PERANAN PENGUASAAN KONSEP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN SIKAP NASIONALISME SISWA DI SMP N 1 PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN AJARAN 2011/2012

(1)

ABSTRAK

PERANAN PENGUASAAN KONSEP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN SIKAP

NASIONALISME SISWA DI SMP N 1 PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU

TAHUN AJARAN 2011/2012

Oleh

Febra Anjar Kusuma

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan Peranan Penguasaan Konsep Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Meningkatkan Sikap Nasionalisme siswa di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan jumlah populasi 923 siswa dan sampel 46 siswa. Pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan angket.serta teknik penunjangnya adalah dokumentasi dan studi kepustakaan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penguasaan konsep pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sedangkan variabel terikatnya adalah sikap nasionalisme siswa, sedangkan untuk menganalisis data digunakan rumus Chi Kuadrat

Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa (1) Penguasaan konsep pembelajaran pendidikan kewarganegaraan siswa di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012 mempunyai kategori paham; (2) Sikap rasa nasionalisme siswa SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Ajaran 2011/2012 adalah mendukung; (3) Bedasarkan hasil penelitian maka penguasaan konsep pendidikan kewarganegaran berperan untuk meningkatkan sikap nasionalisme sisiwa di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012.


(2)

PERANAN PENGUASAAN KONSEP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN SIKAP

NASIONALISME SISWA DI SMP N 1 PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU

TAHUN AJARAN 2011/2012

Oleh

FEBRA ANJAR KUSUMA (Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat Untik Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi PKN

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

(4)

PERANAN PENGUASAAN KONSEP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN SIKAP

NASIONALISME SISWA DI SMP N 1 PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU

TAHUN AJARAN 2011/2012

(Skripsi) Oleh

FEBRA ANJAR KUSUMA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iv

SURAT PERNYATAAN ………. v

RIWAYAT HIDUP ……….. vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO …... viii

DAFTAR ISI ………... ix

DAFTAR TABEL ……….... x

DAFTAR GAMBAR ……… xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

SANWACANA ………. xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Pembatasan Masalah ... 12

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 13

1. Tujuan Penelitian ... 13

2. Kegunaan Penelitian ... 13

a. Kegunaan Secara Teoritis ... 13

b. Kegunaan Secara Praktis ... 13

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 14

1. Ruang Lingkup Ilmu ... 14

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian ... 14

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian ... 14

4. Ruang Lingkup Wilayah ... 14

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian ... 15

II. TINJUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori ... 16


(7)

2. Pengertian Pembelajaran ... 17

3. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 24

4. Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan ... 39

5. Ruang Lingkup Materi PKn di Sekolah ... 43

. 6. Pengertian Konsep Nasionalisme ... 45

a. Pengerian Nasionalisme ... 45

b. Prinsip yang Terkandung dalam Nasionalisme ... 48

c. Membangun Karakter (Character Building) ... 49

d. Wawasan Kebangsaan (Wawasan Nusantara) ... 50

e. Cinta Tanah Air ... 52

B. Kerangka Pikir ... 53

C. Hipotesis ... 55

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 56

B. Populasi dan Sampel ... 56

1. Populasi ... 56

2. Sampel ... 57

C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel ... 59

1. Definisi Operasional Variabel ... 60

D. Rencana Pengukuran Variabel ... 60

E. Teknik Pengumpulan Data ... 61

1. Teknik Pokok ... 61

2. Teknik Penunjang... 63

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 63

F. Teknik Analisis Data ... 66

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Langkah-langkah Penelitian ……….. 69

1. Persiapan Pengajuan Judul ……….. 69

2. Penelitian Pendahuluan ………... 69

3. Pengajuan Rencana Penelitian ……… 70

4. Pelaksanaan Penelitian ……… 71

a. Persiapan Administrasi ………... 71

b. Penyusunan Alat Pengumpulan Data ……… 71

c. Penelitian di Lapangan ……….. 71

5. Pelaksanaan Uji Coba Angket ………... 72

a. Analisis Validitas Angket ………... 72

b. Analisis Reliabilitas Angket ……….. 72

B.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………... 76

1. Sejarah Berdirinya SMP N 1 Pagelaran……….………... 76

2. Visi dan Misi Sekolah ………... 76

3. Data Guru dan Jumlah Ruang ……….. 77

4. Kegiatan Ekstrakurikuler Siswa ……….. 78

C.Deskripsi Data ………... 79

1. Pengumpulan Data ……….. 79 2. Penyajian Data Penguasaan konsep pembelajaran PKn Siswa


(8)

2011/2012 ……… 79 3. Penyajian Data Rasa Nasionalisme Siswa SMP N 1

Pagelaran Tahun Ajaran 2011/2012 ……… 82 D.Pengujian Hipotesis ………... 85

E. Pembahasan ………... 89

I. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ………... 92 B.Saran ………..…... 93 DAFTAR PUSTAKA


(9)

Motto

Cara Berpikir Orang-orang Sukses Sempurna,

Mereka selalu Membaca Bahwa Hari Ini

Dunia Bergerak Serba Cepat.

(John C. Maxwell)

Segeralah Bangun dari Mimpimu

Bila Mimpimu tak Bisa Memberi

Cahaya Terang Bagi

Duniamu


(10)

PERSEMBAHAN

Kedua orangtuaku tercinta Ayahanda Budiyanto dan Ibunda Tintin Kusmini yang selama ini telah

memberikan cinta, kasih sayang, dukungan

dan yang dengan selalu setia menanti keberhasilanku.

Kedua Adikku Haidar Prawira dan Tisa Wuri Hasanah yang dengan cinta dan kasih sayangnya selalu

mendukung dan

mendoakan keberhasilanku.

Dan seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan semangat dan perhatian kepadaku.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Febra Anjar Kusuma, dilahirkan di Pringsewu pada 8 Februari 1988 yang merupakan putra pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Budiyanto, S.Pd dan Ibu Tintin Kusmini, S.Pd.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis antara lain: 1. Taman Kanak-Kanak Islamiyah diselesaikan pada tahun 1994.

2. Sekolah Dasar Negeri 4 Sukoharjo yang diselesaikan pada tahun 2000. 3. SMP Negeri 2 Sukoharjo yang diselesaikan pada tahun 2003.

4. SMA Negeri 1 Sukoharjo yang diselesaikan pada tahun 2006.

Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur SPMB.


(12)

SANWACANA Bismillaahirrahmaanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayahnya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peranan Penguasaan Konsep Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Meningkatkan Sikap Nasionalisme di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajran 2011/2012”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, oleh karena itu Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. M. Thoha Jaya, M.S. selaku pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si. selaku pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(13)

5. Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 6. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si. selaku Ketua Program Studi PPKn Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

7. Bapak Dr. Irawan Suntoro, M.S. selaku Pembimbing I, terima kasih atas pengarahan dan bimbingan kepada penulis.

8. Bapak Muhammad Mona Adha, S.Pd., M.Pd. selaku Pembimbing II, terima kasih atas pengarahan dan bimbingan kepada penulis.

9. Ibu Dr Adelina Hasyim. M.Pd selaku pembahas I, terimakasih atas masukan, saran dan kritikannya kepada penulis.

10.Bapak Hermi Yanzi. S.Pd. M.Pd. selaku pembahas II, terimakasih atas masukan, saran dan kritikannya kepada penulis.

11.Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

12.Bapak dan Ibu staf tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.

13.Bapak Suwardi S.Y, S.Pd. selaku Kepala SMP N 1 Pagelaran yang telah memberi izin penelitian dan atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis.

14.Bapak dan Ibu guru serta staf tata usaha SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu.


(14)

16.Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Bapak Budiyanto S.Pd. dan Ibu Tintin Kusmini S.P.d terimakasih atas keiklasan, cinta dan kasih sayang, do‟a, motivasi, moral serta finansial yang tidak akan pernah terbayarkan. Dan untuk kedua adikkuku tersayang, Haidar Prawira dan Tisa Wuri Hasanah atas do‟a, dukungan, bantuan, perhatian dan cinta kasih yang diberikan.

