Efektivitas Bentuk Fisik Ransum Yang Mengandung Pod Kakao (Theobroma cacao L.) Fermentasi Aspergillus niger Terhadap karkas Kelinci Rex Lepas Sapih

(1)

EFEKTIVITAS BENTUK FISIK RANSUM YANG MENGANDUNG

POD KAKAO (Theobroma cacao L.) FERMENTASI

Aspergillus niger

TERHADAP KARKAS

KELINCI

REX

LEPAS SAPIH

SYAHRIL BANCIN

080306032

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

EFEKTIVITAS BENTUK FISIK RANSUM YANG MENGANDUNG

POD KAKAO (Theobroma cacao L.) FERMENTASI

Aspergillus niger

TERHADAP KARKAS

KELINCI

REX

LEPAS SAPIH

SKRIPSI

OLEH :

SYAHRIL BANCIN

080306032

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

EFEKTIVITAS BENTUK FISIK RANSUM YANG MENGANDUNG

POD KAKAO (Theobroma cacao L.) FERMENTASI

Aspergillus niger

TERHADAP KARKAS

KELINCI

REX

LEPAS SAPIH

SKRIPSI

OLEH :

SYAHRIL BANCIN

080306032

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

Judul Skripsi : Efektivitas Bentuk Fisik Ransum Yang Mengandung Pod Kakao (Theobroma cacao L.) Fermentasi Aspergillus niger Terhadap karkas Kelinci Rex Lepas Sapih

Nama : Syahril Bancin NIM : 080306032 Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

( Hamdan, S.Pt, M.Si.) (Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si.)

Ketua Anggota

Mengetahui,

(Dr. Ir. Ristika Handarini, MP.) Ketua Program Studi


(5)

ABSTRAK

SYAHRIL BANCIN: “Efektifitas Bentuk Fisik Ransum Yang Mengandung Pod Kakao (Theobrama cacao L.) Fermentasi (Aspergillus niger) Terhadap Karkas Kelinci Rex Lepas Sapih” dibimbing oleh HAMDAN dan NEVY DIANA HANAFI.

Ternak kelinci adalah komoditas yang dapat menghasilkan daging berkualitas dengan kandungan protein yang tinggi. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha peternakan, nutrisi yang seimbang akan menghasilkan produksi daging yang tinggi. Pemanfaatan hasil samping limbah perkebunan seperti pod kakao menjadi pakan ternak, layak untuk dilakukan karena tidak bersifat kompetitif dengan bahan makanan untuk manusia. Pakan dalam bentuk

pellet memiliki beberapa kelebihan yakni: dapat meningkatkan palatabilitas, pemborosan ransum akibat terbuang dapat ditekan, dapat mengefisienkan formula ransum karena setiap butiran pellet mengandung nutrisi yang sama. Penelitian dilaksanakan di compos centre Jl. Bioteknologi Universitas Sumatera Utara Kode Poss: 20155, Medan. Penelitian dimulai dari bulan juli sampai sebtember 2012, menggunakan ransangan acak kelompok non faktorial dengan 6 perlakuan dan 2 kelompok, perlakuan terdiri dari 2 faktor yaitu sifat fisik pakan (mash dan Pellet) dan persentase pod kakao fermentasi (0%, 5%, 10% per perlakuan). Parameter yang diamati bobot potong (gr/ekor), bobot karkas, persentase bobot karkas, dan potongan irisan komersil (bobot kaki depan, bobot dada-leher, bobot pinggang dan bobot kaki belakang).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot potong 1880,50; 1923,50; 2000,50; 1985,00; 2070,00; 2014,00. Rataan bobot karkas 999,50; 1042,50; 1119,50; 1104,00; 2378,00; 1097,00. Rataan persentase bobot karkas 52,94; 53,70; 55,85; 55,46; 57,36; 54,41. Rataan bobot kaki depan 150,50; 157,00; 169,00; 166,50; 179,00; 170,50. Rataan bobot dada-leher 201,00; 209,50; 225,00; 222,00; 238,50; 227,50. Rataan bobot pinggang 374,00; 362,50; 389,00; 383,50; 413,50; 358,00. Rataan bobit kaki belakang 300,50; 313,50; 337,00; 332,00; 358,00; 341,00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi Aspergillus niger berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong (gr/ekor), bobot karkas, persentase bobot karkas, dan potongan irisan komersil (bobot kaki depan, bobot dada-leher, bobot pinggang dan bobot kaki belakang).

Kata kunci: bentuk fisik ransum, Pod kakao, fermentasi, Aspergillus niger, Kelinci Rex


(6)

ABSTRACT

SYAHRIL BANCIN: Effectiveness of Physical Form Rations Containing Cocoa Pod (Theobrama cacao L.) Fermentation (Aspergillus niger) carcass on Rex Rabbit Release Wean, under advices HAMDAN and NEVY DIANA HANAFI. Livestock rabbit is a commodity that can produce quality meat with high protein content. Feed is an important factor in the livestock business, balanced nutrition will result in higher meat production. Utilization of farm wastes such as cocoa pot into animal feed, decent thing to do because it is not competitive with human foodstuffs. Feed in the form of pellets have several advantages, namely: to increase palatability, waste can be reduced rations due to wastage, can streamline formula pelleted grain ration because each contains the same nutrients. The experiment was conducted at the Compos Center Jl. Biotechnology University Of North Sumatera Poss code: 20155, Medan. The study starts from July to Sebtember 2012, using non-faktorial randomized block design with 6 treatments and 2 groups, treatment consisted of two factors: the physical properties of food (mash and pellets) and fermented cocoa pod percentage (0%, 5%, and 10 % per treatment). Parameters observed body weight, carcass, carcass percentage and comersial slice (foreleg, rack, lion, hindleg).

The results showed that mean body weigh 1880,50; 1923,50; 2000,50; 1985,00; 2070,00; 2014,00. Mean carcass 999,50; 1042,50; 1119,50; 1104,00; 2378,00; 1097,00. Mean carcass persentage 52,94; 53,70; 55,85; 55,46; 57,36; 54,41. Mean foreleg 150,50; 157,00; 169,00; 166,50; 179,00; 170,50. Mean rack 201,00; 209,50; 225,00; 222,00; 238,50; 227,50. Mean lion 374,00; 362,50; 389,00; 383,50; 413,50; 358,00. Mean hindleg 300,50; 313,50; 337,00; 332,00; 358,00; 341,00. The results showed that the effectiveness of the physical properties of ration containing fermented cocoa pod Aspergillus niger was highly significant terhadap body weight, carcass, carcass persentage, and comersial slice (foreleg, rack, lion, hindleg).

Keywords: Physical form rations, Pod cocoa fermentation, Aspergillus niger, Rex rabbit


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di sidikalang pada tanggal 27 juli 1990 dari ayah J. Bancin dan ibu R. Solin. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA YPBC Sidikalang dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB. Penulis memilih program studi peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), HIMMIP, asisten pada praktikum Ilmu Ternak Potong, asisten pada praktikum AMDAL.

Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di kantor dinas pertanian Doloksanggul Kecamatan Dolok sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan dari bulan juni sampai juli 2011. Dan melaksanakan penelitian di Compos Centre Jl.Bioteknologi Universitas Sumatera Utara Kode pos 20155, Medan. Penelitian dilaksanakan selama 10 minggu dimulai dari tanggal 19 Juli 2012 sampai dengan 27 Sebtember 2012.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat TuhanYang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Efektivitas Bentuk Fisik Ransum Yang Mengandung Pod

Kakao (Theobroma cacao L.) Fermentasi Aspergillus niger Terhadap Karkas Kelinci Rex Lepas Sapih”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Hamdan, S.Pt. M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat terlaksana dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan kedepan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas saran yang diberikan dan berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2013


(9)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Karekteristik dan Potensi Ternak Kelinci ... 4

Kelinci Rex ... 5

Pakan Ternak Kelinci ... 6

Potensi pod kakao ... 7

Aspergillus niger sebagai Bahan Fermentasi ... 8

Teknologi pengolahan Pakan Berbentuk Pellet ... 9

Bobot Potong ... 10

Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas ... 12

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Bahan ... 14

Alat ... 14

Metode Penelitian ... 15

Rancangan Penelitian ... 15

Parameter Yang Diamati ... 16

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Pengumpulan Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAAN Bobot Potong ... 20

Bobot Karkas ... 21

Persentase Bobot Karkas ... 23


(10)

Bobot Dada-Leher ... 26

Bobot Pinggang ... 27

Bobot Kaki Belakang ... 28

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33


(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Perbandingan hasil daging beberapa hewan ternak ... 4

2. Produksi dan reproduksi kelini rex ... 6

3. Rataan bobot potong kelinci rex jantan ... 20

4. Analisa keragaman bobot potong kelinci rex jantan ... 20

5. Rataan bobot karkas kelinci rex jantan ... 22

6. Analisa keragaman bobot karkas kelinci rex jantan ... 22

7. Rataan persentase bobot karkas kelinci rex jantan... 23

8. Analisa keragaman persentase bobot karkas kelinci rex jantan ... 24

9. Rataan bobot kaki depan kelinci rex jantan kelinci rex jantan ... 25

10. Analisa keragaman bobot kaki depan kelinci rex jantan... 25

15. Rataan bobot dada-leher kelinci rex jantan ... 26

16. Analisa keragaman bobot dada-leher kelinci rex jantan ... 26

17. Rataan bobot pinggang kelinci rex jantan ... 27

18. Analisa keragaman bobot pinggang kelinci rex jantan ... 28

21. Rataan bobot kaki belakang kelinci rex jantan ... 29

22. Analisa keragaman bobot kaki belakang kelinci rex jantan ... 29

23. Rekapitulasi hasil penelitian efektifitas bentuk sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi Aspergillus niger terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas, bobot kaki depan, bobot dada leher, bobot pinggang, bobot kaki belakng... 30


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Skema perbanyakan dan pembiakan Aspergillus niger ... 35

2. Skema pengolahan pod kakao fermentasi aspergillus niger ... 37

3. Skema pembuatan pakan bentuk pellet ... 38

4. Formula ransum kelinci ke-1 (P0) selama 8 minggu penelitian ... 39

5. Formula ransum kelinci ke-2 (P1) selama 8 minggu penelitian ... 40

6. Formula ransum kelinci ke-3 (P3) selama 8 minggu penelitian ... 41

7. Data bobot karkas kelinci selama 8 minggu penelitian ... 42

8. Rataan bobot potong kelinci selama 8 minggu penelitian ... 43

9. Rataan bobot karkas kelinci selama 8 minggu penelitian ... 43

10. Rataan persentase bobot karkas kelinci selama 8 minggu penelitian ... 43

11. Rataan bobot kaki depan kelinci selama 8 minggu penelitian ... 43

12. Rataan bobot dada-leher kelinci selama 8 minggu penelitian... 44

13. Rataan bobot pinggang kelinci selama 8 minggu penelitian ... 44


(13)

ABSTRAK

SYAHRIL BANCIN: “Efektifitas Bentuk Fisik Ransum Yang Mengandung Pod Kakao (Theobrama cacao L.) Fermentasi (Aspergillus niger) Terhadap Karkas Kelinci Rex Lepas Sapih” dibimbing oleh HAMDAN dan NEVY DIANA HANAFI.

