Pengaruh Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan Terhadap Kualitas Pelayanan Dan Implikasinya Pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung)

(1)

IMPLIKASINYA PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN

(Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung)

INFLUENCE THE IMPLEMENTATION MODERNIZATION TAX ADMINISTRATION OF THE SERVICE QUALITY AND IMPLICATION ON

CORPORATE TAXPAYERS COMPLIANCE (Case Study at Tax Office Pratama Cicadas Bandung)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Skripsi Jenjang S-1

Program Studi Akuntansi

Disusun oleh:

Nama : Dianne Dewintari NIM : 21107063

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

ii

Pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan merupakan proses pembaharuan dalam bidang administrasi perpajakan untuk menyempurnakan sistem administrasi dan kinerja sumber daya manusia sehingga meningkatkan kualitas pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak dengan tujuan meningkatkan kepatuhan wajib pajak badan dalam perpajakan dan kepercayaan terhadap administrasi perpajakan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kualitas Pelayanan dan Implikasinya pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung).

.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan, variabel Kualitas Pelayanan dan variabel Kepatuhan Wajib Pajak Badan, sedangkan verifikatif untuk mengetahui hubungan antara variabel Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan Terhadap variabel Kualitas Pelayanan dan Implikasinya Pada variabel Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Untuk mengetahui pengaruh Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kualitas Pelayanan dan Implikasinya pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung) digunakan pengujian statistik. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan korelasi Pearson, koefisien determinasi, uji hipotesis dengan menggunakan software SPSS 18.0 for windows.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan modernisasi adminsitrasi perpajakan dan kualitas pelayanan secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan (studi kasus kantor pelayanan pajak pratama cicadas bandung) yaitu sebesar 57,5%.

Kata kunci: Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Kepatuhan Wajib Pajak Badan.


(3)

i

Implementation the modernization tax administration is a process of renewal in the field of tax administration to improve the performance of administrative system and human resources so that improving the quality of service that can give satisfaction to the taxpayers with the goal of improving taxpayer compliance and tax in confidence in the administration.

The purpose of this study was Influence the Implementation Modernization Tax Administration of the Service Quality and Implications on Corporate Taxpayers Compliance (Case Study at Tax Office Pratama Cicadas Bandung).

In this research, the method used descriptive method and verifikatif. Descriptive method used to determine the variable picture of Implementation Tax Administration Modernization, Service Quality variable and variable Corporate Taxpayer Compliance, but verifikatif to determine the relationship between variable Against Tax Administration Modernization Implementation of Service Quality and Implications variable on Corporate Taxpayers Compliance. To determine influence the Implementation Modernization Tax Administration of the Service Quality and Implications on Corporate Taxpayers Compliance (Case Study at Tax Office Pratama Cicadas Bandung) used statistic tests. The test statistic used is the calculation of Pearson correlation, coefficient of determination, hypothesis test using the software SPSS 18.0 for windows.

The results of this study showing that the implementations of tax administration modernization and quality of service together have a significant effect on compliance corporate taxpayers (Case Study at Tax Office Pratama Cicadas Bandung) that is equal to 57.5%.

Key words: Implementation of the Modernization of Tax Administration, Quality Service and Corporate Taxpayers Compliance


(4)

iii

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini.

Usulan penelitian ini di maksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh program studi Strata 1 pada program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM). Dimana judul yang diambil yaitu: “PENGARUH PELAKSANAAN

MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP

KUALITAS PELAYANAN DAN IMPLIKASINYA PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung)”.

Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun skripsi ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan Ibu Siti Kurnia Rahayu, SE., M.Ak., Ak. Selaku Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penyusunan skripsi ini, akhirnya dengan doa, semangat ikhtiar penulis mampu melewatinya.

Dalam kesempatan ini penulis megucapkan banyak terimakasih terutama kepada Mamah dan Papah yang selalu mendoakan dan memberi dukungan baik secara moril maupun materil serta kasih sayang yang tiada henti kepada penulis,


(5)

sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini hingga selesai. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu: 1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer

Indonesia.

2. Prof. Hj. Dr. Umi Narimawati, Dra., SE., M.Si, Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universita Komputer Indonesia.

3. Ibu Ely Suhayati, SE., M.Si., Ak dan Ibu Ony Widilestariningtyas, SE., M.Si selaku Penguji.

4. Ibu Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia dan selaku Dosen Wali. 5. Bapak Yusup selaku pegawai Seksi Pelayanan KPP Pratama Cicadas Bandung

selaku pembimbing.

6. Dosen serta seluruh staf dan karyawan Universitas Komputer Indonesia. 7. Kakakku Rizca, terimakasih sudah memberikan semangat dan dukungan

kepada penulis.

8. Seluruh keluarga besarku terimakasih atas semangat dan dukungannya.

9. Deni Hendrawan yang selalu memberikan semangat, dorongan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

10.Teman-teman: Kak Rentina Siburian, Ayu, Aulia, Monika, Adel, Beca, Abint, Mpuz yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

11.Teman-teman seperjuangan: Noer, Legi, Cici, Kak Christine yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

12.Teman-teman satu bimbingan yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.


(6)

13.Teman-teman di AK 2 yang selama ini telah berjuang bersama-sama dengan penulis melewati suka dan duka.

14.Teman-teman akuntansi perpajakan, kalian sungguh tidak terlupakan.

15.Seluruh pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik demi kemajuan serta penambahan wawasan penulis di masa yang akan datang.

Akhir kata semoga amal baik semua pihak yang telah membantu penyusunan Skripsi ini mendapatkan balasan yang berlipat dari Allah SWT dan penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pihak-pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Bandung, Agustus 2011 Penulis

Dianne Dewintari NIM. 21107063


(7)

1

1.1 Latar Belakang Penelitian

Modernisasi perpajakan pada beberapa aspek sudah dilakukan antara lain dengan perubahan struktur Kantor Pelayanan Pajak dan pengajuan RUU Perpajakan. Modernisasi juga menyentuh kegiatan penyuluhan, dilakukan dalam bentuk perluasan media dan target sasaran penyuluhan yaitu: penyuluhan langsung ke sekolah dan instansi pemerintah, optimalisasi web-site, pembuatan buku panduan untuk Wajib Pajak (WP) bisnis tertentu, pemuatan materi pajak pada kurikulum sekolah hingga pembentukan call centre.Modernisasi perpajakan diperlukan sebagai upaya memperoleh basis pajak yang lebih luas yang pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan dari pajak.

Pada tahun 2009 rasio kepatuhan wajib pajak hanya 54,15 % dengan jumlah WP terdaftar sebanyak 10.289.590. Sedangkan pada tahun 2010 rasio kepatuhan wajib pajak mencapai 58,16 %. Dan pada tahun 2011 Ditjen Pajak menargetkan rasio kepatuhan wajib pajak mencapai 62,5 %. Ini sebenarnya target moderat, tapi diharapkan rasio kepatuhan wajib pajak bisa melebihi target, seperti pencapaian tahun 2010. Untuk data WP 2011 yang terdaftar per 1 Januari 2011 mencapai 18.116.000 WP, jumlah tersebut meningkat sekitar 4 juta WP atau 30 % lebih banyak dari WP yang tercatat pada 1 Januari 2010 sebanyak 14.101.000. Sehingga target kepatuhan WP minimal mencapai 11.322.500 WP. (Liberti Pandiangan, 2011)


(8)

Walaupun rasio tingkat kepatuhan WP cukup meningkat, namun sebelumnya fakta menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat Indonesia untuk issue perpajakan masih sangat rendah. Kepemilikan NPWP individu (sebelum program 10 juta NPWP) masih lebih rendah dibanding kepemilikan kartu kredit dan telfon genggam yang sudah mencapai masing-masing 5 juta dan 30 juta pemilik. Diantara negara-negara ASEAN, tax coverage dan tax ratio

Indonesia tergolong paling rendah. Apalagi jika digolongkan dengan negara-negara maju. Pajak masih belum dianggap sebagai salah satu komponen penting dalam kehidupan masyarakat.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu oknum pajak yang tidak menjalankan fungsinya dengan benar, selain itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga merasa terusik dengan kualitas layanan kantor pajak misalnya 'korupsi' jam kerja. KPK pun memberikan 5 masukan untuk pelayanan pajak. Pertama, temuan KPK yang berhubungan dengan kualitas layanan kantor pajak. KPK menilai masih ada yang cukup mengganggu, seperti tingkah laku aparat, sopan santun, pelayanan, SOP pada saat jam istirahat yang seharusnya kerja malah tidak. Jadi itu perlu diperbaiki. Kedua, KPK melihat infrastruktur dasar SDM dan database sistem, yang merupakan evolusi perbaikan Depkeu. DJP akan terus mencoba memperbaiki terus infrastruktur database untuk mendukung kinerja DJP (Ditjen Pajak). Ketiga, KPK menemukan hal-hal mengenai kebijakan yang tidak sempurna. Karena jangka waktu pemeriksaannya Januari-Juli 2008, banyak aturan yang berubah. Ini karena adanya perubahan UU KUP. Akan tetapi memang ada yang perlu diperbaiki peraturannya sehingga bisa lebih jelas. Keempat, yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi. KPK melihat masih adanya aparat