17.Sahabat-sahabat terbaikku Heri Anwar, Atu Yogi, Riyaldi, Ade Say, Heri Usmanto, Topik, Sony, Andry, Tyo, Slamet Margono, Happy, Hastian, Sandika, Apriuz, Intan, Putri, Leni, Dewi Y, Oma Melya, Bunda Dewi, Mesi, Yuri, Revi, Santi, Rita, Putri, Dina, Vanes, Mbak Merli, Mbak Paulin, Mbak Patma, Mbak Erda, yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam kebersamaan kita.

18.Teman-teman PPKn angkatan 2007 reguler dan non reguler semuanya tanpa terkecuali untuk kekompakan dalam suka maupun duka selama ini, semoga dengan selesainya kuliah kita bukan akhir dari kebersamaan kita. Terus semangat menuju kesuksesan!

19.Teman-teman seperjuangan PPL SMA YP Unila tahun 2011 (Nur Apriadi, Ade, Evi, Elka, Ratih, Dian, Nadia, Fitri, Siska) yang telah memberikan dukungan atas terselesaikannya skripsi ini.

20.Kakak tingkat serta Adik tingkat PPKn 2005-2011 baik reguler maupun mandiri, Genap maupun Ganjil terima kasih atas motivasi dan segala bantuan serta canda tawanya sehingga membuat hari-hari menjadi indah.


(15)

Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara/I serta teman-teman berikan akan selalu mendapatkan pahala dan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari penyampaian maupun kelengkapannya. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sebagai tolak ukur penulis dimasa yang akan datang. Penulis juga berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis,


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah sebagai salah satu lembaga yang membantu pemerintah dalam menyiapkan generasi penerus bangsa bertanggung jawab dalam menangani masalah pendidikan melalui usaha membimbing, mendidik dan melatih siwa, sehingga siswa tersebut memiliki kepribadian yang baik, berakhlak mulia, berjiwa kreatif, mandiri dan menjadi manusia yang bertanggung jawab. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang berbunyi :

pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan berngsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal bertugas untuk mengembangkan potensi, kemampuan, bakat dan minat sisiwa yang memungkinkan mereka menjadi manusia-manusia yang dapat berkembang dengan baik, bahagia dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini sekolah harus melaksanakan banyak hal


(17)

misalnya, program pendidikan hendaknya ditunjang oleh kegiatan– kegiatan yang sejalan antara pimpinan sekolah, guru bidang studi, petugas Bimbingan dan Konseling ataupun semua karyawan sekolah bahkan orang tua siswa, masyarakat untuk mengikuti perkembangan pembangunan bangsa khususnya dibidang pendidikan.

Guru sebagai komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam bidang pembangunan. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai pengajar “transfer of knowledge” tetapi juga sebagai pendidik “transfer of value”. Selain berperan sebagai pengajar dan pendidik, guru juga berperan sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan cara menuntun siswanya dalam belajar.

Berkaitan dengan uraian di atas, guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar untuk mengantarkan siswanya pada taraf yang dicita-citakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada setiap guru terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Oleh karena itu, setiap rencana kegiatan guru hanya bertujuan semata-mata demi kepentingan anak didik sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya Dalam proses belajar mengajar, kurikulum merupakan salah satu faktor penting yang harus menjadi acuan. Suryadi dan Budimansyah dalam M. Mona Adha (2010: 1) mengemukakan bahwa kurikulum sekolah dewasa ini, cenderung menjadi satu-satunya “kambing hitam” yang di tuduh


(18)

sebagai faktor yang mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan. Berbagai program peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan melalui pembakuan kurikulum sekolah tahun 1975-1976, perubahan kurikulum 1984, dan perubahan kurikulum 1994. Namun sampai saat ini masih terdapat beberapa masalah dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, yang diduga disebabkan oleh masalah kurikulum sekolah yang tertulis. Permasalahan-permasalahan itu adalah sebagai berikut:

a. Proses pembelajaran yang masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi menyebabkan pengembangan kemampuan belajar dan penalaran bagi para siswa sebagai inti dari keberhasilan pendidikan menjadi terhambat bahkan cenderung terabaikan.

b. Kurikulum sekolah yang terlalu terstruktur dan sarat beban mengakibatkan proses pembelajaran di sekolah menjadi steril dengan keadaan dan perubahan lingkungan fisik dan sosial yang terjadi di lingkungan. Sehingga menjadi menjadikan proses balajar menjadi rutin, tidak menarik, dan tidak mampu memupuk kreatifitas baik untuk murid, guru maupun pengelola pendidikan di sekolah-sekolah untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang inovatif.

c. Proses pendidikan dan pembelajaran yang belum dikendalikan oleh suatu sistem penilaian yang terpercaya telah menyebabkan mutu pendidikan belum termonitor secara teratur dan objektif. Sulitnya melakukan perbandingan mutu pendidikan antar wilayah, antardaerah,


(19)

antarwaktu, antarnegara, dan sebagainya menyebabkan hasil-hasil evaluasi pendidikan tidak bisa berfungsi sebagai sarana umpan balik penyempurnaan pendidikan.

Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran yang sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun lulusan (output) pendidikan. Dan hal ini sangat tergantung pada guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Hal ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh Muchith di bawah ini:

Artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembalajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan. (Muchith, 2008: 1)

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa, posisi guru memegang peranan penting untuk mengolah isi materi yang akan disampaikan kepada siswa di kelas. Semakin berkualitas baik itu dari segi isi materi dan strategi yang digunakan oleh guru, maka akan semakin baik hasilnya bagi siswa.

Pendidikan sebagai salah satu langkah mencerdaskan kehidupan bangsa dan menimbulkan potensi anak didik sesuai dengan apa yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 dan 2 yakni:


(20)

Pasal 1:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pemgemdalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Pasal 2:

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Menurut pandangan Srijanti et al. (2008: 76) bahwa “Hak warga negara Indonesia terhadap negara telah diatur dalam UUD 1945 dan aturan hukum lainnya yang merupakan turunan dari hak-hak umum yang digariskan dalam UUD 1945. Hak warga negara yang diperoleh dari Negara seperti hak untuk hidup secara layak, dan aman, pelayanan, dan hal lain yang diatur dalam undang-undang”.

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang yang dilingkupi oleh rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan untuk mencapai cita-cita nasionalnya dan mengembangkan eksistensi kehidupannya atas dasar nilai-nilai luhur bangsa. Implementasi dan aktualisasinya dari berbagai hal yang erat kaitannya dengan pemikiran yang menyangkut aspek kehidupan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan hankam, untuk membawa bangsa kearah kehidupan yang lebih maju dan lebih baik, sesuai dengan komitmen kebangsaan itulah yang disebut wawasan kebangsaan.


(21)

Menurut pendapat Fadjar (2005: 70) pendidikan dapat dikatakan sebagai : wahana utama untuk memelihara serta menumbuhkan semangat kebangsaan itu, sebab pranata dan institusi pendidikan pada hakekatnya merupakan kekuatan pembangkitan gerakan watak semangat kebangsaan. Adanya pelaksanaan pengajaran pendidikan kewarganegaraan diharapkan dapat memberi andil bagi

pembentukan wawasan kebangsaan, pendidikan kewarganegaraan dapat membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama dan kepercayaan. Fenomena tersebut, sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan integritas bangsa yang tinggi, hal mana bangsa Indonesia tidak hanya dapat membangun dirinya untuk menjadi suatu bangsa yang utuh, tetapi juga layak untuk memperoleh tempat sebagai bagian dari dunia internasional, yang dapat hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan


(22)

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945).

Dalam perkembangannya sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan penghujung abad ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa yang mengancam keutuhan negara. Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi Negara Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.

Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pembentukan wawasan kebangsaan siswa, yang berakibat merosotnya kualitas kepribadian dan kesadaran akan makna dari kehidupan. Jika hal itu diabaikan, maka menurunnya wawasan kebangsaan siswa pada masa mendatang merupakan suatu hal yang tidak dapat dibendung lagi oleh siapa pun. Sebenarnya, menurunnya wawasan kebangsaan dikalangan siswa telah banyak dirasakan oleh masyarakat, maupun kalangan pendidikan itu sendiri.


