, plat pra lapis silika gel GF254,. Etanol 95 % hasil destilasi dan


(37)

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain, sampel yang digunakan adalah hewan teripang segar yang berasal dari perairan Sabang, Aceh.

3.3.2 Identifikasi Hewan

Identifikasi hewan teripang dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi (Puslit Oseanografi Lipi), Jakarta. Hasil identifikasi hewan dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 38.

3.3.3 Pengolahan Sampel

Sampel yang digunakan adalah hewan teripang segar, dimana banyaknya sampel yang diperiksa adalah satu ekor teripang segar dengan berat 1,2 kg. Cara pengolahan:

1. Pencucian

Hewan teripang dibersihkan dari kotoran dengan cara mencucinya dibawah air mengalir hingga bersih, ditiriskan kemudian ditimbang beratnya. Beratnya adalah 1,2 kg.

2. Pengeluaran isi perut

Isi perut dan air dalam tubuh hewan teripang segar dikeluarkan dengan cara memijat-mijat hingga isi perut dan air dapat keluar melalui anus dan tubuh teripang menjadi gepeng. Ditiriskan lalu ditimbang, diperoleh berat 1,18 kg. Kemudian dipotong-potong dengan ukuran ± 5x5 cm, dan dikeringkan.


(38)

3. Pengeringan

Setelah isi perut dikeluarkan, kemudian teripang dikeringkan di dalam lemari pengering selama 2 minggu sampai kadar air yang ada dalam tubuh teripang berkurang.Teripang yang sudah kering disebut simplisia hewan. Simplisia lalu diperkecil potongannya dan ditimbang, diperoleh berat 48 g. Sebelum digunakan disimpan dalam wadah plastik kedap udara dan terlindung dari cahaya.

3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik hewan teripang segar, makroskopik simplisia dan penetapan kadar air.

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap hewan teripang segar dan simplisia dengan cara mengamati warna, bentuk, bau dan ukuran hewan teripang segar dan simplisia. Gambar teripang segar dan simplisia dapat dilihat pada

lampiran 2 dan 3 halaman 39 dan 40.

3.5.2 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen). Alat-alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5ml.


(39)

a) Penjenuhan toluen

Sebanayak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan kedalam labu alasbulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,01 ml.

b) Penetapan kadar air simplisia

Cara kerja :

Kedalam labu yang berisi toluen jenuh di atas dimasukkan 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen, destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang di dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes, 1979). Hasil dapat dilihat dalam pembahasan halaman 32.

3.6 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.6.1 Larutan Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga 100 ml (Depkes, 1979).

3.6.2 Larutan Kalium Fosfat Monobasa0,2 M

Sebanyak 2,72 g kalium fosfat monobasa dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml (Depkes, 1979).


(40)

3.6.3 Larutan Natrium Hidroksida 0,2 N

Sebanyak 800 mg natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml (Depkes, 1979).

3.6.4 Larutan Dapar Fosfat pH 7,4

Sebanyak 50 ml kalium fosfat monobasa 0,2 M dicampurkan dengan 39,1 ml natrium hidroksida 0,2 N, lalu diencerkan dengan air suling hingga 200 ml (Depkes, 1979).

3.6.5 Larutan Liebermann-Burchard (LB)

Diambil 20 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Larutan penyemprot sebanyak 5 ml asam asetat anhidrat dengan 5 ml asam sulfat pekat, kemudian campuran dimasukkan kedalam 50 ml etanol 95%. Pengerjaan dilakukan dalam kondisis dingin dan pereaksi dibuat baru (Depkes RI, 1995).

3.7 Pemeriksaan Senyawa Saponin 3.7.1 Uji Busa

Sebanyak 0,5 g simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (Depkes RI, 1995).

3.7.2 Uji Hemolisis Darah

Sebanyak 0,5 g simplisia dicampur dengan 50 ml larutan dapar fosfat pH 7,4, dipanaskan sebentar, kira-kira pada suhu 100 0C selama 10 menit, didinginkan lalu disaring. Kemudian 1 ml filtrat dicampur dengan 1 ml suspensi darah dan


(41)

didiamkan selama 30 menit. Terjadinya hemolisis total menunjukkan adanya saponin yang ditandai dengan terbentuknya lapisan bening di bagian tengah larutan (Ditjen POM, 1995).