(9)

dan fiskus yang melakukan kerjasama. Padahal potensi penerimaan dari pajak itu masih besar kalau tidak ada kerjasama seperti itu. Kelima, KPK menunjukkan kelemahan di bidang modernisasi perpajakan yaitu masalah pengadaan dan penganggaran khususnya di kantor-kantor pelayanan pajak. Lima bidang tersebut berguna sekali untuk ditindaklanjuti. (Sri Mulyani, 2008)

Menurut surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 45/PJ/2007 salah satu tujuan pokok modernisasi administrasi perpajakan adalah peningkatan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak dan seluruh stakeholder perpajakan. Kualitas pelayanan itu sendiri yaitu pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. (Boediono, 2003:60), sedangkan pajak itu sendiri merupakan salah satu sumber yang cukup penting bagi penerimaan negara guna pembiayaan pembangunan. Kontribusi pajak terhadap pembangunan telah menyamai atau bahkan lebih besar dari sektor minyak dan gas sebagai sumber dana pembangunan. Saat ini Indonesia mulai memprioritaskan sektor pajak sebagai sumber pendanaan pembangunan di berbagai bidang.

Maka dari itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang patuh membayar kewajibannya dalam hal pembayaran Pajak. Salah satu contoh hal yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah dengan melakukan Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Administrasi Perpajakan pada masing-masing unit-unit kerja Direktorat Jendral Pajak (DJP). Inti Reformasi dan Modernisasi Kantor Pelayanan Pajak adalah pembaruan sistem pelayanan.


(10)

Menurut Bapak Heru yang ada di bagian pelayanan, pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan di KPP Cicadas sangat mempengaruhi kinerja pelayanan. Perubahan sistem pada KPP Cicadas ini bisa mempercepat proses perekaman data, tidak seperti sebelum adanya pelaksanaan modernisasi proses perekaman data membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu bisa memakan waktu 2 sampai 3 hari, tetapi dengan adanya sistem modernisasi cukup membutuhkan waktu 1 sampai 2 jam saja. Terkecuali pada saat sistem mengalami gangguan, proses perekaman data akan memakan waktu lebih lama dari biasanya dan hal ini menghambat kinerja pelayanan, sehingga bisa berdampak pada pelayanan kepada wajib pajak. Selain perubahan pada sistem, DJP juga menyediakan media informasi untuk pelayanan pada wajib pajak yaitu berupa Pojok Pajak. Tetapi pojok pajak ini belum sepenuhnya diketahui oleh wajib pajak, karena pojok pajak masih terbatas. Sehingga wajib pajak belum merasakan pelayanan yang diberikan pojok pajak dengan maksimal. (Heru, 2011)

Sejak tahun 2002, Departemen Keuangan mereformasi fungsional operasional pelayanan dengan membentuk Kantor Palayanan Pajak ( KPP ) Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Madya, dan Kantor Palayanan Pajak Pratama di seluruh Indonesia. Tujuan Reformasi dan Modernisasi adalah memberikan pelayanan yang lebih baik, nyaman, mudah, efisien, dan tidak berbelit-belit sehingga Wajib Pajak tidak beranggapan bahwa membayar Pajak itu merupakan hal yang berbelit-belit yang harus dihindari. (Liberti Pandiangan, 2008)


(11)

Tugas berat yang dipikul oleh Direktorat Jendral Pajak rangka mengemban tugas mulia mengoptimalkan target penerimaan dari sektor pajak mendorong untuk segera merealisasikan secara menyeluruh sistem administrasi pajak modern yang efektif, terpadu, dan efisien. Modernisasi diharapkan juga dapat menumbuhkan kesadaran yang tinggi bagi segenap masyarakat khususnya Wajib Pajak untuk menunaikan kewajiban perpajakannya secara baik, benar, dan bangga. Realisasi modernisasi pajak dilakukan dengan membentuk kantor pajak modern yang dimotori oleh sumber daya yang mampu mengoperasikan organisasi secara modern pula. (Petronius Saragih, 2006)

Salah satu modernisasi administrasi perpajakan yang sedang digelar oleh DJP sejak beberapa tahun terakhir adalah modernisasi dalam penyampaian pelaporan perhitungan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri yang biasa kita kenal dengan SPT. Sebelumnya pelaporan SPT ini disampaikan langsung ke KPP atau dikirim melalui pos, sehingga membutuhkan waktu dan biaya, namun dengan adanya modernisasi ini maka Wajib Pajak dapat melakukannya melalui media internet (e-SPT). e-SPT (Surat Pemberitahuan Elektronik) atau penyampaian SPT dalam bentuk digital adalah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan, SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer, di mana sarana penyimpanan data digital berupa floppy disk (disket), Compact Disc (CD) atau media penyimpanan data digital lainnya yang dapat dibaca dengan sistem aplikasi Ditjen Pajak. (Liberti Pandiangan, 2007)


(12)

Kontribusi pajak terhadap APBN sudah tak dapat diperdebatkan lagi. Namun, dalam hal mutu pelayanan pembayaran pajak, keluh kesah para wajib pajak (WP) tetap tak pernah sepi. Ada tiga pihak yang terkait dengan sistem pembayaran pajak ini, yakni Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak), Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kantor Perbendaharaan Negara), dan Bank Persepsi (Bank Penerima Pembayaran Pajak). Sistem pembayaran pajak, dikenal dengan Monitoring Penerimaan Pajak (MPN), dibangun oleh Ditjen Perbendaharaan. Direktorat Jenderal Pajak hanya bertindak sebagai pengguna database pembayaran pajaknya, di mana selanjutnya data tersebut digunakan untuk pengawasan kepatuhan pembayaran pajak per WP. Sementara itu, Bank Persepsi berperan sebagai penerima pembayaran, menatausahakan pembayaran pajak, untuk selanjutnya menyetorkan uang pajak tersebut ke rekening negara.

Sesungguhnya ada dua sumber masalah yang menyebabkan terganggunya pelayanan pembayaran pajak, yakni kondisi sistem teknologi informasi (TI) yang mendukung sistem pembayaran pajak dan faktor pembatasan jam pelayanan Bank Persepsi kepada WP. Bila sistem teknologi informasi kurang andal, itu jelas akan sangat menganggu sistem pembayaran pajak. Ini bisa dilihat dari munculnya kata

off-line di komputer para petugas penerima pembayaran. Pembatasan jam kerja pelayanan yang diterapkan Bank Persepsi hanya sampai 10.00 pagi juga menjadi masalah tersendiri. Padahal, Ditjen Perbendaharaan telah memperlakukan aturan jam pelayanan, termasuk pelayanan pembayaran pajak, yaitu sampai jam 14.00 siang. Akibatnya, muncul komplain dari para WP dengan ucapan "bayar pajak saja susah" yang kerap dialamatkan pada kantor pajak terdekat.


(13)

Namun realita seperti itu tidak dijadikan alasan bagi Ditjen Pajak untuk tidak berbuat apa-apa atau pasrah pada nasib. Mendapat tanggung jawab moral untuk menggelontorkan dana dari pajak sebesar Rp 393,3 triliun ke APBN-P 2007, persepsi publik seperti itu justru mendorong Ditjen Pajak untuk bekerja keras agar pundi-pundi negara di APBN terisi penuh. Salah satu langkah yang diambil adalah melakukan modernisasi administrasi dan pelayanan. Bagi Ditjen Pajak, modernisasi administrasi dan pelayanan ini sebenarnya bukan barang baru, sebab modernisasi yang tidak lain adalah wujud dari reformasi perpajakan telah dilakukan sejak tahun 2002.

Dengan modernisasi, setidaknya menurut Mayun, aparat pajak bisa benar-benar profesional dalam melayani para wajib pajak (WP). Meskipun jumlah penduduk Indonesia 220 juta jiwa, Ditjen Pajak, sangat menyadari, tidak semuanya bisa menjadi WP dengan punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Penerapan sistem administrasi perpajakan modern, dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada WP. Penerapan sistem tersebut mencakup aspek-aspek perubahan struktur organisasi dan sistem kerja KPP; perubahan implementasi pelayanan kepada WP; fasilitas pelayanan yang memanfaatkan teknologi informasi; dan kode etik pegawai dalam rangka menciptakan aparatur pajak yang bersih dan bebas KKN. Pertumbuhan penerimaan Ditjen Pajak meyakini, perbaikan sistem dan prosedur kerja melalui pembentukan kantor/unit kerja dengan sistem modern akan berdampak pada pertumbuhan penerimaan yang tinggi dan perbaikan citra aparat pajak.