Ternak kelinci adalah komoditas yang dapat menghasilkan daging berkualitas dengan kandungan protein yang tinggi. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha peternakan, nutrisi yang seimbang akan menghasilkan produksi daging yang tinggi. Pemanfaatan hasil samping limbah perkebunan seperti pod kakao menjadi pakan ternak, layak untuk dilakukan karena tidak bersifat kompetitif dengan bahan makanan untuk manusia. Pakan dalam bentuk

pellet memiliki beberapa kelebihan yakni: dapat meningkatkan palatabilitas, pemborosan ransum akibat terbuang dapat ditekan, dapat mengefisienkan formula ransum karena setiap butiran pellet mengandung nutrisi yang sama. Penelitian dilaksanakan di compos centre Jl. Bioteknologi Universitas Sumatera Utara Kode Poss: 20155, Medan. Penelitian dimulai dari bulan juli sampai sebtember 2012, menggunakan ransangan acak kelompok non faktorial dengan 6 perlakuan dan 2 kelompok, perlakuan terdiri dari 2 faktor yaitu sifat fisik pakan (mash dan Pellet) dan persentase pod kakao fermentasi (0%, 5%, 10% per perlakuan). Parameter yang diamati bobot potong (gr/ekor), bobot karkas, persentase bobot karkas, dan potongan irisan komersil (bobot kaki depan, bobot dada-leher, bobot pinggang dan bobot kaki belakang).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot potong 1880,50; 1923,50; 2000,50; 1985,00; 2070,00; 2014,00. Rataan bobot karkas 999,50; 1042,50; 1119,50; 1104,00; 2378,00; 1097,00. Rataan persentase bobot karkas 52,94; 53,70; 55,85; 55,46; 57,36; 54,41. Rataan bobot kaki depan 150,50; 157,00; 169,00; 166,50; 179,00; 170,50. Rataan bobot dada-leher 201,00; 209,50; 225,00; 222,00; 238,50; 227,50. Rataan bobot pinggang 374,00; 362,50; 389,00; 383,50; 413,50; 358,00. Rataan bobit kaki belakang 300,50; 313,50; 337,00; 332,00; 358,00; 341,00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi Aspergillus niger berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong (gr/ekor), bobot karkas, persentase bobot karkas, dan potongan irisan komersil (bobot kaki depan, bobot dada-leher, bobot pinggang dan bobot kaki belakang).

Kata kunci: bentuk fisik ransum, Pod kakao, fermentasi, Aspergillus niger, Kelinci Rex


(14)

ABSTRACT

SYAHRIL BANCIN: Effectiveness of Physical Form Rations Containing Cocoa Pod (Theobrama cacao L.) Fermentation (Aspergillus niger) carcass on Rex Rabbit Release Wean, under advices HAMDAN and NEVY DIANA HANAFI. Livestock rabbit is a commodity that can produce quality meat with high protein content. Feed is an important factor in the livestock business, balanced nutrition will result in higher meat production. Utilization of farm wastes such as cocoa pot into animal feed, decent thing to do because it is not competitive with human foodstuffs. Feed in the form of pellets have several advantages, namely: to increase palatability, waste can be reduced rations due to wastage, can streamline formula pelleted grain ration because each contains the same nutrients. The experiment was conducted at the Compos Center Jl. Biotechnology University Of North Sumatera Poss code: 20155, Medan. The study starts from July to Sebtember 2012, using non-faktorial randomized block design with 6 treatments and 2 groups, treatment consisted of two factors: the physical properties of food (mash and pellets) and fermented cocoa pod percentage (0%, 5%, and 10 % per treatment). Parameters observed body weight, carcass, carcass percentage and comersial slice (foreleg, rack, lion, hindleg).

The results showed that mean body weigh 1880,50; 1923,50; 2000,50; 1985,00; 2070,00; 2014,00. Mean carcass 999,50; 1042,50; 1119,50; 1104,00; 2378,00; 1097,00. Mean carcass persentage 52,94; 53,70; 55,85; 55,46; 57,36; 54,41. Mean foreleg 150,50; 157,00; 169,00; 166,50; 179,00; 170,50. Mean rack 201,00; 209,50; 225,00; 222,00; 238,50; 227,50. Mean lion 374,00; 362,50; 389,00; 383,50; 413,50; 358,00. Mean hindleg 300,50; 313,50; 337,00; 332,00; 358,00; 341,00. The results showed that the effectiveness of the physical properties of ration containing fermented cocoa pod Aspergillus niger was highly significant terhadap body weight, carcass, carcass persentage, and comersial slice (foreleg, rack, lion, hindleg).

Keywords: Physical form rations, Pod cocoa fermentation, Aspergillus niger, Rex rabbit


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak kelinci semula hewan liar yang sulit dijinakkan. Kelinci dijinakkan sejak 2000 tahun silam dengan tujuan keindahan, bahan pangan dan bahan percobaan. Hampir setiap negara di dunia memiliki ternak kelinci karena kelinci mempunyai daya adaptasi tubuh yang relatif tinggi sihingga mampu hidup dihampir seluruh dunia. Kelinci dikembangkan di daerah dengan populasi penduduk relatif tinggi. Adanya penyebaran kelinci juga menimbulkan sebutan yang berbeda, di Eropa disebut rabbit, di Indonesia disebut kelinci, di Jawa disebut trewelu dan sebagainya (Prihatman, 2000).

Daging merupakan salah satu kebutuhan dasar pangan masyarakat. Pada umumnya konsumsi daging masyarakat Indonesia (terutama golongan berpenghasilan rendah yang merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia) masih sedikit dan jauh dari pemenuhan kebutuhan gizi. Karena itu usaha penyediaan daging yang cukup memadai dan terjangkau oleh seluruh masyarakat sangat penting. Untuk menunjang usaha perbaikan gizi rakyat, perlu kiranya lebih dianekaragamkan penyediaan jenis-jenis ternak podong. Salah satu ternak kecil yang patut dipertimbangkan adalah kelinci (Suriaatmadja, 1980).

Seekor kelinci bisa menghasilkan daging 50-60 % setiap kilogram bobot badan. Daging kelinci mengandung lemak dan kolesterol jauh lebih rendah dibanding dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi, tetapi kandungan proteinnya lebih tinggi. Kandungan lemak kelinci hanya sebesar 8% sedangkan ayam 12%, daging sapi 24%, daging domba 14% dan daging babi


(16)

21%. Kadar kolesterol daging kelinci sekitar 164 mg/100 gr, sedangkan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi berkisar 220-250 mg/100 gr daging. Kandungan protein daging kelinci mencapai 21%, sementara ternak lain hanya 17-20% (Masanto dan Agus, 2010).

Beternak kelinci bertujuan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis dari usaha tersebut dengan pemilihan pakan yang sesuai. Jenis pakan yang dipakai tidak bersaing dengan manusia atau industri intensif seperti ayam. Pendayagunaan pakan yang tidak berasal dari bahan makanan manusia diutamakan dalam peternakan kelinci (Sarwono, 2001).

Salah satu pakan yang tidak bersaing dengan manusia atau industry intensif seperti ayam adalah pod kakao (Theobroma cacao L,.). Pod kakao adalah kulit buah kakao yang merupakan hasil samping dari pengolahan paska panen kakao yang biasanya terbuang oleh si petani begitu saja di perkebunannya. Kondisi pod kakao memang kurang baik untuk dijadikan bahan baku pakan ternak karena berserat kasar yang tinggi dan mengandung anti nutrisi. Upaya meningkatkan kualitas pakan nilai gizi pakan hasil ikutan perkebunan yang berkualitas rendah merupakan upaya strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan (Laconi, 1998).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemanfaatan pemberian pod kakao yang difermentasi dengan

Aspergillus niger terhadapbobot hidup, persentase bobot karkas, persentase bobot kaki depan, persentase bobot kaki belakang, bobot dada-leher dan bobot pinggang


(17)

(Theobroma cacao L,.) fermentasi dengan Aspergillus niger dalam pellet terhadap kelinci Rex lepas sapih.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur nilai keefektifan bentuk fisik ransum yan mengandung pod kakao (Theobroma cacao L,.) fermentasi (Aspergillus niger) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas, dan terhadap bobot irisan komersil ternak kelinci (bobot kaki depan, bobot dada-leher bobot pinggang, bobot kaki belakang) kelinci Rex lepas sapih

Hipotesis Penelitian

Efektivitas bentuk fisik ransum yan mengandung pod kakao (Theobroma cacao L,.) fermentasi (Aspergillus niger) memberikan pengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas, dan terhadap bobot irisan komersil ternak kelinci (bobot kaki depan, bobot dada-leher, bobot pinggang, bobot kaki belakang) kelinci Rex lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan peternak kelinci mengenai Efektivitas bentuk fisik ransum yan mengandung pod kakao (Theobroma cacaoL.)

fermentasi (Aspergillus niger) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas, dan terhadap bobot irisan komersil ternak kelinci (bobot kaki depan, bobot dada-leher, bobot pinggang, bobot kaki belakang) kelinci Rex lepas sapih.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Karekteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Menurut sistem binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut: Ordo : Lagomorpha

Family : Leporidae Subfamily : Laporine

Genus : Lepus, Orictolagus sp (Rans, 2004).

Seekor kelinci bisa menghasilkan anak dengan kisaran 48-74 ekor dalam setahun, lebih banyak dibandingkan dengan sapi (0,9), domba (1,5), dan kambing (1,5) seperti yang tertera dalam tabel 1. Kelinci mempunyai konversi daging yang cukup tingggi dibandingkan ternak lain yaitu 29%.