(23)

Di zaman globalisasi ini banyak dari pemuda Indonesia yang membanggakan produk-produk yang dihasilkan oleh luar negeri seperti baju, sepatu, tas, dll. Sedangkan barang-barang buatan anak bangsa dianggap sebelah mata. Ini dikarenakan oleh kesadaran rasa nasionalisme pemuda sekarang ini sudah semakin berkurang dibandingkan dengan dulu. Dulu pemuda seperti kita berjuang demi memerdekakan Indonesia, selalu bangga dan cinta dengan tanah air. Tapi sekarang, banyak pemuda sudah kurang rasa nasionalisme, contohnya pemuda sekarang lebih banyak yang melanggar peraturan hukum di Indonesia seperti ugal-ugalan di jalan, tawuran, bahkan penggunaan narkotika. Pengetahuan dan pengamalan pancasila siswa rendah , siswa hanya bisa menghafalnya yang mereka dengar setiap upacara bendera di sekolah. Siswa kurang memahami budaya daerah seperti tarian daerah yang semakin kurang diminati, siswa lebih memilih modern dance. Dari cara berpakaian banyak siswa yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita

Dengan berkurangnya rasa nasionalisme maka semakin berkurangnya kesadaran bahwa pemudalah yang akan melanjutkan dan memelihara Indonesia. Maka dari itu pemerintah melakukan berbagai cara dan upaya untuk meningkatkan rasa nasionalisme pemuda Indonesia. Dengan memasukkan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan kedalam kurikulum pendidikan.


(24)

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu Negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya.

Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan.

Untuk menghadapi kritik masyarakat diperlukan suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien sebagai alternative, yang diharapkan mampu melibatkan siswa dalam keseluruhan proses pembelajaran dan dapat melibatkan seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa, serta secara fisik dan mental melibatkan semua pihak dalam


(25)

pembelajaran sehingga siswa memiliki suatu kebebasan berpikir, berpendapat, aktif dan kreatif.

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan kewarganegaraan juga harus dapat menumbuhkan jiwa patriotik, mempertebal rasa cinta tanah air (nasionalisme), dan meningkatkan wawasan kebangsaan siswa.

SMP N 1 Pagelaran merupakan salah satu lembaga pendidikan di Kabupaten Pringsewu. Sekolah tersebut memiliki 61 orang guru, 923 orang murid, dan 24 kelas. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilaksanakan di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Peneliti menemukan banyak siswa yang saat ini kurang memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme), sehingga penghargaan terhadap nilai-nilai kehidupan bangsa menjadi rendah karena kurang mendapat tempat dalam kehidupan. Berikut ini adanya tabel tentang semangat kebangsaan siswa (nasionalisme) SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu.


(26)

Tabel 1 : Hasil pra survei melalui observasi tentang semangat

kebangsaan (nasionalisme) pada siswa SMP N 1 Pagelaran Pringsewu.

No Aspek yang diobservasi Jumlah Tinggi Sedang Rendah 1. Sikap siswa terhadap

berlangsungnya upacara bendera

67

- - 

2. Sikap siswa terhadap lingkungan tempat tinggal (keluarga, teman, sekolah)

43

-  -

3. Pengetahuan siswa tentang pengamalan pancasila

46

- - 

4. Penghargaan siswa terhadap hasil produksi dalam negeri

34

-

-  5. Sikap siswa terhadap

budaya daerah

50

- - 

Sumber : Data primer siswa SMP N 1 Pagelaran Kabaputen Pringsewu

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa hasil prasurvei melalui wawancara menunjukkan kecenderungan rasa kebangsaan (nasionalisme) pada siswa SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu berada pada tingkat sedang ke rendah yaitu berjumlah 240 siswa. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya rasa nasionalisme siswa di sekolah di antaranya kurangnya pemahaman tentang konsep nasionalisme, faktor globalisasi, faktor lingkungan, faktor perubahan sosial yang tidak terkendali. Atas dasar inilah penulis menganggap perlu untuk mengetahui bagaimana Peranan Pembelajaran.


(27)

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sikap nasionalisme siswa relatif rendah.

2. Kurangnya pembinaan terhadap sikap kecintaan terhadap nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme).

3. Rendahnya pengetahuan dan wawasan tentang nasionalisme. 4. Kurangnya pembinaan terhadap sikap bela negara.

5. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan belum efektif.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penelitian ini dibatasi pada 1. Sikap nasionalisme siswa

2. Penguasaan Konsep Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identikasi masalah dan pembatasan masalah di atas maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

”Bagaimanakah Peranan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Meningkatkan Sikap Nasionalisme Siswa di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012 ”.


(28)

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan Peranan Penguasaan Konsep Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Meningkatkan Sikap Nasionalisme siswa di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012

2. Kegunaan dan manfaat penelitian a. Kegunaan teoretis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan konsep pendidikan, khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dan pendidikan nilai moral pancasila, yakni dalam lingkup wilayah kajian pendidikan nilai dan moral Pancasila, karena membahas tentang nasionalisme.

b. Kegunaan Praktis

1. Sebagai suplemen bahan ajar pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yaitu :

a. SMA kelas X semester 1 tentang memahami hakikat bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

b. SMP kelas IX semester 1 tentang usaha pembelaan negara

2. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai masukan yang positif bagi sekolah maupun perguruan tinggi agar dalam pelaksanaan proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan


(29)

lebih menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sehingga dapat meningkatkan rasa nasionalisme siswa maupun mahasiswa.

F. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah Ilmu pendidikan, khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dengan bidang kajian Pendidikan Pancasila, karena membahas tentang nasionalisme.

2. Ruang Lingkup Objek

Objek penelitian ini adalah Peranan penguasaan konsep pembelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan rasa nasionalisme siswa di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012

3. Ruang Lingkup Subjek

Subjek penelitian ini adalah Siswa di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012

4. Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012.


(30)

5. Ruang Lingkup Waktu

Waktu penelitian ini dilakukan sejak dikeluarkan surat izin penelitian pendahuluan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada tanggal 20 juli 2011 sampai dengan selesai.


(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Peranan

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto, 2006 : 237). Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan :

a. ketentuan peranan, b. gambaran peranan, dan c. harapan peranan.

Ketentuan peranan adalah adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya. Gambaran peranan adalah suatu gambaran tentang perilaku yang sacara aktual ditampilkan sesorang dalam membawakan perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya (Berlo, 2006 : 153).


(32)

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembalajaran. Proses pembelajaran betujuan untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal agar siswa mencapai tujuan yang diharapkan. Banyak faktor yang menunjang proses pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Guru sebagai orang yang mentransfer ilmu pengetahuan, sikap dan perilakunya terhadap anak didik atau disebut juga mengajar. Mengajar adalah membimbing kegiatan siswa dalam belajar, seperti yang dikemukakan Nana Sudjana, (2006 :7) bahwa mengajar adalah mengatur dan mengkordinasikan lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhakan siswa melakukan kegiatan belajar. Apabila telah terjadi interaksi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar berarti telah terjadi komunikasi untuk keberhasilan proses belajar mengajar. Guru dalam proses mengajar harus mempunyai sikap atau perilaku guru inquiry yaitu guru belajar mempunyai kemampuan.


(33)

a. Perencanaan pengajaran

Standar kompetensidan Kompetensi dasar Kelas VII, Semester I

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Menunjukan sikap positif terhadap norma norma yang berlaku dalam kehidupam bermasyarakat, berbangsa, bernagara

1.1 Mendeskripsikan hakikat norma norma kebiasaan, adat istiadat, peraturan yang berlaku dalam masyarakat

1.2 Menjelaskan hakikat dan arti penting hukum bagi warga Negara

1.3 Menerapkan norma norma, kebiasaan adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 2. Mendeskripsikan makna proklamasi

kemerdekaan dan konstitusi pertama

2 2.1 Menjelaskan makna proklamasi kemerdekaan

2 2.2 Mendiskripsikan susunan kebatinan konstitusi pertama 2.3 Menganalisa hubungan antara

proklamasi kemerdekaan dengan UUD 1945 2.4 Menunjukan sikap positif

terhadap makna proklamasi kemerdekaan dan suasana kebatinan konstitusi pertama


(34)

Kelas VII, Semester 2

Standar kompetensi Kompetensi dasar

3. Menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan penegakan ha azasi manusia (HAM)

3.1 Menguraika hakikat, hokum dan kelembagaan HAM

3.2 Mendeskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM

3.3 Menghargai upaya perlindungan HAM

3.4 Menghargai upaya penegakan HAM 4. 4.Menampikan prilaku

kemerdekaan mengemukakan pendapat

4.1 4.1 Menjelaskan hakikat kemerdekaan mengemukakan pendapat

4 4.2 Menguraikan pentingnya kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab

4.3 Mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab

a. Pelaksanaan pengajaran . b. Motivator pengajaran.

c. Pengarah atau direktor pengajaran.

d. Pelayan kemudahan atau fasilitator pengajaran.. e. Administrasi pengajaran.

f. Pemberi hadiah atau rewarder bagi pelajar. g. Evaluator pengajaran.


