Buatlah sebuah karangan yang di dalamnya terdapat beberapa paragraf ekspositoris

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMAMA Kelas X 46 1. Sebutkan amanat yang terdapat dalam penggalan puisi “Rakyat” karya Hartoyo Andangjaya di atas 2. Jelaskan tema yang terdapat dalam penggalan puisi “Rakyat” karya Hartoyo Andangjaya tersebut 3. Bagaiman suasana yang dilukiskan dalam penggalan puisi “Rakyat” karya Hartoyo Andangjaya tersebut?

C. Buatlah sebuah karangan yang di dalamnya terdapat beberapa paragraf ekspositoris

Di unduh dari : Bukupaket.com Pada bab sebelumnya Anda telah menemukan hal-hal lucu dan mengharukan. Sekarang, Anda akan mendiskusikan nilai-nilai yang ada dalam cerita pendek. Bacalah cerpen berikut ini secara saksama, kemudian diskusikan tugasnya 5 PERISTIWA A. Menemukan Nilai-nilai Cerita Pendek Tujuan Pembelajaran Pada subbab ini, Anda akan menemukan nilai- nilai cerita pendek melalui kegiatan diskusi. Setelah mempelajari subbab ini, Anda diharapkan dapat 1 menemukan unsur-unsur cerpen dan 2 menemukan nilai-nilai cerita pendek melalui kegiatan diskusi. Labirin Cahaya Detti Febrina Rona-rona lembut menyapa. Merah muda, biru, hijau pupus, kuning yang teduh, ungu lembut. Indah semata membuai mata dan jiwa. Kurasakan jasad ini melayang-layang. Lambat, namun terus beranjak sesenti demi sesenti. Seakan ada energi yang menarik-narik untuk mendekat. Jangan-jangan, aku tak lagi berpijak di bumi. Jangan-jangan. … Tempat apa ini gerangan? Begitu damai dan menenangkan. Lorongnya panjang berkelok-kelok. Cahaya berpendar dari dinding, langit-langit bahkan lantai yang tak tersentuh oleh kaki telanjangku. Menentramkan, bak tersimpan beribu neon di baliknya. Benderang namun tak menyilaukan. Sumber: www.polewalimandarkab.go. Gambar: Ada beragam peristiwa yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMAMA Kelas X 48 Lalu ketentraman menyergap sekujur pori. Perlahan menyelusup hingga sumsum dan jantung. Bagaimana bisa kujelaskan keindahannya. Sungguh aneh, aku tak merasakan sebersit pun rasa takut di tempat seasing ini. Aku masih bergerak melayang- layang. Tak ada ke siapa pun, maka kucoba bersuara, “Hei” Entah mengapa yang terdengar hanya desau. Aku coba teriak. “Di mana aku berada?” Entah mengapa yang tertangkap telinga hanya bisikan. Di sebuah kelok, pendarnya menguat. Masih menentramkan. Dan, hatiku tercekat saat paras indah itu menghadang. Senyumnya begitu menawan. Alhamdulillah, akhirnya, kujumpa makhluk lain di labirin ini. Manusiakah ia, atau bidadari surga? Bidadari itu tersenyum. Binar matanya bagai kejora. Wajahnya begitu putih dan teduh. tercium wangi seribu bunga ketika tangannya merengkuh badan gemetarku. “Siapa kau?” Bibir nan serupa kelopak mawar itu bergerak. Namun tiada terdengar suara. Lalu kurasakan bibirku bergerak mengikuti gerak bibirnya, “A-i- syah?” Mataku menghangat. Bulir beningnya mengalir tak tertahankan.“Aisyah radhiallahu anha?” Dia mengangguk. “Aiyah kekasih Baginda Mu- ham-mad? Istri Rasulullah?”Dia mengangguk lagi. Masih tersenyum. Bulir bening dari mataku menetes perlahan saat ia lepaskan rengkuhannya. Lalu tangan kanannya mengembang seperti mempersilakanku melanjutkan perjalanan. Aku kembali beringsut, melayang sesenti demi sesenti tanpa sekejap pun kulepaskan pandang darinya. Bahagia bertalu-talu menyesaki ruang hati. “Ibunda Aisyah…,” suaraku kembali hanya berupa lirih angin. Sampai akhirnya senyum indah itu hilang ditelan kelokan. Pendar cahaya masih membimbingku. Masih menentramkan. Lalu kurasakan lorong warna-warni lembut berakhir di sebuah ruangan yang dari dinding ke dindingnya berjarak ribuan meter. Mungkinkah ini akhir dari labirin penuh cahaya? Aku tiba di hadapan beberapa pintu raksasa yang juga berpendar cahaya. Dan aneh, semua berbisik, “Bukalah… bukalah… bukalah….” Bulir-bulir bening kian deras mengalir. Lalu sebuah pintu terbuka sebelum sempat tersentuh tangan. Lagi- lagi kekuatan asing menghisapku untuk perlahan mendekat ke tengah pendar cahaya putih yang bergelinyaran dari segala penjuru. Ruang bagai tak berbatas. Semua hanya cahaya. Cahaya-cahaya warna putih yang lembut dan bertumpuk-tumpuk. Belulangku melemas bagai tersiram asam sulfat, ketika pendar-pendar cahaya itu perlahan kian menampakkan bentuk. Melebihi perjumpaan dengan Ibunda Aisyah, kali ini dadaku begitu sesak oleh kebahagiaan. Kebahagiaan yang bahkan menjalar mengikuti aliran darah dan terus mengalir tanpa henti. Oh, sungguh sempurna keindahan ini. Mas Awan, andai kau di sini. Subhanallah, Mas, di sini indah sekali. Terasa tubuhku bagai dipeluk jutaan bintang. Aku merintih, “Allah, Engkaukah itu, Allah?” Air mataku tak tertahankan. Subhanallah. Maha Suci Allah yang mengizinkanku mendapati perjalanan ini. Dan, semua cahaya yang memenuhi ruang dan waktu bagai berebut memelukku.“Ya, Allah, ampuni aku. Ampuni aku,” rintihku tanpa henti. Segenap khilaf dan kesalahan berkelebatan di pelupuk mataku yang basah. Cahaya-cahaya masih bersiar-siur. Cahaya di atas segala rupa cahaya. “Ampuni seluruh dosaku, Ya Robb.” Kakiku lemas. Aku ingin bersimpuh, namun tak jua kumampu melakukan apapun. Aku hanya terpaku seraya merintih, memohon, menghiba. Lalu, di bawah tahta bercahaya itu, sesosok tegap dan rupawan perlahan menampakkan diri. Sambil mengulurkan tangan, senyumnya menyongsongku. “Kau…,” suaraku nyaris hilang. Wajah rupawan itu bagai membelaiku. Suaranya indah melebihi suara terindah yang pernah kudengar. “Ya, ibundaku sayang.” Aku bergerak ingin meraih tangannya, namun tak terraih. “Aku putramu yang belum sempat kau lahirkan ke dunia.” Tangisku pecah menjadi isakan hebat. Belum habis takjubku, tiba-tiba kekuatan itu kurasakan tak lagi Di unduh dari : Bukupaket.com

Bab 5 Peristiwa