Tabel 1. Perbandingan Hasil Daging beberapa Hewan Ternak

Jenis ternak Bobot induk dewasa (kg) Jumlah anak/tahun (ekor) Total bobot karkas/tahun (kg) Konversi karkas terhadap bobot induk (%)

Sapi 500 0,9 173 0,35

Domba 60 1.5 38 0,63

Kambing 45 1,5 24 0,53

Kelinci intensif 4 48,0 117 29,00 Kelinci hibrid 4 74,0 144 29,00 Sumber: Manshur (2009)

Kelinci memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan ternak yang sangat penting didunia. Budidayanya cocok dilakukan oleh masyarakat karena tidak membutuhkan tanah yang luas dan modal yang besar serta mampu tumbuh dan berkembang dengan cepat (Sitorus et al, 1982).

Tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari sebagai kelinci hias, kelinci penghasil bulu dan kelinci penghasil daging. Kelinci


(19)

hias adalah jenis kelinci yang dipelihara sebagai hewan kesayangan (pet) yang didasarkan pada bentuk dan ukuran tubuh kecil, lucu serta berbulu indah, tebal dan lembut. Contohnya antara lain angora, loop, jersey, woolies, lions, fuzzy dan mini rex.Tujuan pemeliharaan kelinci kedua adalah penghasil bulu yang bernilai ekonomi tinggi sehingga podensi untuk di eksport. Contoh kelinci penghasil kulit bulu adalah rex dan satin. Sementara kelinci pedaging memiliki kriteria persentase karkas 50-60%, bobot badan mencapai 2 kg pada umur 8 minggu dan memiliki laju pertumbuhan tinggi yaitu sekitar 40 g/ekor/hari. Beberapa jenis kelinci pedaging antara lain Flemish Giant, new Zealand white, Vlameusreus, satin, rex, rexa, persilangan antara Flemish dengan kelinci lokal (Masanto dan Agus, 2010).

Kelinci Rex

Menurut Masanto dan Agus (2010), bangsa kelinci Rex di temukan pertama kali oleh seorang peternak di Prancis pada tahun 1919. Kemudian satu tahun berikutnya (tahun 1920) bangsa kelinci ini terlihat pada beberapa pameran hewan di benua Eropa, setelah peristiwa tersebut popularitasnya meningkat dengan cepat sehingga pada tahun 1929 kelinci Rex di ekspor ke Amerika, awalnya bangsa kelinci ini dikembangkan untuk menjadikan hewan peliharaan karena bulunya yang istimewa, halus seperti beledu. Disamping itu kelinci bangsa ini juga diambil daging kulit-bulunya. Beberapa tahun kemudian mulai terdapat usaha-usaha untuk mengembangkan sebagai penghasil bahan baku pada industri garmen, mahalnya ongkos tenaga kerja menjadi kendala utama bagi negeri tersebut untuk mengembangkan kelinci Rex kearah industri.


(20)

Tabel 2. Produksi dan reproduksi kelinci Rex

Data Keterangan

Lama penyapihan 6-8 minggu Umur dewasa kelamin 2 bulan Umur dewasa tubuh 4 bulan

Lama bunting 29-32 hari

Lama produksi 1-3 tahun

Bobot dewasa 2,7-3,6 kg

Sumber: Kartadisastra (1994)

Kelinci Rex pertama kali masuk ke Indonesia secara import melalui Balai Penelitian Ternak Ciawi pada bulan Februari 1988, dengan tujuan untuk mengkaji pertumbuhan badan dan pemanfaatan kulit-bulu. Bobot dewasa kelinci bekisar 2,7-3,6 kg (Sarwono, 2001).

Pakan Ternak Kelinci

Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pemberian pakan yang seimbang diharapkan dapat memberikan produksi yang tinggi. Pakan yang diberikan hendaknya memiliki persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna (Anggorodi, 1990).

Faktor makanan merupakan salah satu faktor utama dalam mengendalikan ternak kelinci. Oleh arena itu berhasilnya usaha ternak kelinci (daging,kulit, bulu) juga sangat tergantung pada perhatian peternak pada penyajian mutu makanan beserta volumenya. Makanan harus mencukupi jumlah zat gizi yang dibutuhkan kelinci sesuai fase pertumbuhannya. Ada pun zat-zat yang harus dipenuhi adalah vitamin, mineral, hidrat arang, protein, lemak dan air (AAK, 1996).

Bahan makanan yang sering diberikan kepada ternak kelinci adalah: hijauan, umbi, biji dan hay. Hijauan dalah tanaman yang dapat tumbuh seperti


(21)

rumput, daun-daun, sayur-sayuran kaya vitamin, mineral dan protein. Adapun daun-daun sayuran yang dapat diberikan seperti kol, sawi, kangkung, daun turi, daun kacang tanah, kacang panjang, demikian pula rumput yang relatif lunak dan batangnya halus, umbian dalam keadaan segar mengandung air sekitar 60-90%, dan bahan kering sekitar 5-40%. Contohnya wortel, ubi jalar, ubi kayu. Biji yang bisa diberikan kepada kelinci adalah biji padi dan legeum. Keduanya disebut konsentrat, karena masing-masing berkonsentrasi gizi tinggi. Hay diberikan hanya sebagai pelengkap karena kadar proteinnya tinggal 50% dari hijauan tersebut dalam keadaan segar (Sumoprastowo, 1989).

Potensi Pod Kakao

Pod kakao merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao. Buah coklat yang terdiri dari 74% kulit, 2% plasenta dan 24% biji. Hasil

analisa proksimat mengandung 22% protein dan 3-9% lemak (Nasrullah dan A. Ella, 1993).

Pod kakao merupakan kulit bagian terluar yang menyelubungi biji kakao dengan tekstur kasar, tebal dan agak keras. Pod kakao segar mengandung kadar air sekitar 85% sehingga mudah menjadi busuk. Pemanfaatan pod kakao menjadi mulsa yang ditebarkan disekitar tanaman dapat menjadi inang bagi pertumbuhan cendawan (Phytophthora palmivora) yang dapat menggangu perkembangan tanaman kakao (Tequia et al., 2004).

Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai kualitas yang rendah karena berserat kasar yang tnggi dan dapat mengandung anti nutrisi. Pod kakao mengandung lignin dan theobromin yang sangat tinggi (Aregheore, 2000). Selain mengandung serat kasar yang tingi sekitar 40,03% dan


(22)

protein yang rendah sebesar 9,71% (Laconi, 1998), pod kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20-27,95% (Ammirroenas, 1990). Lignin yang berkatan dengan selulosa tidak bisa dimanfatkan oleh ternak. Upaya peningkatan kualitas dan nilai gizi pakan serat hasil ikutan perkebunan yang berkualitas rendah merupakan upaya strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan.

Aspergillus niger Sebagai Bahan Fermentasi

Fermentasi adalah aktifitas mikroba untuk memperoleh energi melelui substrat yang berguna untuk keperluan metabolisme dan pertumbuhannya (Ranchman, 1989). Fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan substrat bahan pangan tersebut. Hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis substrat, jenis mikroba dan kondisi

sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba tersebut (Winarno et al, 1990).

Proses fermentasi tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim katalis spesifik yang hanya dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses mirkroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin dan lain-lain (Fardiaz, 1988). Selanjutnya Cowan (1984) menyatakan bahwa pemeliharaan media fermentasi merupakan faktor yang sangat penting dalam memproduksi enzim dari mikroba, disamping faktor kondisi fermentasi, spesies mikroba yang digunakan dan metode pemurnian enzim yang dilakukan. Media yang digunakan untuk


(23)

pertumbuhan mikroba dapat berupa media cair dan media padat ataupun semi padat.

Aspergillus niger adalah kapang anggota genus aspergillus, family Eurotiaceae, ordo Eutiales, subclass Plectomycetetidae, kelas ascomycetes, sub divisi Ascomycotina, dan divisi Amastigmycota. Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amylase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase dan glukosidase (hardjo et al, 1998). Lehninger (1991) menambahkan Aspergillus niger

menghasilkan enzim urease yang memecahkan urea menjadi asam amino dan CO2

yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino.

Aspergillus niger bersifat aerob, sehingga membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Temperature optimum bagi pertumbuhannya adalah antara 350C-370C. kisaran pH antara 2,0-8,5 dengan pH optimum antara 5,0-7,0 dan membutuhkan kadar air media antara 65-70%. Aspergillus niger mempunyai ciri yaitu berupa benang tunggal yang disebut hifa berupa kumpulan benang-benang padat menjadi suatu bahan yang disebut miselium, tidak mempunyai klorofil dan hidupnya heterotrof serta berkembang biak secara vegetatif dan generatif (Fardiaz, 1989).

Teknologi pengolahan Pakan Berbentuk Pellet

Berbagai tehnik prosesing pakan digunakan dalam penyiapan bahan makanan ternak. Perlakuan terhadap bahan pakan dapat secara nyata mengubah nilai gizi dari bahan-bahan tersebut. Panas akan merubah beberapa kandungan gizi atau sebaliknya, beberapa zat gizi yang lain menjadi naik nilai kegunaannya.


(24)

Pembentukan “pellet” dapat meningkatkan konsumsi sedangkan penggilingan dapat mempengaruhi daya cerna dari protein dan karbohidrat. Sangatlah penting bagi pemberi makan untuk berhati-hati terhadap bahan pakan yang mengalami perlakuan baik untuk pengawetan, pemurnian, pengkonsentrasian atau untuk menaikkan nilai gizinya. Jadi, diperlukan penjelasan-penjelasan dari hasil bahan pakan, metode prosesing, seperti: pengawetan, pemisahan, pengurangan ukuran dan perlakuan-perlakuan panas (Hartadi, 2005).

Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pellet dari pakan bentuk tepung maka harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan pengujian kepadatan atau kerekatannya jika mau dibuat pakan bentuk pellet.

Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering, kalau pellet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun jika pellet kurang keras dan mudah pecah maka dapat diberikan tambahan perekat sintesis (white pellard) atau tepung tapioka. Penambahan bahan tersebut bertujuan untuk membantu tingkat kekerasan pellet seperti yang diinginkan (Rasidi 2002).

Bobot Potong

Bobot potong merupakan bobot hidup akhir seekor ternak sebelum dipotong/disembelih. Semakin tinggi bobot sapih pada seekor ternak maka semakin tinggi pula bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh (Muryanto dan Prawirodigdo 1993). Potongan komersial kelinci juga sangat dipengaruhi oleh bobot potongnya (Herman, 1983).


