1
1. Pendahuluan
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Kementrian kesehatan tahun 2013, hipertensi merupakan suatu keadaan adanya peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg. Data departemen kesehatan tahun 2008 menyebutkan pravalensi di Indonesia sebesar 31,7. Prevalensi hipertensi tertinggi
diduduki oleh kelompok umur diatas 75 tahun sebanyak 63,8, rentang umur 65- 74 tahun sebesar 57,6, rentang umur 55-64 tahun sebesar 45,9, rentang umur
45-54 tahun 35,6, rentang umur 35-44 tahun sebesar 24,8 Kementerian Kesehatan RI, 2013. Prevalensi hipertensi, tingkat kesadaran hipertensi, terapi
hipertensi dan pengendalian tekanan darah responden uisa 40-75 tahun di Kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta masing-masing adalah 357 responden,
25,8, 12,8 dan 1,1 Pratiwi, 2015.
European Society of Hypertension ESH dan European Society of Cardiology ESC 2013 mengklasifikasikan tekanan darah yaitu kategori normal dengan
tekanan darah sistolik 120-129 mmHg dan tekanan darah diastolik 80-84 mmHg, kategori hipertensi kelas 1 tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90-99 mmHg, kategori hipertensi kelas 2 tekanan sistolik 160-179 mmHg dan tekanan darah diatolik 100-109 mmHg, kategori hipertensi kelas 3 tekanan
darah sistolik ≥180 dan tekanan darah diastolik ≥110 Mancia et al., 2013.
Faktor risiko hipertensi dapat dipengaruhi faktor usia dan faktor ekonomi yaitu penghasilan Carvalhoet al., 2012. Semakin tua seseorang semakin besar risiko
terserang hipertensi. Umur antara 40-60 mempunyai risiko terkena hipertensi, disebabkan arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya seiring
bertambahnya usia Kumar, 2010. Hasil penelitian Abed dan Abu-Haddaf 2013 menunjukkan bahwa dari 75,8 penderita hipertensi adalah subyek dengan
pendapatan rendah dan 15 penderita hipertensi dengan pendapatan tinggi. Penghasilan lebih tinggi akan lebih mudah melakukan terapi hipertensi secara rutin
khususnya terapi farmakologi dan mudah untuk memeriksa kesehatannya pada sarana tenaga kesehatan.Penelitian Pratiwi 2015 menunjukkan adanya pengaruh
2
terhadap kesadaran dan terapi hipertensi pada kelompok responden yang berpenghasilan rendah.
Penelitian Hayes et al. 2008 diketahui bahwa 30 responden yang menderita hipertensi cenderung menyebutkan bahwa dirinya memiliki status kesehatan yang
buruk dibandingkan dengan yang tidak hipertensi. Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan kesejahteraan fisik seseorang, juga
kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari Donald, 2009. Pada responden lansia dengan hipertensi memiliki kualitas hidup yang buruk lebih
banyak dibandingakan dengan kualitas hidup normotensif. Pengukuran kualitas hidup dapat menggunakan instrumen kualitas hidup 36-item short-form and Health
Survey SF-36. SF-36 merupakan salah satu instrumen pengukuran kualitas hidup yang dipakai secara luas untuk berbagai macam penyakit. Hasil yang didapatkan
dari kuesioner SF-36 merupakan nilai skor kualitas hidup Silitonga, 2007. Short Form-36 sebuah kuesioner survei yang mengukur 8 kriteria kesehatan yaitu fungsi
fisik, keterbatasan peran karena kesehatan fisik, tubuh sakit, persepsi kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, peran keterbatasan karena masalah
emosional, dan kesehatan psikis. Pengukuran ini menghasilkan nilai skala untuk masing-masing delapan kriteria kesehatan dan dua ukuran ringkasan kesehatan
fisik dan psikis. Kuesioner SF-36 memiliki skor yang berkisar antara 0-100, dengan nilai 100 sebagai kualitas hidup terbaik. Delapan domain kualitas hidup SF-36
dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu ringkasan kualitas hidup fisik Komponen Fisik Ringkasan PCS yang terdiri dari fungsi fisik, peran fisik, nyeri,
kesehatan umum dan kualitas hidup emosional Ringkasan Komponen Mental MCS yaitu energi, fungsi sosial, peran emosi dan kesehatan mental Carvhlo et
al. 2013.
Prevalensi hipertensi di Indonesia tinggi dan hipertensi dapat mempengaruhi kualitas hidup maka perlu adanya penelitian mengenai evaluasi perbedaan kualitas
hidup responden hipertensi usia 40-75 tahun dengan perbedaan usia dan tingkat penghasilan.Penelitian dilakukan di Kabupaten Sleman di 3 Padukuhan yaitu
Padukuhan Jetis, Padukuhan Pundung, dan Padukuhan Grumbulgede. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk melihat evaluasi
3
kualitas hidup Kecamatan Kalasan oleh pemerintah Kabupaten Sleman dan
masukan bagi instansi kesehatan masyarakat setempat terkait dengan kualitas hidup responden hipertensi, serta untuk menjadi informasi terkait perbedaan faktor usia
dan tingkat penghasilan terhadap kualitas hidup pada responden hipertensi bagi masyarakat.
2. Metode