3.7.3 Uji Warna dengan Pereaksi Liebermann-Burchard (LB)

Sebanyak 0,5 g simplisia ditambahkan 10 ml etanol, kemudian dimasukkan asam klorida 2 N, selanjutnya larutan direfluks selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling, setelah dingin ditambahkan 10 ml n-heksan, dikocok hati-hati dan dibiarkan memisah. Lapisan n-heksan diambil dan diuapkan pada cawan penguap. Pada sisa ditetesi 20 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi LB). Hasil positif adanya saponin bila memberikan warna hijau, biru, merah, merah muda atau ungu (Farnsworth, 1966).

3.8Pembuatan Ekstrak

Cara kerja :

Sebanyak 40 g teripang kering yang telah dipotong - potong kecil, dimasukkan ke dalam wadah gelas, lalu sebanyak 400 ml etanol 95% dituang ke dalam wadah gelas (maserator), sesekali diaduk-aduk selama 6 jam, ditutup dan didiamkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, disaring, filtrat ditampung kemudian perlakuan yang sama diulangi kembali sampai tiga kali perlakuan. Filtrat yang sudah ditampung digabung dijadikan satu. Hasil terakhir di evaporasi dengan menggunakan rotari evaporator sampai diperoleh ekstrak kental (Badan POM, 2004). Bagan pembuatan ekstrak dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 41.


(42)

3.9 Analisis ekstrak etanol dengan cara KLT

Terhadap ekstrak etanol teripang dilakukan analisis dengan KLT menggunakan fase diam: plat pra lapis silika gel GF254, fase gerak: n-heksan – etil

asetat dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), (50:50) dengan penampak bercak pereaksi LB.

Cara kerja:

Ekstrak etanol teripang ditotolkan pada plat pra lapis silika gel GF254,

setelah kering plat dimasukkan ke dalam masing-masing bejana yang telah jenuh dengan uap pengembang, kemudian dikembangkan sampai jarak 1 cm dari tepi atas plat. Plat dikeluarkan, dikeringkan kemudian disemprot dengan pereaksi LB. Lalu plat dipanaskan pada suhu 110 0C selama 10 menit (Gritter, 1991).

Perubahan warna yang terjadi diamati dan harga Rf dihitung. Kromatogram hasil KLT dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 43.

3.10 Isolasi senyawa sapogenin dari ekstrak etanol

Cara kerja:

Sebanyak 10 g ekstrak etanol teripang ditambahkan asam klorida 2 N. Kemudian ekstrak dihidrolisis dengan cara merefluksnya selama ± 6 jam, selanjutnya filtrat diekstraksi dengan kloroform sebanyak 3 kali. Aglikon sapogenin berada dalam lapisan kloroform. Ekstrak kloroform hasil hidrolisis digabung dan dipekatkan (Harbone, 1987). Bagan isolasi senyawa sapogenin dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 41

3.11 Analisis ekstrak kloroform dengan cara KLT

Terhadap ekstrak kloroform teripang dilakukan analisis dengan KLT menggunakan fase diam: plat pra lapis silika gel GF254, fase gerak: kloroform -


(43)

toluen dengan perbadingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), (50:50) dan fase gerak n-heksan – etil asetat dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), (50:50) dengan penampak bercak pereaksi LB.

Cara kerja:

Ekstrak kloroform teripang ditotolkan pada plat pra lapis silika gel GF254,

setelah kering plat dimasukkan ke dalam masing-masing bejana yang telah jenuh dengan uap pengembang, kemudian dikembangkan sampai jarak 1 cm dari tepi atas plat. Plat dikeluarkan, dikeringkan kemudian disemprot dengan pereaksi LB. Lalu plat dipanaskan pada suhu 110 0C selama 10 menit (Gritter, 1991).

Perubahan warna yang terjadi diamati dan harga Rf dihitung. Kromatogram hasil KLT dapat dilihat pada lampiran 7 dan 8 halaman 44 dan 45.