(25)

Sebelum penyembelihan dilakukan, sebaiknya dilakukan Starving yaitu perlakuan terhadap kelinci, dimana kelinci tersebut tidak diberi pakan selama 6-10 jam. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mengosongkan usus yang akan menentukan besarnya persentase karkas. Perlu diperhatikan bahwa untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan penurunan berat badan khususnya pada daerah tropis, maka selama perlakuan ini kelinci harus mendapatkan air minum yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Penyemblihan pada kelinci pada prinsipnya adalah sama dengan ternak lainnya yakni memutuskan saluran darah balik (Vena Jugularis) pada bagian atara kepala dan leher untuk menghasilkan daging dan kulit yang berkualitas tinggi. Penyembelihan dapat dilakukan oleh dua orang, seorang memegang ternak dan seorang lagi menyembelihnya, tetapi orang yang sudah berpengalaman melakukannya sendiri. Penyembelihan dilakukan dengan pisau yang cukup tajam dan diarahkan pada leher untuk memutuskan vena jugularis. Kemudian setelah selesai disembelih, kelinci segera digantung dengan kaki belakang ke arah atas, untuk mempercepat pengeluaran darah (Kartadisastra, 1997). Glukosa adalah gula yang penting untuk mengontrol metabolisme energy ternak pedaging, termasuk dalam pembentukan gliogen. Secara persentase urat daging tidak banyak glikogen (hanya 1 persen) dibandingkan dengan hati (2-8 persen). Namun total massa daging dalam tubuh sangat besar sehingga jumlah glikogen yang disiman dalam urat daging cukup besar (Parakkasi, 1995). Stres sebelum pemotongan seperti iklim, tingkah laku yang agresif diantara ternak atau gerakan yang berlebihan dan pemuasaan yang terlalu lama mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menurunkan persentase karkas.


(26)

Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas

Karkas pada ternak kelinci diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor dan kulit. Besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki bentuk badan bulat, berbadan lebar padat dan singset menunjukkan keadaan fisik yang prima dan bertenaga kuat mencerminkan kandungan dagingnya yang banyak dan merupakan penghasil daging yang baik (Sarwono, 2001).

Karkas pada ternak kelinci adalah bagian tubuh yang sudah disembelih dipisahkan kepala, jari sampai pergelangan kaki, kulit, ekor, jeroan (usus, jantung, hati dan ginjal). Menurut pembagiannya, karkas ternak kelinci dapat dipotong sesuai dengan porsinya masing-masing menjadi delapan potong daging yaitu:

- Dua potong kaki depan

- Dua potong bagian dada sampai leher - Dua potong pinggang

- Dua potong kaki belakang (Kartadisastra, 1998).

Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam yang beratnya untuk masing-masing ternak berbeda. Persentase karkas dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur potong dan jenis kelamin (Soeparno, 1994).


(27)

Faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah umur potong dan jenis kelamin. Kelinci jantan umur 5 bulan menghasilkan karkas sebesar 46 % dan betina 44 %. Kelinci jantan umur 8 bulan menghasilkan karkas sebesar 50 % dan betina 55 %. Seekor kelinci jantan dapat menghasilkan karkas sebanyak 43-52 % dan betina 50-59 % dari berat hidupnya (Farel dan Raharjo, 1984).


(28)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Compos Centre Jl. Bioteknologi Universitas Sumatera Utara Kode Pos: 20155, Medan. Penelitian ini akan dilaksanaakan selama 10 minggu dimulai dari tanggal 19 Juli 2012 sampai dengan 27 September 2012.

Bahan dan Alat Bahan

Kelinci rex jantan umur 8 minggu sebanyak 12 ekor dengan bobot 662-1153 gr yang dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu: 662-902 gr dan 903-1153 gr. Pod kakao (Theobrama cacao L.), tepung jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak, BIS, kapur, pod kakao fermentasi, top mix, minyak nabati sebagai bahan penyusun ransum kelinci selama 8 minggu, air minum, rumput kolonjono, obat-obatan dan vitamin seperti wormectin,

B-complex, antibloat, rodalon sebagai desinfektan kandang.

Alat

Kandang individu dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm sebanyak 12 petak. Pencetak pellet, timbangan bobot badan dengan kapasitas 15 kg dengan kepekaan 10 g, timbangan ransum dengan kapasitas 2 kg dengan kepekaan 1 g, tempat pakan dan tempat minum pada tiap kandang dengan total sebanyak 12 unit, mesin giling untuk membuat tepung, lampu 32 watt sebagai penerangan kandang, termometer untuk mengetahui suhu kandang, sapu lidi, kuas, sapu kecil sebagai


(29)

alat pembersih kandang, talenan dan plastik transparan, terpal plastik sebagai alas untuk menyusun pellet, kardus sebagai tempat penyimpanan bahan untuk pellet.

Metode Penelitian Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu:

Faktor A (sifat fisik pakan) dengan 2 taraf : SFP1: tepung/ mash

SFP2: pellet

Faktor B (persentase kakao) dengan 3 taraf : PK0: 0% pod kakao fermentasi PK1: 5% pod kakao fermentasi

PK2: 10% pod kakao fermentasi

Diperoleh 2 x 3= 6 kombinasi perlakuan : SFP1PK0 SFP2PK0

SFP1PK1 SFP2PK1

SFP1PK2 SFP2PK2 Kombinasi unit perlakuan dalam kelompok sebagai berikut:

SFP2PK2 SFP1PK1 SFP2PK1 SFP1PK2 SFP1PK0 SFP2PK0

SFP2PK0 SFP1PK0 SFP2PK2 SFP1PK1 SFP1PK2 SFP2PK1

Setiap unit percobaan berisi 1 ekor kelinci sehingga kelinci yang digunakan sebanyak 12 ekor.

Metode Matematik RAK adalah sebagai berikut: Yijk= µ + αi + βj+(αβ)ij+Kk+ εij


(30)

Dimana :

Yijk = hasil pngamatan untuk faktor A taraf ke i, faktor B taraf ke j pada

kelompok ke k µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh faktor A pada taraf ke i

βj = pengaruh faktor B pada taraf ke j

(αβ)ij = pengaruh interaksi AB pada taraf ke i (dari faktor A) dan taraf ke j (dari faktor B)

Kk = pengaruh kelompok ke k

εij = pengaruh galat percobaan pada taraf ke i (faktor A) taraf ke j (faktor B), interaksi AB yang ke i dan ke j

Parameter Yang Diamati - Bobot Potong - Bobot Karkas

- Persentase Bobot Karkas - Bobot kaki depan

- Bobot dada sampai leher - Bobot pinggang


(31)

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm sebanyak 12 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum kelinci masuk dalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang beserta peralatan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan dengan menggunakan rodalon.

2. Pemilihan Ternak

Penyeleksian ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah, ekor melengkung keatas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang punggung, telingga lurus ke atas, mata jernih dan bulu mengkilat. Sebelum kelinci dimasukkan kedalam kandang, dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing-masing kelinci kemudian dilakukan random (pengacakan) yang bertujuan untuk memperkecil nilai keragaman. Lalu kelinci dimasukkan kedalam sebanyak 1 ekor per unit penelitian.

3. Pengolahan Tepung Pod Kakao FermentasiDengan Aspergillus niger Pengolahan pod kakao hingga menjadi tepung pod kakao fermentasi. Diawali dari pengeringan pod kakao yang basah hingga pod kakao menjadi renyah dan mudah untuk digiling. Skema pengolahan pod kakao fermentasi (Aspergillus niger) dapat dilihat pada lampiran 1.


(32)

4. Penyusunan Pakan Dalam Bentuk Pellet

Bahan penyusun konsentrat yang digunakan terdiri atas pod kakao (Theobrama cacao L.), tepung jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak, BIS, kapur, pod kakao fermentasi, top mix, minyak nabati. Bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formulasi

pellet yang telah sesuai dengan level perlakuan. Untuk menghindari ketengikan, pencampuran konsentrat dilakukan satu kali dalam dua minggu dan pencampuran dilakukan dengan pengayakan. Formulasi pellet dapat dilihat pada lampiran 2.

5. Pemeliharaan Kelinci

Sebelum kelinci diberi perlakuan, dilakukan penimbangan bobot badan awal kelinci kemudian penimbangan kelinci dilakukan seminggu sekali. Pakan dan air minum diberikan secara ad-libitum, penggantian air minum dilakukan pada pagi dan sore hari. Obat-obatan dan vitamin diberikan sesuai dengan kebutuhan kelinci seperti Wormectin untuk obat cacing dan scabies dengan dosis 0,02 ml/kg bobot kelinci, pemberiannya dengan caramenyuntikkan dibagian subkutan, vitamin B-complex sebagai vitamin dengan dosis 0,25 ml/kg bobotkelinci, disuntikkan secara intramuskulas dibagian paha kelini dan anti bload untuk obat mencret dan kembung dengan dosis 1 sendok the untuk 1-3 ekor kelinci, pemberiannya melalui mulut. Pemberian konsentrat diberikan dengan frekuensi 3 kali dalam sehari yaitu pada pagi hari (pukul 06.00), siang hari (pukul 12.00), malam hari (pukul 18.00). Pemberian rumput kolonjono diberikan dengan frekuensi 3 kali sehari yaitu pada pagi hari (pukul 08.00), siang hari (pukul 14.00) dan malam hari (pukul 20.00).


(33)

Pengumpulan Data

- Bobot potong diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah dipuasakan

- Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor dan kulit

- Persentase bobot karkas diperoleh dengan cara membagikan bobot karkas dengan bobot potong dikali 100 %

- Bobot kaki depan diperoleh dengan cara melepaskan pergelangan kaki dan pangkal paha yang dipotong dari batas lengan sampai pergelangan

- Persentase bobot dada dan leher diperoleh dengan cara dipotong pada pangkal leher dan dipisahkan dari pinggang dengan membuat potongan antara tulang rusuk terahir

- Persentase pinggang diperoleh dengan cara dipotong dari tulang rusuk terahir sampai pangkal tulang duduk

- Persentase bobot kaki belakang diperoleh dengan cara dipotong pada sendi antara tulang batas pangkal paha hingga pergelangan.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot potong kelinci

Bobot potong diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah dipuasakan selama 10 jam. Data rataan bobot potong kelinci rex jantan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan bobot potong kelinci rex jantan selama penelitian (g/ekor).