(35)

Pelajar atau peserta didik mengalami berbagai kegiatan proses belajar melalui seperangkat metode atau media yang digunakan guru. Nana Sudjana, (2006 : 5) menjelaskan arti belajar sebagai berikut :

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, yang ditunjukan dalam berbagai bentukseperti berubah pengetahuan, pemahaman, dan sikap serta tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Pelajar dalam peranannya harus bisa menempatkan diri sebagai subyek artinya siswa harus berproses positif sesuai bakat, minat dan potensinya. Siswa sebagai obyek artinya berupa pengetahuan, nilai moral. Dalam interaksi dalam pembelajaran secara umum, selain belajar mengajar yang identik dengan hubungan interaksi guru dan murid dalam kegiatannya harus mencakup komponen-komponen pembelajaran. Daryanto (2006 : 85) mengungkapakan komponen yang ada dalam kegiatan pembelajaran, yaitu :

a. Adanya tujuan yang hendak dicapaidari proses interaksi tersebut b. Adanya bahan pelajaran sebagai isi dari proses interaksi

c. Adanya metodologi sebagai alat untuk menumbuhkan proses interaksi

d. Adanya alat-alat bantu dan pelengkapan sebagai penunjang proses interaksi

e. Adanya penilaian sebagai proses barometer untuk mengukur apakah proses interaksi tersebut mencapai hasil yang baik atau tidak.


(36)

Uraian diatas menjelaskan bahwa proses pembelajaran akan berhasil apabila ditunjang oleh kemampuan guru yang professional dibidangnya dimulai sebagai perencanaan pengajaran, pelaksanaan pengajaran, seperti kemampuan guru dalam menyampaikan materi dan menggunakan metode dan media sesuai tuntutan kurikulum dan kebutuhan siswa sampai pada tahap pengajaran seperti evaluasi yang memberikan input keberhasilan pengajaran didalam maupun diluar kelas.

Komponen-komponen pembelajaran pada dasarnya diarahkan untuk mencapai tujuan. Melalui hal tersebut, segala usaha baik guru maupun siswa diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Melalui pembelajaran, maka guru dapat memahami tujuan dan arah pembelajaran itu sendiri, sehingga melalui tujuan yang jelas, bukan saja dapat menentukan langkah-langkah pembelajaran dan pengembangan komponen yang lainnya, akan tetapi juga dapat dijadikan kriteria efektifitas proses pembelajaran.

Sugiartini dalam M. Mona Adha (2010 : 18) mengemukakan pembelajaran sebagai berikut :

Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya yang sistemik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar dan membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik (warga belajar) yang melakukan kegiatan belajar, dengan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membalajarkan.

Dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi belajar mengajar mengenai kedua belah pihak, yaitu antara siswa dan guru yang berguna merubah, membentuk, dan diharapkan nantinya memiliki pola


(37)

perilaku yang lebih baik ke depan. Pembelajaran juga merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan yang merupakan keberhasilan guru dan siswa.

John Holtz dalam M. Mona Adha (2010 : 18) mengemukakan bahwa belajar semakin baik jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut: a. Mengungkapkan informasi dengan bahasa mereka sendiri

b. Memberikan contoh-contoh

c. Mengenalnya dalam berbagai suasana dan kondisi

d. Melihat hubungan antara satu fakta atau gagasan dengan yang lain e. Menggunakannya dengan berbagai cara

f. Memperkirakannya beberapa konsekuensinya g. Mengungkapkan lawan atau kebalikannya

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa belajar akan semakin baik jika siswa dapat melaksanakan beberapa hal seperti mengungkapkan informasi dengan bahasa nya sendiri dan dapat memberikan contoh-contoh secara jelas dan mudah dimengerti oleh orang lain yang mendengarnya, memiliki berbagai informasi dan dapat menjelaskan hubungan antara suatu fakta dengan gagasan yang ada, kemudian dapat menghubungkannya dengan hal-hal yang terjadi di masyarakat, selanjutnya siswa dapat mengembangkan hasil belajarnya.

Siberman dalam M. Mona Adha ( 2010: 19) bahwa teknik-teknik pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran dirancang untuk


(38)

bagaimana mendorong peserta didik dengan lembut untuk berpikir, merasakan, dan menerapkan, yang termasuk di dalamnya adalah :

a. Full-class learning (belajar sepenuhnya di dalam kelas) Petunjuk dari pengajar yang merangsang seluruh kelas.

b. Class-discussion (diskusi kelas) Dialog dan debat mengenai pokok-pokok bahasan utama.

c. Question promting (cepatnya pertanyaan) Siswa meminta klarifikasi penjelasan.

d. Collaborative learning (belajar dengan bekerjasama) Tugas-tugas dikerjakan dengan kerjasama dalam kelompok-kelompok kecil peserta didik.

e. Peer teaching (belajar dengan sebaya) Petunjuk diberikan oleh peserta didik.

f. Independent learning (belajar mandiri) Aktivitas-aktivitas belajar dilakukan secara individual.

g. Affective learning (belajar efektif) Aktivitas-aktivitas yang membantu peserta didik untuk menguji perasaan-perasaan, nilai-nilai dan perilaku mereka.

h. Skill development (pengembangan keterampilan) Mempelajari dan mempraktikkan keterampilan-keterampilan, baik teknis maupun non teknis

Dengan demikian, pembelajaran dapat meliputi segala pengalaman yang diaplikasikan guru kepada siswanya. Makin intensif pengalaman yang dihayati peserta didik maka kualitas pembelajarannya pun semakin


(39)

tinggi. Intensitas pengalaman belajar nya dapat dilihat dari tingginya keterlibatan siswa dalam proses belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

3. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu : ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.


(40)

Ilmu Kewarganegaraan berasal dari kata civics yang secara etimologis berasal dari kata “Civicus” (bahasa latin) sedangkan dalam bahasa Inggris “Citizens”yang dapat didefinisikan sebagai warga negara, penduduk dari sebuah kota, sesama warga negara, penduduk, orang setanah air bawahan atau kaula. Menurut Stanley E. Dimond dan Elmer F.Peliger (2005 : 5) secara terminologis “civics” diartikan studi yang berhubungan dengan tugas-tugas pemerintahan dan hak-kewajiban warganegara. Namun dalam salah satu artikel tertua yang merumuskan definisi civics adalah majalah “education “.

Pada tahun 1886 Civics adalah suatu ilmu tentang kewarganegaraan yang berhubugan dengan manusia sebagai individu dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam hubungannya dengan negara (Somantri 2006:45). Menurut Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia 2006 Pasal 1 ayat (2), Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.

Pendidikan Kewarganegaraan bersifat universal, yang berkaitan antara warga negara, individu dengan “government”, hak dan kewajiban sebagai warga negara dari sebuah Negara, hukum, demokrasi, dan partisipasi, kesiapan warga negara sebagai bagian dari warga dunia.Pendidikan kewarganegaraan sebagai “citizenship education” secara substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warga negara yang cerdas terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa


(41)

dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertidak sesuai dengan amanat pancasila dan UUD 1945. Maka setelah menganalisis dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan terdiri dari dua istilah yaitu “Civics Education” dan “Citizenship Education” yang keduanya memiliki peranan masing-masing yang tetap saling berkaitan. “Civics Education” lebih pada suatu rancangan yang mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan “Citizenship Education” adalah lebih pada pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal yang berupa program penataran/program lainnya yang sengaja dirancang/sebagai dampak pengiring dari program lain yang berfungsi memfasilitasi proses pendewasaan atau pematangan sebagai warga negara Indonesia yang cerdas dan baik. Adapun arti warganegara menurut Aristoteles adalah orang yang secara aktif ikut ambil bagian dalam kegiatan hidup bernegara yaitu mereka yang mampu dan berkehendak mengatur dan diatur dengan suatu pandangan untuk menata kehidupan berdasarkan prinsip-prinsip kebajikan (goodness).

