Pola makan responden Hasil dan Pembahasan 1.

6 didapat dari internet ataupun media informasi lainnya sehingga masyarakat akan semakin mudah untuk mendapatkan referensi, kondisi seperti ini akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan seseorang. Tabel II. Distribusi tingkat pengetahuan dan sikap responden terhadap pola hidup sebagai faktor risiko diabetes melitus Interpretasi Pola Makan Pengetahuan Pola Makan Sikap Aktivitas Fisik Pengetahuan Aktivitas Fisik Sikap n n n n Kurang 12 12,50 1 1,04 8 8,33 2 2,08 Cukup 46 47,92 70 72,92 25 26,04 66 68,75 Baik 38 39,58 25 26,04 63 65,63 28 29,17 Keterangan : n= jumlah responden Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek dan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat Budiman dan Riyanto 2013. Pada aspek sikap terhadap pola makan sebagai faktor risiko diabetes melitus tipe 2, didapat hasil untuk tingkat sikap yang baik sebesar 26,04, tingkat sikap sedang sebesar 72,92 dan tingkat sikap kurang sebesar 1,04. Pada aspek sikap terhadap aktivitas fisik sebagai faktor risiko diabetes melitus tipe 2, didapat hasil untuk kategori sikap baik sebesar 29,17, kategori sikap sedang sebesar 68,75 dan responden dengan kategori sikap kurang sebesar 2,08. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap responden sudah cukup baik, hal ini sesuai dengan teori dati Triastuti 2010 yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan perubahan sikap seseorang adalah pengetahuan. Tingkat pengetahuan responden yang didapat dari penelitian ini sebagian besar sudah cukup baik sehingga akan berpengaruh pada aspek sikap dari responden.