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 1755 2006 1880,50 + 125,50 SFP1PK1 1725 2122 1923,50 + 198,50 SFP1PK2 1900 2101 2000,50 + 100,50 SFP2PK0 1869 2101 1985,00 + 116,00 SFP2PK1 1983 2157 2070,00 + 87,00 SFP2PK2 1945 2083 2014,00 + 69,00

Rataan 1978,90 + 137,73

Dari tabel 3. Di atas dapat dilihat rataan bobot potong tertinggi selama penelitian ada pada perlakuan SPF2PK1 yaitu sebesar 2070 + 87 g/ekor dan yang terendah pada perlakuan SFP1PK0 yaitu sebesar 1880,5 + 125,5 g/ekor.

Untuk mengetahui pengaruh sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi terhadap bobot potong selama penelitian maka dilakukan analisis ragam seperti yang tertera pada tabel 4.

Tabel 4. Analisis ragam bobot potong kelinci rex jantan

SK DB JK KT F.Hit F. Tabel 0,05 0,01 Kelompok 1 161704,09 161704,09 39,68** 6,61 16,26 Perlakuan 5 45573,42 9114,69 2,23tn 5,05 10,97 Perl. SFP 1 23320,09 23320,09 5,72tn 6,61 16,26 Perl. PK 2 13008,67 6504,33 1,59tn 5,79 13,27 Galat 5 20373,42 4074,68

Total 11 227650,92 Keterangan: **= sangat nyata, tn= tidak nyata


(35)

Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa pengaruh kelompok bobot badan pada penelitian ini berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong. Pengaruh kelompok pada penelitian ini disebabkan adanya selisih bobot badan yang cukup besar antar kelompok, hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah anak perkelahiran pada setiap induk kelinci sehingga menyebabkan bobot badan anak kelinci akan sangat berbeda. Semakin banyak anak perkelahiran maka bobot badan anak kelinci akan semakin kecil. Semakin besar bobot sapih anak kelinci maka semakin besar pula bobot potong anak kelinci tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Muryanto dan Prawirodigdo (1993) yang menyatakan bobot potong merupakan bobot hidup akhir seekor ternak sebelum dipotong/disembelih. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh.

Pemuasaan yang dilakukan terlalu lama juga dapat menurunkan bobot potong dan karkas. Hal ini disebabkan pemuasaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa bobot potong adalah hasil penimbangan setelah ternak dipuasakan selama 6-10 jam. Tujuan dari pemuasaan adalah untuk mengosongkan usus sehingga kulit dan otot-ototnya menjadi lemas karena peningkatan penggunaan glikogen akan menentukan besarnya persentase karkas.

Bobot karkas kelinci

Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas


(36)

pangkal leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor dan kulit yang dihitung dalam gram. Dari hasil penelitian diperoleh rataan bobot karkas kelinci rex jantan pada Tabel 5.

Table 5. Rataan Bobot Karkas Kelinci Rex jantan selama penelitian (gr/ekor)

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 874 1125 999,50 + 125,50 SFP1PK1 844 1241 1042,50 + 198,50 SFP1PK2 1019 1220 1119,50 + 100,50 SFP2PK0 988 1220 1104,00 + 116,00 SFP2PK1 1102 1276 2378,00 + 87,00 SFP2PK2 1028 1166 1097,00 + 69,00

Rataan 1290,08 + 136,86

Dari Tabel 5. Diatas dapat kita lihat rataan bobot karkas tertinggi terdapat pada perlakuaan SFP2PK1 yaitu sebesar 2378,00 + 87,00 dan rataan yang terendah pada perlakuan SFP1PK0 yaitu sebesar 999,50 + 125,50.

Untuk mengetahui pengaruh sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi terhadap bobot karkas selama penelitian maka dilakukan analisis ragam seperti yang tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Analisis ragam bobot karkas kelinci rex jantan

SK DB JK KT F.Hit F.Tabel 0.05 0,01 Kelompok 1 161704,10 161704,10 39,68** 6,61 16,26 Perlakuan 5 42681,42 8536,28 2,09tn 5,05 10,97 Perl. SFP 1 17404,08 17404,08 4,27tn 6,61 16,26 Perl. PK 2 9792,67 4896,33 1,20tn 5,79 13,27 Galat 5 20373,42 4074,68

Total 11 224758,90 Keterangan: **= sangat nyata, tn= tidak nyata

Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa pengaruh kelompok pada penelitian ini berpengaruh sangat nyata terhadap bobot karkas. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula. Hal ini didukung oleh


(37)

pendapat Sarwono (2001) yang menyatakan bahwa besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong, selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki bentuk badan bulat, berdada lebar, padat dan singset menunjukkan keadaan fisik yang prima dan bertenaga kuat. Bentuk badan yang kuat mencerminkan kandungan dagingnya banyak dan merupakan penghasil karkas yang baik.

Persentase Bobot Karkas Kelinci

Menurut Kartadisastra (1998), persentase bobot karkas diperoleh dengan cara membagikan bobot karkas dengan bobot potong dikali 100 %. Data rataan persentase karkas kelinci rex jantan dapat dilihat pada tabel 7.

Table 7. Rataan Persentase Bobot Karkas Kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor)

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 49,80 56,08 52,94 + 3,14 SFP1PK1 48,93 58,48 53,70 + 4,77 SFP1PK2 53,63 58,07 55,85 + 2,22 SFP2PK0 52,86 58,07 55,46 + 2,60 SFP2PK1 55,57 59,16 57,36 + 1,79 SFP2PK2 52,85 55,98 54,41 + 1,56

Rataan 54,95 + 3,23

Dari Tabel 7. Diatas dapat kita lihat rataan bobot karkas tertinggi terdapat pada perlakuaan SFP2PK1 yaitu sebesar 57,36 + 1,79 dan rataan yang terendah pada perlakuan SFP1PK0 yaitu sebesar 52,94 + 3,14.

Untuk mengetahui pengaruh sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi terhadap bobot potong selama penelitian maka dilakukan analisis ragam seperti yang tertera pada tabel 8.


(38)

Tabel 8. Analisisa keragaman persentase bobot karkas kelinci rex jantan SK DB JK KT F.Hit F.Tabel

0.05 0,01 Kelompok 1 86,40 86,40 31,56** 6,61 16,26 Perlakuan 5 25,57 5,11 1,87tn 5,05 10,97 Perl. SFP 1 7,52 7,52 2,74tn 6,61 16,26 Perl. PK 2 3,73 1,87 0,68tn 5,79 13,27 Galat 5 13,69 2,73

Total 11 125,65 Keterangan: **= sangat nyata, tn= tidak nyata

Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa pengaruh kelompok pada penelitian ini berpengaruh sangat nyata terhadap persentase bobot karkas. Bobot karkas yang tinggi akan menghasilkan persentase bobot karkas yang tinggi pula. Hal ini didukung oleh pendapat Muryanto dkk (1993) dan kartadisastra (1998) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh. Besar persentase bobot karkas tersebut sangat tergantung pada besar tubuh kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, kesehatan ternak dan perlakuan sebelum dipotong. Persentase karkas yang dihasilkan sangat tergantung pada besar tubuh kelinci, dan sebagai patokan, besar karkas kelinci yang baik sharusnya berkisar antara 40 % - 52 % dari berat potongnya.

Bobot Kaki Depan

Bobot Kaki Depan diperoleh dengan cara melepaskan pergelangan kaki dan pangkal paha yang dipotong dari batas lengan sampai pergelangan. Rataan bobot kaki depan dapat dilihat pada Tabel 9.


(39)

Tabel 9. Rataan Bobot Kaki Depan Kelinci Rex Jantan

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 132 169 150,50 + 18,50 SFP1PK1 127 187 157,00 + 30,00 SFP1PK2 154 184 169,00 + 15,00 SFP2PK0 149 184 166,50 + 17,50 SFP2PK1 166 192 179,00 + 13,00 SFP2PK2 160 181 170,50 + 10,50

Rataan 165,41 + 20,70

Dari Tabel 9. Diatas dapat kita lihat rataan bobot Kaki depan tertinggi terdapat pada perlakuaan SFP2PK1 yaitu sebesar 179,00 + 13,00 dan rataan yang terendah pada perlakuan SFP1PK0 yaitu 150,00 + 18,50.

Untuk mengetahui pengaruh sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi terhadap bobot Kaki Depan selama penelitian, maka dilakukan analisisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisisa keragaman bobot kaki depan kelinci rex jantan

SK DB JK KT F.Hit F.Tabel 0,05 0,01 Kelompok 1 3640,08 3640,08 39,10** 6,61 16,26 Perlakuan 5 1035,41 207,08 2,22tn 5,05 10,97 Perl. SFP 1 520,08 520,08 5,58tn 6,61 16,26 Perl. PK 2 293,16 146,58 1,57tn 5,79 13,27 Galat 5 465,41 93,08

Total 11 5140,91 Keterangan: **= sangat nyata, tn= tidak nyata

Berdasarkan hasil analisis ragam pada tabel 10. diatas diketahui bahwa pengaruh kelompok terhadap bobot kaki depan memberikan pengaruh yang sangat nyata, pada penelitian ini bobot kaki depan adalah bagian potongan komersial yang terkecil rataannya yaitu sebesar 165,41. Semakin besar bobot potong maka semakin besar pula bobot komersial.


(40)

Bobot Dada Leher

Bobot dada-leher diperoleh dengan cara dipotong pada pangkal leher dan dipisahkan dari pinggang dengan membuat potongan antara tulang rusuk terahir. Rataan bobot dada-leher dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Bobot dada-leher Kelinci Rex Jantan

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 176 226 201,00 + 25,00 SFP1PK1 170 249 209,50 + 39,50 SFP1PK2 205 245 225,00 + 20,00 SFP2PK0 199 245 222,00 + 23,00 SFP2PK1 221 256 238,50 + 17,50 SFP2PK2 214 241 227,50 + 13,50

Rataan 220,58 + 27,38

Dari Tabel 11. Dari rataan bobot dada-leher diatas dapat kita melihat bahwa rataan bobot dada-leher yang tertinggi terdapat pada perlakuan SFP2PK1 yaitu sebesar 238,50 + 17,50 dan rataan yang terendah terdapat pada perlakuan SFP1PK0 201,00 + 25,00.

Untuk mengetahui pengaruh sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi terhadap bobot dada-leher selama penelitian, maka dilakukan analisisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 12.