Maka untuk membentuk warga negara yang baik sangat dibutuhkan konsep pendidikan yang demokratis yang diartikan sebagai tatanan konseptual yang menggambarkan keseluruhan upaya sistematis untuk mengembangkan cita-cita, nilai-nilai, prinsip, dan pola prilaku demokrasi dalam diri individu warga negara, dalam tatanan iklim yang


(42)

demokratis. Namun keberadaan warga negara sebagai unsur yang sangat penting bagi suatu Negara yang masih kurang diperhatikan sebelum adanya Undang-Undang Kewarganegaraan.

Setelah Undang-Undang Kewarganegaraan disyahkan, pengakuan sebagai warganegara pun memberikan kelegaan pada penduduk yang menikah dengan orang asing karena sudah ada Undang-Undang yang mengaturnya. Karena seperti yang telah kita ketahui bahwa pengakuan sebagai warganegara suatu negara sangatlah dibutuhkan. Ini semua semata-mata untuk mereduksi segala bentuk diskriminasi dan pelanggaran terhadap pengakuan persamaan dalam perlakuan baik langsung ataupun tidak langsung. Karena dalam semua negara meskipun sudah mengklaim dirinya sebagai negara yang demokratis namun tetap saja berbagai pelanggaran terhadap persamaan hak warganegara masih saja terjadi, baik itu terjadi dalam perlindungan hukum sampai tidak dipenuhinya hak-hak dasar warganegara baik secara ekonomi, sosial dan politik.

Maka untuk membentuk warganegara yang aktif (active Citizenship), maka harus dapat mewujudkan kebajikan sipil artinya seorang yang sudah dapat mempertanggungjawabkannya. Sehingga untuk memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani Indonesia yang demokratis dibutuhkan warganegara yang dapat menjalankan apa yang


(43)

menjadi kewajibanya dan melaksanakan hak-haknya sehingga disinilah perwujudan pendidikan kewarganegaraan yang nyata dari sarana programatik kependidikan yang kasat mata, yang pada hakikatnya merupakan penerapan konsep, prosedur, nilai, dalam pendidikan kewarganegaraan sebagai dimensi politik yang berinteraksi dengan keyakinan, semangat, dan kemampuan yang praktis serta konteks pendidikan kewarganegaraan yang diikat oleh subtansi idiil sebagai dimensi pronesis yakni truth and justice. (Carr dan Kemis :1986).

Peranan pendidikan kewarganegaraan dalam memberikan pendidikan tentang pemahaman dasar tentang cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya, tentang rule of law, HAM, penguatan keterampilan partisipasif yang akan memberdayakan masyarakat untuk merespon dan memecahkan masalah-masalah mereka secara demokratis, dan pengembangan budaya demokratis dan perdamaian pada berbagai aspek kehidupan. Begitupun dengan hakikat warganegara dalam pengertian Civics sebagai bagian dari ilmu politik yang mengambil isi ilmu politik yang berupa demokrasi politik (Numan Somantri, 2006:23).

Ilmu kewarganegaran merupakan suatu disiplin yang objek studinya mengenai peranan warganegara dalam bidang spiritual, sosial, ekonomi, politik, yuridis, kultural sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dan oleh karena itu diharapkan dengan mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan masyarakat dapat bertanggungjawab dalam tindakan nya sehingga diharapkan tidak


(44)

terjadi salah mengartikan kata demokrasi yang seharusnya tetap pada kaidah-kaidah hukum, norma yang ada untuk menghargai dan menghormati kewajiban dan hak orang lain.

Soemantri dalam M. Mona Adha (2010 : 21) mengemukakan mengenai perumusan pendidikan kewarganegaraan yang cocok dengan Indonesia.

Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa atas dasar batasan itulah maka pendidkan kewarganegaraan harus mengenai sasaran kebutuhan para siswa. Mereka jangan terlalu banyak di hal-hal yang terlalu abstrak, tetapi hal-hal yang nyata dan berguna bagi kehidupan sehari-hari, tanpa mengurangi tujuan idiilnya.

Budimansyah dalam M. Mona Adha (2010 : 21) mengemukan bahwa pada saat Kurikulum 2004 disosialisasikan di sekolah-sekolah, yang dikenal dengan sebutan kegiatan floating, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standar Nasional Pendidikan (PPSNP) diterbitkan, PP tersebut mengamatkan bahwa yang berwenang menyusun kurikulum adalah satuan pendidikan yang disebut Kurikulum Tingkat Satuuan Pendidkan (KTSP). Sementara dalam kurikulum 2004, kurikulum masih disusun oleh pemerintah. Jika hal ini dibiarkan berarti kita melanggar aturan. Maka dilakukanlah perubahan berkelanjutan (kontinu) yang dilakukan


(45)

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan menggunakan bahan dasar kurikulum 2004 BSNP mengembangkan standar isi (Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006) dan Standar Kompetensi Lulusan (Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006).

Standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan itu merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam menyusun KTSP. Dalam Standar Isi maupun Standar Kompetensi Lulusan, PPKn diubah lagi namanya menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dalam dokumen tersebut ditegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain


(46)

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung maupun tidak langsung dengan memafaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Harus diakui bahwa dalam melaksakan tugas dan perannya sebagai guru civics tidaklah mudah seperti membalikkan kedua telapak tangan yang harus diketahui dan dipahami oleh para guru. Sebagaimana yang diungkapkan Somantri dalam M. Mona Adha (2010 : 23) bahwa guru civics di tuntut harus memahami : (a) berbagai macam teknik mengajar, (b) hubungan bahan pelajaran civics dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, (c) lingkungan masyarakat, agama, sains dan teknologi, dan (d) menganalisis karakter kata-kata ilmu sosial yang dapat ditafsirkan dari berbagai arti sudut pandang, terlebih latar belakang siswa yang berbeda-beda. Hal inilah yang oleh Samuelson disebut dengan tirani kata-kata (tyranny of word).

Mark dalam M. Mona Adha (2010 : 23) mengemukakan bahwa berkenaan dengan kesulitan mengajar Civics adalah “to steer between dull memorization of fact on one hand, and broad unsupported generalization on the other.” Artinya, guru harus memadukan hapalan-hapalan dengan kehidupan dengan kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat. Dengan memadukan “dull memorization” dengan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, maka para siswa dapat dilatih untuk berpikir, bersikap, dan bertindak demokratis di dalam kelas. Dengan kata lain, guru-guru harus melatih para siswa untuk berlatih menemukan konsensus dalam kehidupan masyarakat yang demokratis.


(47)

Tantangan lain yang dihadapi oleh guru civics menurut Somantri adalah kenyataan bahwa dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial, seperti pembelajaran civics, sejarah, geografi, ekonomi dan sebagainya seringkali mengundang rasa bosan dan menjenuhkan dikalangan siswa. Pertanyaannya adalah mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah (a) sifat ilmu sosial yang berbeda dengan ilmu alam atau eksakta, (b) bahasa lain dalam ilmu sosial dapat ditafsirkan dari berbagai sudut pandang (point of view) atau bersifat multi interpretation, lebih-lebih latar belakang siswa yang berbeda, (c) buku teks ilmu sosial kurang menghubungkan teori dan kegiatan dasar manusia, dan (d) banyaknya isu-isu kontroversial dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial.

Senada dengan hal tersebut di atas Mulyasana dalam M. Mona Adha (2010 : 24) mengemukakan bahwa :

Pada kenyataannya, proses pembelajaran di Indonesia dititik beratkan pada pencapaian target kurikulum dengan menggunakan angka dan ijasah sebagai alat ukurmkeberhasilan. Kondisi ini telah memaksa terbentuknya aklim kelas yang hanya menetapkan nilai dan ijasah sebagai ukuran prestasi belajar. Dengan demikian tidaklah keliru apabila orientasi belajar peserta didil akan melakukan “penghalalan” segala cara untuk memperoleh nilai dan ijasah. Merekayasa tugas pun akan dinyatakan sah demi nilai dan ijasah.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dalam praktiknya saat ini hendaknya lebih ditekankan pada pembentukan pada proses pemberdayaan warga negara, sehingga mereka mampu berperan sebagai partner pemerintah dalam menjalankan tugas kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.


