Tinjauan Pustaka LANDASAN TEORI

commit to user 7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Karet a. Deskripsi Tanaman Karet Tanaman karet dikenal mulai abad ke-18, yaitu ketika Freasneau mengarang buku tentang karet yang digunakan di Amerika Selatan. Tanaman karet Hevea bra siliensis termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, keluarga Euphorbiaceae, dan genus Hevea Andayani, 2008. Tanaman karet tumbuh dengan baik pada daerah yang beriklim tropis. Suhu lingkungan untuk tanaman karet rata-rata 25-30 C. Pada ketinggian antara 1 600 mdpl, curah hujan rata-rata 2000 2500 mmtahun dengan sinar matahari yang cukup melimpah, dan pH tanah berkisar 5-6 merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet Tazora, 2011. Tanaman karet lebih banyak dikenal masyarakat sebagai tanaman penghasil karet alam lateks karena pada batangnya banyak mengandung getah. Tinggi tanaman dewasa bisa mencapai 15-25 m. Daun tanaman karet berwarna hijau yang terdiri dari tangkai daun dan tangkai anak daun. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Buah tanaman karet memiliki 3 6 ruang yang berbentuk setengah lingkaran. Di dalam ruang tersebut terdapat masing-masing satu buah biji karet Andayani, 2008. Setelah berumur enam bulan buah akan masak dan pecah, sehingga biji karet terlepas dari batoknya. Biji karet mempunyai bentuk ellipsoida l dengan panjang 2,5-3 cm dan berat 2-4 grambiji. Biji karet terdiri dari 40-50 kulit yang keras berwarna coklat dan 50-60 kernel yang berwarna putih kekuningan. Kernel biji karet terdiri dari 45,63 minyak; 2,71 abu; 3,71 air; 22,17 protein; dan 24,21 karbohidrat Setyawardhani dkk., 2010. 7 commit to user 8 b. Minyak Biji Karet Kandungan minyak dalam daging biji atau inti biji karet adalah 45-50 dengan komposisi 17-22 asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh sebesar 77-82 Andayani, 2008. Tabel 1 dan Tabel 2 adalah komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia minyak biji karet Tazora, 2011. Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Karet Asam Lemak Komposisi bb Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat Asam linolenat Asam arakhidat 7 8 9 10 28 30 33 35 20 21 0,5 Tabel 2. Sifat Fisika-Kimia Minyak Biji Karet Karakteristik Nilai Densitas pada 15 C gcm 3 Viskositas pada 30 C mm 2 s Kadar abu sulfat [ mmmm] Bilangan asam mg KOHg Bilangan iod g Iod100 g Flash point C Cloud point C 0,918 37,85 0,02 1 142,6 290 -1,0 2. Tanaman Kelapa Sawit a. Deskripsi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit Ela eis guinenesis berasal dari Guinea di pesisir Afrika Barat, kemudian diperkenalkan ke bagian Afrika lainnya, Asia Tenggara, dan Amerika Latin sepanjang garis lintang utara 15 dan lintang selatan 12 . Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada daerah iklim tropis dengan suhu 24-32 C, kelembaban yang tinggi, dan curah hujan 200 mmtahun. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 perikarp dan 20 buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kandungan minyak dalam perikarp sekitar 30-40 Tambun, 2006. commit to user 9 b. Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit mengandung 45-60 asam lemak tidak jenuh Sinaga, 2005. Komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia dari minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 Ketaren, 2005. Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Asam Lemak Komposisi bb Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat Asam linolenat 0,1 0,4 0,6 1,7 41,1 47,0 3,7 5,6 38,2 43,6 6,6 11,9 0,0 0,6 Tabel 4. Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit Karakteristik Nilai Densitas pada 25ºC Indeks bias pada 40ºC Bilangan Iod Bilangan penyabunan 0,900 1,4565 1,4585 48 46 196 205 3. Poliol a. Deskripsi Poliol Poliol Polyhidric a lcohol merupakan suatu alkohol polihidrat atau senyawa alkohol yang mempunyai gugus hidroksil OH lebih dari satu. Poliol terbagi menjadi dua kelompok, yaitu poliol alami dan poliol sintesis. Salah satu contoh poliol alami adalah minyak jarak yang mengandung asam risinoleat. Sedangkan poliol sintesis terbagi menjadi dua kelompok, yaitu poliester poliol dan polieter poliol. Poliol dapat dibuat secara langsung melalui dua tahap, yaitu tahap epoksidasi yang dilanjutkan dengan tahap pembukaan cincin Gala dan Mahfud, 2006. b. Epoksidasi Epoksidasi adalah reaksi adisi elekrofilik yang merupakan reaksi khas senyawa tidak jenuh. Reaksi epoksidasi dipermudah oleh adanya gugus pendorong elektron pada alkena dan gugus penarik elektron pada pera cid commit to user 10 Wulandari dkk., 2006. Pera cid dibentuk melalui reaksi antara HCOOH dengan H 2 O 2 seperti pada gambar 1 Goud et a l ., 2006. Alkena berfungsi sebagai nukleofil dan pera cid sebagai elektrofil. Gugus hidroksil dari pera cid mempunyai karakteristik sebagai elektrofilik yang akan menyerang ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh untuk menghasilkan epoksida. Mekanisme reaksi epoksidasi dapat dilihat pada gambar 2 Padmasiri et a l ., 2009. Gambar 1. Reaksi pembentukan pera cid Gambar 2. Mekanisme reaksi epoksidasi Derawi and Salimon 2010 menggunakan rasio molar HCOOHH 2 O 2 = 31 pada suhu 45 C selama 150 menit untuk mendapatkan konversi ikatan rangkap pada minyak kelapa sawit menjadi epoksidanya sebesar 91,3. Sedangkan Budi dan Abidin 2007 mendapatkan poliol dari CPO dengan nilai bilangan hidroksil sebesar 148,296 yang menunjukkan terbentuknya gugus hidroksil dari senyawa poliol pada masing-masing rantai karbon tidak jenuh dari asam lemak pada rasio molar HCOOHH 2 O 2 = 41 dengan suhu reaksi 50 C selama 2 jam. c. Hidrolisis Reaksi khas epoksida adalah reaksi pembukaan cincin, yang dapat berlangsung pada suasana asam atau basa. Epoksida dapat mengalami reaksi pembukaan cincin anggota tiga menjadi rantai tunggal jika diserang oleh suatu nukleofil. Reaksi pembukaan cincin dengan hidrolisis ditunjukkan pada gambar 3 Purwanto, 2010. Hidrolisis dapat melangsungkan reaksi pembukaan epoksida dengan katalis asam. Secara spesifik katalis ini penting jika nukleofil merupakan nukleofil lemah seperti alkohol atau air Gala dan Mahfud, 2006. commit to user 11 Keberadaan asam kuat seperti H 2 SO 4 tidak hanya digunakan sebagai katalis untuk pembentukan pera cid tetapi juga sebagai agen protonasi untuk reaksi pembukaan cincin epoksida. Setelah epoksida terprotonasi, epoksida akan diserang secara nukleofilik. Pada kondisi ini, reaksi hidrolisis pembukaan cincin menghasilkan bentuk diol Wulandari dkk., 2006. Gambar 3. Reaksi pembukaan cincin dengan hidrolisis Ginting 2010 menggunakan H 2 SO 4 pekat 4 vv, rasio reaktan HCOOHH 2 O 2 = 21 vv, suhu 40-45 C, dan waktu reaksi 3 jam untuk mendapatkan poliol dari minyak kemiri dengan nilai bilangan hidroksil sebesar 198,17. Sedangkan Sinaga 2009 melaporkan bahwa penggunaan H 2 SO 4 pekat 3,5 vv dalam fase air dapat menjadi katalisator terjadinya reaksi hidrolisis epoksida dari metil ester PF AD Pa lm Fa tty Acid Distillate hingga 100 per 1-4 jam pada suhu 65-100 C. d. Polietilen Glikol PEG Dalam industri poliuretan senyawa-senyawa polihidroksi yang