(14)

KPP modern saat ini sudah beroperasi di Jakarta, yaitu KPP WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil Khusus yang menangani perusahaan PMA, Perusahaan Masuk Bursa dan Badan dan Orang Asing, KPP Madya, dan KPP Pratama. Pada tahun-tahun mendatang, satu KPP Madya dan beberapa KPP Pratama didirikan di setiap Kanwil Ditjen Pajak di daerah. (Mayun, 2007)

Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis mencoba untuk melakukan

penelitian mengenai “PENGARUH PELAKSANAAN MODERNISASI

ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DAN IMPLIKASINYA PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung).”

1.2 Identifikasi Masalah

1. Munculnya komplain dari wajib pajak mengenai kondisi sistem teknologi informasi (TI) yang mendukung sistem pembayaran pajak dan faktor pembatasan jam pelayanan Bank Persepsi kepada wajib pajak.

2. Masih adanya keluhan wajib pajak dalam hal mutu pelayanan pembayaran pajak.

3. Masih banyaknya aparat pajak yang tidak menjalankan waktu kerja secara efektif dan efisien.

4. Wajib Pajak belum merasakan pelayanan yang diberikan Pojok Pajak dengan maksimal.


(15)

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan di KPP Cicadas Bandung.

2. Bagaimana kualitas pelayanan di KPP Pratama Cicadas Bandung. 3. Bagaimana kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Cicadas Bandung. 4. Seberapa besar pengaruh pelaksanaan moderniasi administrasi perpajakan

terhadap kualitas pelayanan dan implikasinya pada kepatuhan wajib pajak secara parsial dan simultan di KPP Pratama Cicadas Bandung.

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan terhadap kualitas pelayanan dan implikasinya pada kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Cicadas Bandung.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan di KPP Cicadas Bandung.

2. Untuk mengetahui kualitas pelayanan di KPP Pratama Cicadas Bandung. 3. Untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Cicadas

Bandung.

4. Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan moderniasi administrasi perpajakan terhadap kualitas pelayanan dan implikasinya pada kepatuhan wajib pajak secara parsial dan simultan di KPP Pratama Cicadas Bandung.


(16)

1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan Akademis

1. Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan untuk menambah pengetahuan, dan juga memperoleh gambaran langsung tentang Pengaruh Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kualitas Pelayanan dan Implikasinya pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Cicadas Bandung.

2. Bagi Instansi

Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi tentang Pengaruh Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kualitas Pelayanan dan Implikasinya pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Cicadas Bandung.

3. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu mengenai Pengaruh Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kualitas Pelayanan dan Implikasinya pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Cicadas Bandung.

1.5.2 Kegunaan Praktis

Sebagai tambahan informasi mengenai Pengaruh Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kualitas Pelayanan dan Implikasinya pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Cicadas Bandung, sehingga akan menjadi lebih baik dan berkembang.


(17)

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung, Jalan Sukarno Hatta No. 781 Bandung, Telepon (022) 7304525. Adapun waktu penelitian mulai dari pengumpulan data sampai dengan penyusunan, dimulai dari bulan Maret 2011 sampai dengan Juli 2011.

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian

Tahap Prosedur

Bulan Maret

2011

April 2011

Mei 2011

Juni 2011

Juli 2011

Agustus 2011

I

Tahap Persiapan:

1.Bimbingan dengan dosen pembimbing

2.Membuat outline dan proposal skripsi

3.Mengambil formulir penyusunan skripsi

4.Menentukan tempat penelitian

II

Tahap Pelaksanaan :

1.Mengajukan outline dan proposal skripsi

2.Meminta surat pengantar ke instansi

3.Penelitian di instansi

4.Penyusunan skripsi

III

Tahap Pelaporan :

1.Menyiapkan draft skripsi

2.Sidang akhir skripsi

3.Penyempurnaan laporan skripsi


(18)

12

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pajak

2.1.1.1 Pengertian Pajak

Definisi pajak dari P.J.A. Adriani yang dikutip oleh Untung Sukardji (2009:1) sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditujukan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

Menurut Rochmat Soemitro (2007:1):

“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang berlangsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran

umum.”

Dari definisi di atas terlihat ada beberapa hal pokok yang bisa disimpulkan, yaitu:

1. Pajak dipungut dari rakyat untuk membiayai program pemerintah.

2. Pajak dipungut secara paksa (compulsory), bukan secara sukarela (voluntary). 3. Tidak mendapatkan kontraprestasi, jadi rakyat yang membayar pajak tidak

merasakan manfaatnya secara langsung. Manfaat yang diterima masyarakat adalah berupa pelayanan yang diberikan pemerintah secara umum ataupun menikmati hasil pembangunan yang dilakukan Pemerintah.


(19)

2.1.2 Modernisasi Administrasi Perpajakan 2.1.2.1 Pengertian Administrasi Perpajakan

Modernisasi perpajakan yang dilakukan merupakan bagian dari reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap 3 bidang pokok yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan yaitu bidang administrasi, bidang peraturan dan bidang pengawasan. Melalui modernisasi administrasi perpajakan, diharapkan terbangun pilar-pilar pengelolaan pajak yang kokoh sebagai fundamental penerimaan negara yang baik dan berkesinambungan.

(Siti Kurnia Rahayu, 2010:109)

Menurut Ensiklopedi perpajakan, “Administrasi Perpajakan (Tax Administration) ialah cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak.” Mengenai peran administrasi perpajakan, Liberti Pandiangan (2007)

mengemukakan bahwa:

“Administrasi perpajakan diupayakan untuk merealisasikan peraturan

perpajakan, dan penerimaan negara sebagaimana amanat APBN.”

Carlos A. Silvani dalam Siti Kurnia Rahayu (2006:72) menyebutkan administrasi pajak dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah: 1) Wajib Pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers)

Dengan administrasi pajak yang efektif akan mampu mendeteksi dan menindak dengan menerapkan sanksi tegas bagi masyarakat yang telah memenuhi ketentuan menjadi Wajib Pajak tetapi belum terdaftar. Penambahan jumlah Wajib Pajak secara signifikan akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak. 2) Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)

Administrasi perpajakan efektif akan dapat mengetahui penyebab Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT melalui pemeriksaan pajak.


(20)

3) Penyelundup pajak (tax evaders)

Penyelundup pajak (tax evaders) yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya menurut ketentuan perundang-undangan akan lebih terdeteksi dengan dukungan adanya bank data tentang Wajib Pajak dan seluruh aktivitas usahanya sangat diperlukan.

4) Penunggak pajak (delinquent tax pavers)

Upaya pencairan tunggakan pajak dilakukan melalui pelaksanaan tindakan penagihan secara intensif dalam set administrasi pajak yang baik akan lebih efektif melaksanakan upaya tersebut.

Berdasarkan dari pengertian diatas disimpulkan bahwa administrasi perpajakan berupaya untuk merealisasikan peraturan pajak, penerimaan pajak dan cara mengatasi masalah-masalahnya agar administrasi perpajakan dapat terlaksana dengan efektif.

2.1.2.2 Pengertian Modernisasi Administrasi Perpajakan

Dengan Modernisasi Administrasi Perpajakan, kualitas pelayanan disetiap unit kerja menjadi salah satu yang utama untuk dilaksanakan, yang diimbangi dengan pengawasan efektif. Yang didukung oleh organisasi yang berbasis fungsi dan sumber daya manusia yang professional.

Pengertian modernisasi administrasi perpajakan menurut Djazoeli Sadhani (2005:60) yaitu sebagai berikut:

“Modernisasi administrasi perpajakan adalah suatu proses reformasi pembaharuan dalam bidang administrasi pajak yang dilakukan secara komprehensif, meliputi aspek teknologi informasi yaitu perangkat lunak, perangkat keras, dan sumber daya manusia dengan tujuan mencapai tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan dan tercapainya produktivitas kinerja aparat perpajakan yang


(21)

tinggi, sehingga diharapkan dapat mengurangi praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Liberti Pandiangan (2007:7) mengemukakan mengenai konsep dilakukannya modernisasi administrasi perpajakan yaitu:

“Dasar dari modernisasi administrasi perpajakan adalah kualitas pelayanan dan pengawasan intensif dengan pelaksanaan good governance.”

Adapun tujuan modernisasi administrasi perpajakan menurut Liberti Pandiangan (2007:10) adalah untuk menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan, yaitu:

1. Tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi

2. Tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan yang tinggi

3. Tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2006:88) program dan kegiatan reformasi dan modernisasi administrasi perpajakan dilakukan secara komprehensif melalui: 1. Sistem Administrasi

Menurut A. Dunsire yang dikemukakan kembali oleh Siti Kurnia Rahayu (2006:71) tentang administrasi sebagai berikut:

“Administrasi diartikan sebagai arahan, pemerintahan, kegiatan, implementasi, mengarahkan, penciptaan prinsip – prinsip implementasi kebijakan, kegiatan melakukan analisis, menyeimbangkan dan mempresentasikan keputusan, pertimbangan – pertimbangan kebijakan, sebagai pekerjaan individual dan kelompok dalam menghasilkan barang dan jasa publik, dan sebagai arena bidang kerja akademik dan teoritis (Yeremias T. Keban). Selanjutnya administrasi merupakan suatu proses dinamis dan berkelanjutan yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang atau material melalui koordinasi dan kerja sama.”


