Pajak Penghasilan Pasal 21 TINJAUAN PUSTAKA

20 Pensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD dikenai tarif PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20 dua puluh persen daripada tarif yang diterapkan terhadap Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Tambahan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20 dua puluh persen menjadi beban Pejabat Negara, PNS, penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya. Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dibuktikan oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya dengan memberikan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak kepada bendahara pemerintah. 7. Pemotong PPh Pasal 21 Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, pemotong pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dilakukan oleh: a. Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan, baik merupakan pusatcabang maupun perwakilanunit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; 21 b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas kepada Pemerintah Pusat, termasuk institusi TNIPolri, Pemerintah Daerah, instasi atau lembaga pemerintah, lembaga- lembaga negara lainnya, dan KBRI diluar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; c. Dana pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, serta badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan Iuran Hari Tua IHT atau Jaminan Hari TuaJHT; d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; dan e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotong PPh Pasal 21 adalah kantor perwakilan negara asing, baik berupa Kedutaan Besar, Konsulat, atau Atese, dan sejenisnya; dan organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah 22 ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 8. Kewajiban dan Hak Pemotong PPh Pasal 21 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010 Pasal 11, hak dan kewajiban pemotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut: a. Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21 Bendahara pemerintah yang melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah bendahara pengeluaran pada kementrianlembaga, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupatenkota. 1 Bendahara pemerintah wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengam ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan; 2 Bendahara pemerintah wajib menghitung, memotong, dan melaporkan PPh Pasal 21 terutang untuk setiap Masa Pajak. Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada Masa Pajak yang bersangkutan nihil; 3 Bendahara pemerintah , harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah kepada Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya paling lama 1 satu bulan setelah tahun kalender berakhir. Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI berhenti 23 bekerja sebelum berakhirnya tahun kalender, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan paling lama 1 satu bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja; 4 Bendahara pemerintah dan badan yang ditunjuk harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final atas penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun paling lama pada akhir bulan dilakukannya pembayaran penghasilan tersebut; 5 PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Bendahara pemerintah wajib disetor ke Kantor Pos atay Bank yang ditunjuk Menteri Keuangan, dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu paling lama 10 sepuluh hari setelah Masa Pajak berakhir; 6 Bendahara pemerintah wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Bendahara pemerintah terdaftar, dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang- undangan, yaitu paling lama 20 dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir; 7 Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21 dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dan 24 pelaporan PPh Pasal 21 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. b. Hak Pemotong PPh Pasal 21 1 Dalam hal suatu Masa Pajak terjadi kelebihan perhitungan atas PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah , kelebihan PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21. 2 Dalam hal suatu Masa Pajak terjadi kesalahan pemotongan atas PPh Pasal 21 yang bersifat final dari penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain sehingga terdapat kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 yang bersifat final, kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 yang bersifat final tersebut dikembalikan sesuai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. 9. Cara Menghitung PPh Pasal 21 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010 bagian Lampiran tentang petunjuk umum dan contoh penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, menjelaskan cara menghitung PPh Pasal 21 terutang 25 atas penghasilan teratur setiap bulan adalah sebagai berikut: a. Penghitungan Masa atau Bulanan selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak terakhir: 1 untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji dan tunjangan, seperti tunjangan istrisuami, tunjangan anak, tunjangan beras, tunjangan strukturalfungsional; 2 selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan dan iuran pensiun; 3 selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12 dua belas; 4 dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI mulai bekerja sampai dengan bulan Desember; 5 selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak yaitu sebesar Penghasilan neto setahun sebagaimana dimaksud pada huruf c atau huruf d, dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP; 26 6 PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan setahun dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan terhadap Penghasilan Kena Pajak; 7 Selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah sebulan, yaitu; a Jumlah PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf c dibagi dengan 12 dua belas; b Jumlah PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf d dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud pada huruf d. b. Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang pada Masa Pajak Desember adalah sebagai berikut: 1 Dihitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan; 2 PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan Masa Pajak Desember; 27 3 Apabila dalam PPh Pasal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan Masa Pajak November terdapat tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20 lebih tinggi daripada tarif PPh umum karena belum memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan Masa Pajak November sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak termasuk tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20 tersebut. c. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada Masa Pajak Terakhir: 1 Dihitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan yang disetahunkan. 2 PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak terakhir adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang disetahunkan, sebagaimana dimaksud dalam huruf 1, dengan PPh Pasal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan teratur bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNIPOLRI, dan para pensiunannya Liberti 2010:131. 28 Contoh 1: Arief Sudarman, seorang PNS di Dinas Kehutanan golongan III.c, dengan gaji pokok Rp2.030.800. Dia menduduki jabatan sebagai Kepala Seksi Tanaman Keras eselon IVa dengan tunjangan jabatan Rp540.000 sebulan. Dia sudah menikah dan mempunyai satu orang anak yang masih dalam tanggungannya. Dengan kondisi tersebut, penghitungan PPh Pasal 21 atas Arief Sudarman, adalah sebagai berikut: Gaji Pokok Rp2.030.800,00 Tunjangan istri Rp 203.080,00 Tunjangan Anak Rp 40.616,00 Tunjangan Jabatan Rp 540.000,00 Pembulatan Rp 54,00 Tunjangan Beras Rp 126.900,00 + Jumlah Penghasilan Bruto 1 bulan Rp2.941.450,00 Pengurangan: Biaya Jabatan Rp147.073,00 5 x Rp2.941.450,00 Iuran pensiun Rp108.039,00 4,75 x Rp2.274.496,00 Iuran IHT Rp 73.921,00 + 3,25 x Rp2.274.496,00 Jumlah Pengurang Rp 329.032,00- 29 Penghasilan neto 1 bulan Rp 2.612.418,00 Penghasilan neto disetahunkan: 12 x Rp2.612.418,00 Rp31.349.014,00 PTKP K1 WP Rp15.840.000,00 Kawin Rp 1.320.000,00 Anak Rp 1.320.000,00 + Jumlah PTKP Rp18.480.000,00- PKP setahun Rp12.869.014,00 PPh Pasal 21 atas gaji setahun 5 x Rp12.869.000,00= Rp643.450,00 PPh Pasal 21 atas gaji sebulan Rp643.450,00: 12 = Rp53.621,00 Contoh 2: Mangiring T., seorang PNS di Departemen Pendidikan Nasional golongan IV.b dengan gaji pokok Rp2.860.500. dia menduduki jabatan Kepala Bagian Perencanaan eselon IIIa dengan tunjangan jabatan Rp1.260.000 sebulan. Dia sudah menikah dan mempunyai tiga orang anak yang masih dalam tanggungannya. Dengan kondisi tersebut, penghitungan PPh Pasal 21 atas Mangiring T. Adalah sebagai berikut, Gaji Pokok Rp2.860.500,00 30 Tunjangan istri Rp 286.050,00 Tunjangan anak Rp 171.630,00 Tunjangan jabatan Rp1.260.000,00 Pembulatan Rp 38,00 Tunjangan beras Rp 211.500,00 + Jumlah penghasilan bruto Rp4.789.718,00 Pengurangan: Biaya Jabatan 5 x Rp4.789.718,00 =Rp239.486,00 Iuran Pensiun 4,75 x Rp3.318.180,00 =Rp157.614,00 Iuran IHT 3,25 x Rp3.318.180,00 =Rp107.841,00 + Jumlah Pengurang Rp 504.940,00 - Penghasilan netto Rp 4.284.778,00 Penghasilan neto setahum: 12 x Rp4.284.778,00 Rp51.417.332,00 PTKP K3 Wajib Pajak Rp15.840.000,00 Status Kawin Rp 1.320.000,00 Anak Rp 3.960.000,00 + Jumlah PTKP Rp21.120.000,00 - PKP 1 tahun Rp30.297.332,00 31 PPh Pasal 21 atas gaji setahun: 5 x Rp30.297.000,00= Rp1.514.850,00 PPh Pasal 21 atas gaji sebulan: Rp1.514.850,00: 12 = Rp126.238,00 Contoh 3: Penghitungan PPh Pasal 21 yang mulai bekerja dalam tahun berjalan Hapid Abdul Gopar merupakan Pejabat Negara pada sebuah lembaga negara yang baru diangkat pada bulan Juli 2010, telah menikah dengan 4 empat orang tanggungan anak dan telah memiliki NPWP. Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan statusnya sebagai Pejabat Negara: Gaji Kehormatan Rp10.000.000,00 Tunjangan istri Rp 1.000.000,00 Tunjangan Anak Rp 400.000,00 Tunjangan Jabatan Rp10.000.000,00 Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Masa Pajak November 2010 dihitung sebagai berikut: Gaji Kehormatan Rp10.000.000,00 Tunjangan istri Rp 1.000.000,00 Tunjangan Anak Rp 400.000,00 Tunjangan Jabatan Rp10.000.000,00 + 32 Jumlah penghasilan bruto Rp21.400.000,00 Pengurang: Biaya Jabatan: 5 x Rp21.400.000,00 =Rp500.000,00 Iuran Pensiun: 4,75 x Rp11.400.000 =Rp541.500,00+ Rp 1.041.500,00- Penghasilan neto Rp 20.358.500,00 Penghasilan neto setahun: 6 x Rp20.358.500,00 Rp122.151.000,00 PTKP K3 Untuk Wajib Pajak Rp15.840.000,00 Status WP Kawin Rp 1.320.000,00 3 Tanggungan Rp 3.960.000,00+ Rp 21.120.000,00- Penghasilan Kena Pajak PKP Rp101.031.000,00 PPh Pasal 21 atas gaji setahun 5 x Rp50.000.000,00 =Rp 2.500.000,00 15 x Rp51.031.000,00 =Rp 7.654.650,00+ Rp10.154.650,00 PPh Pasal 21 atas gaji sebulan Rp10.154.650,00 : 6 = Rp1.692.442,00 33