3. Pola makan responden

kuesioner pola makan terdiri dari 13 pertanyaan yang mengandung 3 pokok bahasan utama yakni jadwal makan, jenis makanan dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Jadwal makan merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga pola makan sehat karena mengonsumsi makanan pada waktu yang tepat dengan cara yang sistematis akan membantu dalam mengendalikan kadar gula darah. Kebiasaan makan yang tidak teratur akan menyebabkan kerusakan pada metabolisme tubuh. Makan sebanyak 3 kali sehari 7 penting dalam mendistribusikan asupan karbohidrat Rafanani, 2013. Berdasarkan pada total jawaban responden pada pertanyaan nomor 2, yaitu : Berapa kali frekuensi makan utama anda dalam sehari ?” diketahui responden yang memiliki jadwal makan secara teratur dengan porsi lebih dari 3 kali sebanyak 5,2, teratur dengan porsi 3 kali sehari sebanyak 40,6, teratur dengan porsi 2 kali sehari sebanyak 20,8 dan tidak teratur setiap harinya sebanyak 20,8. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh responden sebagian besar adalah nasi, lauk dan sayur, sedangkan responden yang mengonsumsi nasi, lauk, sayur dan buah sebanyak 26 dan sisanya sebanyak 25 menjawab mengonsumsi nasi dan lauk saja. Pada penelitian ini, jenis sumber protein yang sering dikonsumsi oleh responden lebih dari 3 kali dalam seminggu diketahui dengan cara memberikan pilihan jenis makanan kepada responden dan responden dapat memilih maksimal 4 pilihan makanan. Hasilnya diketahui sebanyak 90,6 responden memilih telur, sedangkan persentase tertinggi ke-2 yakni sebesar 65,60 memilih ayam dengan kulit. Jenis protein dari seafood memiliki persentase yang cukup rendah, seperti udang sebanyak 22,90, cumi-cumi sebanyak 4,20 dan kepiting hanya sebesar 1,00. Persentase masing-masing jenis sumber protein selengkapnya dapat dilihat pada gambar 1 berikut: Gambar 1. Distribusi jenis sumber protein hewani dan nabati yang dikonsumsi responden lebih dari 3 kali dalam seminggu Berdasarkan hasil diatas, tingginya konsumsi jenis protein dari daging ayam dengan kulit dan konsumsi daging sapi dengan lemak justru berlawanan dengan teori dari PERKENI 2011 yang mengatakan bahwa sumber protein yang baik berasal dari seafood 26 65.60 61.46 25 60.40 22.90 4.20 1.00 90.60 91.70 94.80 47.90 25.00 3.13 48.80 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 8 ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Sumber protein yang harus dibatasi adalah yang mengandung lemak jenuh seperti daging berlemak. Selain sumber protein hewani, konsumsi tempe, tahu, kacang hijau dan kacang memililki persentase yang cukup tinggi untuk jenis protein nabati yang dikonsumsi lebih dari 3 kali dalam seminggu. Selain sumber protein, cara pengolahan makanan yang paling sering dikonsumsi adalah dengan cara digoreng cukup tinggi dimana nilai persentase sebanyak 57,3. Menurut Suhema 2013, konsumsi makanan yang diolah dengan cara digoreng secara berlebihan dapat berpengaruh pada tingginya asupan lemak, sehingga dapat menimbulkan terjadinya penimbunan lemak sehingga risiko penurunan kerja insulin dapat terjadi. Jenis makanan selingan yang paling sering dikonsumsi oleh responden dengan persentase tertinggi adalah jenis kueroti manis dengan total nilai sebanyak 59,4, sedangkan untuk jenis makanan selingan lainnya berupa kacang-kacangan sebanyak 24 dan buah-buahan sebanyak 16,7. Pada penelitian ini diketahui bahwa responden yang mengonsumsi sayur dengan frekuensi makan lebih dari 2 porsi dalam sehari sebanyak 20,8, 2 porsi dalam sehari sebanyak 35,4, 1 porsi dalam sehari sebanyak 39,6 dan kurang dari 1 porsi dalam sehari sebanyak 4,2. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa frekuensi makan buah-buahan kurang dari 2 kali dalam sehari memiliki persentase tertinggi yakni 49,0, sedangkan untuk konsumsi buah 2 kali atau lebih sebanyak 26,0 dan konsumsi buah kurang dari 1 kali dalam sehari sebanyak 25,0. Konsumsi sayur dan buah sangatlah penting untuk mencegah seseorang mengonsumsi makanan yang tidak sehat secara berlebih PERKENI, 2011. Makanan cepat saji dengan frekuensi makan kurang dari 3 kali dalam seminggu memiliki persentase tertinggi dengan nilai 61,5 dibandingkan dengan responden yang mengonsumsi kurang dari 1 kali dalam seminggu. Berdasarkan hasil penelitian dari Jeffery et al 2006, konsumsi makanan cepat saji sedikitnya seminggu sekali memiliki hubungan positif terhadap diet tinggi lemak dan peningkatan Indeks Massa Tubuh IMT yang dapat meningkatkan risiko timbulnya DM tipe 2. Selain makanan cepat saji, konsumsi makanan yang diolah dengan cara digoreng dengan frekuensi makan 1 kali dalam sehari merupakan nilai persentase tertinggi sebesar 39,6 dan konsumsi lebih dari 1 kali dalam sehari memiliki nilai persentase yang cukup tinggi sebesar 21,9. Tingginya persentase konsumsi makanan cepat saji dapat dipengaruhi oleh lingkungan area perkotaan yang telah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 memiliki kemajuan dibanding area pedesaan sehingga cenderung memiliki gaya hidup modern yang memiliki banyak pilihan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat Krisnatuti,2008. Frekuensi untuk makanan selingan berupa makanan manis kueroti dengan frekuensi 2 kali dalam seminggu cukup tinggi yakni sebanyak 60,4 dan lebih dari 3 kali dalam seminggu sebanyak 25,0. Selain makanan, responden dengan frekuensi minum minuman manis 2 kali dalam sehari memiliki persentase tertinggi yakni sebesar 42,7, sedangkan persentase tertinggi ke-2 adalah frekuensi minum sekali dalam sehari sebanyak 26,0. Secara teori, konsumsi makananminuman yang manis secara berlebih dapat berpengaruh pada peningkatan risiko terkena diabetes melitus tipe 2, contoh makananminuman tersebut seperti biji-bijian yang telah diolah, minuman manis dengan kadar gula tinggi, daging merah ataupun daging olahan Hodge, 2006. Tabel II . jenis makanan frekuensi makan responden dalam sehariminggu Jenis makanan Frekuensi makan Responden n Sayur lebih dari 2 porsi dalam sehari 20 20,8 2 porsi dalam sehari 34 35,4 1 porsi dalam sehari 38 39,6 kurang dari 1 porsi dalam sehari 4 4,2 Buah-buahan 2 kali atau lebih dalam sehari 35 26,0 Kurang dari 2 kali dalam sehari 47 49,0 Kurang dari 1 kali dalam sehari 24 25,0 Makanan cepat saji fast food Lebih dari 3 kali dalam seminggu 6 6,3 Kurang dari 3 kali dalam seminggu 59 61,5 Kurang dari 1 kali dalam seminggu 31 32,3 Makanan yang digoreng lebih dari 1 kali dalam sehari 21 21,9 1 kali dalam sehari 38 39,6 3 kali atau lebih dari 3 kali dalam seminggu 35 36,5 Kurang dari 3 kali dalam seminggu 2 2,08 Makanan maniskueroti atau makanan ringan 3 kali atau lebih dalam seminggu 24 25,0 Kurang dari 3 kali dalam seminggu 58 60,4 kurang dari 1 kali dalam seminggu 14 14,6 Minuman mengandung gula 3 kali atau lebih dalam sehari 12 12,5 Kurang dari 3 kali dalam sehari 41 42,7 1 kali dalam sehari 25 26,0 kurang dari 1 kali dalam sehari 18 18,8 Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pola makan yang masih salah pada remaja seperti tingginya konsumsi fast food, konsumsi gorengan dan konsumsi 10 minuman berpemanis ataupun cemilan. Tingginya konsumsi makananminuman manis dapat dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat kota Yogyakarta yang terbiasa mengolah makanan dengan memberikan rasa yang manis, hal ini sesuai dengan teori dari Maulana 2009 yang menyatakan bahwa budaya dan kebiasaan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian dari Kristianti 2009 yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang gizi yang baik pada seseorang tidak berhubungan dengan asupan makanan siap saji yang dikonsumsi. Teori lain yang mendukung hasil penelitian ini adalah teori dari Dissen 2011 yang menyatakan bahwa pengetahuan gizi pada remaja laki-laki dan perempuan berhubungan dengan perilaku hidup sehat tetapi berbanding terbalik dengan asupan lemak.

4. Aktivitas fisik responden