(22)

Sistem Administrasi Perpajakan Modern dikemukakan oleh Suparman (2007:1) sebagai berikut:

“Sistem Administrasi Perpajakan Modern adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi baik secara individu, kelompok maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat.”

2. Kinerja

Pengertian kinerja menurut Veithzal Rivai Ahmad Fawzi MB (2005)

adalah sebagai berikut:

“Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Distionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal

dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking); dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine).”

3. Efektivitas Pengawasan

Untuk meningkatkan produktivitas aparat perpajakan dengan melalui program – program berikut:

a. Program reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan fungsi dan kelompok wajib pajak.

b. Program peningkatan kemampuan pengawasan dan pembinaan oleh Kantor Pusat/Kanwil Direktorat Jenderal Pajak.


(23)

c. Program penyusunan kebijakan baru untuk manajemen sumber daya manusia.

d. Program peningkatan mutu sarana dan prasarana. e. Program penyusunan rencana kerja operasional. 4. SDM Profesional

Penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang bekualitas dan professional merupakan program reformasi aspek sumber daya manusia, antara lain melalui pelaksanaan fit and profer test secara ketat, penempatan pegawai sesuai kapasitas dan kapabilitasnya, reorganisasi, kaderisasi, pelatihan, dan program pengembangan self capacity.

2.1.2.3 Indikator Modernisasi Administrasi Perpajakan

Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut Modernisasi. Adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak. Jika program modernisasi ini ditelaah secara mendalam, termasuk perubahan-perubahan yang telah, sedang, dan akan dilakukan, maka dapat dilihat bahwa konsep modernisasi ini merupakan suatu terobosan yang akan membawa perubahan yang cukup mendasar dan revolusioner. Untuk mewujudkan itu semua,


(24)

maka program reformasi adminsitrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2006:88) program dan kegiatan reformasi dan modernisasi administrasi perpajakan dilakukan secara komprehensif melalui: 1. Sistem Administrasi

Perbaikan kinerja administrasi Efisiensi

Ekonomis Cepat 2. Kinerja

Melaksanakan kewajiban dan tanggungjawab sesuai yang diharapkan 3. Efektivitas Pengawasan

Reorganisasi DJP berdasarkan fungsi dan kelompok wajib pajak Peningkatan kemampuan pengawasan dan pembinaan

Program penyusunan kebijakan baru untuk manajemen sumber daya manusia

Peningkatan mutu sarana dan prasarana Penyusunan rencana kerja operasional 4. SDM Profesional

Pelaksanaan fit and profer test secara ketat

Penempatan pegawai sesuai kapasitas dan kapabilitasnya

2.1.3 Kualitas Pelayanan

Kualitas Pelayanan merupakan tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas Pelayanan dinilai berdasarkan persepsi konsumen yang membandingkan harapan untuk menerima layanan dan pengalaman sebenarnya atas layanan yang diterima.

2.1.3.1Pengertian Pelayanan

Melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2007

ditegaskan mengenai pelayanan perpajakan :

“Pelayanan adalah sentra dan indikator utama untuk membangun citra DJP,


(25)

mewujudkan harapan dan membangun kepercayaan Wajib Pajak dan seluruh stakeholder perpajakan terhadap DJP.”

Menurut Lena Ellitan dan Lina Anatan (2007:36) pengertian layanan yaitu:

“Layanan merupakan aktivitas-aktivitas yang tidak dapat didefinisikan tidak berwujud, yang merupakan objek utama dari transaksi yang dirancang untuk memberikan kepuasan pada pelanggan”.

Menurut Liberti Pandiangan (2007:26) fasilitas pelayanan perpajakan yang tersedia siap dimanfaatkan oleh masyarakat atau Wajib Pajak seirama dengan modernisasi yaitu:

1. Tempat Pelayanan Terpadu

2. Account Representative

3. Help Desk

4. Complain Center

5. Media Informasi Pajak

Untuk lebih memperjelas Fasilitas Pelayanan Pajak yang ada di Kantor Pelayanan Pajak, adalah sebagai berikut:

1. Tempat Pelayanan Terpadu

Untuk meningkatkan pelayanan Kepada Wajib Pajak dibentuk suatu tempat pelayanan terpadu di setiap KPP, seperti penerimaan dokumen atau laporan perpajakan (SPT, SSP, dan sebagainya) yang diserahkan langsung oleh Wajib Pajak, sehingga tidak ke masing-masing seksi. Tempat ini disebut sebagai Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), yakni tempat pelayanan perpajakan yang terintegrasi di KPP dengan mengunakan sistem komputer. Adanya TPT juga untuk memudahkan pengawasan terhadap proses pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak. Pelayanan di TPT diberikan sesuai jam kerja


(26)

KPP. Petugas TPT ditunjuk oleh Kepala Kantor dengan memperlihatkan kecakapan petugas dan beban kerja yang ada. Setiap Petugas TPT diberi login dan password tersendiri. Dan password hanya digunakan oleh petugas TPT yang bersangkutan.

2. Account Representative

Menurut Liberti Pandiangan (2007:28) mengemukakan bahwa:

“Setiap AR harus profesional dan memiliki knowledge, skills, dan attitude yang telah distandardisasi.

A.Dalam hal Knowledge (pengetahuan), setiap AR harus:

Menguasai ketentuan perpajakan secara menyeluruh (materi dan formal) Menguasai seluruh jenis pajak (PP, PPN, PPnBM, BPHTB, PBB, dan Bea Materai)

Menguasai teknologi informasi terkini

B.Dalam hal skills (keahlian atau kemampuan), setiap AR harus mampu: Mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak

Memahami karakteristik perusahaan dan industry Wajib Pajak

Melakukan analisis data dan ptensi perpajakan yang diperoleh dari berbagai sumber

Memberikan pelayanan

Berkomunikasi dengan baik dengan Wajib Pajak

C.Sedangkan menyangkut attitude (sikap atau perilaku), setiap AR harus proaktif, inovatif, kreatif, komunikatif, dan responsive.”

3. Help Desk

Kebingungan dan kesulitan yang kadang-kadang dialami oleh masyarakat bila berhubungan dengan suatu kantor pajak termasuk instansi pemerintah. Selain informasi sangat minim dan tidak mudah memperoleh dan dimiliki lebih-lebih informasi yang terkait dengan urusan atau keperluan (perpajakan) yang harus diselsaikan. Untuk menghilangkan kebingungan dan kesulitan ini, serta agar mudah diperoleh segala informasi yang dibutuhkan mengenai perpajakan maka di setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) telah disediakan help desk yang lokasinya di lobby gedung KPP atau TPT.


(27)

Petugas yang ditempatkan di help desk adalah pegawai yang dianggap cakap dan berpengetahuan tentang perpajakan, dan mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik. Petugas di help desk harus melayani masyarakat sesuai dengan hari dan jam kerja kantor. Secara khusus, fasilitas help desk

dengan teknologi tax knowledgebase, menyangkut: Peraturan pajak yang komprehensif dan terkini

Tersedia dalam komputer, sehingga mudah untuk di akses

Diharapkan mampu untuk menjawab berbagai permasalahan mengenai pajak 4. Complaint Center

Complaint Center yang tersedia di Kantor Pusat DJP dan Kantor Wilayah (KPP Madya), berfungsi untuk menampung keluhan-keluhan Wajib Pajak yang terdaftar di KPP di wilayah kerjanya. Ini merupakan bentuk keterbukaan DJP untuk perbaikan pelaksanaan tugas, terutama Pelayanan terhadap Wajib Pajak. Permasalahan yang disampaikan meliputi keluhan segala jenis pelayanan, pemeriksaan, keberatan, dan banding. Namun, tidak dimaksudkan untuk melayani keluhan mengenai penyimpangan atau pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pegawai. Pegawai yang melakukan pelanggaran ditangani secara khusus pada unit tersendiri. Media penyampaian pengaduan Wajib Pajak dapat dilakukan melalui beberapa media antara lain, e-mail, kantor pos, telepon bebas biaya, faksimili, atau langsung datang. Setiap keluhan yang diterima oleh

complain center akan dikordinasiakan dengan unit terkait dan akan ditindaklanjuti serta diberikan tanggapan sesegera mungkin.