(48)

Karena itu, pendidikan kewarganegaraan, diarahkan pada upaya pemberdayaan peserta didik menjadi manusia yang bermartabat, mampu bersaing dan unggul dijamannya, serta dapat member manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan di lingkungannya. Dalam posisi inilah pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diarahkan pada proses pembebasan peserta didik dari ketidakbenaran, ketidakadilan, ketidakjujuran.

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan upaya-upaya terencana dan terarah dalam pembelajaran PKn yang mampu menggali seluruh potensi individu/warga negara secara cerdas dan efektif demi terbentuknya masyarakat yang sejahtera lahir maupun baitn. Untuk itu, diperlukan pembaruan/reformasi konsep dan paradigm pembelajaran PKn dari yang hanya menekankan pada aspek kognitif menjadi penekanan pada pengembengan proses institusi-institusi Negara dan kelengkapannya (Wahab, 1999)

Budimansyah dalam M. Mona Adha (2010 : 25) mengungkapkan bahwa perlu dilakukan revitalisasi PKn agar menjadi “subjek pembelajaran yang kuat (powerful learning area) yang secara kulikuler ditandai oleh pengalaman belajar secara konstektual dengan ciri-ciri bermakna (meaningful), terintegrasi (integrated), berbasis nilai (value based), menantang (challenging) dan mengaktifkan (activating).


(49)

Suryadi dalam M. Mona Adha (2010 : 25) mengemukakan bahwa civics education menekankan pada empat hal :

Pertama, civics education bukan sebagai indoktrinasi politik, civics education sebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi politik dari pemerintah yang berkuasa. Civics education seharusnya menjadi bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara langsung dengan proses pengembangan warga Negara yang demokratis sebagai pelaku-pelaku pembangunan bangsa yang bertanggung jawab.

Kedua, civics education mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warga Negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civics education memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung jawab (civics responsibility), dan partisipasi (civics participation) warga Negara sebagai landasan untuk mengenbangkan nilai dan perilaku demokrasi. Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta kepekaan sosial bagi warga Negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan lingkungan. Kecakapan analisis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan system politik, kenegaraan, dan peraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah yang mereka lakukan adalah realistis.

Ketiga, civics education adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) seharusnya diiubah menjadi pendekatan yang lebih


(50)

partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika. Civics education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi di lingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan emosional, rasional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan masalah sosial dalam masyarakat.

Keempat, civics education sebagai lab demokrasi, sikap dan perilaku demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi (teaching democracy), akan tetapi melalui penerapan cara hidup berdemokrasi (doing democracy) sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan secepatnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pendapat Winataputra dalam M. Mona Adha (2010 : 28) mengenai definisi pendidikan kewarganegaraan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang berisikan tentang pemerintahan yang diajarkan disekolah, dimana dalam keadaan pemerintahan yang demokratis tersebut, warganegara hendaknya melaksanakan hak dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Pendidikan kewarganegaraan juga berisikan tentang bagaimana mengembangkan sikap, keterampilan siswa untuk menjadi warganegara yang baik, dimana siswa bisa mendapatkannya melalui pengalaman belajar dan memiliki konsep-konsep dasar ilmu politik. Juga dalam


(51)

pendidikan kewarganegaraan, siswa dapat berinteraksi melalui kehidupan sehari-hari untuk berkembang menjadi warganegara yang bertanggung jawab.

Dalam hal ini Winataputra dalam M. Mona Adha (2010 : 28) melihat civics atau kewarganegaraan sebagai suatu studi tentang pemerintahan yang dilaksanakan di sekolah yang merupakan mata pelajaran tentang bagaimana pemerintahan demokrasi dilaksanakan dan dikembangkan, serta bagaimana warga negara seyogyanya melaksanakan hak dan kewajibannya secara sadar dan penuh rasa tanggung jawab. Sedangkan civics education/citizenship education merupakan program pembelajaran yang memiliki tujuan utama mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga siswa menjadi warga negara yang baik, melalui pengalaman belajar yang dipilih dan diorganisasikan atas dasar konsep-konsep ilmu politik. Dalam pengertian lainnya, civics education juga dinilai sebagai nurturant effect atau dampak pengiring dari berbagai mata pelajaran di dalam maupun di luar sekolah dan sebagai puncak penggiring dari interaksi antar manusia dalam kehidupan sehari-hari, yang berkenaan dengan pengembangan tanggung jawab warga negara. Dengan demikian civics education/citizenship education dilihat sebagai program pendidikan yang bersifat personal-pedagogis. Di dalam praktek, civics jelas merupakan konten utama dari civics education. Atau secara metaporis, civics dapat dianggap sebagai muatannya, sedangkan civics education sebagai wahana atau kendaraanya.


(52)

Komalasari dan Budimansyah dalam M. Mona Adha (2010 : 29) mengatakan bahwa, perkambangan pendidkan Kewarganegaraan (civics education) tidak bisa diisolasi dari kecenderungan globallisasi yang berdampak pada kehidupan siswa. Globalisasi menuntut pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan civics competence yang meliputi pengetahuan Kewarganegaraan (civics knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civics skill), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civics disposition) yang multidimensional. Pendidkan Kewarganegaraan pun mengemban misi civics education for democration dan value-based education. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada konsep contextualized multiple intelligence yang membuka pandangan perlunya penanganan pembelajaran yang lebih kreatif, aktif-partisipatif, bermakna dan menyenangkan.

Pendikan kewarganegaran sebagai salah satu mata pelajaran yang dierikan di sekolah, merupakn langkah yang tepat untuk menangkal pola perilaku siswa sekarang ini yang dikategorikan deskruktif. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 dalam pasal 37 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa :

Kurikulum pendidikam dasar dan menegah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olah raga, keterampilan kejujuran dan muatan lokal.


(53)

Berdasaakan Undang-Undang diatas dapat dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu muatan wajib (compulsory subject) dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi. Yang sangat diperlukan untuk itu adalah pemahaman dan komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan (stake holders), termasuk para pakar peneliti dan pengembangan pendidkan, tentang perlunya perubahan visi, misi, dan strategi epistemologis dan pedagogis pendidikan kewarganegaraan dalam konteks pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu diperlukan diskursus akademis tentang konsepsi generik pendidikan kewarganegaraan dalam konteks sistemik fungsi dan tujuan pendidkan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, secara imperative digariskan bahwa “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi waraga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Idealisme pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menjadikan manusia sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab secara filosofis, sosio politis dan psikopedagogis,


(54)

merupakan misi suci (mission sacre) dari pendidikan kewarganegaraan. Secara konseptual ilmiah, semua imperative, atau keharusan itu menuntut perlunya penghayatan baru dan pengembangan pendidikan kewarganegaraan suatu konsep keilmuwan, instrumentasi, dan praktis pendidikan yang utuh, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan “civics iitelligence” dan “civics participation” serta “civics responsibility” sebagai warga negara Indonesia dalam konteks watak dan peradaban bangsa Indonesia yang ber-Pancasila.

4. Visi dan misi pendidikan Kewarganegaraan

Budimansyah dalam M. Mona Adha (2010 : 32) menjelaskan bahwa mata pelajaran PPKn memiliki tiga misi besar. Pertama, misi “conservation education”, yakni „mengembangkan dan melestarikan nilai luhur Pancasila‟, kedua, misi „social and moral development’, yakni mengembangkan dan membina siswa akan hak dan kewajibannya, taat pada peraturan yang berlaku, serta berbudi pekerti luhur‟: dan ketiga, fungsi “sosio-civics development,” yakni „ membina siswa agar memahami dan menyadari hubungan antar sesama anggota keluarga, sekolah, dan masyarakat, serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Budimansyah dalam M. Mona Adha (2010 : 32) juga mengemukakan bahwa pendidkan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value based


(55)

education”.konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigm sebagai berikut :

Pertama, PKn secara kulikuler sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab.