Tabel 12. Analisisa keragaman bobot dada-leher kelinci rex jantan

SK DB JK KT F.Hit F.Tabel 0,05 0,01 Kelompok 1 6394,08 6394,08 39,40** 6,61 16,26 Perlakuan 5 1793,41 358,68 2,21tn 5,05 10,97 Perl. SFP 1 918,75 918,75 5,66tn 6,61 16,26 Perl. PK 2 505,16 252,58 1,55tn 5,79 13,27 Galat 5 811,41 162,28

Total 11 8998,91` Keterangan: **= sangat nyata, tn= tidak nyata


(41)

Berdasarkan hasil analisis ragam pada tabel 12. diatas diketahui bahwa pengaruh kelompok terhadap bobot dada-leher memberikan pengaruh yang sangat nyata, potongan komersial kelinci sangat dipengaruhi oleh bobot potong ternak kelinci tersebut, semakin besar bobot kelinci tersebut maka semakin besar pula bobot dada-leher yang akan didapat. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (2001) yang menyatakan bahwa besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong, selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki bentuk badan bulat, berdada lebar, padat dan singset menunjukkan keadaan fisik yang prima dan bertenaga kuat.

Bobot Pinggang

Bobot pinggang diperoleh dengan cara dipotong dari tulang rusuk terahir sampai pangkal tulang duduk. Rataan bobot pinggang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rataan Bobot pinggang Kelinci Rex Jantan

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 303 391 374,00 + 44,00 SFP1PK1 293 432 362,50 + 69,50 SFP1PK2 354 424 389,00 + 35,00 SFP2PK0 343 424 383,50 + 40,50 SFP2PK1 383 444 413,50 + 30,50 SFP2PK2 334 382 358,00 + 24,00

Rataan 380,08 + 48,50

Dari tabel 13 diatas dapat kita lihat bahwa rataan bobot pinggang yang tertinggi terdapat pada perlakuaan SFP2PK1 yaitu sebesar 413,50 + 30,50 dan yang terendah terdapat pada perlakuaan SFP1PK0 yaitu sebesar 374,00 + 44,00.


(42)

Untuk mengetahui pengaruh sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi terhadap bobot pinggang selama penelitian, maka dilakukan analisisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 14.

Tabel 14. Analisisa keragaman bobot pinggang kelinci rex jantan

SK DB JK KT F.Hit F.Tabel 0,05 0,01 Kelompok 1 19764,08 19764,08 39,34** 6,61 16,26 Perlakuan 5 5955,41 1191,08 2,37tn 5,05 10,97 Perl. SFP 1 1064,08 1064,08 2,11tn 6,61 16,26 Perl. PK 2 1061,16 530,58 1,05tn 5,79 13,27 Galat 5 2511,41 502,28

Total 11 28230,92 Keterangan: **= sangat nyata, tn= tidak nyata

Berdasarkan hasil analisis ragam pada tabel 14. diatas diketahui bahwa pengaruh kelompok terhadap bobot pinggang memberikan pengaruh yang sangat nyata, Dari tabel tersebut bahwa rataan bobot pinggang sebesar 380,08 + 48,50 hal ini menunjukkan bahwa potongan komersial pinggang merupakan salah satu bagian tubuh yang banyak mengandung daging. Hal ini disebabkan karena punggung merupakan bagain tubuh dari kelinci yang merupakaan penyeimbang atau dengan kata lain melakukan aktifitas yang bagai manapun pinggang akan turut berkontraksi karena pinggang merupakan bagian penghubung dari keseluruhan tubuh ternak, sehingga daging pada bagian ini lebih banyak dan kasar.

Bobot Kaki Belakang

Bobot Kaki Belakang diperoleh dengan cara dipotong pada sendi antara tulang batas pangkal paha hingga pergelangan Hasil rataan bobot kaki belakang dapat dilihat pada Tabel 15.


(43)

Tabel 15. Rataan Bobot Kaki Belakang Kelinci Rex Jantan Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 263 338 300,50 + 37,50 SFP1PK1 254 373 313,50 + 59,50 SFP1PK2 307 367 337,00 + 30,00 SFP2PK0 297 367 332,00 + 35,00 SFP2PK1 332 384 358,00 + 26,00 SFP2PK2 320 362 341,00 + 21,00

Rataan 330,33 + 41,40

Dari Tabel 15. Dari rataan bobot kaki belakang tersebut dapat kita lihat bahwa rataan bobot kaki belakang yang tertinggi terdapat pada perlakuan SFP2PK1 yaitu sebesar 358,00 + 26,00 dan rataan bobot yang terendah terdapat pada perlakuaan SFP1PK0 yaitu sebesar 300,50 + 37,50.

Untuk mengetahui pengaruh sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi terhadap bobot kaki belakang selama penelitian, maka dilakukan analisisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 16.

Tabel 16. Analisisa keragaman bobot kaki belakang kelinci rex jantan SK DB JK KT F.Hit F.Tabel

0,05 0,01 Kelompok 1 14560,33 14560,33 40,07** 6,61 16,26 Perlakuan 5 4199,66 839,93 2,31tn 5,05 10,97 Perl. SFP 1 2133,33 2133,33 5,87tn 6,61 16,26 Perl. PK 2 1211,16 605,58 1,66tn 5,79 13,27 Galat 5 1816,66 363,33

Total 11 20576,67 Keterangan: **= sangat nyata, tn= tidak nyata

Berdasarkan hasil analisis ragam pada tabel 16. diatas diketahui bahwa pengaruh kelompok terhadap bobot kaki belakang memberikan pengaruh yang sangat nyata, pada penelitian ini bobot kaki belakang adalah bagian potongan komersial yang terbesar kedua rataannya setelah bobot pinggang yaitu sebesar 330,33. Semakain besar bobot potong maka semakin besar pula bobot komersial. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan


(44)

bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Herman (1983) yang menyatakan bahwa potongan komersial kelinci sangat dipengaruhi oleh bobot potongnya

Rekapitulasi hasil penelitian

Untuk melihat hasil penelitian yang dilakukan terhadap bobot potong, bobot karkas, Persentase bobot karkas, bobot kaki depan, bobot dada leher, bobot pinggang, bobot kaki belakang kelinci maka dilakukan rekapitulasi yang dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17. Rekapitulasi hasil penelitian efektifitas bentuk sifat fisik ransum yang mengandung pod kakao fermentasi Aspergillus niger terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas, bobot kaki depan, bobot dada leher, bobot pinggang, bobot kaki belakang.

Perlakuan BP BK % BK BKD BDL BPi BKB SFP1PK0 1880,50A 999,50A 52,94A 150,50A 201,00A 374,00A 300,50A SFP1PK1 1923,50A 1042,50A 53,70A 157,00A 209,50A 362,50A 313,50A SFP1PK2 2000,50A 1119,50A 55,85A 169,00A 225,00A 389,00A 337,00A SFP2PK0 1985,00A 1104,00A 55,46A 166,50A 222,00A 383,50A 332,00A SFP2PK1 2070,00A 2378,00A 57,36A 179,00A 238,50A 413,50A 358,00A SFP2PK2 2014,00A 1097,00A 54,41A 170,50A 227,50A 358,00A 341,00A Keterangan:

- BP : Bobot Potong - BK : Bobot Karkas

- % BK : Persentase Bobot Karkas - BKD : Bobot Kaki Depan - BDL : Bobot Dada Leher - BPi : Bobot Pinggang - BKB : Bobot kaki Belakang

Dari tabel 17 diatas dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan ransum berpengaruh tidak nyata terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas, bobot kaki depan, bobot dada leher, bobot pinggang dan bobot kaki belakang. Hal ini dikarenakan perbedaan bobot badan antar kelompok sangat besar yakni sebesar 250 gr yang mengakibatkan perlakuan yang diberikan tidak


(45)

memberikan efek yang begitu nyata pada setiap perlakuan, tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata pada tiap kelompok, hal ini dikarenakan perbedaan bobot badan antar kelompok sangat besar yakni sebesar 250 gr.

Besar kecilnya potongan pada setiap irisan komersial tergantung pada besarnya bobot karkasnya semakin besar bobot karkasnya maka semakin besarpula setiap bagian potongan komersialnya, potongan komersial kelinci sangat dipengaruhi oleh bobot potong ternak kelinci tersebut, semakin besar bobot kelinci tersebut maka semakin besar pula bobot yang akan didapat. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (2001) yang menyatakan bahwa besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong, selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki bentuk badan bulat, berdada lebar, padat dan singset menunjukkan keadaan fisik yang prima dan bertenaga kuat.


(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan bentuk sifat fisik ransum (pellet dan mash) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan irisan komersial pada penelitian ini. Perbedaan bobot badan antar kelompok yang sangat tinggi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap parameter penelitian.

Saran

Disarankan penggunaan kelinci yang mempunyai bobot badan yang tidak terlalu tinggi antar kelompoknya supaya perngaruh ransum dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan irisan komersial pada penelitian ini. Penggunaan pod kakao fermentasi pada penelitian ini dapat mencapai level 10 % untuk digunakan dalam campuran ransum.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1996. Beternak Kelinci Lepas Sapih, Kanisius, Yogyakarta.

Amirroenas D. E., 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet Dengan Bahan Serat Biomasa Pod Kako (Theobroma cacao L,) Untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Thesis. Sekolah Paska Sarjana, Institute Pertanian Bogor, Bogor. Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. Areghoere, E. M., 2000. Crop Residues and Agroindustrial by Product In Four

Pasific Island Countries: Availability, Utilization and Podential Value In Ruminant Nutrition. Asian-Aust. J. of Anin. Sci. 13 (Supplemen B): 266-269.

Cowan, F. T., 1984. Manual For Identification Medical Bacteria. Cambridge University Press. London, England.

Fardiaz, S., 1988. Fisiologi Fermentasi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas. IPB, Bogor.

Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas. IPB, Bogor.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.

Herman, R. M. Duldjaman dan N. Sugana., 1983. Irisan Komersil Karkas Kelinci dan Proporsi Dagingnya. Media Peternakan.

Kartadisastra, H. R., 1994. Kelinci Unggul. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Kartadisastra, H. R., 1997. Beternak Kelinci. Kanisius, Yogyakarta.

Kartadisastra, H. R., 1998. Ternak Kelinci dan Teknologi Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.

Laconi, E. B., 1998. Peningkatan Kualitas Kakao Melalui Amoniasi Dengan Urea dan Biofermentasi Dengan Phanerochaete Chrysosporium serta Penjabarannya Dalam Formula Ransum Ruminansia. Disertasi. Program Pacasarjana institut Pertanian Bogor, bogor.

Lehninger, W. W., 1991. Dasar-dasar Biokomia. Erlangga, Jakarta.

Manshur, F. 2009. Kelinci-pemeliharaan Secara Ilmiah, Tepat dan Terpadu. Nuansa . Bandung.