(28)

5. Media Informasi Pajak

Untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak sangat memerlukan informasi atas peraturan perpajakan. Demikian juga mengenai ketentuan praktis terkait persyaratan, formulir, dan lainya. Guna melayani kebutuhan Wajib Pajak untuk hal tersebut, di KPP disediakan sarana atau

medianya, yakni “Media Informasi Pajak” dengan bentuk touch screen. Wajib Pajak dapat mengakses segala sesuatu hal yang berhubungan dengan pajak dibutuhkan secara gratis di Media Informasi Pajak.

Proses operasional Media Informasi Pajak cenderung sama dengan penggunaan website di internet. Yang membedakan, tidak perlu melalui situs atau alamat lainnya di internet. Melalui panduan yang telah ada di halaman depan, maka masyarakat atau Wajib Pajak akan dengan mudah mengakses informasi apa yang dibutuhkan.

Website

Dalam rangka mempermudah akses informasi perpajakan kepada masyarakat, terlebih lagi dengan iklim yang mengglobal, telah di buat website perpajakan yang dikelola DJP, yaitu www.pajak.go.id. Demikian juga oleh Kantor Wilayah maupun KPP telah banyak yang membuat website masing-masing, terutama dalam rangka memberikan informasi dan pelayanan terhadap Wajib Pajak yang dikelola.

Pojok Pajak

Pojok Pajak adalah sarana penyuluhan dan pelayanan perpajakan bagi masyarakat maupun Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban


(29)

perpajakannya, yang ditempatkan di pusat-pusat perbelanjaan, pusat-pusat bisnis atau tempat-tempat tertentu lainnya. Walaupun kini masih terbatas jumlahnya, ke depan pojok pajak dibentuk minimal 1 (satu) unit untuk setiap Kantor Wilayah DJP. Selain itu, pojok pajak juga dihadirkan di setiap ada kesempatan published, pameran, di arena apapun, yang didukung oleh Direktorat P2 Humas DJP. Ruangan untuk pojok pajak

umumnya berupa stand. Ada kalimat khas di setiap ”Pojok Pajak” yaitu ”Pajak dimulai dari saya”.

Pelayanan yang diberikan Pojok pajak meliputi: - Penyediaan materi dan sarana penyuluhan - Konsultasi perpajakan

- Penyampaian SPT masa dan SPT Tahunan

- Pengaduan masyarakat tentang masalah perpajakan

2.1.3.2Pengertian Kualitas Pelayanan

Definisi Kualitas Pelayanan Yang ditulis Lewis dan Baums yang dikutip oleh Lena Ellitan dan Lina Anatan (2007:47) adalah Sebagai berikut:

“Kualitas layanan merupakan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu menyesuaikan dengan ekspentasi pelanggan, jadi kualitas pelayanan diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan penyampaian pelayanan tersebut membagi harapan pelanggan.”


(30)

2.1.3.3Indikator Kualitas Pelayanan

Pelayanan Pajak Prima KPP modern adalah pelayanan yang fasilitasnya menyediakan sarana, prasarana, dan pendukung lainnya yang lebih modern. Menurut Liberti Pandiangan (2007:26) fasilitas pelayanan perpajakan yang tersedia siap dimanfaatkan oleh masyarakat atau Wajib Pajak seirama dengan modernisasi yaitu:

1. Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Penerimaan dokumen

Sarana Yang nyaman 2. Account Reprensetatif (AR)

Knowledge (pengetahuan)

Skills (keahlian atau kemampuan)

Attitude (sikap atau perilaku)

3. Help Desk

Informasi

4. Complaint Center

Menampung keluhan-keluhan Wajib Pajak Memberikan solusi kepada Wajib Pajak 5. Media Informasi Pajak

Website Pojok pajak

2.1.4 Kepatuhan Wajib Pajak

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Karena sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan itu dilakukan oleh wajib pajak, bukan fiskus selaku pemungut pajak. Sehingga kepatuhan diperlukan dalam system self assessment, dengan tujuan pada penerimaan pajak yang optimal.


(31)

2.1.4.1 Pengertian Kepatuhan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2003), istilah “kepatuhan” berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakaan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan.

Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung system self assessment, dimana wajib pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.

Safri Nurmantu (Siti Kurnia Rahayu, 2006:110), mengatakan bahwa:

“Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

Ada dua macam kepatuhan pajak, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. a. Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Misalnya melaporkan SPT tepat waktu.

b. Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara subtantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Misalnya mengisi SPT dengan jujur, lengkap dan benar, serta melaporkan ke KPP tepat waktu.


(32)

2.1.4.2 Pengertian Wajib Pajak

Menurut Mardiasmo (2006:20) pengertian Wajib Pajak adalah:

”Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan

perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tersebut.”

Sebagaimana telah diketahui banyak Wajib Pajak terdaftar yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu ada beberapa istilah seperti Wajib Pajak Efektif dan Wajib Pajak Non Efektif. Adapun pengertian Wajib Pajak Efektif adalah Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya, berupa memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan atau Tahunan sebagaimana mestinya. Sedangkan Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Surat Edaran SE-01/PJ.9/20 tentang Pengawasan Penyampaian SPT Tahunan disebutkan bahwa Jumlah Wajib Pajak efektif adalah selisih antara jumlah Wajib Pajak terdaftar dengan jumlah Wajib Pajak non efektif.

Kewajiban Wajib Pajak:

1) Mendaftarkan diri dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) apabila belum mempunyai NPWP.

2) Mengambil sendiri blangko Surat Pemberitahuan (SPT) dan blangko perpajakan lainnya di tempat-tempat yang ditentukan oleh DJP.

3) Mengisi dengan lengkap, jelas dan benar dan menandatangani sendiri SPT dan kemudian mengembalikan SPT itu kepada kantor inspeksi pajak dilengkapi dengan lampiran-lampiran.


(33)

4) Melakukan pelunasan dan melakukan pembayaran pajak yang ditentukan oleh Undang-Undang.

5) Menghitung sendiri, menetapkan besarnya jumlah dan membayar pajak dalam tahun yang sedang berjalan, sesuai dengan pajak dari tahun terakhir atau sesuai dengan SKP yang dikeluarkan oleh DJP.

6) Menghitung dan menetapkan sendiri pajak yang terutang menurut cara yang ditentukan.

7) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan. 8) Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak, Wajib Pajak wajib:

1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak atau objek yang terutang pajak.

2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 3. Memberikan keterangan yang diperlukan.

9) Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.


(34)

Hak-hak Wajib Pajak:

1) Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

2) Mengajukan permohonan dan penundaan penyampaian SPT.

3) Melakukan pembetulan sendiri SPT yang telah dimasukkan ke KPP.

4) Mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.

5) Mengajukan permohonan perhitungan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta berhak memperoleh kepastian terbitnya surat keputusan kelebihan pembayaran pajak, surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

6) Mendapatkan kepastian batas ketetapan pajak yang terutang dan penerbitan Surat Pemberitaan.

7) Mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan.

8) Mengajukan surat keberatan dan mohon kepastian terbitnya surat keputusan atas surat keberatannya.

9) Mengajukan permohonan banding atas surat keputusan keberatan yang diterbitkan oleh DJP.

10)Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta pembetulan ketetapan pajak yang salah atau keliru.

11)Memberikan kuasa khusus kepada orang yang dipercaya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.


(35)

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2006:114), wajib pajak patuh yaitu wajib pajak yang sadar pajak, paham hak dan kewajiban perpajakannya, dan diharapkan peduli pajak, yaitu melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan paham akan hak perpajakannya.

2.1.4.3 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Siti Kurnia Rahayu (2006:110) sebagai

“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:

 Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

 Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas

 Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar

 Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya”

Menurut Chaizi Nasucha (Siti Kurnia Rahayu, 2006:111), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari:

 Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri

 Kepatuhan untuk melaporkan kembali surat pemberitahuan (SPT)

 Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang

 Kepatuhan dalam membayar tunggakan

Kemudian merujuk kepada kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, bahwa kriteria kepatuhan wajib pajak adalah:

 Tepat waktu dalam menayampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir.

 Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

 Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

 Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.


(36)

 Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapatan dengan pengecualian sepanjang tidak memengaruhi laba rugi fiskal.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2006:112), memberikan pendapatnya mengenai kepatuhan sebagai berikut:

“Pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam

pemenuhan kewajiban perpajaknnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara.”

Dari beberapa pendapat para ahli yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa Kepatuhan adalah tindakan taat atau patuhnya wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan umum perpajakan yang berlaku.

2.1.4.4 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Safri Nurmantu (Siti Kurnia Rahayu, 2006:110), mengatakan bahwa:

“Kepatuhan perpajakan yaitu suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

Ada dua macam kepatuhan pajak, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material.