Kedua, PKn secara teoritik dirancang sebagai subjek pembalajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan integrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokaratis, dan bela Negara.

Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learningexperience) dalam bentuk berbgai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntutan hidup bagi warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran, lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, Kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.

Jahiri dalam M. Mona Adha (2010 : 33) mengemukakan Target Harapan Pembelajaran PKn yaitu, sebagai berikut :

a. Secara pragmatik memuat bahan ajar yang khaffah/utuh (kognitif-afektif-psikomotor) berupa bekal pengetahuan untuk melek politik


(56)

dan hukum yang ada dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara NKRI yang demokratis sistem perwakilan konstitusional. Bahan ajar yang khaffah mutlak harus menampilkan politik hukum NKRI secara faktual-teoritik konseptual dan normatif berikut isi pesan (nilai-moral) serta aturan main dan tata cara pelaksanaanya. Dan sebagai bekal pengetahuan tidak mutlak semua hal disampaikan melainkan dipilih dan pilah berdasarkan tiga kriteria dasar yakni : tingkat esensinya, kegunaannya, dan kritis tidaknya.

b. Secara prosedural target sasaran pembelajarannya adalah penyampaian bahan ajar pilihan-fungsional kearah membina, mengembangkan dan membentuk potensi diri anak didik secara khaffah serta kehidupan siswa dan lingkungannya (fisik, non fisik) sebagaimana diharapkan/keharusannya (6 sumber normatif di Indonesia) serta pelatihan pelakonan pemberdayaan hal ttersebut dalam dunia nyata secara demokratis, humanis, dan fungsional.

Dengan demikian, target harapan dari pembelajaran PKn adalah untuk memberikan bekal kepada siswa dengan konsep/bahan ajar yang utuh agar mereka dapat mengerti tentang politik dan hukum serta pelaksanaannya. Dan dari hal tersebut siswa dapat mendapat nilai moral yang terkandung di dalamnya sebagai pegangan hidup di dalam masyarakat. Kemudian, target harapan kedua bahwa melalui pembelajaran PKn dapat membina, mengmbangkan dan membentuk


(57)

potensi yang ada pada diri siswa yang akan berguna bagi dirinya dan masyarakat nantinya.

Sedangkan isi pesan Progarm PKn (UUSPN No. 20 Tahun 2003) harus memuat antara lain :

a. Insan dan kehidupan religius, imtak, dalam semua aspek kehidupan b. Melek politik-hukum-tahu-paham hal tentang hal ihwal keharusan

berkehidupan berbangsa dan bernegara baik secar konstitusional maupun secara praktis, (kemarin, kini, dan esok hari) tatanan dan kehidupan politik, hukum, dan masyarakat Indonesia

c. Insan dan kehidupan yang demokratis yang lawfulness dalam NKRI/Pancasil/berbudaya Indonesia

d. Insan dan kehidupan yang cerdas, damai dan sejahtera

e. Insan dan kehidupan yang cinta bangsa, negara-patriotik, cinta dan bela bangsa-negara (hak daulat dan martabat bangsa-negara)

f. Pergaulan dunia/antar bangsa yang setara dan damai g. Dan lain-lain

Berdasarkan isi pesan hakekat pembalajaran PKn tersebut diatas, dapat dijelaskan bahwa dalam pembelajaran PKn juga dilandasi oleh nilai-nilai religi, mengerti tentang politik dan hukum, hidup secara cerdas, damai dan juga sejahtera, juga dilandasi dengan rasa cinta tanah air sekaligus memiliki kemampuan untuk bersaing secara global dalam


(58)

percaturan dunia sekarang ini dan menjalin hubungan antar bangsa-bangsa secara damai.

5. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan dengan peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran PKn meliputi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Dalam standar isi dijelaskan ruang lingkup PKn yang meliputi aspek-aspek berikut :

1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbadaan, cinta lingkungan, kebanggan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, keutuhan Negara Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan Negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi : tata tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, system hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional

3. Hak asasi manusia, meliputi : hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrument nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan, perlindungan HAM.


(59)

4. Kebutuhan warga negara, meliputi : hidup gotong royong, harga diri sebagai masyarakat, kebebasan berorganisasi, kebebasan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

5. Konstitusi Negara, meliputi : proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar Negara dengan konstitusi.

6. Kekuasaan dan politik, meliputi : pemerintah desa dan kecamatan, pemerintah daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, system pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

7. Pancasila, meliputi : kedudukan pancasila sebagai dasar Negara, pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideology terbuka.

8. Globalisasi, meliputi : globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.


(60)

6. Pengertian Konsep Nasionalisme a. Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme berasal dari kata nation (bangsa). Nasionalisme adalah suatu paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara atas kesadaran keanggotaan/warga negara yang secara potensial bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsanya. Nasionalisme merupakan perpaduan dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan bangsa akan dapat dihindarkan.

Semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban, dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Semangat rela berkorban adalah kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, selain memiliki semangat rela berkorban, juga harus didukung dengan jiwa patriotik yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, jika orang tersebut mengetahui untuk apa mereka berkorban.


(61)

Menurut Hertz dalam Listiyarti (1982 : 32) dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics mengemukakan empat unsur nasionalisme, yaitu :

a) Hasrat untuk mencapai kesatuan b) Hasrat untuk mencapai kemerdekaan c) Hasrat untuk mencapai keaslian

d) Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Listyarti (2007 : 26) ” nasionalisme berasal dari kata”nasional” dan ”isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air; memiliki rasa kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa,” selanjutnya menurut Hitler dalam Chotib dan Djazuli (2007 : 24) ”nasionalisme adalah sikap dan semangat berkorban untuk melawan bangsa lain, chauvinisme adalah masa kebangsaan yang bersemangat dan bertindak agresif terhadap bangsa lain,” kemudian menurut L. Stoddard dalam Yudohusodo (1995 : 69) ”nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu dimana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam suatu bangsa”, sedangkan menurut Kohn dalam Kusumohamijojo (1993 : 12) ”nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan”.


(62)

Nasionalisme memiliki beberapa bentuk-bentuk menurut Retno Listyarti (2007 : 28) antara lain :

1. Nasionalisme kewarganegaraan (nasionalisme sipil) adalah nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari partisipasi aktif rakyatnya. Keanggotaan suatu bangsa bersifat sukarela. Bentuk nasionalisme ini mula-mula di bangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan tulisannya.

2. Nasionalisme etnis atau etnonasionalisme, adalah dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Keanggotaan suatu bangsa bersifat turun-temurun.

3. Nasionalisme romantik (disebut pula nasionalisme organik, nasionalisme identitas), adalah bentuk nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik sebagai suatu yang alamiah (organik) dan merupakan ekspresi dari bangsa atau ras. Nasionalisme romantik menitikberatkan pada budaya etnis yang sesuai dengan idealisme romantik.

4. Nasionalisme budaya, adalah nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan tidak bersifat turun-temurun seperti warna kulit (ras) atau bahasa. 5. Nasionalisme kenegaraan, adalah merupakan variasi

nasionalisme kewarganegaraan yang sering dikombinasikan dengan nasionalisme etnis. Dalam nasionalisme kenegaraan, bangsa adalah suatu komunitas yang memberikan kontribusi terhadap pemeliharaan dan kekuatan negara.

6. Nasionalisme agama, adalah nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.

Selain itu, pada dasarnya nasionalisme yang muncul negara-negara yang memiliki tujuan nasionalisme sebagai berikut :

1. Menjamin kemauan dan kekuatan mempertahankan masyarakat nasional melawan musuh dari luar sehingga melahirkan semangat rela berkorban.

2. Menghilangkan ekstremisme (tuntutan yang berlebihan) dari warga negara (individu dan kelompok).


(63)

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa nasionalisme adalah suatu paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara atas kesadaran keanggotaan/warga negara yang secara bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsanya.

b. Prinsip-prinsip Yang Terkandung Dalam Nasionalisme

Dalam melakukan kerja sama kita harus selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan dan keselamatan bangsanya. Oleh sebab itu, menurut Ghani (1995 :156) nasionalisme dalam arti luas mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Prinsip kebersamaan

Nilai kebersamaan menuntut setiap warga negara untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

2. Prinsip persatuan dan kesatuan

Setiap warga negara harus mampu mengesampingkan kepentingan pribadi atau golongan yang dapat menimbulkan perpecahan dan anarkhis (merusak). Untuk menegakkan prinsip persatuan dan kesatuan setiap warga negara harus mampu mengedepankan sikap : kesetiakawanan sosial, peduli terhadap sesama, solidaritas, dan berkeadilan sosial.