secara luas digunakan sebagai sumber poliol adalah polieter dan poliester yang memiliki gugus hidroksi ujung, poliolefin, dan glikol. Salah satu jenis polieter komersial adalah PEG Haeruddin, 2008. PEG merupakan polimer sintetis dari oksietilen dengan rumus struktur HO CH2 CH2nOH, dimana n adalah jumlah rata-rata gugus oksietilen. Penamaan PEG umumnya ditentukan oleh bilangan yang menunjukkan bobot molekul rata-rata. Bentuk dari PEG sangat dipengaruhi oleh bobot molekul rata- ratanya. PEG 200-600 berbentuk cair, PEG 1500 berbentuk semi padat, PEG 3000-20000 berbentuk padatan semi kristalin, dan PEG dengan bobot molekul lebih besar dari 100000 berbentuk seperti resin pada suhu kamar. PEG-400 adalah commit to user 12 polietilen glikol dimana harga n antara 8,2 dan 9,1 Safitri, 2011. e. Poliol dari Minyak Nabati Poliol yang disintesis dari minyak nabati merupakan salah satu jenis poliester poliol. Gambar 4. Reaksi sintesis poliol dari minyak kemiri. Kebutuhan poliol sebagai bahan baku poliuretan yang terus meningkat mendorong adanya penggunaan minyak nabati untuk pembuatan poliol dengan commit to user 13 memanfaatkan asam lemak tidak jenuh seperti oleat C 18:1 , linoleat C 18:2 , linolenat C 18:3 . Epoksidasi asam lemak tidak jenuh baik sebagai trigliserida, asam lemak bebas maupun dalam bentuk alkil ester asam lemak yang dilanjutkan hidrolisis telah banyak dilakukan untuk menghasilkan senyawa poliol. Ginting 2010 telah melakukan epoksidasi terhadap minyak kemiri dengan pera cid yang dilanjutkan dengan hidrolisis untuk menghasilkan poliol turunan minyak kemiri. Dalam pembentukan senyawa poliol tersebut jika diprediksi proses epoksidasi dan hidrolisis berjalan sempurna secara hipotesis maka oleat C 18:1 yang terikat sebagai gliserida menghasilkan diol, linoleat C 18:2 menghasilkan tetraol, dan linolenat C 18:3 menghasilkan heksaol. Reaksi yang terjadi secara hipotesis Gambar 4. 4. Karakterisasi Minyak dan Poliol a. Spektroskopi Ultraviolet Visible UV-Vis Penerapan spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak pada senyawa . Transisi ini terjadi pada daerah spektra sekitar 200-700 nm yang sering digunakan dalam eksperimen sehingga memerlukan gugus kromofor dalam molekul. Kromofor merupakan gugus kovalen tak jenuh yang dapat menyerap radiasi dalam daerah-daerah ultraviolet dan cahaya tampak, pada senyawa organik dikenal pula gugus auksokrom, yaitu gugus jenuh yang terikat pada kromofor. Terikatnya gugus auksokrom pada kromofor dapat mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum Day dan Underwood, 1999. Identifikasi panjang gelombang maksimum minyak dan poliol dengan UV- Vis belum pernah dilakukan. Minyak memiliki asam lemak yang mengandung gugus kromofor seperti C=C, C=O, dan auksokrom OH pada asam lemak bebasnya. Pada poliol dari minyak mengandung gugus kromofor C=O dan auksokrom OH. Menurut Kemp 1987 pada alkena tidak terkonjugasi terdapat yang menyebabkan adanya serapan sekitar daerah 170-190 nm. yang menyebabkan adanya serapan sekitar daerah 170-200 nm commit to user 14 yang menyebabkan adanya serapan sekitar daerah 200-215 nm Kumar, 2006. b. Spektroskopi Infra Merah IR Spektrofotometri inframerah merupakan salah satu analisa kualitatif yang digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik dan untuk mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya. Frekuensi di dalam spektroskopi inframerah seringkali dinyatakan dalam bentuk bilangan gelombang, dimana rentang bilangan gelombang yang dipergunakan adalah antara 4000 cm -1 sampai dengan 400 cm -1 Silverstein et a l ., 1991. Analisis gugus pada minyak dan poliol dapat dilakukan dengan metode spektroskopi infra merah. Umumnya gugus yang penting dari minyak dan poliol adalah C H, C=O, OH, C=C, C O Ginting, 2010. Tabel 5. Tabulasi Serapan Gugus Fungsi Minyak Biji Karet dan Minyak Kelapa Sawit No. Gugus Fungsi Bilangan Gelombang cm -1 Minyak Biji Karet Minyak Kelapa Sawit 1. Stretching N H 3467,0 b 2. Stretching =CH alkena 3008,95 a 3016,2 b 3. Stretching C H alkana 2854,65-2924,09 a 2856,6-2925,9 b 4. Stretching C=C alkena 1654,2 b 5. Stretching C=O 1712,79-1743,65 a 1747,6 b 6. Bending C H alkana 1373,32-1458,18 a 1369,5- 1457,3 b 7. Stretching C O 1103,28-1242,16 a 1043,4-1243,8 b 8. Bending =CH alkena 725,23-964,41 a 717,6-881,8 b Sumber: a Rangga, dkk. 2010, b Mahmud 2010 Tabel 6. Tabulasi Serapan Gugus Fungsi Poliol Minyak Kelapa Sawit dan PEG- 400 No. Gugus Fungsi Bilangan Gelombang cm -1 Poliol Minyak Kelapa Sawit PEG 400 1. Stretching OH alkohol berikatan hidrogen 3337,00-3385,00 a,b,c 3366,77 d 2. Stretching C H alkana 2855,32-2926,14 a 2873,74 d 3. Stretching C=O 1699,00-1741,00 a,c 1643,24 d 4. Bending C H alkana 1462,93 a 1352,01-1456,18 d 5. Stretching C O 1039,89-1174,19 a 1105,14-1249,78 d 6. Bending =CH alkena 837,05-887,79 d Sumber: a Suryani 2009, b Chuayjuljit et a l . 2007, c Wulandari dkk . 2006, d Roy-Choudhury et a l . 2012 commit to user 15 Identifikasi gugus fungsi minyak dan poliol dengan FT-IR telah dilakukan pada beberapa penelitian diantaranya Rangga dkk. 2010 pada minyak biji karet, Mahmud 2010 pada minyak kelapa sawit, Roy-Choudhury et a l . 2012 pada PEG-400, dan Chuayjuljit et a l . 2007 pada poliol minyak kelapa sawit. Tabulasi serapan khas beberapa gugus fungsi dari minyak dan poliol dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6. c. Densitas Densitas atau massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Massa jenis rata-rata suatu benda adalah total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis yang lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah Askaditya, 2010. Pengukuran densitas suatu zat dapat dilakukan dengan menggunakan piknometer. Densitas suatu zat dapat dihitung dengan persamaan berikut : V m ....................................................................................................... 1 Keterangan: = densitas kgm 3 m = massa kg V = volume m 3 Karakterisasi terhadap densitas poliol telah dilakukan oleh Ginting 2010 pada poliol minyak kemiri diperoleh densitas poliol 0,988 gmL dan Bandyopadhyay-Ghosh et a l . 2010 pada poliol minyak kedelai didapatkan densitas poliol 1,02 gmL. d. Viskositas Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir Sutiah dkk., 2008. Viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan, suhu, kehadiran zat lain, berat molekul, bentuk molekul, dan kekuatan antar molekul Rangkuti, 2010. Viskositas suatu zat dapat diukur dengan menggunakan viskometer. Rumus untuk menentukan viskositas suatu cairan adalah : commit to user 16 o o o t t .............................................................................................. 2 Keterangan: , o = viskositas sampel dan cairan pembanding poise t, t o = waktu yang diperlukan cairan untuk mengalir detik , o = densitas sampel dan cairan pembanding kgm 3 Karakterisasi terhadap viskositas poliol telah dilakukan oleh Narine et a l . 2007 pada poliol minyak kanola diperoleh viskositas 906,7 cP dan Bandyopadhyay-Ghosh et a l . 2010 pada poliol minyak kedelai diperoleh viskositas 12.000 cP.

B. Kerangka Pemikiran