1. Kepatuhan Formal

Suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan.

mendaftarkan diri


(37)

2. Kepatuhan Material

Suatu keadaan dimana wajib pajak secara subtantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan.

menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya mengisi SPT dengan jujur, lengkap dan benar

2.2 Konsep Penghubung

Liberti Pandiangan (2007:7) mengemukakan mengenai konsep dilakukannya modernisasi administrasi perpajakan yaitu:

“Dasar dari modernisasi administrasi perpajakan adalah kualitas pelayanan dan pengawasan intensif dengan pelaksanaan good governance.”

Menurut Liberti Pandiangan (2007:10) tujuan modernisasi administrasi perpajakan adalah:

“Untuk menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan, yaitu:

1. Tencapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi. 2. Tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi

perpajakan yang tinggi.

3. Tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.

Pengertian modernisasi administrasi perpajakan itu sendiri menurut

Djazoeli Sadhani (2005:60) yaitu sebagai berikut:

“Modernisasi perpajakan adalah suatu proses reformasi pembaharuan

dalam bidang administrasi pajak yang dilakukan secara komprehensif, meliputi aspek teknologi informasi yaitu perangkat lunak, perangkat keras, dan sumber daya manusia dengan tujuan mencapai tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan dan tercapainya produktivitas kinerja aparat perpajakan yang tinggi, sehingga diharapkan dapat mengurangi praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).”


(38)

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:135) menjelaskan bahwa:

“Salah satu langkah penting yang dilakukan DJP sebagai wujud nyata

kepedulian pada pentingnya kualitas pelayanan adalah memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak dalam mengoptimalkan penerimaan negara dan tercapainya tingkat kepatuhan sukarela Wajib Pajak yang

tinggi.”

Dapat disimpulkan bahwa modernisasi administrasi perpajakan adalah proses pembaharuan dalam bidang administrasi perpajakan untuk menyempurnakan atau kinerja sumber daya manusia dalam administrasi dan meningkatkan kualitas pelayanan yang baik dengan tujuan meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam perpajakan dan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Sejak awal dekade 2000, “modernisasi” telah menjadi salah satu kata

kunci yang melekat dan bahan pembicaraan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan. Hal itu dilakukan yang bertujuan untuk

menerapkan “good governance” dan “pelayanan prima” kepada masyarakat,

demikian juga dengan tuntunan pelayanan yang lebih baik dari stakeholders

perpajakan. Dengan demikian, diharapkan semua unit kerja di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan KPP sebagai unitpelaksanaan teknis/operasional perpajakan, berbenah dalam menyambut, memahami, mengondisikan dan menyesuaikan serta melaksanakan (mengimplementasikan) modernisasi perpajakan sesuai dengan konsep, prinsip, dansasaran yang sudah ditetapkan di unit masing-masing.


(39)

Pengertian modernisasi administrasi perpajakan menurut Indra Ismawan (2001:81) adalah sebagai berikut:

“Modernisasi Administrasi Perpajakan adalah suatu proses pembaharuan

dalam bidang administrasi perpajakan yang dilakukan warga komprehensif, meliputi aspek teknologi informasi yaitu perangkat lunak, perangkat keras

dan sumber daya manusia.”

Dari definisi diatas tentang modernisasi administrasi pajak merupakan perwujudan dari program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan yang dilakukan secara komprehensif, yang meliputi 3 bidang yaitu bidang administrasi, bidang peraturan dan bidang pengawasan.

Manfaat modernisasi bagi Wajib Pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:133), yaitu:

1. Pelayanan yang lebih baik, terpadu, dan personal, melalui:

a. Konsep one stop service yang melayani seluruh jenis pajak (PPh, PPN, PBB & BPHTB)

b. Adanya tenaga Account Representative dengan tugasnya yaitu konsultasi untuk membantu segala permasalahan wajib pajak, mengingatkan wajib pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakannya, update atas peraturan perpajakan yang terbaru.

c. Pemanfaatan IT secara maksimal: e-SPT, e-filling, dll. d. SDM yang profesional.

e. Pemeriksaan yang lebih terbuka dan profesional dengan konsep spesialisasi.

f. Penerapan dan penegakan Good Governance di semua lini.

Modernisasi perpajakan yang dilakukan pemerintah tentunya tidak hanya untuk mencapai target penerimaan pajak semata, juga penting dilakukan untuk menuju adanya perubahan paradigma perpajakan. Dimana ketentuan, prosedur dan aktivitas perpajakan juga terus diarahkan untuk peningkatan pelayanan agar menjadi business friendly bagi masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan masyarakat dapat memandang pajak menjadi suatu kewajiban partisipatif warga


(40)

dan tidak dianggap sebagai beban kuantitatif. Beberapa kondisi menjelang dekade 2000 yang menjadi dasar sekaligus sasaran apa tujuan modernisasi perpajakan dilakukan.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:109) tujuan dilakukannya modernisasi administrasi perpajakan adalah:

1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak yang tinggi. 3. Menigkatkan kepercayaan administrasi perpajakan.

4. Mencapai tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.

Berdasarkan tujuan dari modernisasi administrasi perpajakan diatas, maka salah satu cara yang dilakukan DJP untuk mencapai target yang diharapkan adalah membentuk Account Representative yang merupakan salah satu ciri khas di KPP modern dan merupakan fasilitas pelayanan yang siap dimanfaatkan oleh masyarakat atau wajib pajak.

Penerimaan pajak yang setiap tahun terus meningkat, ternyata tidak terlepas dari maslah-masalah SPT. Hal ini salah satunya dikarenakan kurangnya pengetahuan wajib pajak (WP) tentang pajak. Dengan adanya Account Representative, maka wajib pajak dapat langsung bertanya tentang permasalahan pajak.

Pengertian Account Representative adalah: “Pegawai yang diangkat pada setiap Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak yang telah

mengimplementasikan Organisasi Modern.” (Kep. Menteri Keuangan No. 98/KMK. 01/2006 pasal 1 ayat 2)


(41)

Dari pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Account Representative adalah pegawai profesional yang bertugas memberikan petunjuk dan membantu wajib pajak yang berada di KPP dan telah mengimplementasikan Organisasi Modern.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 98/KMK.01/2006,

Account Representative memiliki tugas:

a. Melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak

b. Bimbingan/himbauan dan konsultasi teknis perpajakan kepada wajib pajak c. Penyusunan profil Wajib Pajak

d. Analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi

e. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku

Berdasarkan uraian diatas bahwa Account Representative perannya sangat penting dengan diterapkannya modernisasi administrasi perpajakan ini, terutama dalam palayanan terhadap wajib pajak.

Pengertian pelayanan menurut Boediono (2003:60) yaitu:

“Suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasan

dan keberhasilan.”

Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus.


(42)

Pelayanan mengandung pengertian pemberian fasilitas berupa informasi, motivasi dan sarana dengan tujuan agar pihak yang dilayani merasa aman, nyaman, puas dan dihargai. Pelayanan yang prima akan menciptakan suatu kondisi psikologis bagi yang dilayani untuk menikmati pelayanan yang diberikan kepadanya dan senantiasa terkenang dengan hal-hal positif yang diperoleh jika ditunjang dengan peningkatan sistem pelayanan yang lebih baik lagi kepada Wajib Pajak. Upaya peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara peningkatan kualitas dan kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, perbaikan infrastruktur seperti perluasan tempat pelayanan terpadu (TPT), penggunaan sistem informasi dan teknologi untuk dapat memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa kualitas pelayanan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, pelayanan yang harus diberikan kepada wajib pajak harus memenuhi standar pelayanan agar tercipta kepuasan dan keberhasilan.

Istilah “kepatuhan” menurut Kamus Bahasa Indonesia (2003), berarti

tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

Perpajakan, “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

pajak, pemungut pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”


(43)

Definisi kepatuhan wajib pajak yang lengkap menurut E. Elliyani (1989:29) dalam Suprapti (2009), bahwa kepatuhan adalah:

“Kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memasukan dan melaporkan pada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang dan membayar pajak tepat pada waktunya tanpa ada tindakan pemaksaan dari pihak fiskus.”

Kebalikan dari kepatuhan E. Elliyani (1989:29) dalam Suprapti (2009)

mengatakan bahwa ketidakpatuhan adalah:

“Suatu tindakan yang terjadi jika salah satu syarat kepatuhan tersebut tidak

dipenuhi.”

Jadi dalam hubungannya dengan wajib pajak yang patuh, maka pengertian kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan.

Modernisasi perpajakan yang dilakukan merupakan bagian dari reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan. Tujuan dari reformasi administrasi perpajakan adalah bahwa administrasi perpajakan yang ada di suatu negara mengimplementasikan struktur perpajakan yang efisien dan efektif, guna mencapai sasaran penerimaan pajak yang optimal. Hal ini meliputi pengembangan sumber daya manusia, baik itu peningkatan kuantitas dan kualitas pegawai pajak maupun peningkatan kesadaran wajib pajak untuk patuh dalam kewajiban perpajakannya.