3.12 Pemisahan Senyawa Sapogenin teripang dengan KLT preparatif

Terhadap ekstrak kloroform dilakukan pemisahan dengan KLT preparatif menggunakan fase diam: silika gel GF254, fase gerak: kloroform - toluen (70:30)

dan penampak bercak pereaksi LB. Cara Kerja:

Ekstrak kloroform teripang ditotolkan berupa pita pada plat KLT berukuran 20 x 20 cm, setelah kering, plat dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap pengembang. Kemudian dikembangkan sampai jarak 1 cm dari tepi atas plat, plat dikeluarkan dan dikeringkan. Pada sisi kiri dan kanan plat disemprot dengan pereaksi LB dan dipanaskan dengan bantuan hair-dryer hingga diperoleh bercak yang jelas. Bagian plat silika yang sejajar dengan bercak yang memberikan reaksi positif dengan pereaksi LB dikerok kemudian dilarutkan dengan pelarut metanol (Hostettmann, 1995).


(44)

Filtrat disaring, diuapkan pelarut metanolnya kemudian disimpan ke dalam lemari pendingin. Kromatogram hasil KLT preparatif dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 46.

3.13 Analisis senyawa hasil isolasi dengan KLT

Terhadap senyawa hasil isolasi dilakukan analisis dengan KLT menggunakan fase diam: plat pra lapis silika gel GF254, fase gerak:

kloroform-toluen (70:30) dan penampak bercak pereaksi LB. Cara kerja:

Senyawa hasil isolasi dengan KLT preparatif ditotolkan pada plat pra lapis silika gel GF254, setelah kering plat dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh

dengan uap pengembang, kemudian dikembangkan sampai jarak 1 cm dari tepi atas plat. Plat dikeluarkan, dikeringkan kemudian disemprot dengan pereaksi LB. Lalu plat dipanaskan pada suhu 110 0C selama 10 menit (Gritter, 1991). Kromatogram hasil KLT dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 47.

3.14 Uji kemurnian senyawa hasil isolasi dengan KLT dua arah

Terhadap senyawa hasil isolasi dilakukan uji kemurnian dengan KLT dua arah menggunakan fase diam: plat pra lapis silika gel GF254, fase gerak I:

kloroform-toluen (70:30) dan fase gerak II: kloroform-metanol (30:70) sebagai penampak bercak pereaksi LB.

Cara kerja:

Senyawa hasil isolasi dengan KLT preparatif ditotolkan pada plat silika, setelah kering dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap pengembang, dan dikembangkan dengan larutan pengembang I sampai jarak 1 cm dari tepi atas plat, kemudian plat dikeluarkan dan dikeringkan. Plat diputar 90o


(45)

dan dikembangkan kembali dengan larutan pengembang II sampai jarak 1 cm dari tepi atas plat. Plat dikeluarkan, dikeringkan kemudian disemprot dengan pereaksi LB. Lalu plat dipanaskan pada suhu 110 0C selama 10 menit (Gritter, 1991). Kromatogram hasil KLT dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 48.

3.15 Identifikasi Isolat

3.15.1 Identifikasi isolat dengan spektrofotometer ultra violet

Cara kerja:

Isolat hasil isolasi dilarutkan dalam pelarut metanol, kemudian dimasukkan kedalam kuvet yang telah dibilas dengan larutan sampel. Selanjutnya absorbansi larutan sampel diukur pada panjang gelombang 200-400 nm (Noerdin, 1985). Spektrum ultraviolet dari isolat dapat dilihat pada lampiran 12 halaman 49.