(64)

3. Prinsip demokrasi/demokratis

Prinsip demokrasi/demokratis memandang bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, karena hakikat kebangsaan adalah adanya tekad untuk hidup bersama yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang tumbuh dan berkembang dari bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa yang bebas, merdeka, berkedaulatan, adil, dan makmur.

c. Membangun Karakter (Character Building)

Keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai tujuannya, tidak hanya ditentukan oleh dimilikinya sumber daya alam yang melimpah ruah, akan tetapi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ”Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri”. Dari segi bahasa membangun karakter (character building) yang terdiri dari dua kata yaitu membangun (to build) berarti bersifat memperbaiki, membina, dan mendirikan. Sedangkan karakter (character) berarti tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.

Menurut Suhady (2003 : 54) ” menyatakan bahwa membangun karakter adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, akhlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan tingkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai Pancasila”, selain itu,


(1)

Pengujian keeratan hubungan dilakukan dengan menggunakan rumus Chi Kuadrat sebagai berikut :



    b i k j Eij Eij Oij x 1 1 2 2 Keterangan : 2

x : Chi Kuadrat.

b

i1

: Jumlah baris.

k

j1

: Jumlah kolom.

Oij : Banyaknya data yang diharapkan.

Eij : Banyaknya data hasil pengamatan.

(Sudjana, 1996 : 280)

Selanjutnya data akan diuji dengan menggunakan rumus koefisien korelasi, hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pemahaman konsep nasionalisme dengan sikap nasionalisme siswa SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu yaitu :

n x x c   2 2

Keterangan :


(2)

68

X2 : chi kuadrat

n : jumlah sampel

(Sudjana, 1996 : 280)

Agar harga C yang diperoleh dapat digunakan untuk menilai derajat asosiasi faktor-faktor, maka harga C dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimum yang bisa terjadi. Harga C maksium ini dapat dihitung dengan rumus :

C maks

M M 1

Keterangan :

C maks : koefisien kontigensi maksimum.

M : harga minimum antara banyak baris dan kolom dengan kriteria uji hubungan ― makin dekat harga C pada Cmaks, makin besar derajat asosiasi antara faktor‖.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Bedasarkan hasil pengolahan data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

Penguasaan konsep nasionalisme siswa SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Ajaran 2011/2012 dominan pada kategori paham. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengolahan data dengan menggunakan rumus interval diperoleh hasil bahwa sebanyak 24 responden atau 52% siswa mempunyai kategori paham dalam Penguasaan konsep nasionalisme siswa SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Ajaran 2011/2012. Sikap nasionalisme siswa SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Ajaran 2011/2012 dominan pada kategori mendukung. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengolahan data dengan menggunakan rumus interval diperoleh hasil bahwa sebanyak 26 responden atau 56% siswa mempunyai kategori mendukung dalam sikap nasionalisme siswa SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Ajaran 2011/2012. Bedasarkan hasil penelitian maka terdapat Peranan Penguasaan Konsep Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Meningkatkan Sikap Nasionalisme siswa di SMP N 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengolahan data dengan menggunakan rumus chi kuadrat dimana hitung lebih besar dari tabel ( hitung ≥ tabel ), yaitu 16,3 ≥ 9,49.


(4)

93

B.Saran

Bedasarkan hasil kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat mengajukan saran sebagai berikut:

1. Kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Pringsewu untuk melakukan pembinaan-pembinaan terhadap guru Pendidikan Kewarganegaraan dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan dan workshop.

2. Kepada pihak sekolah untuk meningkatkan profesionalisme guru Pendidikan Kewarganegaraan khususnya kompetensi dan pedagogik. 3. Kepada guru mata pelajaran Pedidikan Kewarganegaraan agar mengikuti

pelatihan-pelatihan, penelitian, seminar ilmiah dan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

4. Kepada para siswa generasi penerus bangsa agar lebih mencintai bangsanya seperti menggunakan produk dalam negri, lebih memahami dan mengerti tentang budaya daerah.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghani, Ruslan. 1995. Nasionalisme Indonesia dalam Era Globalisasi. Yayasan Widia Patria. Yogyakarta.

Ahmadi, Abu. 2000. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta

Ali, Muhammad.1984. Penelitian Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung

Amsia, Tontowi. 2006. Kewarganegaraan dan Ketahanan Nasional. Katalog dalam Terbitan Perpustakaan Nasional. Bandar Lampung.

Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Rineka Cipta. Jakarta.

Astriani. 12\03\2011. Definisi Patriotisme. ( http://astriani.wordpress.com/12/03/011/definisi-patriotisme)

Chotib dan Djazuli. 2007. Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani. Ghalia Indonesia. Jakarta

Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah .2006. Perkembangan Pkn Pasca KBK dan Praktik Pembelajarannya. Depdiknas. Gorontalo.

Djaali. 2006. Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta

Hadi, Sutrisno. 1989. Metode Penelitian Sosial. Kurnia. Jakarta.

Hidayat, Komarudin dan Azyumardi Azra. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Prenada Media Grup. Jakarta

Iis Siti Nuraisyah .2002. Psikologi Pendidikan Remaja. Bumi aksara. Jakarta

Kusumohamijojo, Budiono. 1993. Pendidikan Wawasan Kebangsaan. PT Grasindo. Jakarta

Listyarti Retno. 2007.Pendidikan Kewarganegaraan. Gelora Aksara Pratama. Jakarta


(6)

Mangunhardjana. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Gelora Aksara Pratama. Jakarta Mar’at.1981. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Ghalia Indonesia.Jakarta Oemar Hamalik. 1994. Kurikulum Dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta

Samidi, W. Vidyaningtyas. 2008. Belajar Memahami Kewarganegaraan. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Jakarta.

Suhady, Idup. 2003. Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lembaga Administrasi Negara. Jakarta.

Tri Rusmi Widayatun. Pengertian Sikap. 12\03\011.

(http//sikap/+pengertian+sikap&cd=4&hl=es&ct=clnk&source=www.google.com) Universtitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung.

Winarno, Dwi. 2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Bumi Aksara. Surakarta.

Walgito Bimo. 1989. Psikologi Sosial. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta.

Yudohusodo,Siswono. 1995. Nasionalisme Indonesia Dalam Era Globalisasi. Yayasan Widya Patrio. Yogyakarta.

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/pengertian-pendidikan-kewarganegaraan/ Abu Ahmadi. Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.


Dokumen yang terkait

PERANAN PENGUASAAN KONSEP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN SIKAP NASIONALISME SISWA DI SMP N 1 PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN AJARAN 2011/2012

0 14 87

PERANAN PENGUASAAN KONSEP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN SIKAP NASIONALISME SISWA DI SMP N 1 PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN AJARAN 2011/2012

1 12 88

PERANAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MEMBANGUN KARAKTER BUDAYA BANGSA PESERTA DIDIK DI ERA GLOBALISASI PADA SMP NEGERI 21 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011/2012

1 62 72

PERANAN MEDIA MASSA UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMA N 1 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 14 56

PENGGUNAAN METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS VA SD NEGERI 1 PRINGSEWU UTARA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 24 50

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION (STAD) SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 PAREREJO KEC. GADINGREJO KAB. PRINGSEWU TAHUN AJARAN 2011/2012

0 10 46

PENGARUH KARAKTERISTIK GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP SIKAP SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI KELAS XI SMA NEGERI 2 GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TP 2012/2013

2 31 84

PEMBINAAN SEMANGAT NASIONALISME SISWA MELALUI KEGIATAN INTRAKURIKULER DAN EKSTRAKURIKULER DI SMP N 1 PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU

0 20 131

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS VIIIC SMP MUHAMMADIYAH 1 TERNATE TAHUN AJARAN 20152016

0 0 13

TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI DI SMA N 1 TERAS BOYOLALI TAHUN AJARAN 20112012

0 2 106