Dalam penelitian Deden Sumantry (2011) bahwa:

“Dengan reformasi administrasi perpajakan, diharapkan Wajib Pajak dapat

memperoleh manfaat antara lain: Wajib Pajak akan memperoleh pelayanan yang lebih baik karena didukung oleh pegawai yang profesional.


(44)

Permasalahan perpajakan yang dihadapi Wajib Pajak dapat diselesaikan secara lebih cepat sehingga kepastian hukum lebih terjamin. Hak dan Kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kantor Pelayanan Pajak Madya dilengkapi sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan sistem dan prosedur yang

modern.”

Menurut penelitian Ni Luh Supadmi (2009) bahwa:

“Tingkat kepatuhan dapat ditingkatkan melalui memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik oleh kantor pajak, yang meliputi keamanan, kenyamanan, dan pelayanan cepat, serta penegakan hukum. Tingkat kepatuhan wajib pajak dapat diukur dengan memeriksa apakah mereka memahami hukum perpajakan, mengisi formulir pajak lengkap dan jelas, menghitung kewajiban pajak dengan benar, dan melaporkan kewajiban pajak tepat waktu.”

Sedangkan menurut penelitian Tedy Iswahyudi (2005) bahwa:

“Pajak sebagai ujung tombak penerimaan negara untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, kemungkinan tidak bisa berhasil tanpa dukungan sistem administrasi perpajakan yang baik. Ini karena sistem administrasi perpajakan merupakan salah satu pilar penting dalam sistem perpajakan yang memiliki akses langsung terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan para Wajib Pajak. Bila sistem administrasi perpajakan mampu mengakomodasi kepentingan para Wajib Pajak, niscaya kepatuhan pemenuhan perpajakan mereka akan semakin meningkat, yang berujung pada peningkatan penerimaan pajak. Untuk itu, reformasi perpajakan nasional yang terus berjalan dewasa ini sangat penting dangan selalu memperhatikan perbaikan sistem administrasi

perpajakan.”

Maka dari ke tiga penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya reformasi administrasi perpajakan bertujuan untuk memperbaiki, menyempurnakan dan memodernisasikan sistem administrasi perpajakan, karena sistem administrasi perpajakan merupakan salah satu pilar penting dalam sistem perpajakan yang memiliki akses langsung terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan para Wajib Pajak. Modernisasi sistem dilingkungan DJP bertujuan untuk menerapkan Good Governance dan pelayanan prima. Dengan memberikan


(45)

pelayanan yang prima dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, meningkatkan kepercayaan administrasi perpajakan dan mencapai tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.

Berdasarkan uraian diatas, penulis menuangkan kerangka pemikirannya dalam bentuk skema kerangka pemikiran sebagai berikut:


(46)

Bagan 2.1

Skema Kerangka Pemikiran Reformasi Perpajakan Modernisasi Administrasi Perpajakan Kualitas Pelayanan Kepatuhan Wajib Pajak Badan 1.Sistem Administrasi perbaikan kinerja administrasi efisiensi ekonomis cepat 2.Kinerja melaksana kan kewajiban dan tanggungja wab sesuai yang diharapkan 3.Efektivitas Pengawasan

reorganisasi DJP berdasarkan fungsi dan kelompok wajib pajak

peningkatan kemampuan pengawasan dan pembinaan

penyusunan kebijakan baru untuk manajemen sumber daya manusia

peningkatan mutu sarana dan prasarana penyusunan rencana kerja operasional

4.SDM Profesional

pelaksanaan fit and profer test secara ketat penempatan pegawai sesuai kapasitas dan kapabilitasnya 1.Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) penerimaan dokumen sarana yang nyaman 2.Account Reprensetatif (AR) knowledge (pengetahuan)

skills (keahlian atau kemampuan)

attitude (sikap atau perilaku) 3.Help Desk informasi 4.Complaint Center menampung keluhan-keluhan Wajib Pajak memberikan solusi kepada Wajib Pajak

5.Media Informasi Pajak website pojok pajak 1.Kepatuhan Formal mendaftarkan diri melaporkan SPT tepat waktu

2.Kepatuhan Material menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya mengisi SPT dengan jujur, lengkap dan benar REFORMASI PERPAJAKAN: Menuju Sistem Administrasi Perpajakan yang Menopang Penerimaan Pajak. (Tedy Iswahyudi, Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol. 4, No. 8, Mei 2005)

Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Kualitas Pelayanan. (Ni Luh Supadmi, Jurnal AUDI, Vol. 4, No. 2, Juli 2009)

Hipotesis:

“Pelaksanaan Modernisasi Administrasi

Perpajakan Berpengaru Terhadap Kualitas Pelayanan Dan Implikasinya Pada Kepatuhan

Wajib Pajak Badan Secara Parsial Dan Simultan”

Reformasi Perpajakan Sebagai Perlindungan Hukum Yang Seimbang Antara Wajib Pajak Dengan Fiskus Sebagai Pelaksanaan Terhadap Undang-Undang Perpajakan. (Deden Sumantry, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8, No. 1, April 2011)

Ket :

Berhubungan langsung

Berhubungan tidak langsung


(47)

Secara diagram hubungan struktural antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Diagram Hubungan Struktural Antar Variabel

2.4 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2011:64) pengertian hipotesis adalah sebagai berikut:

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun

dalam bentuk kalimat pertanyaan.”

Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul dan harus diuji secara empiris. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka yang dapat disajikan oleh penulis adalah berhipotesis bahwa

”Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan Berpengaruh Terhadap Kualitas Pelayanan Dan Implikasinya Pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan Secara Parsial Dan Simultan.”

Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan

(X)

Kualitas Pelayanan

(Y)

Kepatuhan Wajib Pajak Badan


(48)

42 3.1.Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.

Menurut Sugiyono (2011:13) objek penelitian adalah:

“Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan

reliabletentang sesuatu hal (variabel tertentu).”

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa objek penelitian digunakan untuk mendapatkan data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu yang objektif, valid

dan realible. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Pengaruh Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan Terhadap Kualitas Pelayanan Dan Implikasinya Pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung.

3.2.Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2011:2) metode penelitian diartikan sebagai:

“Cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian ini didasarkan pada ciri-ciri


(49)

Dari penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan, mencatat data, baik primer maupun sekunder yang dapat digunakan untuk keperluan menyusun karya ilmiah dan kemudian menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok permasalahan sehingga akan didapat suatu kebenaran atau data yang diperoleh.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2011:29) adalah sebagai berikut:

“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk

membuat kesimpulan yang lebih luas.”

Selanjutnya menurut Mashuri (2009:45) pengertian metode verifikatif adalah sebagai berikut:

“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan

kehidupan.”

Dalam penelitian ini, metode deskriptif dan verifikatif tersebut digunakan untuk menguji Pengaruh Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan Terhadap Kualitas Pelayanan Dan Implikasinya Pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung serta menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau ditolak.


(50)

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel X terhadap Y, variabel X terhadap Z dan variabel Y terhadap Z yang diteliti. Verifikatif berarti menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau ditolak.

Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, penelitian ini menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis).

3.2.1.Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian.

Menurut Jonathan Sarwono (2006:27) bahwa:

“Desain penelitian bagaikan alat penuntun bagi peneliti dalam melakukan proses penentuan instrumen pengambilan data, penentuan sampel, koleksi

data dan analisisnya.”

Lebih jelasnya lagi Jonathan Sarwono (2006:79) mengibaratkan bahwa:

”Desain penelitian, seperti sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan


(51)

Sedangkan Desain penelitian menurut Moh. Nazir (2003:84) memaparkan bahwa:

“Desain Penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian.”

Dari definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa desain penelitian merupakan semua proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam melaksanakan penelitian mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu. Desain penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan permasalahan sebagai indikasi dari fenomena penelitian, selanjutnya dapat ditetapkan judul yang akan diteliti. Dalam penelitian ini permasalahan yang terjadi difokuskan pada pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan terhadap kualitas pelayanan dan implikasinya pada kepatuhan wajib pajak badan. Oleh karena itu penulis mengambil judul Pengaruh Pelaksanaan Modernisasi Administrasi Perpajakan (variable X) sebagai variabel bebas (independent), Kualitas Pelayanan ( variable Y) sebagai variabel intervening dan Kepatuhan Wajib Pajak Badan (variabel Z) sebagai variabel terikat (dependent).