3.15.2 Identifikasi Isolat dengan Spektrofotometer Inframerah

Cara kerja:

Isolat hasil isolasi digerus halus kemudian ditambahkan KBr, dihaluskan. Campuran dimasukkan kedalam alat pellet die dihubungkan dengan alat pompa vakum dan penekan hidrolik 10 menit (tekanan 10000 – 15000 pound per inci). Pompa vakum dimatikan, pellet die dilepaskan dari pompa hidrolik, kemudian pellet KBr dikeluarkan. Pellet KBr ditempatkan pada pemegang cuplikan (sell holder) (Noerdin, 1985). Spektrum inframerah dari isolat dapat dilihat pada


(46)

3.15.3 Karakterisasi isolat dengan spektrometri massa (MS)

Cara kerja:

Identifikasi isolat secara kromatografi gas-spektrofotometri massa dilakukan dengan cara melarutkan isolat dengan pelarut n-hexan kemudian dimasukkan melalui tempat penyuntikan kedalam suatu aliran gas pembawa pada pangkal kolom dalam bentuk uap dan mengalami proses pembagian antara fase gas dan fase tidak bergerak. Hasil pemisahan kromatografi gas difragmentasi oleh detektor MS sehingga diperoleh fragmen-fragmen pada spektrum. Spektrum massa dapat dilihat pada lampiran 14 dan 15 halaman 51 dan 52.


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI Jakarta terhadap teripang yang diteliti adalah filum

Echinodermata, kelas Holothuroidea, ordo Aspidochirotida, famili Stichopodidae, genus Stichopus.

Hasil uji pendahuluan senyawa kimia menunjukkan adanya senyawa golongan saponin dan steroid/triterpenoid. Uji pendahuluan senyawa kimia golongan saponin terdiri dari uji busa dan uji hemolisis darah, sedangkan untuk golongan steroid/triterpenoid yaitu uji warna dengan pereaksi Liebermann-Burchard (LB).

Pada karakterisasi simplisia dilakukan pemeriksaan makroskopik teripang segar Stichopus sp. dan simplisia dapat dilihat dari bentuk, warna, bau, ukuran, dan pemeriksaan kadar air dengan metode azeotropi (destilasi toluen). Teripang segar Stichopus sp.yang diteliti mempunyai bentuk bulat panjang berwarna coklat kekuningan dengan bercak-bercak yang tidak teratur, dan pada bagian bawah tubuhnya ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan duri berwarna coklat muda kekuningan, mempunyai panjang 35 cm, lebar 6 cm, tebal 2 cm, berat 1,2 kg, mempunyai bau yang khas. Sedangkan simplisia mempunyai warna kuning kecoklatan, berkerut dan mempunyai lipatan lipatan, sedikit berbau. Dan hasil dari penetapan kadar air diperoleh kadar air 16%. Hasil ini masih sesuai dengan standar mutu teripang kering (SPI-kan/02/29/1987) sesuai dengan surat Keputusan


(48)

Menteri Pertanian No. 701/Kpts/TP>830/10/1987 yaitu kadar air maksimum 20 % (Martoyo dkk, 2006).

Simplisia hewan teripang Stichopus sp. diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 95%, selanjutnya ekstrak etanol dihidrolisis selama 6 jam dengan bantuan asam klorida 2 N, kemudian disari/dikocok dengan kloroform untuk mendapatkan senyawa sapogenin. Hasil maserasi dari 40 g simplisia teripang diperoleh 12 g ekstrak etanol. Hasil penyarian dari 10 g ekstrak etanol yang telah dihidrolisis diperoleh 1,5 g ekstrak kloroform.

Hasil KLT dari ekstrak kloroform dengan berbagai macam fase gerak yang telah digunakan diperoleh hasil pemisahan yang paling bagus adalah kloroform – toluen (70:30), diperoleh 4 noda. Noda 1 dengan harga Rf 0.17 (merah ungu), noda 2 harga Rf 0,35 (merah ungu), noda 3 harga Rf 0,56 (ungu) dan noda 4 harga Rf 0,93 (merah coklat) dengan penampak noda Liebermann-Burchard (LB). Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran

Pemisahan ekstrak kloroform dilakukan dengan KLT preparatif menggunakan fase gerak: kloroform – toluen (70:30) dan penampak noda LB. Diperoleh 4 pita. Pita 1 dengan Rf 0,17 (merah ungu), pita2 dengan Rf 0,35 (merah ungu), pita 3 dengan Rf 0,56 (ungu) dan pita 4 dengan Rf 0,93 (merah coklat), dikerok kemudian dilarutkan dalam pelarut metanol. Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran

Dari hasil pita yang dikerok dan yang telah dilarutkan dalam metanol diperoleh kristal (isolat). Dan dilakukan uji kemurnian pita 3 (isolat 3) dengan KLT dua arah menggunakan fase diam: silika gel GF254, fase gerak I: kloroform -


(49)

Liebermann-Burchard (LB) diperoleh satu noda Rf 0,74 (ungu). Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran

Hasil identifikasi isolat 3 secara spektrofotometri ultraviolet diperoleh panjang gelombang maksimum ( λ) 236 nm, dengan absorbansi 0,448, menunjukkan adanya gugus kromofor yang mengalami transisi π π* (Creswell, 1982). Hasil spektrum IR menunjukkan pita yang lebar pada bilangan gelombang 3410,15 cm-1 menunjukkan adanya gugus O-H. Gugus O-H terikat pada atom C siklis yang diperkuat dengan adanya pita pada bilangan gelombang 1103,28 cm-1 yaitu gugus C-O. Pita kuat pada bilangan gelombang 2931,8 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H alifatis yang diperkuat oleh pita pada bilangan gelombang 1458,18 cm-1 (gugus –CH2-) dan 1373,32 cm-1 (gugus –CH3-)

(Silverstein dkk, 1986). Dan karakteristik spektrometri massa isolat 3 mempunyai bobot molekul 388. Dari spektrum massa diperoleh puncak-puncak berurutan sebagai berikut m/z : 388, 373, 355, 215, 201, 147 yang menunjukkan pola fragmentasi yang khas dari golongan steroid. Kemungkinan puncak ion fragmen karakteristiknya adalah sebagai berikut:

1. m/z 388 adalah bobot molekul senyawa.

2. m/z 373 (M+ - 15) adalah akibat terlepasnya molekul CH3

3. m/z 355 (M+ - 33) adalah akibat terlepasnya molekul H2O dan CH3.

4. m/z 215 (M+ - 173) menunjukkan fragmentasi pada cincin B. 5. m/z 201 (M+ - 187) menunjukkan fragmentasi pada cincin C. 6. m/z 147 (M+ - 261) menunjukkan fragmentasi pada cincin D.

Dari hasil analisis data spektrometri massa dapat disimpulkan bahwa isolat identik dengan kolesterol yaitu cholestan-3-ol.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil uji pendahuluan senyawa kimia menunjukkan adanya senyawa golongan saponin dan steroid/triterpenoid.

Isolasi senyawa sapogenin dari teripang dilakukan dengan cara KLT Preparatif, dengan menggunakan fase gerak kloroform – toluen (70:30).

Hasil pemisahan isolat dengan KLT preparatif diperoleh tiga senyawa sapogenin yaitu dengan harga Rf 0,17 (merah ungu), Rf 0,35 (merah ungu), Rf 0,56 (ungu) dengan fase gerak kloroform – toluen (70:30).

Hasil spektrum ultra violet menunjukkan panjang gelombang (λ)

maksimum 236 nm, sedangkan spektrum inframerah menunjukkan adanya gugus O-H (3410,15 cm-1), gugus C-H alifatis (2931,80 cm-1), gugus C=C (1589,34 cm

-1

), gugus –CH2- (1458,18 cm-1), gugus –CH3- (1373,32 cm-1) dan gugus C-O (

1103,28 cm-1). Dan hasil karakterisasi dari spektrometri massa diperoleh bobot molekul 388 dan isolat identik dengan kolesterol yaitu cholestan-3-ol (C27H48O). 5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melanjutkan identifikasi terhadap isolat 1 dan 2 yang terdapat dalam sampel Stichopus sp. Dan elusidasi struktur senyawa sapogenin yang telah diisolasi dari ekstrak teripang Stichopus


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2008). Hasil Penelitian Tentang Jeli Gamat (Sea Cucumber Jelly).

http//www.luxor.com

Anonim. (2008). Keampuhan Ekstrak Teripang/Gamat.