(48)

Masanto, R dan Agus., A. 2010. Beternak Kelinci Podong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muryanto dan S. Prawirodigdo., 1993. Pengaruh Jenis Kelamin dan Bobot Potong Terhadap Persentase Karkas dan Non-karkas Pada Kelinci Rex. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu 1:33-38.

Nasrullah dan A. Ella, 1993. Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai Sumber Pakan Ternak di Sulawesi Slatan. Makalah. Ujung Pandang.

Prihatman, K., 2000. Budidaya Ternak Kelinci. http//www.Ristek.go.id. (18 Februari 2012).

Rans., 2004. Kelinci. Warintek Progressio. http//www.Progressio.or.id. (18 Februari 2012).

Ranchman, A., 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Direktorat jendral Penerangan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Rasidi. 2002. 302 Formula Pakan Lokal Alternatif Untuk Unggas. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Sarwono, B., 2001.Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sitorus, P., S. Sastrodiharjo, Y. C. Rahardjo, I. G. Putu, A. Nurhadi, Santosa, B. Sudaryani., 1982. Laporan Budidaya Peternakan Kelincibdi Jawa, Puslitbangnat, Deptan.

Soeparno, 1994. Ilmu dann teknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sumoprastowo, R. M. CDA., 1989.Beternak Kelinci Idaman, Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Suriaatmadja, M. 1980. Beternak Kelinci di Pekarangan untuk Perbaikan Gizi Keluarga. Ed Sebtember 1980, No 4/Tahun I. Darmais.

Tequia, A., H. N. L. Endeley and A. C Beynen., 2004. Broiler Performance Upon Dietary Subsitituion Of Cocoa Husks For Maize. Int. J. Poult. Sci. 3:779-782.

Winarno, F. G., Fardiaz dan Srikandi., 1990. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa, Bandung.


(49)

Lampiran 1. Skema perbanyakan dan pembiakan Aspergillus niger

Dicampur dengan aquades sebanyak 1,5 liter didalam beaker glass yang steril

Disiapkan media PDA sebanyak 60 gr

Dipanaskan hingga mendidih menggunakan Hot Plade dan diaduk hingga merata

Disterilisasi menggunakan autoclave pada susu 1210 C dengan tekanan 1 atmosfer selama 15 menit

Didinginkan hingga suhu 450-500 C

Dituangkan pada 150 tabung reaksi masing-masing sebanyak 10 ml

Aspergillus niger ditanam dengan menggoreskan pada media PDA menggunakan kawat ose

Ditutup tabung reaksi dengan kapas steril

Disimpan pada suhu 280 C hingga terbentuk hifa/miselium antara 2-3 hari

Ditambah 10 ml aquades steril pada setiap tabung reaksi yang telah terbentuk hifa Aspergillus niger


(50)

Dipanen menggunakan kawat osekemudian tuangkan larutan aquades yang telah mengandung hifa kedalam beker glass

Disiapkan media tepung jagung sebanyak 3 kg sebagai media padat untuk pembiakan aspergillus niger

Dituangkan larutan aspergillus niger kedalam media tepung jagung yang sudah steril

Dituangkan pada 150 tabung reaksi masing-masing sebanyak 10 ml

Disimpan pada suhu 280 C hingga terbentuk hifa/miselium didalam tepung jagung antara 3-5 hari


(51)

Lampiran 2. Skema pengolahan pod kakao fermentasi Aspergillus niger

Disiapkan pod kakao sebanyak 300 kg

Dikeringkan dalam oven selama 12 jam dengan suhu 700 C hingga bahan kering pod kakao menjadi 20%

Digiling menggunakan grinder hingga menjadi tepung pod kakao (tepung pod kakao= 60 kg)

Disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 1210 C dengan tekanan 1 atmosfer selama 15 menit

Ditambahkan air sebanyak 10 liter hingga kelembabannya menjadi 60 %

Ditebarkan Aspergillus niger dalam bentuk media padat sebanyak 3 kg (5% dari total tepung pod kakao yang digunakan) dan diaduk hingga rata

Diinkubasi selama 2 minngu

Dikeringkan hingga bahan kering tepung pod kakao menjadi 20 %


(52)

Lampiran 3. Skema pembuatan paka bentuk pellet

Bahan baku digiling hingga menjadi tepung denga mesin grinder Bahan Baku

Ditimbang menurut formula yang sudah ditetapkan

Diaduk hingga merata ditempat pengadukan

Ditambahkan air kedalam molasses dengan perbandingan air dengan molasses 1:5 kemudian aduk hingga merata

Diaduk kembali hingga bahan cair tercampur rata dalam bahan

Bahan baku berbentuk adonan dengan kebasahan 60%

Adonan dimasukkan kealat pencetak pellet

Dihasilkan pellet ukuran 3-5mm

Pellet dioven selama 12 jam dengan temperature 500 C dan pellet


(53)

Lampiran 4. Formulasi ransum kelinci ke-1 (P0) selama 8 minggu penelitian

NAMA

BAHAN (%) Bahan

KOMPOSISI BAHAN PAKAN FORMULA RANSUM

Harga/

Kg PK (%) EM SK (%) LK (%)

Ca (%)

P (%)

Harga/

Kg PK (%) EM

SK (%)

LK (%)

Ca (%)

P (%) T.jagung 42 3500 8,6 3370 2 3,9 0,02 0,8 1.470 3,612 1415,4 0,84 1,64 0,008 0,34 T.ikan 10 6000 55 2970 1 9 7,7 3,9 600 5,5 297 0,1 0,9 0,77 0,39 B.kedelai 7 7000 45 2240 6 0,9 0,32 0,67 490 3,15 156,8 0,42 0,06 0,022 0,05 B.Kelapa 3,5 3500 21 1540 15 1,8 0,2 0,6 123 0,735 53,9 0,53 0,06 0,777 0,02 Dedak 16,4 2000 13 1630 12 13 0,12 1,5 328 2,132 267,32 1,97 2,13 0,02 0,25 Bis 15,4 2000 16 2810 15 6,49 0,56 0,84 308 2,464 432,74 2,31 1 0,086 0,13


(54)

Pod kakao F 0 1000 12,89 1768 21,5 2,96 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Top mix 0,7 8000 0 0 0 0 12 0 56 0 0 0 0 0,084 0 M. nabati 0,5 12000 0 8800 0 0 0 0 60 0 44 0 0 0 0 Molasses 4 2000 5 2330 0,38 0,08 1 0,1 80 0,2 93,2 0,02 0 0,04 0


(55)

Lampiran 5. Formulasi ransum kelinci ke-2 (P1) selama 8 minggu penelitian

NAMA

BAHAN (%) Bahan

KOMPOSISI BAHAN PAKAN FORMULA RANSUM

Harga/

Kg PK (%) EM SK (%) LK (%)

Ca (%)

P (%)

Harga/

Kg PK (%) EM

SK (%)

LK (%)

Ca (%)

P (%) T.jagung 40 3500 8,6 3370 2 3,9 0,02 0,8 1.400 3,44 1381 0,8 1,56 0,008 0,32 T.ikan 10 6000 55 2970 1 9 7,7 3,9 600 5,5 297 0,1 0,9 0,77 0,39 B.kedelai 6,5 7000 45 2240 6 0,9 0,32 0,67 455 2,925 145,6 0,39 0,06 0,021 0,04 B.Kelapa 3,5 3500 21 1540 15 1,8 0,2 0,6 123 0,735 53,9 0,53 0,06 0,007 0,02 Dedak 14,5 2000 13 1630 12 13 0,12 1,5 290 1,885 236,35 1,74 1,89 0,017 0,22 Bis 15 2000 16 2810 15 6,49 0,56 0,84 300 2,4 421,5 2,25 0,97 0,084 0,13


(56)

Pod kakao F 5 1000 12,89 1768 21,5 2,96 0 0 50 0,645 88,3932 1,08 0,15 0 0 Top mix 0,5 8000 0 0 0 0 12 0 40 0 0 0 0 0,06 0 M. nabati 0,5 12000 0 8800 0 0 0 0 60 0 44 0 0 0 0 Molasses 4 2000 5 2330 0,38 0,08 1 0,1 80 0,2 93,2 0,02 0 0,04 0


(57)

Lampiran 6. Formulasi ransum kelinci ke-3 (P2) selama 8 minggu penelitian

NAMA

BAHAN (%)

KOMPOSISI BAHAN PAKAN FORMULA RANSUM

Harga/

Kg PK (%) EM SK (%) LK (%)

Ca (%)

P (%)

Harga/

Kg PK (%) EM

SK (%)

LK (%)

Ca (%)

P (%) T.jagung 39 3500 8,6 3370 2 3,9 0,02 0,8 1365 3,354 1314,3 0,78 1,52 0,008 0,31 T.ikan 9,5 6000 55 2970 1 9 7,7 3,9 570 5,225 282,15 0,1 0,86 0,732 0,37 B.kedelai 6 7000 45 2240 6 0,9 0,32 0,67 420 2,7 134,4 0,36 0,05 0,019 0,04 B.Kelapa 3,5 3500 21 1540 15 1,8 0,2 0,6 123 0,735 53,9 0,53 0,06 0,007 0,02 Dedak 12,5 2000 13 1630 12 13 0,12 1,5 250 1,625 203,75 1,5 1,63 0,015 0,19 Bis 14 2000 16 2810 15 6,49 0,56 0,84 280 2,24 393,4 2,1 0,91 0,078 0,12

Kapur 0,5 400 0 0 0 0 38 0 2 0 0 0 0 0,19 0

Pod kakao F 10 1000 12,89 1768 21,5 2,96 0 0 100 1,289 176,786 2,15 0,3 0 0 Top mix 0,5 8000 0 0 0 0 12 0 40 0 0 0 0 0,06 0


(58)

M. nabati 0,5 12000 0 8800 0 0 0 0 60 0 44 0 0 0 0 Molasses 4 2000 5 2330 0,38 0,08 1 0,1 80 0,2 93,2 0,02 0 0,04 0


(59)