2. Mengidentifikasi masalah yang terjadi.

3. Menetapkan rumusan masalah. Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Proses penemuan masalah merupakan tahap penelitian yang paling sulit karena tujuan penelitian ini adalah menjawab masalah penelitian sehingga suatu penelitian tidak dapat dilakukan dengan baik jika masalahnya tidak


(1)

BAB V Kesimpulan Dan Saran

142

menjalankan waktu kerja secara efektif dan efisien, keluh kesah wajib pajak dalam hal mutu pelayanan pembayaran pajak, munculnya komplain dari wajib pajak mengenai kondisi sistem teknologi informasi (TI) yang mendukung sistem pembayaran pajak dan faktor pembatasan jam pelayanan Bank Persepsi kepada wajib pajak dapat ditanggulangi. Agar DJP memiliki kinerja yang lebih baik lagi, DJP perlu mengubah behavior dan mindset -nya seperti perlu diberikan pengayaan pengetahuan terutama mengenai pengetahuan perpajakan secara khusus, baik melalui pendidikan dan latihan secara terencana dan berkesinambungan agar kinerja DJP bisa menyeimbangi dengan sistem yang sudah modern. Apabila DJP tidak bisa mengikuti aturan sistem yang ada, maka DJP akan tersingkir dengan sendirinya.

2. Kualitas pelayanan perpajakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung sudah baik. Namun jika dilihat dari segi pelayanan media informasi yang disediakan DJP yang berupa pojok pajak harus diperhatikan sehingga kejadian pelayanan yang diberikan pojok pajak belum sepenuhnya dirasakan oleh wajib pajak bisa teratasi. Agar wajib pajak dapat merasakan pelayanan pojok pajak secara maksimal, maka untuk ke depannya DJP harus membentuk pojok pajak minimal 1 (satu) unit untuk setiap Kantor Wilayah DJP.

3. Sebagian besar Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Bandung sudah patuh, baik secara formal maupun material. Namun jika dilihat dari kendala sebagian wajib pajak dalam pengisian SPT tahunan harus diperhatikan sehingga kejadian wajib pajak masih


(2)

BAB V Kesimpulan Dan Saran

143

mengalami kesulitan dalam pengisian SPT tahunan bisa teratasi. Karena ini bisa menghambat wajib pajak dalam membayar pajak, sehingga bisa menyebabkan kurangnya kesadaran wajib pajak dalam kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu DJP harus bisa memberikan training kepada wajib pajak tentang tata cara bagaimana pengisian SPT tahunan yang benar dan baik secara online maupun manual.

4. Pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan terhadap kualitas pelayanan dan implikasinya pada kepatuhan wajib pajak badan sebaiknya harus disempurnakan dan dikembangkan lebih lanjut lagi terutama kelembagaan, modernisasi sistem dan SDM, agar sistem administrasi perpajakan modern dinegara kita ini bisa setara dengan negara-negara maju. Oleh sebab itu DJP harus bisa menjadi penyeimbang yang bisa mendukung sistem administrasi perpajakan modern supaya harapan wajib pajak bisa terpenuhi dengan baik dalam segi pelayanannya dan DJP juga harus melakukan pengawasan yang bersifat preventif. Sehingga kejadian-kejadian yang tidak diharapkan akan teratasi dengan baik. Jadi dengan pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan intinya DJP harus bisa berinteraksi sesuai dengan aturan yang ada dan memberikan kualitas pelayanannya dengan baik kepada wajib pajak.


(3)

144

DAFTAR PUSTAKA

Agus Hendroharto. 2006. Peran sistem Administrasi Perpajakan Modern Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar Satu (Large Taxpayer Office One). Tesis UI.

Albari. 2009. Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepatuhan Membayar Pajak. Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 13, No. 1.

Boediono B. 2003. Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Deden Sumantry, 2011. Reformasi Perpajakan Sebagai Perlindungan Hukum

Yang Seimbang Antara Wajib Pajak Dengan Fiskus Sebagai Pelaksanaan Terhadap Undang-Undang Perpajakan. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8, No. 1.

Djazoeli Sadhani. 2005. Menuju Good Governance Melalui Modernisasi Pajak. Jurnal Bisnis Indonesia.

Glen P. Jenkins, Edwin N. Forlemu. 1993. Enhancing Voluntary Compliance By Reducing Compliance Costs: A Taxpayer Service Approach. Director, International Tax Program, Harvard University.

Heru. 14/04/2011. KPP Pratama Cicadas Bandung.

Ikhsan Budi R. 2007. Kajian Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis Dan Sektor Publik, Vol. 3, No. 3.

Indra Ismawan. 2001. Memahami Reformasi Perpajakan 2000. Jakarta: PT Elek Media Komputindo.

James Alm. 2007. Taxpayer Information Assistance Services And Tax Compliance Behavior. Georgia State University, Atlanta, Georgia 30302-3992 USA. Jonathan Sarwono. 2006. Panduan Cepat dan Mudah SPSS 14. Yogyakarta: Andi. Kamus Bahasa Indonesia, 2003. Kepatuhan.

Lena Ellitan, Lina Anatan. 2007. Sistem Informasi Manajemen: konsep dan praktis. Bandung: Alfabeta.

Liberti Pandiangan. 2007. Modernisasi Dan Reformasi Pelayanan Perpajakan Berdasarkan UU Terbaru. Jakarta: PT Elek Media Komputindo.

Liberti Pandiangan. Jumat, 4 Maret 2011. Pemerintah Targetkan Rasio Kepatuhan WP Naik. Jakarta: MICOM.


(4)

Daftar Pustaka

145

Machfud Sidik. 2008. Modernisasi Administrasi Perpajakan: ”Sudahkah DJP

Memenuhi Harapan Masyarakat?”. Jurnal Tax Review, Vol. 1, Edisi 01.

Mardiasmo. 2006. Perpajakan (Edisi Revisi Tahun 2006). Yogyakarta: Andi. Mashuri, Zainudin. 2009. Metode Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif.

Bandung: Refrika Aditamam.

Mohammad Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ni Luh Supadmi. 2009. Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Kualitas Pelayanan. Jurnal Akuntansi & Bisnis, Vol. 4, No. 2.

Nursya’bani Purnama. 2004. Analisis Tingkat Kepuasan Wajib Pajak Terhadap

Kualitas Layanan Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta Dua. Jurnal Kajian Bisnis Dan Manajemen, Vol. 7, No. 1.

Petronius Saragih. 2006. Modernisasi Perpajakan: ”Kita Harus Setara dengan Negara-Negara Maju”. Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol. 5, No. 6. Raden Agus Suparman. 2007, Catatan praktek reformasi Perpajakan, Blog Pajak,

raden.suparman@gmail.com.

Rochmat Soemitro, Dewi Kania Sugiharti. 2007. Asas dan Dasar Perpajakan Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama.

Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan Indonesia Konsep dan Aspek Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sony Devano, Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2007 Pelayanan Prima.

Tedy Iswahyudi. 2005. Reformasi Perpajakan: Menuju Sistem Administrasi Perpajakan yang Menopang Penerimaan Pajak. Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol. 4, No. 8.

Umi Narimawati, Sri Dewi Anggadini dan Linna Ismawati. 2010. Penulisan Karya Ilmiah. Bekasi: Genesis.

Umi Narimawati. 2007. Riset Manajemen Sumber Daya Manusia Aplikasi Contoh dan Perhitungan. Jakarta: Agung Media.


(5)

Daftar Pustaka

146

Untung Sukardji. 2009. Pajak Pertambahan Nilai Edisi Revisi 2009. Jakarta: Rajawali Pers.

Veithzal Rivai Ahmad Fawzi MB. 2005. “Performance Appraisal”. Rajagrafindo Persada.

www. Brint. com www. Ortax.org. 2007. www. pajakonline.com. 2008.


(6)

147

RIWAYAT HIDUP

Nama : Dianne Dewintari

Alamat : Dusun Gempol I RT.06 RW.02 Gempol Pusakanagara Subang 41255

Tempat/Tanggal Lahir : Subang, 16 Agustus 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Mahasiswa

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. TK Pelita Ibu Kalentambo, tamat berijazah tahun 1995

2. SDN Otto Iskandar Dinata Gempol, tamat berijazah 2001 3. SLTPN 1 Pusakanagara, tamat berijazah 2004

4. SMAN 1 Pusakanagara, tamat berijazah 2007

5. Tahun 2010 saat ini tercatat sebagai mahasiswa jenjang S1 Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia

Demikian riwayat hidup penulis yang disusun secara singkat, untuk melengkapi penulisan Skripsi.


Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Melalui E-Filing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

2 104 66

Kepuasan Konsumen Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Pada Kantor Sistem Manunggal Satu Atap Medan Selatan

1 46 78

Analisis Penerapan Sistem Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

2 83 63

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Kualitas Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Perpajakan (Survey pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas)

0 3 1

Pengaruh Pengetahuan Pajak Dan Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)

16 165 122

Pengaruh Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees.

0 0 22

Pengaruh Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kepuasan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Implikasinya terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Bojonegara).

1 3 23

Pengaruh Reformasi Administrasi Perpajakan terhadap Kualitas Pelayanan Perpajakan dan Kepatuhan Wajib Pajak (Survei terhadap Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees).

0 1 18

Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas.

0 0 22

Pengaruh Modernisasi Perpajakan terhadap Kepuasan Wajib Pajak (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonagara, Bandung).

0 0 22