Badan POM. (2004). Monograpi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1. Jakarta: Badan POM. Hal. 25.

http//www.haisom.com

Creswell, C. J, Runguist, O.A, Campbell, M.M. (1982). Analisa Spektrum Senyawa Organik. Edisi II. Terjemahan oleh K. Padmawinata dan Soediro, I. Bandung : ITB. Hal. 25.

Depkes RI. (1979). Farmakope indonesia. Edisi III Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 14, 748.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan pertama Jakarta. Depkes RI. Hal. 323-324.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Depkes RI. Hal. 10-11.

Fransworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening Of Plants. Journal Of Pharmaceutical Sciences. Volume 55. no 3. Chicago: Reheis Chemical Company. Pages. 257-260.

Gritter, R.J., Bobitt, J.M, dan Schwarting. A.E. (1991). Pengantar Kromatografi. Terjemahan Padmawinata, K. Edisi II. Bandung : Penerbit ITB. Hal. 1, 6, 107- 109.

Harborne, J.B.(1987). Metode Fitokimia, penuntun cara moderen menganalisa tumbuhan. Penerjemah : K. padmawinata,. Edisi II. Bandung: ITB.Hal. 49, 69-71, 152, 156-158.

Hostettmann, K., Hostettmann, M., Marston, A., (1995). Cara Kromatografi

Preparatif: Penggunaan Pada Isolasi Senyawa Alam. Terjemahan

Padmawinata, K. Bandung: ITB. Hal. 9-12.

Martoyo, dkk. (2006). Budi Daya Teripang. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 8-17,156.

Noerdin, D. (1985). Elusidasi struktur senyawa organik dengan cara spektroskopi ultralembayung dan inframerah. Edisi I. Bandung: Penerbit Angkasa. Hal. 1-4. 8- 9, 54, 82-83.


(52)

Silverstein, R. M, Bessler, G. C, dan Morrill, T. C. (1986). Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Alih bahasa Hartono, dkk. Jakarta : Erlangga. Hal. 3-5, 7-8, 95-97, 305-308.

Tarigan, P. (1980). Beberapa Aspek Kimia Sapogenin Steroid Pada Tumbuhan di Indonesia. Bandung : Penerbit Alumni. Hal. 18-62.

Trubus. (2006). Trubus Reportase Malaysia Obat Mujarab dari Laut. Edisi 440. Hal. 22-25.


(53)

Lampiran 1


(54)

Lampiran 2


(55)

Lampiran 3


(56)

Dimaserasi dengan etanol 95% selama 3 hari

disaring

Ekstrak etanol pekat

Ditambahkan asam klorida 2 N direfluks selama 6 jam

didinginkan

Lapisan HCl

Teripang kering

Maserat Ampas

dipekatkan

Filtrat

diekstraksi dengan CHCl3 sebanyak 3kali

Lapisan CHCl3

dipekatkan Ekstrak CHCl3 pekat

Lampiran 4

Gambar 3. Bagan Ekstraksi Senyawa Sapogenin dari Hewan Teripang Keterangan : CHCl3 : kloroform.


(57)

Lampiran 5

Gambar 4. Bagan Isolasi Senyawa Sapogenin dari Ekstrak Kloroform Keterangan :

FD : fase diam , FG : fase gerak. KLT preparatif

FD: silika gel GF254

FG: kloroform-toluen

(70:30)

Ekstrak Kloroform

KLT

FD: plat pra lapis silika gel GF254

FG: kloroform – toluen dan n-heksan-etil asetat pada berbagai perbandingan Kromatogram

Isolat

Isolat murni

diukur spektrum UV, IR, dan MS

Spektrum


(58)

Lampiran 6

(1) (2) (3) (4) (5) Gambar 5. Kromatogram KLT ekstrak etanol

Keterangan:

Fase diam: plat pra lapis silika gel GF254

fase gerak: (1) n-heksan – etil asetat (90:10), (2) n-heksan – etil asetat (80:20), (3) n-heksan etil asetat (70:30), (4) n-heksan – etil asetat (60:40), (5) n-heksan – etil asetat (50:50)

penampak bercak = Liebermann-Burchard (LB) bp = batas pengembang, tp = titik penotolan mc = merah coklat.

mc mc

mc mc

mc

mc

bp


(59)

Lampiran 7

(1) (2) (3) (4) (5) Gambar 6 : Kromatogram KLT ekstrak kloroform dengan fase gerak: n-heksan –

etil asetat.