Lampiran 7. Data bobot karkas kelinci selama 8 minggu penelitian

Perlakuan BAk BP BK PBK(%) BKD BDL BPi BKB SFP1PK0 1787 1755 874 49,8 132 176 303 263 SFP1PK1 1744 1725 844 48,93 127 170 293 254 SFP1PK2 1924 1900 1019 53,63 154 205 354 307 SFP2PK0 1899 1869 988 52,86 149 199 345 297 SFP2PK1 1998 1983 1102 55,57 166 221 383 332 SFP2PK2 1968 1945 1028 52,85 160 214 334 320 SFP1PK0 2041 2006 1125 56,08 169 226 391 338 SFP1PK1 2142 2122 1241 58,48 187 249 432 373 SFP1PK2 2129 2101 1220 58,07 184 245 424 367 SFP2PK0 2132 2101 1220 58,07 184 245 424 367 SFP2PK1 2173 2157 1276 59,16 192 256 444 384 SFP2PK2 2108 2083 1166 55,98 181 241 382 362 Keterangan:

- BAk : Bobot Akhir - BP : Bobot Potong - BK : Bobot Karkas

- PBK : Persentase Bobot Karkas - BKD : Bobot Kaki Depan - BDL : Bobot Dada Leher - BPi : Bobot Pinggang - BKB : Bobot kaki Belakang


(60)

Lampiran 8. Rataan bobot potong kelinci selama 8 minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 1755 2006 1880,50 + 125,50 SFP1PK1 1725 2122 1923,50 + 198,50 SFP1PK2 1900 2101 2000,50 + 100,50 SFP2PK0 1869 2101 1985,00 + 116,00 SFP2PK1 1983 2157 2070,00 + 87,00 SFP2PK2 1945 2083 2014,00 + 69,00

Rataan 1978,90 + 137,73

Lampiran 9. Rataan bobot karkas kelinci selama8minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 874 1125 999,50 + 125,50 SFP1PK1 844 1241 1042,50 + 198,50 SFP1PK2 1019 1220 1119,50 + 100,50 SFP2PK0 988 1220 1104,00 + 116,00 SFP2PK1 1102 1276 2378,00 + 87,00 SFP2PK2 1028 1166 1097,00 + 69,00

Rataan 1290,08 + 136,86

Lampiran10. Rataan persentase bobot karkas kelinci selama 8minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 49,80 56,08 52,94 + 3,14 SFP1PK1 48,93 58,48 53,70 + 4,77 SFP1PK2 53,63 58,07 55,85 + 2,22 SFP2PK0 52,86 58,07 55,46 + 2,60 SFP2PK1 55,57 59,16 57,36 + 1,79 SFP2PK2 52,85 55,98 54,41 + 1,56

Rataan 54,95 + 3,23

Lampiran11. Rataan bobot kaki depan kelinci selama 8minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 132 169 150,50 + 18,50 SFP1PK1 127 187 157,00 + 30,00 SFP1PK2 154 184 169,00 + 15,00 SFP2PK0 149 184 166,50 + 17,50 SFP2PK1 166 192 179,00 + 13,00 SFP2PK2 160 181 170,50 + 10,50


(61)

Lampiran 12. Rataan bobot dada-leher kelinci selama 8minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 176 226 201,00 + 25,00 SFP1PK1 170 249 209,50 + 39,50 SFP1PK2 205 245 225,00 + 20,00 SFP2PK0 199 245 222,00 + 23,00 SFP2PK1 221 256 238,50 + 17,50 SFP2PK2 214 241 227,50 + 13,50

Rataan 220,58 + 27,38

Lampiran13. Rataan bobot pinggang kelinci selama 8minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 303 391 374,00 + 44,00 SFP1PK1 293 432 362,50 + 69,50 SFP1PK2 354 424 389,00 + 35,00 SFP2PK0 343 424 383,50 + 40,50 SFP2PK1 383 444 413,50 + 30,50 SFP2PK2 334 382 358,00 + 24,00

Rataan 380,08 + 48,50

Lampiran 14. Rataan bobot kaki belakang kelinci selama 8minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 263 338 300,50 + 37,50 SFP1PK1 254 373 313,50 + 59,50 SFP1PK2 307 367 337,00 + 30,00 SFP2PK0 297 367 332,00 + 35,00 SFP2PK1 332 384 358,00 + 26,00 SFP2PK2 320 362 341,00 + 21,00


(1)

Pod kakao F 5 1000 12,89 1768 21,5 2,96 0 0 50 0,645 88,3932 1,08 0,15 0 0

Top mix 0,5 8000 0 0 0 0 12 0 40 0 0 0 0 0,06 0

M. nabati 0,5 12000 0 8800 0 0 0 0 60 0 44 0 0 0 0

Molasses 4 2000 5 2330 0,38 0,08 1 0,1 80 0,2 93,2 0,02 0 0,04 0


(2)

Lampiran 6. Formulasi ransum kelinci ke-3 (P2) selama 8 minggu penelitian

NAMA

BAHAN (%)

KOMPOSISI BAHAN PAKAN FORMULA RANSUM

Harga/

Kg PK (%) EM SK (%) LK (%)

Ca (%)

P (%)

Harga/

Kg PK (%) EM

SK (%)

LK (%)

Ca (%)

P (%) T.jagung 39 3500 8,6 3370 2 3,9 0,02 0,8 1365 3,354 1314,3 0,78 1,52 0,008 0,31

T.ikan 9,5 6000 55 2970 1 9 7,7 3,9 570 5,225 282,15 0,1 0,86 0,732 0,37

B.kedelai 6 7000 45 2240 6 0,9 0,32 0,67 420 2,7 134,4 0,36 0,05 0,019 0,04 B.Kelapa 3,5 3500 21 1540 15 1,8 0,2 0,6 123 0,735 53,9 0,53 0,06 0,007 0,02 Dedak 12,5 2000 13 1630 12 13 0,12 1,5 250 1,625 203,75 1,5 1,63 0,015 0,19

Bis 14 2000 16 2810 15 6,49 0,56 0,84 280 2,24 393,4 2,1 0,91 0,078 0,12

Kapur 0,5 400 0 0 0 0 38 0 2 0 0 0 0 0,19 0

Pod kakao F 10 1000 12,89 1768 21,5 2,96 0 0 100 1,289 176,786 2,15 0,3 0 0


(3)

M. nabati 0,5 12000 0 8800 0 0 0 0 60 0 44 0 0 0 0

Molasses 4 2000 5 2330 0,38 0,08 1 0,1 80 0,2 93,2 0,02 0 0,04 0


(4)

Lampiran 7. Data bobot karkas kelinci selama 8 minggu penelitian

Perlakuan BAk BP BK PBK(%) BKD BDL BPi BKB SFP1PK0 1787 1755 874 49,8 132 176 303 263 SFP1PK1 1744 1725 844 48,93 127 170 293 254 SFP1PK2 1924 1900 1019 53,63 154 205 354 307 SFP2PK0 1899 1869 988 52,86 149 199 345 297 SFP2PK1 1998 1983 1102 55,57 166 221 383 332 SFP2PK2 1968 1945 1028 52,85 160 214 334 320 SFP1PK0 2041 2006 1125 56,08 169 226 391 338 SFP1PK1 2142 2122 1241 58,48 187 249 432 373 SFP1PK2 2129 2101 1220 58,07 184 245 424 367 SFP2PK0 2132 2101 1220 58,07 184 245 424 367 SFP2PK1 2173 2157 1276 59,16 192 256 444 384 SFP2PK2 2108 2083 1166 55,98 181 241 382 362 Keterangan:

- BAk : Bobot Akhir - BP : Bobot Potong - BK : Bobot Karkas

- PBK : Persentase Bobot Karkas - BKD : Bobot Kaki Depan - BDL : Bobot Dada Leher - BPi : Bobot Pinggang - BKB : Bobot kaki Belakang


(5)

Lampiran 8. Rataan bobot potong kelinci selama 8 minggu penelitian Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 1755 2006 1880,50 + 125,50

SFP1PK1 1725 2122 1923,50 + 198,50

SFP1PK2 1900 2101 2000,50 + 100,50

SFP2PK0 1869 2101 1985,00 + 116,00

SFP2PK1 1983 2157 2070,00 + 87,00

SFP2PK2 1945 2083 2014,00 + 69,00

Rataan 1978,90 + 137,73

Lampiran 9. Rataan bobot karkas kelinci selama8minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 874 1125 999,50 + 125,50

SFP1PK1 844 1241 1042,50 + 198,50

SFP1PK2 1019 1220 1119,50 + 100,50

SFP2PK0 988 1220 1104,00 + 116,00

SFP2PK1 1102 1276 2378,00 + 87,00

SFP2PK2 1028 1166 1097,00 + 69,00

Rataan 1290,08 + 136,86

Lampiran10. Rataan persentase bobot karkas kelinci selama 8minggu

penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 49,80 56,08 52,94 + 3,14

SFP1PK1 48,93 58,48 53,70 + 4,77

SFP1PK2 53,63 58,07 55,85 + 2,22

SFP2PK0 52,86 58,07 55,46 + 2,60

SFP2PK1 55,57 59,16 57,36 + 1,79

SFP2PK2 52,85 55,98 54,41 + 1,56

Rataan 54,95 + 3,23

Lampiran11. Rataan bobot kaki depan kelinci selama 8minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 132 169 150,50 + 18,50

SFP1PK1 127 187 157,00 + 30,00

SFP1PK2 154 184 169,00 + 15,00

SFP2PK0 149 184 166,50 + 17,50

SFP2PK1 166 192 179,00 + 13,00


(6)

Lampiran 12. Rataan bobot dada-leher kelinci selama 8minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 176 226 201,00 + 25,00

SFP1PK1 170 249 209,50 + 39,50

SFP1PK2 205 245 225,00 + 20,00

SFP2PK0 199 245 222,00 + 23,00

SFP2PK1 221 256 238,50 + 17,50

SFP2PK2 214 241 227,50 + 13,50

Rataan 220,58 + 27,38

Lampiran13. Rataan bobot pinggang kelinci selama 8minggu penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 303 391 374,00 + 44,00

SFP1PK1 293 432 362,50 + 69,50

SFP1PK2 354 424 389,00 + 35,00

SFP2PK0 343 424 383,50 + 40,50

SFP2PK1 383 444 413,50 + 30,50

SFP2PK2 334 382 358,00 + 24,00

Rataan 380,08 + 48,50

Lampiran 14. Rataan bobot kaki belakang kelinci selama 8minggu

penelitian

Perlakuan

Kelompok

Rataan + Sd

3 4

SFP1PK0 263 338 300,50 + 37,50

SFP1PK1 254 373 313,50 + 59,50

SFP1PK2 307 367 337,00 + 30,00

SFP2PK0 297 367 332,00 + 35,00

SFP2PK1 332 384 358,00 + 26,00

SFP2PK2 320 362 341,00 + 21,00