D. Review Penelitian Terdahulu

1. Evangelin 2008 melakukan penelitian mengenai Analisis Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di Kepolisian Resort Kota Palu. Penelitian ini terkait dengan adanya kebijakan pemerintah yaitu pihak pemerintah menanggung Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang bagi anggota Kepolisian. Analisis yang dilakukan adalah dengan menganalisis PPh Pasal 21 berdasarkan tingkatan pangkat dan membandingkan hasil analisis dengan penghitungan PPh Pasal 21 berdasarkan formulir 1721-A2. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses penghitungan PPh Pasal 21 telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, namun terdapat kesalahan dalam pelaksanaan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21. 2. Hutari 2004 melakukan penelitian mengenai Perlakuan PPh Pasal 21 yang dilaksanakan di Yayasan Karmel, Malang. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pemberi tunjangan Pajak Penghasilan Pasal 21 lebih menguntungkan jika dilihat pengaruhnya bagi take home pay karyawan dan Pajak Penghasilan Badan, dan Pajak Penghasilan yang sepenuhnya ditanggung karyawan lebih menguntungkan bagi Yayasan Karmel karena menimbulkan after tax profit paling besar. 3. Lusi 2010 melakukan penelitian mengenai Evaluasi Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Per-31Pj2009, disimpulkan bahwa PT. Madu Baru, Yogyakarta belum sepenuhnya melakukan penghitungan 34 pemotongan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31Pj2009. Bagian yang belum sesuai antara lain: menentukan besarnya penghasilan kena pajak, dan menentukan besarnya tarif pajak bagi pegawai yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak. PT. Madu Baru, Yogyakarta telah melakukan penyetoran dan pelaporan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Per-31Pj2009. 35

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus, yaitu jenis penelitian terhadap objek atau data tertentu kemudian dari data tersebut dianalisis dan ditarik kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini hanya berlaku pada objek yang diteliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, yang terletak di Jalan Hayam Wuruk No. 11 Yogyakarta. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2012.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah daftar permintaan gaji Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. 36

D. Data Penelitian

Data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini adalah: 1. Gambaran umum Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. 2. Data diri PNS. 3. Data daftar permintaan gaji tetap Pegawai Negeri Sipil.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara Teknik pengumpulan data secara langsung dengan melakukan tanya jawab dengan bagian-bagian yang berwenang untuk mendapatkan data yang dibutuhkan oleh peneliti dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide panduan wawancara. 2. Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan informasi dan mempelajari dokumen yang ada, yaitu data diri pegawai, daftar gaji pegawai, serta data penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji PNS.

F. Teknik Analisis Data

1. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 PPh Pasal 21 terutang untuk PNS Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 262PMK.032010. 2. Membandingkan jumlah PPh Pasal 21 terutang PNS Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah dengan 37 jumlah PPh Pasal 21 terutang yang dilakukan oleh penulis berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010. 3. Memberikan penilaian dari hasil perbandingan jumlah PPh Pasal 21 terutang PNS di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah dengan yang dilakukan oleh penulis berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010. Penilaian ini dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: a. Apabila jumlah PPh Pasal 21 terutang yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah sama dengan jumlah PPh Pasal 21 terutang yang dilakukan penulis berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010, maka dikatakan tepat; b. Apabila jumlah PPh Pasal 21 terutang yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah tidak sama dengan jumlah PPh Pasal 21 terutang yang dilakukan penulis berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010, maka dikatakan tidak tepat. 38

BAB IV GAMBARAN UMUM

A. Lokasi Dinas Pendidikan

Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta beralamat di Jalan Hayam Wuruk Nomor 11 Yogyakarta 55212.

B. Visi dan Misi Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta

1. Visi Pendidikan berkualitas, berwawasan global dengan dukungan sumber daya manusia yang profesional. 2. Misi a. Mewujudkan pendidikan berkualitas yang berakar budaya adiluhung. b. Mewujudkan pendidikan berwawasan global dan berbasis teknologi informasi. c. Mewujudkan pendidikan dan tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang sesuai.

C. Struktur Organisasi

Struktur organisasi mempunyai peranan penting dalam pengelolaan aktivitas suatu organisasi. Fungsi dan struktur organisasi yaitu untuk mengatur dengan jelas bagaimana arah kerja dan rangkaian tanggungjawab serta koordinasi antara satu dengan lainnya, dikarenakan wewenang dan tanggung jawab setiap individu berbeda-beda. Selain itu, struktur organisasi