Keterangan:

Fase diam: plat pra lapis silika gel GF254

fase gerak: (1) n-heksan – etil asetat (90:10), (2) n-heksan – etil asetat (80:20), (3) n-heksan etil asetat (70:30), (4) n-heksan – etil asetat (60:40), (5) n-heksan – etil asetat (50:50)

penampak bercak = Liebermann-Burchard (LB) bp = batas pengembang, tp = titik penotolan mc = merah coklat, mu = merah ungu, u = ungu.

bp tp mu mu mu mu mu mu mu mu

mu mc

mc mc mc u u u


(60)

Lampiran 8

(1) (2) (3) (4) (5)

Gambnar 7. Kromatogram KLT ekstrak kloroform dengan fase gerak: klorform – toluen (70:30).

Keterangan:

Fase diam: plat pra lapis silika gel GF254

fase gerak: (1) kloroform – toluen (90:10), (2) kloroform - toluen (80:20), (3) kloroform - toluen (70:30), (4) kloroform - toluen (60:40), (5) kloroform - toluen (50:50)

penampak bercak = Liebermann-Burchard (LB) bp = batas pengembang, tp = titik penotolan mc = merah coklat, mu = merah ungu, u = ungu.

tp bp


(61)

Lampiran 9

Gambar 8. Kromatogram ekstrak kloroform secara KLT preparatif

Keterangan:

Fase diam: plat kaca silika gel GF254 20X20 cm

Fase gerak: kloroform – toluen (70:30) penampak bercak Liebermann-Burchard (LB) tp = titik penotolan

bp = batas pengembangan


(62)

Lampiran 10

(1) (2) (3) (4) Gambar 9. Kromatogram KLT hasil isolat

Keterangan:

Fase diam: plat pra lapis silika gel GF254

fase gerak: kloroform – toluen (70:30)

(1) isolat 1, (2) isolat 2, (3) isolat 3, (4) isolat 4 penampak bercak = Liebermann-Burchard (LB) bp = batas pengembang, tp = titik penotolan mc = merah coklat, mu = merah ungu, u = ungu.


(63)

Lampiran 11

Gambar 10 : Kromatogram KLT dua arah dari isolat

Keterangan:

Fase diam: plat pra lapis silika gel GF254.

fase gerak I: kloroform – toluen (70:30), fase gerak II: kloroform – metanol (30:70)

penampak bercak = Liebermann-Burchard (LB) u = ungu

bp1 = batas pengembang I, bp2 = batas pengembang II, tp = titik penotolan


(64)

Lampiran 12


(65)

Lampiran 13


(66)

Lampiran 14


(67)

Lampiran 15

Gambar 14. Spektrum massa pembanding


(1)

Lampiran 10

(1) (2) (3) (4) Gambar 9. Kromatogram KLT hasil isolat

Keterangan:

Fase diam: plat pra lapis silika gel GF254

fase gerak: kloroform – toluen (70:30)

(1) isolat 1, (2) isolat 2, (3) isolat 3, (4) isolat 4 penampak bercak = Liebermann-Burchard (LB) bp = batas pengembang, tp = titik penotolan mc = merah coklat, mu = merah ungu, u = ungu.


(2)

Lampiran 11

Gambar 10 : Kromatogram KLT dua arah dari isolat

Keterangan:

Fase diam: plat pra lapis silika gel GF254.

fase gerak I: kloroform – toluen (70:30), fase gerak II: kloroform – metanol (30:70)

penampak bercak = Liebermann-Burchard (LB) u = ungu

bp1 = batas pengembang I, bp2 = batas pengembang II, tp = titik penotolan


(3)

Lampiran 12


(4)

Lampiran 13


(5)

Lampiran 14


(6)

Lampiran 15

Gambar 14. Spektrum massa pembanding